Anda di halaman 1dari 6

HIV

Definisi

HIV adalah virus RNA dari subfamili retrovirus. Infeksi HIV menyebabkan defisiensi

kekebalan tubuh sehingga menimbulkan gejala berat yang disebut penyakit AIDS (acquired

immunodeficiency syndrome). AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah

sekumpulan gejala/tanda klinis pada pengidap HIV akibat infeksi tumpangan (oportunistik)

karena penurunan sistem imun. Penderita HIV mudah terinfeksi berbagai penyakit karena

imunitas tubuh yang sangat lemah, sehingga tubuh gagal melawan kuman yang biasanya

tidak menimbulkan penyakit. Infeksi oportunistik ini dapat disebabkan oleh berbagai virus,

jamur, bakteri dan parasit serta dapat menyerang berbagai organ, antara lain kulit, saluran

cerna/usus, paru-paru dan otak. Berbagai jenis keganasan juga mungkin timbul.

Epidemiologi

Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16

juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun

2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia <15 tahun.

Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan

190.000 anak berusia <15 tahun. Di Asia Selatan dan Tenggara terdapat kurang lebih 5

juta orang dengan HIV. Indonesia merupakan salah satu negara dengan penambahan kasus

HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara, dengan estimasi peningkatan angka kejadian infeksi

HIV lebih dari 36%. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia bertumbuh paling cepat di antara

negara-negara di Asia. Data hasil kegiatan dari Kemenkes RI tahun 2012 menunjukkan dari

43.264 ibu hamil yang menjalani tes HIV, 1.329 (3,04%) positif terinfeksi HIV. Data lain

hasil Pemodelan Matematika Epidemi HIV tahun 2012 juga menunjukkan bahwa prevalensi
infeksi HIV pada ibu hamil diperkirakan akan meningkat dari 0,38% pada tahun 2012

menjadi 0,49 % pada tahun 2016. Selain itu jumlah anak berusia dibawah 15 tahun yang

tertular HIV dari ibunya juga akan meningkat dari 4.361 orang di tahun 2012, menjadi

5.565 orang di tahun 2016.

Patogenesis

HIV menginfeksi sel T penolong (sel CD4) dan sel monosit (makrofag) melalui interaksi

protein virus gp120 dengan molekul CD4 dan kemokin (CXCR4 pada sel T dan CCR5

pada sel dendritik dan makrofag) yang berfungsi sebagai koreseptor. Interaksi dengan

molekul-molekul ini memfasilitasi fusi membran dan masuknya virus ke dalam sel. Infeksi

HIV secara langsung dan secara tidak langsung menghabiskan sel T CD4. Sel T helper

penting untuk hipersensitivitas tipe lambat, produksi antibodi sel B, dan limfokin yang

dimediasi sel T yang mengaktivasi makrofag. Destruksi sel B dan sel T dapat membuat

defisiensi imun gabungan (sel B dan sel T). Sel-sel lain yang mengandung CD4, seperti

mikroglia, astrosit, oligodendroglia, dan jaringan plasenta juga dapat terinfeksi HIV. Infeksi

HIV adalah proses progresif yang berkelanjutan dengan periode latensi klinis sebelum

pengembangan AIDS. Semua pasien yang tidak diobati memiliki bukti replikasi virus yang

sedang berlangsung dan penurunan progresif limfosit CD4. Tidak ada manifestasi nyata dari

imunodefisiensi hingga jumlah sel CD4 menurun menjadi ambang batas nilai kritis. Jumlah

viral load telah menjadi parameter penting dalam manajemen.

Cara Penularan

Cara penularan infeksi HIV terbagi menjadi 2 yaitu transmisi horizontal dan transmisi

vertikal. Transmisi horizontal dari infeksi HIV dengan kontak seksual (vaginal, anal, atau

orogenital), kontak perkutaneus (dari jarum yang terkontaminasi atau benda tajam) atau
paparan darah atau cairan pada membran mukosa. Sedangkan, transmisi vertikal yaitu

penularan dari ibu ke bayi yang dikandungnya (mother-to-child transmission/ MTCT) yang

didapatkan pada sebagian besar kasus infeksi HIV pada anak (90%). Proses transmisi dapat

terjadi pada saat kehamilan (510%), proses persalinan (10-20%), dan sesudah kelahiran

melalui ASI (5-20%). Angka transmisi ini akan menurun sampai kurang dari 2% bila

pasangan ibu dan anak menjalani program pencegahan/ prevention of mother-to-child

transmission (PMTCT) sejak saat kehamilan dengan penggunaan antiretroviral untuk ibu

sampai dengan penanganan setelah kelahiran. Faktor risiko terjadinya transmisi adalah jumlah

virus, kadar CD4, adanya infeksi lain (hepatitis, sitomegalovirus), ketuban pecah dini,

kelahiran spontan/ melalui vagina, prematuritas, dan pemberian ASI atau mixed feeding

(pemberian ASI dan susu formula bersama-sama).

Diagnosis

Anamnesis

- Ibu atau ayah memiliki risiko untuk terinfeksi HIV dan sudah dilakukan skrining

HIV, minimal serologis

- Riwayat ibu/ ayah penggunaan obat- obatan termasuk narkotik lewat pembuluh darah

- Riwayat kelainan orientasi dan perilaku seksual pada ibu atau ayah

- Riwayat ibu dengan respon imunologi yang buruk

Pemeriksaan Fisis

- Keadaan umum dan pemantauan adanya infeksi oportunisitik


Pemeriksaan Penunjang Infeksi

HIV dilakukan dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA kualitatif

menggunakan sediaan darah (serum) atau Dried Blood Spot (DBS) pada bayi usia 6 minggu

atau lebih dan dinyatakan terinfeksi HIV jika hasil pemeriksaan positif. Penentuan status

dilakukan dengan pemeriksaan:

- PCR RNA HIV pertama pada usia 4-6 minggu

- PCR RNA HIV kedua pada usia 4-6 bulan

- Pemeriksaan antibodi HIV pada usia 18 bulan

- Pemeriksaan antibodi HIV tidak dapat digunakan sebagai perasat diagnosis pada anak

berusia kurang dari 18 bulan.

Penatalaksanaan

Di kamar bersalin

- Bayi sebaiknya dilahirkan dengan cara bedah kaisar

- Pertolongan persalinan menggunakan sesedikit mungkin prosedur invasif

- Segera bersihkan bayi dengan mematuhi kewaspadaan universal (universal precaution)

- Pilihan nutrisi bayi dilakukan berdasarkan konseling saat antenatal care.

Pemberian ARV profilaksis untuk bayi

- Pemberian ARV profilaksis untuk bayi adalah pemberian zidovudin selama 4 minggu

(enam minggu untuk bayi prematur) dan nevirapin dosis tunggal.

Pemilihan Nutrisi

- Konseling pemilihan nutrisi sudah harus dilakukan sejak pada masa antenatal care.

- Pilihan susu formula akan menghindarkan bayi terhadap risiko transmisi HIV melalui

ASI
- Perlu diperhatikan apakah pemberian susu formula tersebut memenuhi persyaratan

AFASS (acceptable/ dapat diterima, feasible/ layak, affordable/ terjangkau, sustainable/

berkelanjutan, dan safe/ aman).

Pemberian Imunisasi

- Pemberian imunisasi dapat diberikan sesuai jadwal dengan pengecualian untuk BCG

- Imunisasi BCG dapat diberikan apabila diagnosis HIV telah ditentukan

Pemberian profilaksis

Untuk infeksi oportunistik Pencegahan infeksi oportunstik dapat dilakukan dengan pemberian

kotrimoksasol untuk semua bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang dimulai pada usia 4-

6 minggu sampai diagnosis HIV telah disingkirkan. Bila pada minggu keenam, bila diagnosis

HIV belum dapat disingkirkan, maka diperlukan pemberian kotrimoksasol profilaksis sampai

usia 12 bulan atau sampaidinyatakan HIV negative / non-reaktif. Keluarga pasien harus

diberitahu bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan menyembuhkan infeksi HIV tetapi

mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan HIV. Profilaksis kotrimoksazol

dapat dihentikan pada bayi yang terpajan HIV sesudah dipastikan tidak tertular HIV (setelah

ada hasil laboratorium baik PCR maupun antibodi pada usia sesuai). Pada anak umur 1

sampai 5 tahun yang terinfeksi HIV, cotrimoksazol profilaksis dihentikan jika CD4 >25%.

Pemantauan tumbuh kembang

Pemantauan tumbuh kembang dilakukan pada setiap kunjungan seperti kunjungan bayi sehat

lainnya

Prognosis

Angka transmisi bila pasangan ibu dan anak menjalani program PMTCT (prevention of

mother-to-child transmission) lengkap adalah kurang dari 2%. Resiko kematian berkaitan
langsung dengan derajat imunosupresi, jumlah virus, dan usia muda. Anak-anak kurang dari

1 tahun dengan persentil CD4 yang sangat rendah dan jumlah virus yang tinggi memiliki

prognosis yang paling buruk.

Anda mungkin juga menyukai