(Skripsi)
Oleh:
CINDY JELIANA
1516011048
Oleh:
CINDY JELIANA
Tradisi Cengbeng (Qing Ming Jie) merupakan tradisi wajib masyarakat Tionghoa,
hari ini adalah hari dimana mereka melakukan tradisi menghormat kepada leluhur
yang dilakukan setidaknya sekali dalam setahun. Perayaan Cengbeng dilakukan
setengah bulan sebelum tanggal 5 April, karena pada tanggal 5 itu diyakini dan
dipercayai arwah-arwah sudah kembali lagi ke alam lain, dalam perayaan
Cengbeng sangat mempercayai untuk memilih hari baik dalam melakukan tradisi
ini, dan pada tanggal 5 tersebut menjadi penutupan biasanya Vihara, Klenteng
atau Yayasan mendoakan arwah-arwah yang tidak didatangi dan diurus oleh
keluarga mereka. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang melatarbelakangi perubahan dalam tradisi perayaan Cengbeng di Era
Modernisasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode pengumpulan
data dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang melatarbelakangi perubahan dalam
tradisi perayaan Cengbeng yaitu, faktor internal( Agama/Kepercayaan dan Sikap)
dan faktor eksternal (Invention dan Edukasi) dari kedua faktor tersebut faktor
terbesar yang merubah tradisi pada perayaan Cengbeng di Era Modernisasi ini
yaitu berasal dari Faktor Internal.
i
ABSTRACK
By:
CINDY JELIANA
ii
PERUBAHAN DALAM TRADISI PERAYAAN CENGBENG PADA ETNIS
TIONGHOA DI ERA MODERNISASI
(Studi Pada Etnis Tionghoa di Kabupaten Prinsewu)
Oleh
Cindy Jeliana
Skripsi
Pada
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
iii
iv
v
vi
RIWAYAT HIDUP
vii
MOTTO
Pada akhirnya, hanya tiga hal yang berarti: Seberapa banyak kau
mencintai,
Seberapa lembut kau menjalani hidup, dan seberapa ikhlas kau
melepaskan sesuatu yang tidak dimaksudkan untukmu.
(Buddha)
Seperti sebuah lilin yang tidak terbakar tanpa api, manusia tidak dapat
hidup tanpa kehidupan spiritual.
(buddha)
Jadilah bunga teratai, bunga yang memerlukan lumpur dan air untuk
tumbuh dan berkembang, akan tetapi ia tidak akan tenggelam ke
dalamnya
(Cindy Jeliana)
viii
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Sanghyang Adi Budhha Tuhan Yang Maha
Esa dan rasa terimakasih yang tak terhingga,
karya sederhana ini saya persembahkan kepada orang yang saya cinta dan
sayangi
Almamater tercinta
Universitas Lampung
ix
SANWACANA
Nammo Budhhaya, Puji syukur penulis ucapkan kepada Shangyang Adi Buddha
dan para Bodhisatva dan Mahasattva di alam surga, serta perlindungan dari
Buddha, Dhamma dan Sanggha karena berkat karunia dan penyertaan-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan karya ini. Skripsi dengan judul “Perubahan Dalam
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
2. Bapak Drs. Ikram, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
3. Ibu Dra. Yuni Ratna Sari selaku dosen pembimbing, terimakasih bu atas
kesabaran dalam proses bimbingan dan waktu luang yang ibu berikan kepada
saya untuk berdiskusi mengarahan dalam penulisan skripsi ini, semoga Tuhan
yang panjang.
x
4. Bapak Dr. Benjamin, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran serta ketelitian dalam mengoreksi penulisan skripsi ini menjadi lebih
baik lagi. Semoga Tuhan YME melimpahkan berkah, kesehatan, dan rezeki
kepada bapak.
6. Seluruh dosen Jurusan Sosiologi yang telah membekali penulis dengan ilmu
7. Keluargaku kuku, kucong, asuk, sukme, cici dan koko semuanya terimakasih
atas doa dan dukungan baik moril dan materil selama ini kepada penulis.
Steven, Herbi, Dewi, Welly. Terima kasih atas dukungan dan semangat dari
kalian serta adik-adik UKM yang terkasih yang tidak bisa disebutikan satu-
9. Sahabatku Fanbase Ci Coco sabot dansinar love you guys so damn much ever
and kiting, ocha, claudya makasih udah jadi sahabat dari kecil doa, dukungan,
bantuan tenaga dan waktu untuk aku semoga kita semua bisa menjadi orang
sukses amin.
10. Untuk sahabatku SW (Strong Woman) yang enggak punya malu dan suka
terimakasih pula atas semangat dan dukungan kalian selama ini gengs. Buat
kalian maafin aku kalau sering marah-marah disaat kelaparan melanda hahaha.
Semoga kita tetap menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Harapan ku semoga
xi
kita tidak pernah memutus tali silaturahim ya dan semoga kalian gak akan
lupa kalau kita pernah menangis dan tertawa bahagia bersamainget juga
pernah tidur ikan asin. Kalian luar biasa pokoknya, su sayang kalean Imelta
Rismawanti(YobQ).
12. Hulk Managemen yayas, padilah, ledi makasih atas kerja keras dengan bapak
13. Mba Vivi dan mba Lina makasih atas bantuannya selama ini.
14. Keluarga Besar Universitas Lampung yang telah membantu saya selama saya
Cindy Jeliana
xii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACK .......................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
MOTTO .............................................................................................................. viii
PERSEMBAHAN ................................................................................................. ix
SANWACANA ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................ 9
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................. 9
xiii
2.9 Kerangka Pikir ........................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Ratio Jenis Kelamin Tahun 2016 ................ 55
4.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2016
........................................................................................................................ 56
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xvi
I. PENDAHULUAN
Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dimiliki dan dilakukan oleh kelompok
etnik, etnis atau suku bangsa tertentu secara turun-temurun yang berasal dari
memiliki ciri khusus, fungsi, dan makna yang terkandung di dalamnya, sehingga
hal ini harus tetap dilakukan. Menurut Moh. Nur Hakim dalam Hanafi (2003: 29)
dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Tradisi tetap harus dijaga dan
dilestarikan agar tetap lestari, karena tradisi masuk dalam sistem budaya, dan juga
menurut Suwarno, dkk. (2011 : 21) menyatakan sistem nilai budaya adalah
rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat yang dianggap penting dan bernilai. Bila sistem nilai budaya itu
memberi arah pada perilaku dan tindakan manusia, maka pedoman tegas dan
konkret. Hal ini nampak dalam norma-norma sosial, hukum dan aturan tradisi.
mereka. Etnis Tionghoa mempunyai berbagai macam tradisi yang diwarisi sejak
masa lampau salah satunya tradisi dalam menyambut hari perayaan besar
hari ke 15 dari hari persamaan panjang siang dan malam pada musim semi yang
pada umumnya jatuh pada tanggal 5 April. Hari Menyapu Kuburan (Hari
Pembersihan Pusara) dan Festival Bersih Terang adalah terjemahan yang paling
umum dalam mengartikan Qīngmíng. Untuk orang Tionghoa, hari ini merupakan
suatu hari untuk mengingat dan menghormati nenek moyang. Setiap orang berdoa
teh, arak, dupa, kertas sembahyang dan berbagai aksesoris, sebagai persembahan
Tradisi Cengbeng ini berawal pada zaman Dinasti Ming ada seorang anak
bernama Cu Guan Ciong (Zhu Yuan Zhang, pendiri Dinasti Ming) yang berasal
dari sebuah keluarga yang sangat miskin. Dalam membesarkan dan mendidik Cu
Guan Ciong, orangtuanya meminta bantuan kepada sebuah kuil. Pada saat Cu
Cu Guan Ciong memberi titah kepada seluruh rakyatnya untuk melakukan ziarah
dan membersihkan makam leluhur mereka masing-masing pada hari yang telah
ditentukan 5 April. Selain itu, diperintahkan juga untuk memberikan tanda kertas
makam tersebut yang belum dibersihkan serta tidak diberi tanda. Kemudian kaisar
leluhurnya. Hal ini kemudian dijadikan tradisi Cengbeng atau ziarah kubur setiap
tahunnya.
pemersatu, karena pada hari tersebut menjadi hari seluruh anggota keluarga
berkumpul bersama, dan makna dari tradisi Cengbeng bagi keluarga agar dapat
mengingat jasa orang tua atau leluhur yang sudah tiada. Beberapa hal yang
keluarga baik yang berada di luar daerah pulang kerumah atau ke daerah asalnya
Upacara Cengbeng adalah sebuah fenomena sosial pada aktifitas etnis Tionghoa
yang didasari oleh ajaran Khong Hu Cu, yaitu bakti dan menghormati orang tua
dan leluhur. Mereka akan mencukupi, melayani kebutuhan hidup orang tua
mereka, baik ketika masih hidup maupun setelah mereka meninggal. Hubungan
antara mereka yang masih hidup dengan yang meninggal adalah dengan
4
sudah jarang melakukan tradisi ini dan melupakan esensi proses-proses yang
seharusnya dilakukan, karena banyaknya masyarakat yang bekerja di luar kota dan
proses tradisi Cengbeng yang seharusnya dilakukan, dan juga adanya segi
ruang/lahan, berbahaya bagi lingkungan, dan lebih mahal daripada kremasi, dan
hal ini pun sampai juga pada prosesi pemakaman di Indonesia dengan sistem
dimana pada proses pemakaman jenazah yang sudah meninggal dikuburkan dalam
liang kubur yang sudah disediakan, sementara proses kremasi merupakan prosesi
pengabuan jenazah dengan cara pembakaran dan abu jenazah dilarungkan ke laut
5
atau dititipkan di rumah penitipan abu jika ada, dan ada pula abu jenazah
Begitu pula kalangan generasi muda Tionghoa di beberapa wilayah seperti di kota
Palembang yang sebagian sudah memeluk agama lain dari Buddha, terdapat dua
versi. Ada yang sama sekali tidak lagi mau memasang dupa untuk sembahyang
baik di altar maupun di kuburan, tapi sebagian besar masih tetap konsisten selama
tidak dianggap memuja. Selain itu tidak harus pergi ke kuburan sebagian
masyarakat Tinghoa hanya berdoa pada abu jenasah leluhur, karena ada sebagian
ada yang langsung dilarung (ditenggelamkan) ke laut, dan ada pula yang di
simpan dalam guci. Guci ini yang disimpan di rumah untuk disembahyangkan
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor intern (bersumber dalam masyarakat itu
sendiri) dan faktor ektern (berasal dari luar masyarakat itu sendiri). Faktor intern
perubahan keyakinan. Sementara pada faktor penyebab yang berasal dari luar
Mengutip dalam jurnal Sugianta, Anita, dkk.(2005), bagi etnis Tionghoa pada
pemujaan leluhur atau meja-abu, begitu pula tradisi Cengbeng. Agama juga
menjadi pengaruh pada perubahan keyakinan, contoh kasus pada masyarakat Cina
Benteng yang sudah hidup modern serta generasi mudanya sudah mulai tidak
peduli lagi. Jadi dalam hal kepercayaan masyarakat Cina Benteng di Sewan Lebak
Wangi Tangerang ini juga sudah terjadi perubahan, dan banyak yang tidak
Melihat beberapa perubahan yang ada, penulis juga merasa terjadi perubahan di
memiliki banyak masyarakat yang beretnis Tionghoa yang dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Pada tabel 1.1 maka dapat dilihat bahwa Kabupaten Pringsewu berada pada urutan
keempat setelah Bandar Lampung berada di posisi pertama, lalu Metro berada di
7
posisi kedua, danLampung Tengah di posisi ketiga. Hal ini menguatkan bukti
Tabel 1.1 menjadi bukti konkrit banyaknya masyarakat yang beretnis Tionghoa di
Penulis sudah merasa adanya perubahan dalam tradisi inidi Pringsewu yang
terjadi sejak 5 tahun terakhir mulai dari segi penyambutannya tidak lagi semeriah
5 tahun sebelumnya, para keluarga yang datang berziarah pun hanya sedikit
bahkan hanya diwakilkan saja padahal sejatinya dalam tradisi Cengbeng ini
bersama keluarga, anak, dan para cucu, serta menjalankan tata cara perayaan
Berdasarkan hasil wawancara kecil yang penulis lakukan oleh seorang informan
Sabtu, 23 Juni 2018 pukul 13.00 WIB di Pringsewu menyatakan bahwa adanya
agama sudah tidak lagi menjalankan ritual perayaan Cengbeng yang seharusnya di
lakukan. Serta masih banyak lagi faktor-faktor yang ingin peneliti ketahui secara
perayaan Cengbeng ini tidak semata merupakan acara ritual belaka, tapi ada
makna tersirat di dalam nya, yakni sebuah cermin kearifan lokal di mana para
perantau yang sukses di perantauanya, akan membagi bagi angpau kepada kaum
miskin tanpa pandang bulu terhadap etnis dan agama si orang miskin yang di
bantunya, dan juga perputaran uang akan terjadi selama perayaan Cengbeng
yang ada di kampung halamannya untuk di bawa pulang, sehingga dengan adanya
perputaran uang ini akan membawa dampak positif pada perekonomian daerah
Pringsewu.
Melalui beberapa perubahan yang berhasil penulis dapatkan dari hasil wawancara
kecil di Pringsewu, beberapa perubahan yang terjadi pada tradisi ini akan
berdampak pula pada proses kearifan lokal yang seharusnya menjadi sisi positif
Lauer (2003) “menyatakan tradisi itu sendiri bukanlah sesuatu yang statis. Tradisi
penulis ingin mencari tahu apakah benar jika modernisasi memiliki hubungan
dalam perubahan pada tradisi?. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti
Meninjau dari latar belakang yang telah dikemukakan oleh penulis, masalah yang
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
2.1 Tradisi
material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini
dan belum dihancurkan atau dirusak.Tradisi dapat diartikan sebagai warisan yang
benar atau warisan masa lalu. Namun demikian tradisi yang terjadi berulang-ulang
apapun yang dilakukan oleh manusia secara turun temurun dari setiap aspek
dikatakan sebagai “tradisi” yang berarti bahwa hal tersebut adalah menjadi bagian
dari kebudayaan. Secara khusus tradisi oleh C.A. van Peursen diterjemahkan
kaidah, harta-harta. Tradisi dapat dirubah diangkat, ditolak dan dipadukan dengan
aneka ragam perbuatan manusia (Peurseun, 1988 : 11) dan juga Mattulada (1997)
wilayah identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang terstruktur.
1. Tradisi dan adat istiadat (nilai, norma yang mengatur perilaku dan hubungan
perubahan sesuai perkembangan zaman. Masa lalu sebagai dasar untuk terus
2. Nasehat dari para leluhur, dilestarikan dengan cara menjaga nasehat tersebut
Adanya keyakinan bahwa roh-roh harus dijaga, disembah, dan diberikan apa
secara lisan sebuah ajaran yang harus ditaati oleh anggota kelompoknya.
berupa lukisanperkakas sebagai alat bantu hidup serta bangunan tugu atau
penggunanya.
Menurut Sztompka (2007) arti yang lebih lengkap bahwa tradisi mencakup
kelangsungan masa lalu dimasa kini ketimbang sekedar menunjukkan fakta bahwa
masa kini berasal dari warisan lampau agar tidak dibuang atau dilupakan. Maka di
sini tradisi hanya berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu.
tersembunyi tentang adanya kaitan masa lalu dengan masa kini.Ia menunjuk
kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan
masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun
lain atau satu kelompok dengan kelompok lain, bagaimana manusia bertindak
lain. Ia berkembang menjadi suatu sistem yang memiliki pola dan norma dan
dan penyimpangan.
laku yang bersumber dari sistem nilai dan gagasan utama. Tradisi juga merupakan
suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara aspek yang pemberian arti
perilaku ajaran, perilaku ritual dan beberapa jenis perilaku lainnya dari manusia
atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain. Unsur
terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi simbol konstitutif
14
Jadi yang menjadi hal penting dalam memahami tradisi adalah sikap atau orientasi
pikiran atau benda material atau gagasan yang berasal dari masa lalu yang
dipungut orang dimasa kini.Sikap dan orientasi ini menempati bagian khusus dari
tradisi menjelaskan betapa menariknya fenomena tradisi itu.Maka dari itu suatu
Hari Perayaan Cengbeng atau Qing Ming dalam pengertian “Cerah dan
Cemerlang“ dilaksanakan lima belas hari setelah Chunhun, atau Cap Gomeh, atau
tiga puluh hari setelah perayaan Imlek Tahun Baru masyarakat Tionghua.
baik dan cerah, dan cocok untuk melaksanakan ziarah kubur atau ziarah
Cengbeng selalu jatuh antara tanggal 4-6 April (kalender masehi) setiap
rumah abu atau pantai untuk berdoa bagi para leluhur yang telah
15
Perayaan Cengbeng adalah saat yang paling ideal untuk berziarah dan
membersihkan makam karena upacara ini diadakan bertepatan pada bulan april
Apalagi pada zaman dahulu lokasi pemakaman cukup jauh dari tempat
pemukiman. Dan bahkan bila seseorang yang tinggal jauh dari kampung
dan arah serta berbagai ukurannya selalu diperhatikan dari sisi fengshui, termasuk
juga masa untuk berkunjung ke makam. Hal ini dipercaya sangat berhubungan
tempatkan dirumah dengan altar khusus atau disebar kelaut. Sehingga bagi
hari itu, warga Tionghoa berziarah ke makam leluhur mereka dengan membawa
tradisi ini dapat menjaga hubungan dengan leluhur sekaligus menunjukkan bakti
April setiap tahunnya adalah upacara berdoa kepada leluhur yang dilaksanakan di
kecil (tuang teh) setiap Che It 初一(tanggal satu) dan Cap Go十五(tanggal 15)
bagi yang masih memegang teguh ajaran leluhur.Sembahyang besar ini biasanya
bernyawa. Sembahyang besar ini biasanya dilakukan setahun tiga kali, yaitu pada
sembahyang qi yue (bulan tujuh tanggal lima belas), atau yang biasa disebut juga
rumah dan sembahyang Sin Cia biasanya dilakukan pada pagi/siang hari dirumah,
sedangkan pada malam harinya seluruh sanak saudara biasanya akan berkumpul
bersama untuk makan malam sebelum tahun baru Imlek. Menerbangkan layang-
layang juga menjadi tradisi penting yang sangat dinikmati oleh seluruh
(Cengbeng) tidak hanya pagi dan siang hari, bahkan malam hari juga.Tradisi ini
17
diyakini dapat membawa keberuntungan dan melenyapkan penyakit, maka dari itu
setiap tradisi memiliki arti, fungsi, dan makna yang penting masing-masing.
Menurut Shil manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa
tidak puas terhadap tradisi mereka. Shil (1981) dalam Piotr Sztompka, (2007 :
74).
dalam kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih
Pada tradisi Cengbeng sendiri memiliki fungsi sebagai penyatu, dimana pada saat
berpendapat bahwa makna ialah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksud.
yaitu : (1) maksud pembicara, (2) pengaruh suatuan bahasa dalam pemahaman
persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia, (3) hubungan, dalam
atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya, (4) cara menggunakan
makna merupakan arti dari suatu kata atau maksud pembicaraan yang membuat
kata tersebut berbeda dengan kata-kata lain. Makna tradisi merupakan suatu pesan
tersirat, nilai dan maksud yang terdapat di dalam setiap ritual-ritual hasil warisan
makna dalam perayaan tradisi Cengbeng sendiri yaitu untuk mengenang dan
hidupnya. Suatu tradisi memiliki sejarah yang akan menjelaskan pula apa isi dari
Hari Cengbeng telah menjadi hari penting peringatan nenek moyang bagi
masyarakat Tionghoa Indonesia. Tidak peduli seberapa jauh, tidak peduli seberapa
kebiasaan orang tua dengan penuh rasa hormat, mengenali dan melaksanakan adat
nenek moyang, mengingat asal usul, melanjutkan tradisi baik leluhur dan
Vistari (2017) mengatakan tradisi Cengbeng ini bermula pada zaman Dinasti
Ming ada seorang anak bernama Cu Guan Ciong (Zhu Yuan Zhang, pendiri
Dinasti Ming) yang berasal dari sebuah keluarga yang sangat miskin. Dalam
kepada sebuah kuil agar anaknya menjadi seorang anak yang baik.Semakin
menjadi seorang kaisar dan Cu Guan Ciong kembali ke desa untuk menjumpai
makam orangtuanya, sebagai seorang kaisar.Cu Guan Ciong memberi titah kepada
Selain itu, diperintahkan juga untuk memberikan tanda kertas kuning di atas
kemudian dijadikan tradisi Cengbeng atau ziarah kubur setiap tahunnya (Sugeng,
dkk. 2018).
tanggal 4 sampai 6 pada bulan April, atau bertepatan dengan waktu munculnya
dedaunan berwarna hijau zamrud sebagai penanda dimulainya musim semi yang
20
cerah, juga bertepatan dengan waktu yang baik untuk mulai bertamasya, maka
zaman dahulu ada kegiatan tamasya Cengbeng, serta serangkaian kegiatan olah
pemakaman.
Dinasti Zhou, memiliki sejarah lebih dari 2000 tahun.Perayaan Cengbeng adalah
perayaan yang sangat penting, karena begitu mulai perayaan Cengbeng, suhu
udara meningkat, waktunya yang tepat untuk petani bercocok tanam di musim
semi. Pada mulanya, jika ditelusuri tahun terjadinya, maka cerita atau kisah
mengenai Jie Zi Tui yang terjadi sekitar tahun 600-an sebelum Masehi pada
zaman Musim Semi Gugur merupakan tahun yang paling awal mengenai Festival
Seperti agama Buddha, Kong Hu Chu, dan Tao mereka sangat menganggap
masih hidup untuk mencari pahala yang gunanya untuk diberikan kepada orang
dimana ada orang keturunan pasti disitulah tradisi Cengbeng masih dilakukan
dipersembahkan tidak boleh dalam kondisi hangat/panas, harus dalam suhu yang
dingin/normal. Peralatan lain, seperti lilin, dupa (hio), tempat dupa, kertas lima
warna (go sek cua), uang akhirat Kimcua dan Gincua, barang-barang untuk
dan pewarisan tradisi, agar mereka terbiasa dan dapat mengenang jasa leluhur
Proses selanjutnya adalah menyusun lilin (lak cek), tempat dupa (hiolo), dupa
disukai oleh leluhur dan ditata sedemikian rupa agar terlihat elok dan senang hati
serta disesuaikan letaknya dengan bentuk makam. Kertas lima warna (go sek cua)
seluruh etnis Tionghoa di seluruh dunia. Proses menghias makam ini juga
depan makam leluhur dengan kondisi yang khusuk untuk melakukan sembahyang.
menyalakan dupa (hio), untuk keselamatan agar arwah leluhur tenang di alam
baka. Mereka menghormat sebanyak tiga kali lalu berdoa dan kembali
menghormat tiga kali dan menancapkan dupa di tempat dupa (hiolo) di depan
dimulai dari anggota keluarga yang paling tua kemudian disusul oleh yang lebih
muda dan seterusnya.Doa yang dipanjatkan kepada para leluhur agar diberikan
kemurahan rezeki, kesejahteraan, umur yang panjang dan roh-roh leluhur tetap
bersama mereka selamanya untuk menjaga dan memberi berkat yang melimpah.
bajuan, sepatu dan barang-barang kebutuhan hidup lainnya seperti uang akhirat
yang disebut Kimcua (uang emas) dan Gincua (uang perak) kepada roh leluhur
akan dipakai dan digunakan oleh roh leluhur untuk memenuhi kebutuhannya di
Bagian akhir dari tradisi Cengbeng adalah tahap penutupyang dilakukan dengan
cara berpamitan di depan makam leluhur. Sama halnya dengan tahap sembahyang,
kewajibannya dan sekarang hendak pulang ke rumah masing-masing dan agar roh
leluhur sudi untuk datang mengunjungi rumah mereka masing-masing pada saat
hari “H” dari perayaan Cengbeng. Hal ini dilakukan karena biasanya etnis
Cengbeng dimulai.
seperti: Dupa (hio), Tempat hio (hiolo), Lilin (lak cek), Kertas Lima Warna (go
sebagai alat untuk memanggil arwah leluhur pada saat-saat tertentu juga sebagai
persembahan kepada orang yang telah meninggal dunia.Dupa yang dibakar dalam
Lilin (lak cek) memiliki makna sebagai lambang dari penerangan, yang dipercaya
akan menerangi roh para leluhur di dunia akhirat. Lilin tersebut harus tetap dalam
lima warna (go sek cua) berfungsi sebagai tanda bahwasanya makam para leluhur
dan nanas.
Uang akhirat Gincua (uang perak) dan Kimcua (uang emas) adalah uang yang
akan dipergunakan oleh para leluhur di akhirat dengan media api, yaitu dengan
pakaian, sepatu dan perlengkapan lainnya yang terbuat dari kertas yang dipercaya
bahwa di akhirat akan menjadi barang nyata dan dipergunakan oleh para leluhur
Cara sembahyang Cengbeng, yang pertama adalah sembahyang kepada langit dan
bumi terlebih dahulu, kemudian kepada Dewa pendamping, yaitu Dewa bumi
(Fude Zhengshen), kemudian kepada leluhur. Berdoa kepada mereka bahwa hari
Pada prosesi pemakaman pada etnis Tionghoa terdapat 2 cara prosesi yaitu
melalui prosesi pemakaman jenazah dan prosesi kremasi atau pengabuan jenazah
25
semayamkan di rumah duka selama beberapa hari untuk di doakan oleh para
pelayat, sampai pada proses akhir apakah jenazah akan di kubur atau di kremasi.
bukit karena hal ini diduga untuk meningkatkan Fengshui.Lebih tinggi bukit
menghantarkan doa-doa agar arwah yang meninggal dapat tenang, lalu prosesi
penguburan pun dilakukan dengan menutup liang kubur dengan pasir seperti pada
pembakaran jenazah lalu mayat dibakar dan akan hancur sampai menjadi abu.
Abu inilah yang akan dibawa ke rumah abu untuk dititipkan, dan jika tidak ada
Proses kremasi ini berawal dari pemerintahan komunis di Tiongkok pada tahun
Secara etimologis, kata etnis (ethnic) berasal dari Bahasa Yunani ethnos, yang
merujuk pada pengertian bangsa atau orang. Acap kali ethnos diartikan sebagai
setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat, bahasa, nilai dan
26
Istilah etnis mengacu pada suatu kelompok yang sangat fanatik dengan ideologi
kelompoknya dan tidak mau tahu dengan ideologi kelompok lain. Dalam
orang kafir yang hanya berurusan dengan kelompoknya sendiri tanpa peduli
Etnis atau suku merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari
Dengan kata lain etnis adalah kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran dan
identitas tadi sering kali dikuatkan oleh kesatuan bahasa (Koentjaraningrat, 2007).
Meninjau dari pendapat diatas dapat dilihat bahwa etnis ditentukan oleh adanya
mencakup dari warna kulit sampai asal usus acuan kepercayaan, status kelompok
minoritas, kelas stratafikasi, keanggotaan politik bahkan program belajar, dan juga
kelompok mana ia dimasukkan. Istilah etnis ini digunakan untuk mengacu pada
27
satu kelompok, atau ketegori sosial yang perbedaannya terletak pada kriteria
kebudayaan.
Etnis Tionghoa yang berada di Indonesia bukan berasal dari satu kelompok saja,
tetapi terdiri dari berbagai suku bangsa dari dua propinsi di negara Tionghoa
yaitu, Fukian dan Kwantung.Daerah ini merupakan daerah yang sangat penting di
orang yang sangat ulet, tahan uji dan rajin (Koentjaraningrat, 2007).
keturunan adalah orang Tionghoa yang lahir di Indonesia dan merupakan hasil
Hokkian.
generasi anaknya yang lahir di Indonesia. Anak dari TionghoaTotok masih tetap
dianggap Tionghoa Totok karena kultur dan orientasi hidup cenderung masih pada
Tionghoa yang lahir dan telah lama menetap di Indonesia selama generasi ketiga
atau lebih.Perbedaan lama menetap ini pada umunya berpengaruh pada kuat
Orang Tionghoa Totok cenderung lebih kuat memegang tradisi Tionghoa yang
tradisi Tionghoa yang berasal dari nenek moyang telah meluntur, sehingga dalam
Meskipun di antara dua kelompok etnis Tionghoa ini ada bedanya, tetapi
keduanya memiliki akar yang sama yang dapat dibedakan dengan kebudayaan
setempat. Jadi, dapat dinyatakan bahwa Etnis Tionghoa adalah seseorang yang
berasal dari negara Tionghoa yang tinggal di Indonesia baik dari kelompok
Masyarakat Tionghoa Indonesia atau yang biasanya disebut tenglang (dalam ejaan
mencari nasib dan penghidupan yang lebih baik (imigrasi), juga dikarenakan
membawa budaya asli mereka yang masih mereka lakukan disini.Mereka yang
Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat dalam
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Proses modernisasi itu
sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya,
mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya. Konsep
1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dalam tiga cara: historis, relatif, dan
Amerikanisasi.
menyamai standar yang dianggap moderen baik oleh masyarakat banyak maupun
oleh penguasa.Definisi analisis berciri lebih khusus dari pada kedua definisi
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah
yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan
perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana
tradisional atau pra moderen dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah
pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri-ciri negara barat yang stabil (Moore,
1965 : 129).
jangka waktu tertentu, kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati
antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu, untuk dapat mengetahuinya
harus diketahui dengan cermat meski terus berubah (Piotra Sztompka, 2004 : 3 ),
Perubahan sosial diartikan sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah
Menurut Suwarno, dkk (2011 : 101) mengatakan perubahan budaya adalah suatu
buah fikiran secara simbolis dan bukan oleh karena warisan yang berdasarkan
keturunan. Apabila diambil definisi kebudayaaan dari Tylor dalam Manan (1989)
Sehingga hal inilah yang menyebabkan adanya perubahan dalam tradisi dengan
keduanya saling berkaitan satu dengan yang lain. Perubahan sosial kebudayaan
terjadi akibat adanya modernisasi yang menjadikan hal ini saling berhubungan.
32
budaya. Proses perubahan sosial budaya pada dasarnya dapat dibedakan dalam
unsur-unsur tersebut.
masyarakat.
masyarakat lain;
Ada dua macam difusi yaitu : difusi primer dan difusi sekunder. Difusi primer
menetap.
untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan bangsa lain. Sikap merujuk kepada
Melihat dari macam-macam proses perubahan sosial budaya oleh Suwarno, dkk.
tersebut. Faktor-faktor perubahan dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor intern
(bersumber dalam masyarakat itu sendiri) dan faktor ekstern (berasal dari luar
Faktor ekstern perubahan sosial budaya tersebut yaitu :difusi, asimilasi, akulturasi,
dan migrasi.
Maka dari itu modernisasi dan perubahan sosial kebudayaan sangat erat
nilai, dan tradisi suatu kebudayaan.Modernisasi juga masuk dalam suatu faktor
Satu hal penting yang patut diketahui, tentang ritual Cengbeng yang dilakukan
oleh masyarakat Tionghua tidak saja berkisah tentang puja-puji terhadap orang
tua dan leluhur yang juga dipercaya bahwa arwah para orang tua dan leluhurnya
Akan tetapi perayaan Cengbeng juga berkisah, tentang berbagi cerita, tentang
kisah-kisah sukses mereka di perantauan kepada sanak saudara dan teman sejawat
sebuah pesan, bahwa perayaan Cengbeng ini tidak semata merupakan acara
Ritual belaka, tapi ada makna tersirat di dalam nya, yani sebuah cermin kearifan
lokal di mana para perantau yang sukses di perantauaanya, akan membagi bagi
angpau kepada kaum miskin tampa pandang bulu terhadap etnis dan agama si
beragama terlihat di sana. Bagi bagi rezeki terhadap agama lain juga terjadi dalam
Sebagai mana perayaan Cengbeng diperingati bukan hanya karena menjadi satu-
satunya tradisi masyarakat Tionghoa yang tak dimiliki oleh masyarakat lain. Tapi
Lebih dari itu, dalam prosesi ritualnya, Cengbeng banyak memberikan pelajaran
kampung tentu dia akan menyinggahi rumah-rumah makan, atau warung warung
kopi untuk ngobrol sekedar melepas rindu dengan teman teman nya yang masih
dan untuk sekedar memberikan buah tangan kepada para tetangganya atau rekan
kerjanya. Inilah sisi lain yang dapat dilihat dari perayaan Cengbeng.
Dalam perubahan sosial budaya terdapat beberapa teori yaitu Teori Evolusi, Teori
Konflik, Teori Fungsionalis, dan Teori Siklis, dari beberapa teori tersebut peneliti
memilih Teori Evolusi milik Emile Durkheim yang cocok untuk digunakan
sebagai teori dalam penelitian ini. Menurut Lauer (2003) teori evolusi Durkheim
selalu membawa pada kemajuan dan terkadang membawa pada perpecahan dalam
36
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi dalam masyarkat saling berkaitan,
karena tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tak
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai berbagai macam budaya
tidak hanya budaya lokal, budaya luar Nusantara pun terdapat di berbagai wilayah
Indonesia salah satunya adalah Tionghoa. Etnis Tionghoa masuk melalui jalur
Etnis Tionghoa cukup dikenal sebagai masyarakat yang memiliki cukup banyak
sudah tiada. Setiap orang berdoa di depan nenek moyang, menyapu pusara dan
makna dan nilai-nilai dalam tradisi Cengbeng, serta beberapa agama yang
itu sendiri yang akan menjadi tolak ukur pada perubahan dalam perayaan tradisi
Cengbeng ini, apakah harus di lakukan atau tidak karena pada dasarnya tradisi
38
Adapun bagan kerangka berpikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pada penelitian ini penulis memilih metode penelitian kualitatif sering disebut
dengan naturalistic inquiry (inkuiri alamiah). Karena menurut penulis metode ini
cukup relevan dengan kajian yang akan diteliti dengan data kualitatif berada
secara tersirat di dalam sumber datanya. Sumber data kualitatif adalah catatan
penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang dipakai pada
yang digunakan diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
informan yang lebih mengerti mengenai makna dan fungsi perayaan Cengbeng
di Kabupaten Pringsewu.
2. Data sekunder
di Kabupaten Pringsewu.
lapangan sementara itu keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya,
Kabupaten Pringsewu.
a. Faktor Intern :
b. Faktor Ekstern :
Cengbeng.
42
Kabupaten Pringsewu.
Perkembangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap tahu tentang
apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi yang diteliti. Atau dengan
snow ball adalah ketika populasi penelitian tidak jelas keberadaannya, dan tidak
pasti jumlahnya, temuan satu sampel saja sudah sangat amat berarti.Dari sampel
lainnya.
akan diteliti.
43
Pringsewu.
Pringsewu.
Pringsewu.
Pringsewu.
1. Wawancara Mendalam
2. Observasi
langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti.
Menurut Spradley (1980) Tujuan observasi adalah memahami pola, norma dan
makna dari perilaku yang diamati, serta peneliti belajar dari informan dan
3. Studi Dokumentasi
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
Sumber bacaan atau literatur ini dapatberasal dari penelitian yang sudah
pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan
yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku,
Data kualitatif yang diperoleh dari lapangan tentang etnis Tionghoa dalam
adalah :
1. Pengumpulan Data
Dalam tahap pengumpulan data, semua data dicatat secara objektif dan
lapangan.
2. Reduksi Data
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data tentang etnis Tionghoa
data hasil wawancara dan data berupa dokumentasi yang terkait dengan fungsi
dan untuk data yang kurang mendukung penulis akan dibuang dengan tujuan
3. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang telah tersusun dan memberi
penelitian.
pengambilan intisari dan penyajian data yang merupakan hasil dari analisis
baik. Hasil dari verifikasi tersebut dapat digunakan sebagai data penyajian
akhir, karena telah melalaui proses analisis untuk yang kedua kalinya,
hasil analisis tahap kedua. Maka akandiperoleh data penyajian akhir atau
triangulasi. Berbagai teknik ini akan digunakan untuk mencapai keabsahan data
ini, karena yang paling tahu hanya peneliti sendiri, maka peneliti seharusnya
lingkungannya dan kegiatan serta peristiwa-peristiwa yang terjadi. Hal ini juga
Kalau peneliti telah diterima oleh keluarga informan, kewajaran data akan
terjaga.
c. Triangulasi berupa pengumpulan data yang lebih dari satu sumber, yang
lain, tanya jawab pada teman sejawat, tentunya harus dicari orang- orang yang
respek;
subjek
48
Yakni sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau disejajarkan pada
kasus daerah lain. Kemiripan antar subyek dan data penelitian merupakan
sekurang-kurangnya ada kesamaan hasil bila diulang oleh peneliti lain. Cara
yang ditempuh bisa dengan audit trail, dilakukan oleh pembimbing untuk
memeriksa proses.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Margakaya pada tahun 1738, yang dihuni oleh masyarakat asli Lampung-Pubian
yang berada di tepi aliran sungai Way Tebu (4 km dari pusat kota Pringsewu ke
arah selatan saat ini). Kemudian 187 tahun berikutnya, tepatnya pada tanggal 9
kedatangan sekelompok masyarakat dari Pulau Jawa serta sebagian berasal dari
pemerintah Hindia Belanda, yang ingin membuka areal permukiman baru dengan
membabat hutan bambu yang cukup lebat di sekitar tiyuh Margakaya tersebut.
Karena begitu banyaknya pohon bambu di hutan yang mereka buka tersebut,
maka oleh masyarakat desa yang baru dibuka tersebut maka dinamakannya
Pringsewu, yang berasal dari bahasa Jawa artinya yaitu Bambu Seribu atau
Pendopo Pringsewu, dengan wedana pertama yakni Bapak Ibrahim yang menjabat
50
Bapak Ramelan pada tahun 1943, Bapak Nurdin pada tahun 1949, Bapak Hasyim
Asmarantaka pada tahun 1951, Bapak Saleh Adenan pada tahun 1957, serta pada
tahun 1959 diangkat sebagai Wedana yaitu Bapak R.Arifin Kartaprawira yang
kecamatan lainnya di wilayah Lampung Selatan bagian barat yang menjadi bagian
Undang-undang No.2 Tahun 1997, hingga terbentuk sebagai daerah otonom yang
2008, dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Hi.Mardiyanto pada tanggal 3
April 2009 di Gedung Sasana Bhakti Praja Departemen Dalam Negeri di Jakarta,
Dalam masa pemerintahan Bupati H. Sujadi Saddat dengan wakilnya Dr. Hi.
Fauzi, S.E., M.Kom., Akt tentunya memiliki Visi dan Misi. Visi pembangunan
datang.
nilai agama (religius), kearifan lokal dan hukum, sehingga dapat tercipta
Pringsewu.
sehingga dapat hidup nyaman, tenteram, damai, sentosa dan makmur lahir
batin.
52
berdaya saing, harmonis dan sejahtera tersebut, dibingkai dalam pola hidup
secara merata.
berwawasan gender.
105º8’ Bujur Timur dan antara 5º8’ - 6º8’ Lintang Selatan. Saat ini Kabupaten
1. Pardasuka
2. Ambarawa
3. Pagelaran
4. Pagelaran Utara
5. Pringsewu
6. Gadingrejo
7. Sukoharjo
8. Banyumas
9. Adiluwih
Wilayah Kabupaten Pringsewu mulai tahun 2013 terdiri dari 5 Kelurahan serta
yaitu :
54
Ibukota
No. Kecamatan kecamatan Kelurahan Desa Dusun RT
Subdistrict Capital
Subdistrict
1 Pardasuka Pardasuka - 13 88 155
2 Ambarawa Ambarawa - 8 31 104
3 Pagelaran Pagelaran - 22 76 227
4 Pagelaran Fajar - 10 44 68
Utara Mulya
5 Pringsewu Pringsewu 5 10 33 260
6 Gadingrejo Gadingrejo - 23 85 227
7 Sukoharjo Sukoharo - 16 80 171
8 Banyumas Banyumas - 11 35 95
9 Adiluwih Adiluwih - 13 61 167
Pringsewu 5 126 533 1.452
(Sumber: BPS Kabupaten Pringsewu, 2017)
Berdasarkan Tabel 1.2 tersebut dapat diketahui banyak Kelurahan, Pekon, Dusun
2016 ada sebanyak 5 Kelurahan, 126 Pekon, 533 Dusun, dan 1.452 Rumah
55
Pringsewu.
2016 tercatat sebanyak 390.486 jiwa yang terdiri dari laki-laki 200.092 jiwa dan
perempuan 190.394 jiwa. Berikut tabel rinci jumlah penduduk berdasarkan ratio
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Ratio Jenis Kelamin Tahun 2016
Jenis Kelamin (ribu)
Kecamatan
Subdistict Ration Jenis
Laki-laki Perempuan Jumlah Kelamin Sex
Total Ratio
1 Pardasuka 17.932 16.509 34.441 109
2 Ambarawa 17.504 16.817 34.323 104
3 Pagelaran 24.066 22.531 46.597 107
4 Pagelaran 8.037 7.498 15.535 107
Utara
5 Pringsewu 41.624 40.703 82.327 102
6 Gadingrejo 37.730 35.701 73.431 106
7 Sukoharjo 24.652 23.650 48.302 104
8 Banyumas 10.612 9.916 20.528 107
9 Adiluwih 17.933 27.069 35.002 105
Pringsewu 200.92 190.394 390.486 105
(Sumber: BPS Kabupaten Pringsewu, 2017)
sebanyak 200.92 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 190.394 jiwa.
berjumlah 82.327 jiwa dimana jumlah penduduk laki-laki yaitu sebanyak 41.624
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 1.4 jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia dan jenis
jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 200.92 dan jumlah
Peduduk dengan usia terbesar yaitu kelompok usia 5-9 tahun dan jumlah
dari SD, SMP, dan SMA yaitu SD berjumlah 33.051 jiwa, SMP berjumlah 14.222
jiwa dan SMA berjumlah 7.039 jiwa. SD merupakan tempat terbesar jumlah
Agama
No Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Budh
(%) (%) (%) (%) a (%)
1 Pardasuka 99,62 0,08 0,22 0,04 0,04
2 Ambarawa 98,29 0,03 0,44 0,73 0,50
3 Pagelaran 98,09 0,42 0,81 0,52 0,16
4 Pagelaran 91,73 2,00 0,07 0,15 6,05
Utara
5 Pringsewu 94,16 1,31 3,99 0,25 0,30
6 Gadingrejo 98,57 0,36 0,37 0,66 0,04
58
Katolik 1,90 %, Hindu 0.67 %, Buddha 0,41 %. Proposisi pemeluk agama terbesar
yaitu :
menengah bawah yang tidak memiliki uang untuk membeli peti mati bagi
antar sesama.
60
ini didirikan dengan fungsi dan guna untuk menyatukan kebhinneka tunggal
ikut dalam aksi sosial sumbang 100 kantung darah ke PMI, aksi ini memberi
sosial.
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
bahwa :
Perayaan tradisi Cengbeng berakhir pada tanggal 5 April, perayaan ini dapat
menjadi hari dimana arawah para leluhur datang ke makam untuk makan, hari
tersebut menjadi moment bagi para keluarga, anak dan cucu untuk berkomunikasi
masyarakat di Kabupaten Pringsewu sudah tidak lagi memasang dahan daun Yang
Liu dipagar rumah dan dipintu rumah, hal semacam ini sudah tidak lagi dilakukan.
perubahan juga terjadi pada prosesi tata cara perayaan Cengbeng dan
tersebut ada dua yaitu faktor intern dan faktor eksten.Faktor intern dalam
Dari beberapa faktor tersebut sikap dan kepercayaan yang berasal dari faktor
Kabupaten Pringsewu.
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini antara lain :
tradisi yang selama ini sudah dilakukan dan merupakan warisan dari para
leluhur karena tradisi Cengbeng memiliki fungsi dan makna bagi individu dan
keluarga. Tradisi bukan sebuah agama jika dilakukan tetap boleh dilakukan
kepada generasi muda agar generasi muda dapat terus melaksanakan tradisi
pada kehidupan yang akan datang sehingga semua tradisi-tradisi yang ada
Buku
Abdulsyani. 1994. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara
Haryono, P. 2006. Menggali Latar Belakang Stereotip dan Persoalan Etnis Cina
di Jawa, dari Jaman Keemasan, Konflik Antar Etnis Hingga Kini.
Semarang: Mutiara Wacana.
Lauer H. Robert. 2003. Prespektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sztompka Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Grup.
96
JURNAL
Agung, dkk. 2018, Tesis :Makna Upacara Cheng Beng Pada Masyarakat Etnis
Tionghoa di Medan. Universitas Medan Area [diakses pada 20 April 2018
pukul 13.00 WIB].
Anisa, dkk. 2005, Tesis :Analisa Perubahan Sosial Masyarakat Sewan Lebak
Wangi (Perbandingan Era Reformasi dan Orde Baru). Binus University
[diakses pada 20 April 2018 pukul 13.20 WIB].
Christabelle, dkk, Jurnal :Gambaran Nilai Budaya Antara Generasi Tua Dan
Generasi Muda Pada Masyarakat Tionghoa Beragama Konghucu. Vol 02.
No. 1 , April. [ dikses 5 April 2018 pukul 19.00 WIB ].
Hartai Dewi C, Gunawan Goan Hin. 2016. Strategi Adaptasi Orang Tionghoa
Bekasi Dalam Upacara ChengBeng.Lembaga Penelitian, Pemberdayaan
Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada.
Vistari, Lalita. 2017, Jurnal :Makna Ceng Beng Dalam Prespektif Buddha
Dharma. Edisi 1.[ diakses pada 23 Mei 2018 pukul 14.00 WIB]
Skripsi
Sanjaya, Oktavia. 2017. Fungsi dan Makna Penyambutan Hari Raya Imlek Pada
Masyarakat Etnis Tionghoa Di Kota Bandar Lampung. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Lampung.
Website