Anda di halaman 1dari 16

`BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Osteomielitis atau infeksi tulang merupakan masalah khusus dalam
diagnosa dan terapi infeksi. Dalam 10 tahun ini minat untuk menyelidiki
osteomielitis berhasil membuka pandangan baru dalam patogenesis,
diagnosis dan terapinya. Beberapa faktor telah membantu menambah
pengertian kita akan osteomielitis. Pengembangan model binatang yang
memadai telah mengurangi banyak variabel tak terkontrol pada penyakit
pada manusia. Teknik yang lebih seperti radionuclide imaging telah
memperbaiki kecermatan diagnosis kita dan teknik ortopedi yang lebih baru
serta penggunaan regimen antibiotika profilaksis telah mengecilkan resiko
infeksi dan menambah kemungkinan penyembuhan tulang pada daerah yang
terinfeksi.(http:/www.kalbe.co.id/files/cdk/files/og osteomielitis 023.pdf/09
osteomielitis 023.html)
Diagnosis dini osteomielitis sangat sulit pada pasien dengan nyeri
ekstremitas dan riwayat cidera, yang nyerinya cenderung dikaitkan dengan
trauma tersebut. Riwayat cedera umumnya terdapat pada pasien
osteomielitis. Pada salah satu penelitian 35% pasien pernah mengalami
trauma pada tulang yang terkena osteomielitis. Riwayat trauma sebelumnya
dapat terjadi kebetulan dan tidak berhubungan. Tetapi sekarang sudah
diketahui bahwa trauma dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
osteomielitis.(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/112002/sar-1.htm)
Beberapa tahun belakangan ini, insiden osteomielitis telah menurun,
mungkin disebabkan oleh perbaikan kesehatan umum dan perbaikan fasilitas
medik. Sekali menderita penyakit ini, sulit untuk memberantasnya. Penyakit
ini sulit diobati karena dapat terbentuk abses lokal. Abses tulang biasanya
memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian penyampaian sel
– sel imun dan antibiotik terbatas.(Elizabeth J. Corwin, 2001, hal. 301)
Berdasarkan data dari rekam medik BPRSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan selama tahun 2005 di bulan Januari-Desember kasus
Osteomielitis sebanyak tiga pasien dan pada tahun 2006 dari bulan Januari-
Desember kasus Osteomielitis sebanyak empat pasien. Jadi, selama kurun
waktu dua tahun jumlah penderita osteomilitis sebanyak tujuh pasien.
Melihat fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus
asuhan keperawatan osteomielitis.

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup


Dalam menyusun karya tulis ilmiah , penulis merumuskan masalah
tentang : Bagaimanakah asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di
ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan ?
Dengan ruang lingkup asuhan keperawatan osteomielitis pada Sdr. M di
ruang Wijaya Kusuma BPRSUD Kraton Kabupaten Pekalongan dari tanggal
2-3 Juli 2007.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penerapan asuhan keperawatan pada pasien osteomielitis secara
komprehensif.
2. Tujuan Khusus
A. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan osteomielitis.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kasus
osteomielitis.
c. Dapat membuat perencanaan yang meliputi rencana tujuan dan
rencana tindakan pada pasien dengan kasus osteomielitis.
D. Melakukan implementasi sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat.
E. Melakukan evaluasi dan melihat respon pasien dengan kasus
osteomielitis.
F. Sistematika Penulisan karya tulis ilmiah
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah, penulis membuat sistematika
sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Konsep dasar, yang terdiri dari : pengertian, klasifikasi, etiologi,
faktor predisposisi, manifestasi klinik, patofisiologi, pathway
keperawatan, pemeriksaan penunjang dan fokus keperawatan.
Bab III : Resume keperawatan, yang terdiri dari : pengkajian, analisa data,
prioritas diagnosa keperawatan yang muncul, rencana keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
BAB IV: PEMBAHASAN, BERISI PEMBAHASAN YANG MUNCUL DALAM
PROSES KEPERAWATAN SERTA KESENJANGAN ANTARA
TINJAUAN KASUS DAN KONSEP DASAR SERTA MENCARI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH.
Bab V : Implikasi keperawatan, berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan
oleh bakteri, virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer,
2000, hal 358).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih
sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis
eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001, hal 301).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang
metafisis tulang panjang (FKUI Jakarta, 1996, hal 131).
Osteomielitis adalah radang sumsum tulang (Ramali, 2002, hal 244).

B. KLASIFIKASI
Pembagian osteomielitis yang lazim menurut Arif Mansjoer (2000, hal
358) :
1. Osteomielitis primer, yang disebabkan penyebaran secara
hematogen dari fokus lain, osteomielitis primer dapat dibagi menjadi
osteomielitis akut dan kronik.
2. Osteomielitis sekunder atau osteomielitis perkontinuitanum yang
disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
Menurut Sjamsuhidajat (1997, hal 1.221-1.222) osteomilitis dibagi
menjadi dua, antara lain:
1. Osteomielitis akut
Infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal atau trauma
tulang.
2. Osteomielitis kronis
Osteomilitis akut yang tidak diterapi secara adekuat.
C. ETIOLOGI
Organisme penyebab umum menurut Sachdeva (1996, hal 92) :
1. Staphylococcus aureus
2. Streptococcus pyogenes
3. Pneumococcus
4. Escherichia coli

D. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi menurut Sachdeva (1996, hal 92) :
1. Umur
Umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak.
2. Jenis kelamin
Lebih sering pada laki-laki daripada wanita.
3. Lokasi
Cenderung mengenai metafisis tulang panjang.
4. Fokus septik yang ada di dalam tubuh
Bisul, furunkel, infeksi telinga, tonsilitis, dan lain-lain.
5. Higiene yang buruk.
6. Penyakit yang melemahkan.
7. Fraktur terbuka.

E. Manifestasi Klinik
menurut Sachdeva (1996, hal 93) gejala penyakit yang paling umum ialah
rasa nyeri yang perlahan-lahan meningkat, keparahannya sehingga
menderita demam dan toksik dalam waktu 48 jam. Tanda fisik yang penting
ialah nyeri tekan lokal dekat metafisis.
Menurut Elizabet J Corwin (2001, hal 301) : gejala – gejala osteomielitis
hematogen antara lain adalah demam, menggigil dan keengganan
menggerakkan anggota badan yang sakit. Pada orang dewasa, gejala
mungkin samar dan berupa demam, lemah dan malaise. Infeksi saluran
nafas, saluran kemih, telinga atau kulit sering mendahului osteomielitis
hematogen.
Osteomielitis eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan
peradangan ditempat nyeri. Terjadi demam dan pembesaran kelenjar getah
bening regional.
Menurut M.A. Handerson (1997 : 213/215) gejala pada osteomilitis akut
yaitu nyeri tekan akut pada daerah tulang yang sakit, nyeri bila bagian yang
sakit digerakkan. Tanda fisiknya yaitu pembengkakan dan kemerahan,
pyrexia, panas tinggi. Sedangkan pada osteomilitis kronik gejalanya yaitu
nyeri pada tulang yang kumat-kumatan selama suatu jangka waktu yang
panjang. Tanda fisiknya pada pemeriksaan sinar memperlihatkan adanya
kavitasi.

F. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit yaitu virulensi
organisme dan kerentanan hospes dengan status imun yang rendah.
Penyakit ini lebih terbatas pada metafisis tulang karena pembuluh darah
cenderung melingkari metafisis sehingga memungkinkan emboli terinfeksi
menyangkut di daerah itu dan lapisan epifisis dapat mencegah penyebaran
infeksi ke sendi sehingga infeksi terkoalisir di metafisis. Itulah sebabnya
mengapa infeksi terjadi pada lapisan metafisis tulang yang mengalami
pertumbuhan pada anak-anak. Tetapi pada orang dewasa terjadi di diafisis..
Emboli yang terinfeksi menyangkut di dalam pembuluh darah, menyebabkan
trombosis sehingga mengakibatkan nekrosis avaskuler pada bagian korteks
tulang. Respons peradangan terhadap infeksi mengakibatkan suhu tubuh
meningkat dan terjadi oedem dan mengakibatkan terangkatnya periosteum
dari tulang sehingga memutuskan lebih banyak suplai darah. Pengangkatan
periosteum ini menimbulkan nyeri hebat, apalagi dengan adanya tegangan
eksudat dibawahnya, infeksi dapat pecah ke subperiosteal kemudian
menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui
rongga subperiosteal ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang
diafisis melalui kanalis medularis, penjalaran subperiosteal ke arah diafisis
akan memasuki pembuluh darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan
nekrosis tulang. Tulang yang mengalami nekrosis dikenal sebagai
sekuestrum. Tulang dimana periosteum terangkat melapisi tulang yang mati
dikenal dengan involukrum. Pus mencari jalan keluar dari lapisan tulang baru
melalui serangkaian lubang yang dikenal dengan kloaka (Sachdeva, 1996,
hal 92 dan Sjamsuhidayat, 1997,1221)..

G. PATHWAY KEPERAWATAN
Fr. Terbuka Fokus Septik Hygiene yg buruk
Organisme

Metafisis/Diafisis

Proses Infeksi Suhu tubuh meningkat

HIPERTER
Penyebaran MIA

Korteks Periosteum Persendian

Abses Abses jar. Lunak Pengangkatan Aliran darah


subperiosteal periosteum meningkat

Menembus kulit Menekan pembuluh darah Bengkak


KERUSAK
AN Fistula suplai darah terputus
INTEGRIT
AS KULIT Intoleransi akt.
Sekuester
Kurang informasi NYERI
potensial
terhadap
infeksi

GANGGUAN
MOBILITAS
FISIK
Ketidaktahuan ttg kebutuhan
Pengobatan

KURANG
PENGETAHUAN

Sumber : Sachdeva, 1996 hal 93


Sjamsuhidayat W. De Jong, hal 1221
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada fase akut ditemukan CRP (protein C-Reaktif) yang meninggi, Laju
Endap Darah (LED) meninggi dan leukositosis.
2. Pemeriksaan Radiologik
Pada fase akut gambaran radiologik tidak menunjukkan kelainan pada
fase kronik ditemukan suatu involukrum dan sekuester.

I. FOKUS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Susan Martin Tucker (1998, hal 429)
Observasi/temuan :
Data subyektif :
 Nyeri meningkat dengan adanya gerakan.

 Kelemahan.

 Sakit kepala.
Data obyektif :
 Kemerahan dan pembengkakan pada sendi yang terkena,
 Menggigil.
 Peningkatan suhu tubuh yang cepat.
 Spasme otot di sekitar sendi sakit.
 Takikardia.
 Gelisah.
 Mudah tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
A. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan
bengkak sendi (Tucker, S.M., 1998, hal 430).
Kriteria hasil :
1) Penggunaan mobilitas dan persendian meningkat.
2) Keikutsertaan dalam perawatan diri sendiri meningkat.
3) Edema berkurang.
Intervensi :
1) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan
energi, memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan rasa kontrol diri atau harga diri dan
membantu menurunkan isolasi sosial.
2) Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang gerak pasif
atau aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan
meningkatkan kesehatan diri langsung.
3) Berikan atau bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda,
kruk, tongkat, sesegera mungkin.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring
(contoh Flebitis) dan meningkatkan penyembuhan
dan normalisasi fungsi organ.
4) Awasi TD dengan melakukan aktivitas.
Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai
tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi
khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian
secara bertahap sampai posisi tegak).
5) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan
mineral.
Rasional : Adanya cedera muskuloskeletal, nutrisi yang
diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan
cepat.
B. Potensial terhadap infeksi yang berhubungan dengan kemajuan
invasi bakteri (Tucker, S.M., 1998, hal 430).
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan tanda vital yang stabil.
2) Luka iritasi sembuh tanpa menunjukkan adanya bukti-bukti
terjadinya infeksi.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional : Tanda kemerahan, bengkak dan adanya pus
mengindikasikan terjadi infeksi.
2) Kaji kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa
terbakar atau adanya edema, eritema, drainase atau bau tak
enak.
Rasional : Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal atau
nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan
osteomielitis.
3) Berikan perawatan luka dengan steril sesuai protokol.
Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan
kemungkinan infeksi.
4) Observasi terhadap adanya luka-luka pada kulit.
Rasional : Tanda perkiraan infeksi gas gangren.
5) Berikan diet tinggi kalori tinggi protein dan vitamin.
Rasional : Untuk meningkatkan proses penyembuhan.
6) Berikan antibiotik.
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik atau
meneurunkan jumlah organisme untuk menurunkan
penyebaran dan pertumbuhannya.
C. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan / proses inflamasi. (Doengoes, 2000, hal. 861).
Kriteria hasil :
1) Melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol.
1) Menunjukkan lebih nyaman dan rileks.
2) Waktu istirahat dan aktivitas seimbang.
Intervensi :
1) Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
Rasional : Untuk dapat mengidentifikasi rasa nyeri dan
ketidaknyamanan yang dapat berguna dalam
penanganan medik dan intervensi keperawatan.
2) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema
dan menurunkan nyeri.
3) Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan
keperawatan.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental
untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol
ketidaknyamanan.
4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang
sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang cedera.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan
posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area
tekanan lokal dan kelelahan otot.
6) Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, latihan
nafas dalam.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping
dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetapkan
untuk periode lebih lama.
7) Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non
narkotik.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme
otot.
D. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi tulang
(Carpenito, 2000,hal 540).
Kriteria hasil :
Suhu dalam batas normal (36C – 37,5C).
Intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan
menggigil atau diaforesis.
Rasional : Peningkatan suhu di atas normal mengidentifikasikan
terjadinya suatu proses infeksi.
2) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu menurunkan demam. Catatan :
penggunaan air es atau alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara
aktual, selain itu dapat mengeringkan kulit.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen
tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional : Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah
untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
4) Berikan anti piretik, misalnya ASA (aspirin), acetaminofen
(Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme, dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
E. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis
pada kulit / jaringan, perubahan sirkulasi. (Doengoes, 2000, hal. 917).
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah
kerusakan kulit atau memudahkan menyembuhkan luka sesuai
indikasi.
2) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau
penyembuhan usai terjadi.
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan,
pendarahan, perubahan warna.
Rasional : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan
masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau
pemasangan gips atau bebat atau traksi atau
pembentukan edema yang membutuhkan intervensi
medik lanjut.
2) Kaji posisi dengan sering.
Rasional : Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama
dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
3) Lakukan perawatan kulit dengan cairan antiseptik.
Rasional : Mencegah kerusakan jaringan dan infeksi oleh
kontaminasi.
4) Letakkan bantalan pelindung dibawah kaki dan diatas
tonjolan tulang.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada area ini.

F. Kurang pengetahuan tentang kondisi atau prognosis dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi (Tucker, S.M., 1998, hal 431).
Kriteria Hasil :
1) Menyatakan kondisi, prognosis dan pengobatan.
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan akan tindakan.
Intervensi :
1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan
datang.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien
dapat membuat pilihan informasi.
2) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukan
secara mandiri.
Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang
memerlukan bantuan.

3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi


kaku.
Rasional : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan
otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari
secara dini.
4) Kaji ulang perawatan pen atau luka yang tepat.
Rasional : Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan
infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis.
5) Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi dan
pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Memberikan nutrisi optimal dan mempertahankan
volume sirkulasi untuk meningkatkan regenerasi
jaringan atau proses penyembuhan.
6) Tekankan perlunya nutrisi yang baik ; meningkatkan diit
tinggi kalori tinggi protein (TKTP) dan vitamin C.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah
komplikasi,emngurangi kerusakan jaringan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai