OLEH :
DEPARTEMEN GEOFISIKA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
PUSAT SUMBER DAYA MINERAL BATUBARA DAN PANAS
BUMI (PSDMBP)
Jl. Soekarno Hatta No.44, Regol, Bandung
Disusun Oleh :
Menyetujui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha Agung pemilik
seluruh ilmu pengetahuan di muka bumi yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan kerja praktek dan
menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul ”Pendugaan Lapisan Cap Rock
Daerah Panas Bumi ‘X’ menggunakan Metode Geolistrik 1D Konfigurasi
Schlumberger” bertempat di Pusat Sumber Daya Mineral dan Batu Bara
(PSDMBP). Kerja praktek ini merupakan salah satu syarat untuk melulusi mata
kuliah wajib ‘kerja praktek’ di Program studi Geofisika Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan kerja praktek dan laporan ini
baik secara langsung berupa ilmu dan materi maupun secara tidak langsung
berupa motivasi, semangat dan doa. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT yang telah melimpahkan kemampuan berpikir dan kesehatan bagi
penulis dan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan yang
baik.
2. Orang tua dan keluarga penulis yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang,
semangat dan perhatian yang sangat berarti terutama selama penulis melakukan
kerja praktek.
3. Para Dosen-dosen Program Studi Geofisika Univesitas Hasanuddin yang telah
memerikan ilmu dan dukungannya kepada penulis, terutama kepada bapak Dr.
Erfan, M.Si selaku dosen pembimbing penulis dalam melakukan kerja praktek ini,
serta bapak Dr. Muh. Alimuddin Hamzah, M.Eng selaku ketua departemen
Geofisika Univeristas Hasanuddin yang sangat mendukung kerja praktek ini.
4. Pak Iqbal Takodama selaku pembimbing teknis penulis di Pusat Sumber Daya
Mineral dan Batu Bara dalam kerja praktek ini, terima kasih telah membimbing
iii
dan mengajarkan sebagian dari ilmunya kepada penulis dengan sangat baik. Pak
Jon selaku Geophysicist atas kebaikannya selama di PSDMBP yang telah
memberikan bimbingan serta nasihat terkait dunia kerja. Serta Pak Alwin yang
telah menerima kami untuk dapat melakukan kerja praktek di tempat ini.
5. Teman-teman pengurus Himafi FMIPA Unhas yang selama ini selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis saat harus melakukan kerja
praktek jauh dari kampung halaman dan melewati bulan puasa di tanah rantau.
Juga teman-teman Geofisika Unhas angkatan 2015, terima kasih telah membantu
penulis dalam menyelesaikan seluruh tugas-tugas kampus yang belum rampung
dan harus penulis tinggalkan demi kerja praktek ini.
6. Terima kasih kepada seluruh senior-senior Himafi dan Geofisika yang selalu
memberikan perhatian dan saran-sarannya kepada penulis selama melakukan kerja
praktek. J
Akhir kata penulis sampaikan semoga laporan kerja praktek ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini banyak
memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Penulis bersedia menerima segala
kritik dan saran demi terciptanya laporan yang bermanfaat bagi kita semua
terutama bagi yang ingin mendalami metode geolistrik.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
II.6.7 Wenner-Schlumbeger ............................................................................. 21
II.7 Metode Resistivitas Sounding dan Resistivitas Mapping .............................. 21
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 4.10 Hasil Pengolahan Data Pada Titik F3 ..................................................... 27
Gambar 4.11 Penampang Gabungan Beberapa Titik Sounding D ............................... 28
Gambar 4.12 Penampang Gabungan Beberapa Titik Sounding E ................................ 29
Gambar 4.13 Penampang Gabungan Beberapa Titik Sounding F ................................ 30
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Energi panas bumi (hydrothermal) adalah energi yang berasal dari dalam bumi
yang berupa air panas atau uap yang terbentuk dalam reservoir di dalam bumi
melalui pemanasan air bawah permukaan oleh batuan beku panas. Air yang
terdapat pada permukaan ini berasal dari sungai, hujan, danau, laut dan lain-lain
yang meresap kepermukaan bumi. Pemanfaatan energi panas bumi digunakan
sebagai pembangkit listrik tenaga uap dan untuk bidang pertanian berupa
pertumbuhan tanaman. Pemaanfaatan energi panas bumi (hydrothermal) sangatlah
bagus karena dapat dihasilkan secara terus-menerus karena energi panas bumi
terus dihasilkan melalui zat radioaktif mineral yang ada di dalam bumi. Energi ini
1
dapat dihasilkan sepanjang musim secara tetap karena tidak memerlukan
penyimpanan energi. Ini sangat menguntungkan dibandingkan menggunakan
energi lainnya seperti energi angin atau energi matahari.
Dengan mengetahui struktur litologi bawah permukaan, maka akan lebih mudah
menginterpretasi keadaan bawah permukaan dan untuk mengetahui potensi di
suatu daerah.
I.4 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mampu mengolah data resistivitas dengan menggunakan aplikasi IP2WIN
untuk data geolistrik 1D.
2. Mampu mengidentifikasikan litologi bawah permukaan daerah penelitian
dengan menggunakan informasi nilai resistivitas.
3. Mampu mengidentifikasikan atau mencari zona lapisan penudung daerah
panas bumi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
pada Formasi Paleogen seluas 196.910 Ha (29,30%) dengan mayoritas terdapat di
Kecamatan Muara Batang Gadis.Jenis batuan permokarbon seluas 180.364,02 Ha
(27,24%) mayoritas terdapat di Kecamatan Natal, Siabu, Panyabungan, sebagian
terdapat di Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Muara Sipongi. Jenis formasi
Andesit Muda seluas 171.529,86 Ha (25,91%) mayoritas terdapat di Kecamatan
Batang Natal dan Kecamatan Kotanopan. Sedangkan jenis batuan yang paling
sedikit adalah jenis batuan diabas seluas 1.835,19 Ha (0,28%).
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Lubuksikaping (Rock drr., 1983), batu-batuan
yang terdapat di Mandailing Natal (Madina) dan sekitarnya berumur Karbon
hingga Resen. Litologi (batuan) tersebut dari tua ke muda dapat diuraikan sebagai
berikut: Kelompok Tapanuli (Karbon Awal - Perem Awal), Kelompok Peusangan
(Perem Akhir - Trias Akhir), Kelompok Woyla (Jura Akhir - Kapur Awal),
Kelompok Gadis (Oligosen Akhir - Miosen Tengah), Sedimen Kuarter dan
Aluvium. Batuan magmatik dan vulkanik yang tersebar di daerah ini dan berumur
Pratersier hingga Resen antara lain: batolit granitoid Paleozoikum, intrusi
granitoid Mesozoikum, intrusi dan batuan vulkanik Tesier, serta batuan vulkanik
Kuarter. Kelompok Tapanuli, menempati wilayah bagian barat, terdiri atas
Formasi Kuatan (Puku) yang disusun oleh batusabak, kuarsit, arenit, metakuarsit,
metawake, dan filit. Anggota Batugamping Formasi Kuantan (Pukul) disusun oleh
batugamping terubah. Anggota Pawan Formasi Kuantan (Pukup) terdiri atas
batugamping terubah, vulkaniklastika terubah, dan sekis basa. Kelompok
Peusangan, menempati daerah bagian tengah - timur, yang disusun oleh Formasi
Silungkang (Pps), terdiri atas batugamping, batuan vulkanik basa
termetamorfosiskan, vulkaniklastika, serta metatuf Anggota Batugamping
Formasi Silungkang (Ppsl), terdiri atas batugamping termetamorfosiskan. Formasi
Telukkido (Mlt), terdiri atas argilit, arenit kuarsafelspar, kadang ada sisipan tipis
batubara. Anggota Batugamping Formasi Telukkido (Mltl), terdiri atas
batugamping lempungan. Formasi Cubadak (Mtc) tersusun oleh batulanau dan
vulkaniklastika. Kelompok Woyla, menempati daerah bagian Barat, terdiri atas
tiga formasi, dua anggota dan satu kompleks. Formasi Muarasona (Mums), berupa
batulempung, batugamping, arenit, batusabak, sekis hijau, metavulkanik,
4
metakonglomerat, dan kalsilutit. Anggota Sekis Formasi Muarasoma (Mumss),
terdiri atas sekis muskovit - klorit - kuarsa dan metakuarsa - felspar. Anggota
Batugamping termetakan Formasi Muarasoma (Mumsl), terdiri atas batugamping
bersisipan batuan lempungan. Formasi Sikubu (Musk), berupa batuan
metavulkanik, wake, dan andesit. Formasi Belokgadang (Mubg), mengandung
perselingan tipis-tipis argilit dan arenit, rijang, lava spilit, gampingan. Bancuh
Kompleks Woyla (Muwm), terdiri atas greenstone, batugamping meta, serpentin,
talk, retas leucocratic, rijang. Batugamping Kompleks Woyla (Muwl), berupa
batugamping meta: kalsilutit abu-abu gelap, batusabak gampingan, batugamping
lempungan, dan batusabak. Batuan tak terperikan Kompleks Woyla (Muw),
disusun oleh batuan vulkanik meta, tuf meta, batugamping lempungan,
greenstone, filit, batusabak, dan fragmen ultrabasa (Rock drr., 1983). Kelompok
Gadis, menempati daerah bagian barat, meliputi Formasi Barus (Tmba), yang
disusun oleh batupasir mikaan; Anggota Parlampungan Formasi Barus (Tmbap),
disusun oleh batulanau dan batupasir, serta Anggota Bawah Formasi Barus
(Tmbal), yang berupa batupasir. Kelompok Kampar, menempati daerah bagian
timur, meliputi Formasi Pematang (Tlpe), berupa batulempung, serpih karbonan,
batupasir, dan konglomerat. Anggota Cubadak Formasi Sihapas (Tmsc), disusun
oleh batupasir kuarsa kerikilan, batulanau, batupasir vulkanik, dan batugamping.
Anggota Kanan Formasi Sihapas (Tmsk), bersusunan batupasir mengandung
glaukonit. Formasi Sihapas (Tms), tersusun oleh batupasir kuarsa arenit, Formasi
Telisa (Tmt), disusun oleh batulanau karbonan, batulanau gampingan, batupasir
lanauan, serpih, konglomerat, batugamping, dan serpih mengandung glaukonit.
Anggota Alas Batugamping Formasi Telisa (Tmtl), terdiri atas batugamping;
sementara Formasi Petani (Tup), disusun oleh batulumpur bioturbasi, berkarbon,
batulanau, dan serpih (Rock drr., 1983).
5
lempeng-lempeng bergerak memisah sementara dibeberapa tempat lainnya
lempeng-lempeng saling mendorong dan salah satu diantaranya akan menujam di
bawah lempeng lainnya, karena panas di dalam astenosfere dan panas akibat
gesekan, ujung dari lempengan tersebut hancur meleleh dan mempunyai
temperatur tinggi/proses magmatisasi seperti yang terlihat pada Gambar (2.3).
Gambar 2.2 Lempeng dunia dan gunung api aktif (USGS/CVO,1999 dalam
Fajar,2012)
6
aliran panas umumnya lebih besar dari harga rata-rata tersebut. Hal ini
menyebabkan gradient temperatur di daerah tersebut menjadi lebih besar dari
gradien tempetatur rata-rata, sehingga dapat mencapai 70-80oC/km.
7
Akibat dari sistem penunjaman yang berbeda, tekanan atau kompresi yang
dihasilkan oleh tumbukan miring (oblique) antara lempeng India-Australia dan
lempeng Eurasia menghasilkan sesar regional yang memanjang sepanjang Pulau
Sumatera yang merupakan sarana bagi kemunculan sumber-sumber panas bumi
yang berkaitan dengan gunung-gunungapi muda Gambar (2.4). Lebih lanjut dapat
disimpulkan bahwa sistem panas bumi di Pulau Sumatera umumnya lebih
dikontrol oleh sistem patahan regional yang terkait dengan sistem sesar Sumatera,
sedangkan di Jawa sampai Sulawesi, sistem panas buminya lebih dikontrol oleh
sistem pensesaran yang bersifat lokal dan oleh sistem depresi kaldera yang
terbentuk karena pemindahan masa batuan bawah permukaan pada saat letusan
gunungapi yang intensif dan ekstensif (Saptadji, 2001).
8
mempunyaikecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air
tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas
sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan.
Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih
dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi
seperti yang terlihat pada Gambar (2.5).
9
Gambar 2.6 Sistem panas bumi (Putrohari, 2009)
Gambar (2.6) merupakan sistem panas bumi yang memiliki komponen-komponen
tertentu yang dapat membentuk system panas bumi. komponen-komponen
tersebut saling berkaitan dan membentuk sistem yang mampu mengantarkan
energi panas dari bawah permukaan hingga ke permukaan bumi. Sistem ini
bekerja dengan mekanisme konduksi dan konveksi, Syarat terbentuknya sistem
panas bumi adalah sebagai berikut (Hochstein & Brown, 2000) :
1. Sumber panas
Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh intrusi
magma. Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal
dari batuan beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement
rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam
yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan.
Perbedaan sumber panas ini akan berimplikasi pada perbedaan suhu
reservoar panasbumi secara umum, juga akan berimplikasi pada perbedaan
sistem panas bumi.
2. Batuan reservoir
Batuan reservoar adalah batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air
dalam jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas
yang cukup baik. Keduanya sangat berpengaruh terhadap kecepatan
10
sirkulasi fluida. Batuan reservoar juga sangat berpengaruh terhadap
komposisi kimia dari fluida hidrotermal. Sebab fluida hidrotermal akan
mengalami reaksi dengan batuan reservoar yang akan mengubah kimiawi
dari fluida tersebut. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa batuan vulkanik,
sedimen klastik, dan batuan karbonat umumnya akan menghasilkan fluida
hidrotermal dengan karakter kimia yang dapat dibedakan satu dengan yang
lainnya.
3. Fluida
Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida fluida
panasbumi, yaitu:
a. Air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari
presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam
hingga beberapa kilometer.
b. Air formasi atau connate water yang merupakan air meteorik yang
terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu yang
lama. Air connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan
yang menyebabkan air ini menjadi lebih saline.
c. Air metamorfik yang berasal dari modifikasi khusus dari air connate
yang berasal dari rekristalisasi mineral hydrous menjadi mineral yang
kurang hydrous selama proses metamorfisme batuan.
d. Air magmatik dibagi menjadi dua jenis, yaitu air magmatik yang
berasal dari magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan
air juvenile yang belum pernah menjadi bagian dari meteorik.
4. Batuan Penutup
Syarat dari batuan penutup adalah sifatnya yang tidak mudah ditembus
atau dilalui cairan atau uap (Impermeable). Batuan ini adalah hasil letusan
gunungapi seperti lava dan piroklastik. Selain itu lapisan batuan yang
impermeable ini dapat terbentuk juga oleh proses kimia yang disebut self
sealing sebagai berikut :
1. Pengendapan mineral-mineral dari larutannya, terutama silika.
11
2. Alterasi hydrothermal batuan permukaan yang menghasilkan
kaolinisasi
Adanya suatu sumber daya panas bumi di bawah permukaan sering kali
ditunjukkan oleh adanya manifestasi panas bumi di permukaan (geothermal
surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud
pools), geyser dan manifestasi panas bumi lainnya, dimana beberapa diantaranya,
yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panas bumi di
permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah
permukaan atau karena adanya rekahan-rekahan yang memungkinkan fluida panas
bumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan seperti yang terlihat pada
Gambar (2.8) (Saptadji, 2001).
Gambar 2.7 Model skematik dari sistem panas bumi (Dipippo, 2008)
12
Istilah “hangat” digunakan bila temperatur air lebih kecil dari 50oC dan istilah
“panas” digunakan bila temperatur air lebih besar dari 50oC.
Sifat air permukaan seringkali digunakan untuk memperkirakan jenis reservoir di
bawah permukaan. Mata air panas yang bersifat asam biasanya merupakan
manifestasi permukaan dari suatu sistem panas bumi yang didominasi uap.
Sedangkan mata air panas yang bersifat netral biasanya merupakan manifestasi
permukaan dari suatu sistem panas bumi yang didominasi air. Mata air panas yang
bersifat netral, yang merupakan manifestasi permukaan dari sistem dominasi
air,umumnya jenuh dengan silika. Apabila laju aliran air panas tidak terlalu besar
umumnya di sekitar mata air panas tersebut terbenntuk teras-teras silika yang
berwarna keperakan (silicasinter terraces atau sinter platforms). Bila air panas
banyak mengandung Carbonate maka akan terbentuk teras-teras travertine
(travertine terrace). Namun di beberapa daerah, yaitu di kaki gunung, terdapat
mata air panas yang bersifat netral yang merupakan manifestasi permukaan dari
suatu sistem panas bumi dominasi uap.
Untuk memahami hubungan antara besaran yang terukur dan parameter yang
mendefinisikan resistivitas lapisan bawah permukaan dan juga untuk
mempermudah interpretasi kuantitatif, maka perlu ditentukan potensial listrik
pada permukaan bumi. Penurunan hubungan ini dilakukan secara sederhana
dengan meninjau medan potensial pada permukaan dengan sebuah titik sumber
arus. Selanjutnya, potensial untuk kasus yang memiliki dua elektroda arus dapat
diperoleh dari penjumlahan aljabar potensial dari elektroda tunggal, potensi yang
akan diturunkan didefinisikan dengan batasan sebagai berikut (Syamsuddin,
2009):
13
1. Lapisan bawah permukaan terdiri atas lapisan-lapisan yang jumlahnya
berhingga dan terpisah satu sama dengan yang lainnya oleh bidang batas
horisontal. Lapisan yang paling dalam dianggap memiliki kedalaman yang
tak berhingga dan lapisan lainnya memiliki ketebalan yang berhingga.
2. Sifat-sifat listrik pada setiap lapisan adalah homogen dan isotropik.
3. Medan potensial dibangkitkan oleh sebuah titik sumber arus yang
ditempatkan pada permukaan bumi.
4. Arus yang dibangkitkan oleh sumber adalah arus searah.
Hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang
berbeda dapat digunakan untuk menurunkan variasi harga tahanan jenis lapisan
dibawah titik ukur (sounding point). Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-
elektroda arus dan potensialnya, dikenal beberapa jenis metode geolistrik tahanan
jenis, antara lain metode Schlumberger, metode Wenner dan metode Dipole
Sounding. Metode ini lebih efektif dan cocok digunakan untuk eksplorasi yang
sifatnya dangkal, karena jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih
dari 1000 kaki atau 1500 kaki. Pada metode tahanan jenis konfigurasi
Schlumberger, bumi diasumsikan sebagai bola padat yang mempunyai sifat
14
homogen isotropis. Dengan asumsi ini, maka seharusnya resistivitas yang terukur
merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung atas spasi elektroda,
namun pada kenyataannya bumi terdiri atas lapisan-lapisan dengan ρ yang
berbeda- beda sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-
lapisan tersebut. Maka harga resistivitas yang terukur bukan merupakan harga
resistivitas untuk satu lapisan saja, tetapi beberapa lapisan. Hal ini terutama untuk
spasi elektroda yang lebar (Syamsuddin, 2009).
Konsep dasar dari Metoda Geolistrik adalah Hukum Ohm yang pertama kali
dicetuskan oleh George Simon Ohm. Dia menyatakan bahwa beda potensial yang
timbul di ujung-ujung suatu medium berbanding lurus dengan arus listrik yang
mengalir pada medium tersebut. Selain itu, dia juga menyatakan bahwa tahanan
listrik berbanding lurus dengan panjang medium dan berbanding terbalik dengan
luas penampangnya.
Dari data pengukuran yang didapat yakni beda potensial dan kuat arus, akan
diperoleh harga resistivitas semu untuk setiap spasi elektroda yang dibentang.
Harga tersebut digambarkan pada kertas grafik log untuk mendapatkan kurva
lapangan. Kurva lapangan ini kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan
harga-harga ketebalan dan resistivitas lapisan bawah permukaan bumi.
15
- Setiap lapisan dianggap homogenisotropis
Karena bumi dianggap homogen isotropik, maka bumi mempunyai simetri bola,
maka potensial 𝑉 hanya bergantung pada 𝑟 saja sehingga persamaan (2.7)
dituliskan:
1 𝑑 𝑑𝑉 2 𝑑𝑉 𝑑2 𝑉
(𝑟 2 𝑑𝑟 ) = 0 atau 𝑟 𝑑𝑟 + 𝑑𝑟 2 = 0 (2.8)
𝑟2 𝑑𝑟
16
II.5.3 Potensial Disekitar Sumber Arus Di Permukaan Bumi
Bila sumber arus dialirkan dipermukaan bumi yang bersifat homogen isotropik,
maka medium ekipotensialnya akan berbentuk luasan setengah bola (Syamsuddin,
2009).
Dengan menggunakan cara yang sama seperti pada kasus sumber arus di bawah
permukaan bumi akan diperoleh (Telford, 1990):
𝜌𝐼 𝑉
𝑉(𝑟) = 2𝜋𝑟 atau 𝜌 = 2𝜋𝑟 ( 𝐼 ) (2.9)
17
Gambar 2.3 Susunan dua pasang elektroda arus dan potensial dipermukaan bumi
(Bahri, 2005)
Dimana:
2𝜋
𝐾= 1 1 1 1 (2.13)
[( − )−( − )]
𝑟1 𝑟2 𝑟3 𝑟 4
18
Gambar 2.4 Konfigurasi elektroda dalam eksplorasi geolistrik (Loke, 2004)
19
II.6.2 Wenner Beta
Wenner beta merupakan kasus khusus untuk konfigurasi Dipole-Dipole dengan
susunan elektroda seperti terlihat pada gambar 2.3 (b). Elektroda potensialnya
berdekan pada satu sisi dan elektroda arusnya di sisi yang lain, dengan susunan
mulai dari C2 – C1 – P1 – P2. Jarak elektroda yang satu ke elektroda yang lain
juga sama dengan wenner alpha yaitu sejauh a. Faktor geometri konfigurasi ini
adalah:
k = 6 𝜋a (2.16)
Keunggulan dan kelemahan konfigurasi ini hampir sama dengan Wenner Alpha,
hanya berbeda pada sensitivitas. Wenner Beta lebih sensitif ke arah horizontal
dibandingkan Wenner Alpha, sementara Wenner Alpha lebih sensitif ke arah
vertikal atau penetrasi Wenner Alpha lebih dalam daripada Wenner Beta.
Konfigurasi ini jarang digunakan karena memang tidak dapat memberikan hasil
yang lebih baik dan memuaskan.
II.6.4 Pole-Pole
Jarak elektroda konfigurasi ini juga sejauh a, namun elektrodanya hanya terdiri
dari satu elektroda arus dan satu elektroda potensial seperti terlihat pada gambar
2.3 (d). Faktor geometri konfigurasi ini adalah:
k = 2𝜋a (2.18)
Karena cuma satu elektroda arus dan satu elektoda potensial, maka tidak
membutuhkan buruh yang banyak. Akan tetapi terlalu banyak potensial yang tidak
terukur.
20
II.6.5 Dipole-Dipole
Konfigurasi ini mempunyai susunan elektroda sama dengan Wenner Beta, hanya
jarak antara elektroda arus dengan elektroda potensial sama dengan n kali jarak
kedua elektroda yang sama (P1 ke P2 atau C1 ke C2). Konfigurasinya dapat
dilihat pada gambar 2.3 (e) dengan faktor geometri:
k = 𝜋n(n + 1)(n+2)a (2.19)
II.6.6 Pole-Dipole
Konfigurasi Pole-Dipole merupakan gabungan antara Pole-Pole dengan Dipole-
Dipole, sehingga elektroda yang digunakan hanya 3 masing-masing satu elektroda
arus dan dua elektroda potensial. Adapun susunannya diperlihatkan dalam gambar
2.3 (f) dengan faktor geometri:
k = 2𝜋n(n + 1)a (2.20)
Karena Cuma satu elektroda arus, maka tidak membutuhkan buruh yang banyak.
Akan tetapi untuk interpretasi, sebaiknya digunakan pengukuran invers.
II.6.7 Wenner–Schlumberger
Dalam konfigurasi ini, posisi elektroda sama dengan Wenner Alpha, tetapi jarak
antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah n kali jarak kedua elektroda
potensial. Konfigurasi ini ditunjukkan dalam gambar 2.5 (g) dengan faktor
geometri:
k = 𝜋n(n + 1)a (2.21)
21
3. Konfigurasi ini tidak terlalu sensitif terhadap adanya perubahan lateral
setempat, sehingga metoda ini dianjurkan dipakai untuk penyelidikan dalam.
4. Kelemahannya: AB/MN harus berada pada rasio 2,5< AB/MN < 50. Di luar
rasio tersebut, faktor geometri sudah berdeviasi.
22
medium yang berbeda-beda tersebut. Dengan menggunakan konfigurasi elektroda
tertentu, nilai K dapat ditentukan, beda tegangan dan arus yang dimasukkan ke
dalam tanah dapat diukur, dengan demikian resistivitas semunya dapat dihitung
dengan mengubah jarak antar elektroda untuk kepentingan eksplorasi dapat
diperoleh berbagai variasi nilai tahanan jenis terhadap kedalaman. Hasil
pengukuran di lapangan sesudah dihitung nilai tahanan jenisnya merupakan fungsi
dari konfigurasi elektroda dan berkaitan dengan kedalaman penetrasinya. Semakin
panjang rentang antar elektroda, semakin dalam penetrasi arus yang diperoleh
yang tentu juga sangat ditentukan oleh kuat arus yang dialirkan melalui elektroda
arus (Santoso, 2002).
Gambar 2.5 Kisaran harga resistivitas beberapa jenis batuan, tanah dan mineral
(Loke, 2004)
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada kerja praktek ini berupa satu laptop yang telah
terinstal software Microsoft Excel dan IPI2win.
24
III.3 Pengolahan Data
1. Memasukkan nilai V (potensial) dan I (arus) yang diperoleh dari lapangan ke
dalam Ms. Excel untuk menghitung nilai K dan ρ rata-rata.
25
Gambar 3.4 Penampang dan nilai resistivitas yang terbaca
4. Untuk mengurangi tingkat errornya, dilakukan proses editing dengan cara
menggerakkan garis biru agar garis hitam (data lapangan) berimpit dengan
garis merah (hasil kalkulasi software). Nilai error semakin berkurang apabila
garis merah semakin mendekati garis hitam (berimpit). Sehingga pada data ini
nilai error yang didapatkan adalah (36.3%).
26
Gambar 3.6 Penambahan nilai titik sounding
6. Kemudian sesuaikan knfigurasi yang digunakan dan jarak antar titik
7. Lalu akan muncul hasil dari gabungan data dari tiap titik yang telah di input
berupa resistivity section
27
Gambar 3.8 Reistivity section hasil dari gabungan tiap titik sounding yang telah
di add file
28
III.4 Bagan Alir Penelitian
Mulai
Kajian Pustaka
Pengolahan Data
Inversi
IPI2win
Interpretasi
Selesai
29
BAB IV
30
2. Hasil Pengolahan Pada Titik D2
Berdasarkan pengolahan data menggunakan Software IP2WIN mendapatkan error
6.64 %. Dengan banyaknya lapisan yaitu 6.
31
Berdasarkan pengolahan data menggunakan Software IP2WIN mendapatkan error
4.75 %. Dengan banyaknya lapisan yaitu 7.
32
Berdasarkan pengolahan data menggunakan Software IP2WIN mendapatkan error
3.25 %. Dengan banyaknya lapisan yaitu 6.
33
Berdasarkan pengolahan data menggunakan Software IP2WIN mendapatkan error
4.88 %. Dengan banyaknya lapisan yaitu 6.
34
IV.3 Pembahasan
IV.3.1 Penampang Gabungan Titik D1,D2,dan D3
Pengolahan data geolistrik resistivitas sounding (konfigurasi Schlumberger)
dilakukan dengan metode pencocokan kurva (curve matching). Teknik
interpretasi yang digunakan untuk mendapatkan gambaran model perlapisan
bumi di bawah permukaan dilakukan dengan cara memplot data dan
mencocokkan kurva data hasil pengukuran dengan kurva standart. Metoda ini
secara prinsip berpedoman pada pencarian nilai error minimum.
Berdasarkan gambar di atas, terlihat jelas bahwa pada kedalaman 100 meter
pada titik sounding D1 memiliki nilai resistivitas menengah yang diasumsikan
sebagai batuan sedimen berupa gamping dan batu pasir. Sedangkan untuk titik
D2 dan D3 pada kedalaman 100 meter memiliki nilai resistivitas rendah yang
dianggap sebagai lapisan aluvial. Pada kedalamanyang cukup dalam berkisar
400-800 meter, terdapat lapisan dengan nilai resistivitas tinggi yang dianggap
sebagai lapisan andesit yang berperan sebagai lapisan reservoirpada sistem
panas bumi. Tetapi pada titik D3 tidak terdapat lapisan dengan nilai
resistivitas tinggi karena pembacaan pada software IPI2Win hanya mempu
membaca hingga kedalaman 140 meter saja.
35
IV.3.1 Penampang Gabungan Titik E1,E2,dan E3
36
meter pada titik F1 dan F2 yang dianggap berupa lapisan reservoir sistem panas
bumi berupa andesit. Untuk titik F3, nilai resistivitas tinggi kemungkinan masih
berada jauh dibawah permukaan akibat dari sesar yang ada.
Dari hasil gabungan penampang titik D,E,dan F, dapat kita lihat bahwa lapisan
penudung rata-rata berada pada kedalaman 100-700 m berupa lempung dan
campuran batuan hasil alterasi akibat pengaruh geothermal.
37
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang di dapatkan,
yaitu:
V.2 Saran
1. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada saat interpretasi lapisan
bawah permukaan, perlu ditingkatkan pehaman terhadap geologi regional
serta tambahan data dari daerah tersebut.
2. Untuk mengetahui prospek untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga
panas bumi perlu dilakukan lagi survei lebih lanjut berupa pengambilan
data gravity ataupun geomagnet serta perlu data geokimia dari masing-
masing sumber panas bumi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, 2005, Hand Out Mata Kuliah Geofisika Lingkungan Dengan Topik Metoda
Geolistrik Resistivitas, Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.
Dipippo, Ronald. 2008. Geotermal Power Plant, Principle, Applications, Case
Study And Environmental Impact Second Edition. University of
Massachusetts Dartmouth, North Dartmouth, Massachusetts.
Hendrajaya, L., 1990, Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi,
Bandung: ITB.
Hochstein and Browne, 2000. Surface Manifestations of Geothermal System with
Volcanic Heat Sources, in Encyclopedia of Volcanoes.
Kanata, B., dan Zubaidah, T., 2008, Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Konfigurasi Wenner Schlumberger Untuk Survey Pipa Bawah Permukaan,
Teknologi Elektro, Vol 7 (2).
Loke, M.H., 2004, Electrical Immaging Surveys for Environmental and
Engineering Studies; A Practical Guide to 2-D and 3-D Surveys.
Rock, dkk, 1983. Peta GeologiLembar Lubuk Sikamping.
Santoso, D., 2002, Pengantar Teknik Geofisika, Bandung: ITB.
Soetoyo, 2008, Hubungan Struktur Sesar dengan Terbentuknya Endapan Aliran
Piroklastik, Bandung: Pusat Sumber Daya Geologi
Syamsuddin dan Lantu, 2009, Buku Ajar Laporan Modul Pembelajaran Berbasis
SCL Metode Geolistrik dan Geoelektromagnetik, Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Sulpiani, R. dan Widowati., 2013. “Solusi Numerik Persamaan Difusi dengan
Menggunakan Metode Beda Hingga”. Jurnal Sains dan Matematika Vol.
21(3):xx-xx Tahun 2013.
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., 1990, Applied Geophysics, New York:
Cambridge University Press, Cambridge United Kingdom.
Wijaya, A.S., 2015, Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner
Untuk Menentukan Struktur Tanah di Halaman Belakang SCC ITS
Surabaya, Jurnal Fisika Indonesia, Vol XIX (55), ISSN : 1410-2994
39
L
A
M
P
I
R
A
N
40
Lampiran 1. Log Book
1. Nurul Azizah
Jawaban :
2. Riana
Pada bagian penutup khususnya bagian saran dikatakan bahwa “sebaiknya untuk
mendapat hasil yang maksimal perlu dilakukan lagi akuisisi data geofisika yang
lain misalnya geomagnet dan gravitasi” ?
Jawaban :
Untuk melengkapi data yang baik memang diperlukan data yang lebih banyak
karena daerah ini memang diperuntukan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi. Oleh karena itu, banyak kajian yang diperlukan sebelum melakukan
pemanfaatan daerah tersebut.
3. Alam
Jawaban :
Jawaban :
Permeabilitas yang baik pada batuan berarti memiliki porositas yang juga baik
yang mampu meloloskan fluida dengan mudah. Oleh karena itu, nilai resistivitas
pada batuan dengan nilai porositas dan permeabilitas akan rendah karena fluida
yang memiliki sifat konduktif yang baik. Untuk kasus panas bumi daerah
penelitian kami, lapisan penudung tersebut yang berupa lempung memiliki
porositas yang baik tetapi permeabilitas yang jelek. Oleh karena itu, nilai
resistivitas lempung memiliki nilai yang rendah karena juga terpengaruh oleh
batuan alterasi pengaruh hidrothermal