Case Report
Case Report
Abstrak
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam praktik kedokteran
primer. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung, otak, ginjal,
mata, juga arteri perifer. Studi merupakan case report dengan data primer diambil dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, kunjungan rumah, dan data sekunder dengan penelusuran riwayat periksa pasien di
rekam medis. Pasien adalah laki-laki berusia 63 tahun dengan penyakit hipertensi, post stroke, yang
hanya kontrol ketika memiliki keluhan saja, dan membeli obat sendiri. Pada pasien dilakukan upaya
penyelesaian masalah berupa edukasi mengenai penyakit pasien dan diet, motivasi pasien untuk
kontrol, dan pemberian saran kepada pasien untuk mendapatkan layanan psikolog. Setelah dilakukan
intervensi, dilakukan evaluasi pada pasien dan didapatkan bahwa pasien sudah mulai
mengertimengenai kondisinya dan berupaya mererapkan aktivitas fisik dan diet yang telah disarankan.
Pasien adalah anak ketujuh dari delapan Pasien mendapatkan terapi farmakologi
bersaudara, dari keluarga tidak ada yang Amlodipin 1 x 5mg diminum malam hari dan
memilliki riwayat serupa. Saat ini pasien boleh melanjutkan konsumsi habatussauda.
sudah berkeluarga dan memiliki empat orang Pasien diminta untuk kontrol 10 hari setelah
anak, anak kedua mengidap hipertensi. Pasien periksa dari puskesmas.
tinggal berdua dengan istri yang terdiagnosis
sindroma metabolik di rumah satu lantai Selain itu, masalah pada pasien adalah 1)
dengan ukuran 6,5x12 m2. Lantai mengeluhkan bahu kanan pegal-pegal, lengan
menggunakan keramik sehingga cenderunng dan tungkai kanan terasa kaku-kaku sulit
licin. Kamar mandi menggunakan WC duduk digerakkan, 2) diagnosis kerja adalah
di dalam rumah dengan lantai keramik yang hipertensi grade I dan post stroke , 3) perilaku
bertekstur. pola makan yang tidak sehat dan tidak
mencukupi kebutuhan kalori harian,
Pasien pensiun sebagai karyawan hotel tahun kurangnya kesadaran akan pentingnya
2013. Sejak saat itu pasien memiliki kesulitan pemeriksaan dan pengobatan secara rutin, dan
finansial. Pasien merasa sungkan dengan pembelian obat keras tanpa resep dokter 4)
anaknya karena merasa hanya akan menambah masalah psikososial terkadang pasien merasa
beban. Saat ini pasien berjualan pulsa, rokok, stress karena masalah keuangannya dan
tas, dll di rumahnya dengan penghasilan merasa menjadi beban pada keluarga dan
berkisar antara Rp. 10.000 – Rp. 50.000 per kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga
hari. Oleh karena hal tersebut pasien makan tentang penyakit yang diderita pasien. Rencana
seadanya. Terkadang anak pasien membantu penatalaksanaan pasien terhadap hipertensi
memberikan sejumlah uang atau membawakan dan post stroke adalah dengan obat
makanan. Uang yang didapatkan digunakan antihipertensi. Sedangkan untuk masalah
untuk kebutuhan sehari-hari. Pasien memiliki psikososial dengan bersama-sama keluarga
BPJS Kesehatan yang telah dibayarkan oleh untuk meningkatkan komunikasi antar anggota
anaknya. keluarga.
Pembahasan
Dari tabel di atas, permasalahan nomor 2 layanan yang efektif dan efisien sehingga
adalah permasalahan yang menjadi fokus pada pasien terhidar dari kerugian fisik dan materi;
laporan kasus ini. Undang-Undang Republik dan 3) mendapatkan informasi yang meliputi
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
berkewajiban untuk memberikan informasi kompilasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan terhadap tindakan yang dilakukan serta
kewajiban pasien. Pasien berhak: 1) perkiraan biaya pengobatan. Untuk mencapai
memperoleh layanan yang manusiawi, adil, hal tersebut diperlukannya komunikasi efektif
jujur, dan tanpa diskriminasi; 2) memperoleh antara dokter dengan pasien (KARS, 2017).
Aspek yang perlu diperhatikan dalam kasus isi pasien dapat membelinya secara
komunikasi antar dokter dengan pasien adalah bebas.Amlodipin merupakan obat golongan
sebagai berikut : komunikasi dari calcium channel blocker dihidropiridin yang
dokter/perawat kepada pasien dapat dilakukan merupakan vasodilator perifer yang kuat dari
dengan menganalisis kesediaan pasien untuk pada nondihidropiridin dan dapat
berkomunikasi, tenang, mengurangi distraksi menyebabkan pelepasan simpatetik refleks
(TV, radio, dsb.), menjaga kontak mata, (takhikardia), pusing, sakit kepala, flushing,
senyum, dan suara lembut, dan menanyakan dan edema perifer; keuntungan tambahan pada
hal secara lugas. Kalimat dapat disusun secara sindroma Raynaud sehingga diperlukan
satu kalimat satu waktu, jalin percakapan indikasi dokter untuk menyesuaikan kondisi
tentang segala hal yang mereka jelas pasien dengan indikasi dan kontraindikasi dari
lihat/rasakan, lebih banyak mendengarkan, obat tersebut. (Depkes, 2006). Hal tersebut
ulangi perkataannya, selalu tanya menjadi perhatian untuk BPPOM dalam
pendapat/saran/izin, dan menggunakan humor pengawasan penjualan obat sehingga mungkin
disaat santai. dapat dilakukan evaluasi untuk kedepannya.
Obat dapat digolongkan menjadi: 1) obat Pasien mengonsumsi obat herbal sebagai
bebas yaitu obat yang dijual bebas di pasaran upaya swamedikasi beberapa bulan terakhir.
dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda Penggunaan suplemen herbal ini akan
khusus pada kemasan dan etiket obat bebas menambah jumlah obat yang harus dikonsumsi
adalah lingkaran hijau dengan garis tepi oleh masyarakat dan dapat meningkatkan
berwarna hitam, 2) obat bebas terbatas yaitu kejadian polifarmasi terutama pada pasien
obat yang sebenarnya termasuk obat keras geriatri yang menderita penyakit degeneratif
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas dan telah mendapatkan obat konvensional
tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda yang cukup kompleks sehingga dapat
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan meningkatkan risiko terjadinya interaksi obat.
etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru Selain itu, faktor farmakodinamik dan
dengan garis tepi berwarna hitam, 3) obat farmakokinetik dari senyawa obat juga akan
keras dan psikotropika yaitu obat keras adalah memberikan efek yang berbeda pada pasien
obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan geriatri (Destiani, 2015).
resep dokter. Obat psikotropika adalah obat
keras baik alamiah maupun sintetis bukan Usulan yang dapat dilakukan di puskesmas
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui apabila pasien datang untuk periksa baik
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat pasien baru maupun lama dapat memberikan
yang menyebabkan perubahan khas pada waktu untuk pasien menanyakan apakah masih
aktivitas mental dan perilaku. Tanda khusus ada yang belum jelas mengenai kondisinya.
pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam Ketika pasien datang setelah lama tidak
lingkaran merah dengan garis tepi berwarna periksa tanyakan apakah pasien periksa di
hitam, dan 4) obat narkotika yaitu obat yang tempat lain, apabila tidak, tanyakan apakah
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik tetap mengkonsumsi obatnya: 1) jika tidak
sintetis maupun semi sintetis yang dapat berikan edukasi, 2) apabila pasien tetap
menyebabkan penurunan atau perubahan mengkonsumsi obatnya, tanyakan obat yang
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai dikonsumsi dan dari mana pasien
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan mendapatkan obat terrsebut.
ketergantungan (Depkes RI, 2007). Amlodipin
Kesimpulan
tergolong sebagai obat keras sehingga
seharusnya pasien baru dapat membelinya 1. Pasien berinisial Tn. H dengan
apabila dengan resep dokter. Akan tetapi pada diagnosis holistik hipertensi stage i
pada pasien post stroke dengan usia 4. Direktorat Bina Farmasi Komunitas
lanjut dengan kurangnya pengetahuan Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
akan penyakitnya, swamedikasi, dan Alat Kesehatan Departemen
jarang kontrol, dan masalah ekonomi. Kesehatan RI. 2007. Pedoman
2. Dilakukan upaya penyelesaian Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
masalah berupa edukasi mengenai Terbatas. Diakses pada 23 Agustus
penyakit pasien dan diet, motivasi 2019 dari
pasien untuk kontrol, dan pemberian http://farmalkes.kemkes.go.id/?wpdma
saran kepada pasien untuk ct=process&did=MTgwLmhvdGxpbm
mendapatkan layanan psikolog. s
3. Diperlukannya komunikasi efektif 5. Franklin SS. Ageing and
antaraa dokter dan pasien agar pasien Hypertention: The Assessment of
dapat mendapatkan hak untuk Blood Pressure Indices in Predicting
memperoleh informasi mengenai Coronary Heart Disease J
diagnosisnya. Hypertens.1999; 17(5): 29-36.
4. Diperlukannya evaluasi lebih lanjut 6. KARS. 2017. Standar Nasional
terkait penjualan obat keras di apotek Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 .
sehingga tidak terjadi penjualan secara Diakses pada 23 Agustus 2019 dari
bebas untuk menghindari efek http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/m
samping yang tidak diinginkan pada anajemen_mutu/data/snars_edisi1.pdf
pasien. 7. Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based
Guideline Penanganan Pasien
Daftar Pustaka Hipertensi Dewasa. CDK-235/ vol 43
8. PERHI. 2019. Konsensus
1. Badan Penelitian dan Pengembangan
Penatalaksanaan Hipertensi 2019
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
9. Setiawan, Gilbert W. Pengaruh Senam
Tahun 2013
Bugar Lanjut Usia (Lansia) Terhadap
2. Destiani, Dika P., et all. 2015.
Kualitas Hidup Penderita Hipertensi.
Penggunaan Suplemen Herbal sebagai
Diakses pada 23 Agustus 2019 dari
Upaya Swamedikasi di Kota Bandung.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol. 4
ebiomedik/article/view/3632/3159
No. 1, hlm 71–76
10. U.S. Department Of Health And
3. Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Human Services. 2003. Your Guide to
Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Lowering Blood Pressure. Diakses
dan Alat Kesehatan Departemen
pada 20 Agustus 2019 dari
Kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical
https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/p
Care Untuk Penyakit Hipertensi.
ublic/heart/hbp_low.pdf
Diakses pada 24 Agustus 2019 dari
11. Undang-Undang Republik Indonesia
http://farmalkes.kemkes.go.id/?wpdma
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
ct=process&did=MzI2LmhvdGxpbms
Sakit
=
12. https://www.icd10data.com/ICD10CM
/Codes/I00-I99/I10-I16/I10-/I10