Anda di halaman 1dari 5

HIPERTENSI STAGE I PADA PASIEN POST STROKE DENGAN USIA LANJUT

DENGAN KURANGNYA PENGETAHUAN AKAN PENYAKITNYA,


SWAMEDIKASI, JARANG KONTROL, DAN MASALAH EKONOMI
Ajeng Ciptasari 20184010093 Stase Ilmu Kedokteran Keluarga Puskesmas Ngampilan

Abstrak

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam praktik kedokteran
primer. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti jantung, otak, ginjal,
mata, juga arteri perifer. Studi merupakan case report dengan data primer diambil dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, kunjungan rumah, dan data sekunder dengan penelusuran riwayat periksa pasien di
rekam medis. Pasien adalah laki-laki berusia 63 tahun dengan penyakit hipertensi, post stroke, yang
hanya kontrol ketika memiliki keluhan saja, dan membeli obat sendiri. Pada pasien dilakukan upaya
penyelesaian masalah berupa edukasi mengenai penyakit pasien dan diet, motivasi pasien untuk
kontrol, dan pemberian saran kepada pasien untuk mendapatkan layanan psikolog. Setelah dilakukan
intervensi, dilakukan evaluasi pada pasien dan didapatkan bahwa pasien sudah mulai
mengertimengenai kondisinya dan berupaya mererapkan aktivitas fisik dan diet yang telah disarankan.

Kata kunci: hipertensi, post stroke, swamedikasi.

Pendahuluan terdiagnosis stroke pasien hanya melakukan


pemeriksaan rutin dalam 4 bulan pertama dan
Hipertensi merupakan salah satu penyakit mengaku selama ini membeli obat sendiri di
yang paling umum ditemukan dalam praktik apotek. Hal tersebut menjadi menarik karena
kedokteran primer. Menurut NHLBI (National pasien sudah 1,5 tahun terdiagnosis dan masih
Heart, Lung, and Blood Institute) 1 dari 3 tidak mengerti mengenai penyakitnya, pasien
pasien menderita hipertensi (Franklin SS, hanya mengetahui jika ia mengidap hipertensi
1999). Riset Kesehatan Dasar/ RISKESDAS dan memiliki riwayat opname karena
tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi sedangkan istri mengetahui jika
hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%. pada pasien terdapat penyumbatan. Hal
Komplikasi hipertensi dapat mengenai tersebut dapat menjadi evaluasi mengenai cara
berbagai organ target, seperti jantung edukasi dokter mengenai penyakit pasien dan
(penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel rasa kurang ingin tahu pasien terhadap
kiri, gagal jantung), otak (stroke), ginjal (gagal penyakitnya. Hal menarik lainnya adalah
ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer mengapa obat keras dapat dibeli pasien secara
(klaudikasio intermiten). Kerusakan organ- bebas di apotek.
organ tersebut tergantung pada tingginya Ilustrasi Kasus
tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan
darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak Seorang laki-laki berinisial Tn. H berusia 73
diobati (Muhadi, 2016). tahun datang ke Puskesmas Ngampilan untuk
kontrol hipertensi. Pasien diketauhi mengidap
Kasus yang ditemukan penulis merupakan hipertensi sejak Januari tahun 2018 ketika
pasien hipertensi yang telah terdiagnosis terdiagnosis hemiparese dextra spastik ec SNH
stroke sebelumnya. Pasien tidak memahami di Rumah Sakit Elizabeth. Pasien selama ini
mengenai penyakitnya sehingga pasien hanya jarang kontrol ke puskesmas maupun rumah
kontrol apabila terdapat keluhan dan tidak sakit, hanya periksa apabila ada keluhan.
merasa pemeriksaan rutin diperlukan. Pasca Keluhan yang dirasa saat ini bahu kanan
pegal-pegal, lengan dan tungkai kanan terasa Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
kaku-kaku sulit digerakkan. Pasien membeli umum baik dengan kesadaran compos mentis.
obat sendiri di apotek yaitu amlodipin 5 mg Tanda vital: tekanan darah 150/80 mmHg.
1x1 akan tetapi pasien meminumnya 2 hari Status gizi baik: berat badan 55 kg, tinggi
sekali karena telah mengonsumsi badan 155 kg, dengan IMT 22,8 kg/m2. Pada
habbatussauda 2x sehari. pemeriksaan khusus ekstremitas dan status
neurologi didapatkan hasil sebagai berikut:
Pasien biasanya makan dua kali sehari.
Makanan yang dimakan seadanya sesuai Kanan Kiri Kanan Kiri
dengan jumlah uang yang dimiliki. Pasien Atas Atas Bawah Bawah
berolahraga setiap hari dengan berjalan
mengelilingi komplek sekitar 30 menit. Pasien Kekuatan 4 5 4 5
mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol otot
ataupun merokok sejak terdiagnosis stroke, Tonus +3 +2 +3 +2
namun sejak usia SMP pasien adalah perokok
aktif dengan menkonsumsi rokok sebanyak 1- Refleks +3 +2 +3 +2
2 bungkus per hari. Fisiologis

Pasien adalah anak ketujuh dari delapan Pasien mendapatkan terapi farmakologi
bersaudara, dari keluarga tidak ada yang Amlodipin 1 x 5mg diminum malam hari dan
memilliki riwayat serupa. Saat ini pasien boleh melanjutkan konsumsi habatussauda.
sudah berkeluarga dan memiliki empat orang Pasien diminta untuk kontrol 10 hari setelah
anak, anak kedua mengidap hipertensi. Pasien periksa dari puskesmas.
tinggal berdua dengan istri yang terdiagnosis
sindroma metabolik di rumah satu lantai Selain itu, masalah pada pasien adalah 1)
dengan ukuran 6,5x12 m2. Lantai mengeluhkan bahu kanan pegal-pegal, lengan
menggunakan keramik sehingga cenderunng dan tungkai kanan terasa kaku-kaku sulit
licin. Kamar mandi menggunakan WC duduk digerakkan, 2) diagnosis kerja adalah
di dalam rumah dengan lantai keramik yang hipertensi grade I dan post stroke , 3) perilaku
bertekstur. pola makan yang tidak sehat dan tidak
mencukupi kebutuhan kalori harian,
Pasien pensiun sebagai karyawan hotel tahun kurangnya kesadaran akan pentingnya
2013. Sejak saat itu pasien memiliki kesulitan pemeriksaan dan pengobatan secara rutin, dan
finansial. Pasien merasa sungkan dengan pembelian obat keras tanpa resep dokter 4)
anaknya karena merasa hanya akan menambah masalah psikososial terkadang pasien merasa
beban. Saat ini pasien berjualan pulsa, rokok, stress karena masalah keuangannya dan
tas, dll di rumahnya dengan penghasilan merasa menjadi beban pada keluarga dan
berkisar antara Rp. 10.000 – Rp. 50.000 per kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga
hari. Oleh karena hal tersebut pasien makan tentang penyakit yang diderita pasien. Rencana
seadanya. Terkadang anak pasien membantu penatalaksanaan pasien terhadap hipertensi
memberikan sejumlah uang atau membawakan dan post stroke adalah dengan obat
makanan. Uang yang didapatkan digunakan antihipertensi. Sedangkan untuk masalah
untuk kebutuhan sehari-hari. Pasien memiliki psikososial dengan bersama-sama keluarga
BPJS Kesehatan yang telah dibayarkan oleh untuk meningkatkan komunikasi antar anggota
anaknya. keluarga.
Pembahasan

No Masalah Upaya Penyelesaian Hasil Perbaikan


1 Bahu kanan pegal-pegal,  Edukasi mengenai penyakit  Pasien dan istri
lengan dan tungkai kanan pasien: faktor risiko, merasa lebih mengerti
terasa kaku-kaku sulit pengobatan, komplikasi, dan mengenai penyakit
digerakkan pencegahan menggunakan yang diderita pasien
leaflet hipertensi dari U.S.  Keluhan dirasa
Department Of Health And berkurang
Human Services
 Edukasi tentang aktivitas fisik
yang disarankan untuk lansia
yaitu senam hipertensi yang
memiliki pengaruh yang baik
dalam kotrol tekanan darah
(Setiawan, 2013) atau pasien
dapat tetap melakukan jalan
pagi yang telah dilakukan

2 Kurangnya pengetahuan  Edukasi tentang pengobatan  Pasien minum obat


mengenai penyakitnya, dan pencegahan terjadinya setiap hari dan tetap
jarang melakukan stroke ulang mengkonsumsi
pemeriksaan, tidak  Memotivasi untuk kontrol habatussauda
minum obat secara rutin, rutin  Pasien kontrol setelah
dan pembelian obat keras 10 hari
tanpa resep dokter
3 Stress karena  Menyarankan untuk  Masih
berkurangnya pendapatan konsultasi dengan psikolog di mempertimbangkan
puskesmas saran
4 Pola makan yang tidak  Edukasi mengenai diet  Dapat menerapkan
sehat dan tidak hipertensi dengan media menu diet akan tetapi
mencukupi kebutuhan leaflet masih belum dapat
kalori harian  Pembuatan contoh menu diet terbiasa makan 3x
dengan harga terjangkau sehari
5 Komunikasi dengan anak  Menyarankan untuk  Masih
kurang baik konsultasi bersama anaknya mempertimbangkan
dengan psikolog di saran
puskesmas

Dari tabel di atas, permasalahan nomor 2 layanan yang efektif dan efisien sehingga
adalah permasalahan yang menjadi fokus pada pasien terhidar dari kerugian fisik dan materi;
laporan kasus ini. Undang-Undang Republik dan 3) mendapatkan informasi yang meliputi
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
berkewajiban untuk memberikan informasi kompilasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan terhadap tindakan yang dilakukan serta
kewajiban pasien. Pasien berhak: 1) perkiraan biaya pengobatan. Untuk mencapai
memperoleh layanan yang manusiawi, adil, hal tersebut diperlukannya komunikasi efektif
jujur, dan tanpa diskriminasi; 2) memperoleh antara dokter dengan pasien (KARS, 2017).
Aspek yang perlu diperhatikan dalam kasus isi pasien dapat membelinya secara
komunikasi antar dokter dengan pasien adalah bebas.Amlodipin merupakan obat golongan
sebagai berikut : komunikasi dari calcium channel blocker dihidropiridin yang
dokter/perawat kepada pasien dapat dilakukan merupakan vasodilator perifer yang kuat dari
dengan menganalisis kesediaan pasien untuk pada nondihidropiridin dan dapat
berkomunikasi, tenang, mengurangi distraksi menyebabkan pelepasan simpatetik refleks
(TV, radio, dsb.), menjaga kontak mata, (takhikardia), pusing, sakit kepala, flushing,
senyum, dan suara lembut, dan menanyakan dan edema perifer; keuntungan tambahan pada
hal secara lugas. Kalimat dapat disusun secara sindroma Raynaud sehingga diperlukan
satu kalimat satu waktu, jalin percakapan indikasi dokter untuk menyesuaikan kondisi
tentang segala hal yang mereka jelas pasien dengan indikasi dan kontraindikasi dari
lihat/rasakan, lebih banyak mendengarkan, obat tersebut. (Depkes, 2006). Hal tersebut
ulangi perkataannya, selalu tanya menjadi perhatian untuk BPPOM dalam
pendapat/saran/izin, dan menggunakan humor pengawasan penjualan obat sehingga mungkin
disaat santai. dapat dilakukan evaluasi untuk kedepannya.

Obat dapat digolongkan menjadi: 1) obat Pasien mengonsumsi obat herbal sebagai
bebas yaitu obat yang dijual bebas di pasaran upaya swamedikasi beberapa bulan terakhir.
dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda Penggunaan suplemen herbal ini akan
khusus pada kemasan dan etiket obat bebas menambah jumlah obat yang harus dikonsumsi
adalah lingkaran hijau dengan garis tepi oleh masyarakat dan dapat meningkatkan
berwarna hitam, 2) obat bebas terbatas yaitu kejadian polifarmasi terutama pada pasien
obat yang sebenarnya termasuk obat keras geriatri yang menderita penyakit degeneratif
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas dan telah mendapatkan obat konvensional
tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda yang cukup kompleks sehingga dapat
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan meningkatkan risiko terjadinya interaksi obat.
etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru Selain itu, faktor farmakodinamik dan
dengan garis tepi berwarna hitam, 3) obat farmakokinetik dari senyawa obat juga akan
keras dan psikotropika yaitu obat keras adalah memberikan efek yang berbeda pada pasien
obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan geriatri (Destiani, 2015).
resep dokter. Obat psikotropika adalah obat
keras baik alamiah maupun sintetis bukan Usulan yang dapat dilakukan di puskesmas
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui apabila pasien datang untuk periksa baik
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat pasien baru maupun lama dapat memberikan
yang menyebabkan perubahan khas pada waktu untuk pasien menanyakan apakah masih
aktivitas mental dan perilaku. Tanda khusus ada yang belum jelas mengenai kondisinya.
pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam Ketika pasien datang setelah lama tidak
lingkaran merah dengan garis tepi berwarna periksa tanyakan apakah pasien periksa di
hitam, dan 4) obat narkotika yaitu obat yang tempat lain, apabila tidak, tanyakan apakah
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik tetap mengkonsumsi obatnya: 1) jika tidak
sintetis maupun semi sintetis yang dapat berikan edukasi, 2) apabila pasien tetap
menyebabkan penurunan atau perubahan mengkonsumsi obatnya, tanyakan obat yang
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai dikonsumsi dan dari mana pasien
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan mendapatkan obat terrsebut.
ketergantungan (Depkes RI, 2007). Amlodipin
Kesimpulan
tergolong sebagai obat keras sehingga
seharusnya pasien baru dapat membelinya 1. Pasien berinisial Tn. H dengan
apabila dengan resep dokter. Akan tetapi pada diagnosis holistik hipertensi stage i
pada pasien post stroke dengan usia 4. Direktorat Bina Farmasi Komunitas
lanjut dengan kurangnya pengetahuan Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
akan penyakitnya, swamedikasi, dan Alat Kesehatan Departemen
jarang kontrol, dan masalah ekonomi. Kesehatan RI. 2007. Pedoman
2. Dilakukan upaya penyelesaian Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
masalah berupa edukasi mengenai Terbatas. Diakses pada 23 Agustus
penyakit pasien dan diet, motivasi 2019 dari
pasien untuk kontrol, dan pemberian http://farmalkes.kemkes.go.id/?wpdma
saran kepada pasien untuk ct=process&did=MTgwLmhvdGxpbm
mendapatkan layanan psikolog. s
3. Diperlukannya komunikasi efektif 5. Franklin SS. Ageing and
antaraa dokter dan pasien agar pasien Hypertention: The Assessment of
dapat mendapatkan hak untuk Blood Pressure Indices in Predicting
memperoleh informasi mengenai Coronary Heart Disease J
diagnosisnya. Hypertens.1999; 17(5): 29-36.
4. Diperlukannya evaluasi lebih lanjut 6. KARS. 2017. Standar Nasional
terkait penjualan obat keras di apotek Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 .
sehingga tidak terjadi penjualan secara Diakses pada 23 Agustus 2019 dari
bebas untuk menghindari efek http://www.pdpersi.co.id/kanalpersi/m
samping yang tidak diinginkan pada anajemen_mutu/data/snars_edisi1.pdf
pasien. 7. Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based
Guideline Penanganan Pasien
Daftar Pustaka Hipertensi Dewasa. CDK-235/ vol 43
8. PERHI. 2019. Konsensus
1. Badan Penelitian dan Pengembangan
Penatalaksanaan Hipertensi 2019
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
9. Setiawan, Gilbert W. Pengaruh Senam
Tahun 2013
Bugar Lanjut Usia (Lansia) Terhadap
2. Destiani, Dika P., et all. 2015.
Kualitas Hidup Penderita Hipertensi.
Penggunaan Suplemen Herbal sebagai
Diakses pada 23 Agustus 2019 dari
Upaya Swamedikasi di Kota Bandung.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol. 4
ebiomedik/article/view/3632/3159
No. 1, hlm 71–76
10. U.S. Department Of Health And
3. Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Human Services. 2003. Your Guide to
Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Lowering Blood Pressure. Diakses
dan Alat Kesehatan Departemen
pada 20 Agustus 2019 dari
Kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical
https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/p
Care Untuk Penyakit Hipertensi.
ublic/heart/hbp_low.pdf
Diakses pada 24 Agustus 2019 dari
11. Undang-Undang Republik Indonesia
http://farmalkes.kemkes.go.id/?wpdma
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
ct=process&did=MzI2LmhvdGxpbms
Sakit
=
12. https://www.icd10data.com/ICD10CM
/Codes/I00-I99/I10-I16/I10-/I10

Anda mungkin juga menyukai