Anda di halaman 1dari 10

SGD LBM 1 MARS

Skenario

Step 1

BOR : Bed occupation ratio/angka penggunaan tempat tidur merupakan prosentasi penggunaan
tidur dalam satuan waktu. Juga sebagai indicator yang menggambarkan tinggi rendahnya
pemanfaatan tempat tidur di RS. BOR idelanya 60-85%

- BOR menurun <65%  kurangnya pemanfaatan fasilitas RS oleh masy. (kurang antusias)
- BOR meningkat >85% masy. Sudah memanfaatkan fasilitas di RS, shg rs tsb perlu
menambahkan fasilitas/bed RS (sangat antusias)

Rumus : jml hari perawatan RS/(jml bed x jml. Hari dalam satu periode) x 100%

LOS : Length of stay  Lama pasien terdaftar dari masuk RS s/d sembuh (ideal 3 – 12 hari),
menentukan efisiensi pelayanan  indicator mutu pelayanan RS

Rumus : jml. Lama dirawat/jml pasien keluar


TOI : Turn Over Interval/Tenggang perputaran rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
sampai terisi berikutnya. Idealnya 1 – 3 hari tidak kosong

Rumus : (jml. Bed x periode) - hari perawatan / jumlah pasien keluar

Step 2

1. Apa definisi dari RS?


2. Tugas dan fungsi RS
3. Tujuan dan fungsi manajemen RS
4. Apa saja komponen organisasi di RS?
5. Apa saja jenis dan klasifikasi RS?
6. Jelaskan persyaratan minimal RS!
7. Bagaimana system pelaksanaan manajemen RS?
8. Indikator/parameter pelayanan RS
9. Apa saja faktor yang mempengaruhi BOR?

Step 3

1. Apa definisi dari RS?

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 30 TAHUN 2019

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Permenkes 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung di Rumah Sakit.

Kewajiban Rumah Sakit:

 Kewajiban Rumah Sakit memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan Pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit
 Pelayanan kesehatan yang aman dan efektif paling sedikit dilaksanakan melalui sasaran
keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit sebagai bagian dari tata
kelola klinis yang baik.
 Standar pelayanan Rumah Sakit sebagaimana disusun dan diterapkan dengan
memperhatikan standar profesi, standar pelayanan masing-masing Tenaga Kesehatan,
standar prosedur operasional, kode etik profesi dan kode etik Rumah Sakit.
 Pelayanan kesehatan yang antidiskriminasi sebagaimana diwujudkan dengan tidak
membedakan pelayanan kepada Pasien dalam memberikan pelayanan kesehatan, baik
menurut ras, agama, suku, gender, kemampuan ekonomi, orang dengan kebutuhan
khusus (difable), latar belakang sosial politik dan antar golongan.

Pasien mempunyai kewajiban:

 mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;


 menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab;
 menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta petugas
lainnya yang bekerja di Rumah Sakit ;
 memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
 memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang
dimilikinya;
 mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di Rumah
Sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana terapi
yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang
diberikan oleh Tenaga Kesehatan untuk penyembuhan penyakit atau masalah
kesehatannya; dan
 memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Sanksi Administratif
Pasal 30
1. Menteri, Pemerintah Daerah provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan dapat mengenakan sanksi administratif
terhadap Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. sanksi administratif ringan;
b. sanksi administratif sedang; dan
c. sanksi administratif berat.

Pasal 31
1. Sanksi administratif ringan merupakan tindakan administratif yang diberikan kepada Rumah
Sakit yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan berpotensi mengakibatkan
terganggunya atau menurunnya kualitas pelayanan di Rumah Sakit.
2. Sanksi administratif ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran lisan; dan/atau
b. teguran tertulis.
3. Sanksi administratif ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh kepala
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota tempat dimana pelanggaran ditemukan.

Pasal 32
1. Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberhentian
sementara sebagian kegiatan.
2. Pemberhentian sementara sebagian kegiatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, dan
Menteri yang memberikan izin operasional Rumah Sakit sesuai dengan kewenangan
masing-masing.

Pasal 33
1. Sanksi administratif berat merupakan tindakan administratif yang diberikan kepada Rumah
Sakit yang memiliki kebijakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan mengakibatkan Pasien tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan
standar.
2. Sanksi administratif berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa denda dan
pencabutan izin operasional.
3. Sanksi denda dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, dan Menteri yang
memberikan izin operasional Rumah Sakit sesuai dengan kewenangan masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Apa saja jenis dan klasifikasi RS?

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 30 TAHUN 2019
Bentuk
Pasal 5
(1) Rumah Sakit dapat berbentuk Rumah Sakit statis, Rumah Sakit bergerak,
dan Rumah Sakit lapangan.
(2) Rumah Sakit statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
Rumah Sakit yang didirikan di suatu lokasi dan bersifat permanen untuk
jangka waktu lama untuk secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangansecara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan,dan kegawatdaruratan.
(3)Rumah Sakit bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan Rumah Sakit yang siap guna dan bersifatsementara dalam
jangka waktu tertentu dan dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasilain.
(4)Rumah Sakit bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) hanya dapat difungsikan pada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan,
daerah yang tidak mempunyaiRumah Sakit, dan/atau kondisi bencana dan
situasi darurat lainnya.
(5)Rumah Sakit bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat berbentuk bus, pesawat, kapal laut, karavan, gerbong kereta api,
atau kontainer.
(6)Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan Rumah Sakit yang didirikan di lokasitertentu dan bersifat
sementara selama kondisi darurat dan masa tanggap darurat bencana, atau
selama pelaksanaan kegiatan tertentu.
(7)Rumah Sakit lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dapat berbentuk tenda, kontainer, atau bangunan permanen yang
difungsikan sementara sebagai RumahSakit

Pasal 18
(1) Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
terdiri atas: a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum kelas B;
c. Rumah Sakit umum kelas C; dan
d. Rumah Sakit umum kelas D.

(2) Rumah Sakit umum kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
terdiri atas:
a. Rumah Sakit umum kelas D; dan
b. Rumah Sakit umum kelas D pratama.

(3) Rumah Sakit umum kelas A dan kelas B sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b memiliki kemapuan pelayanan medik spesialis dan
subspesialis.
(4) Rumah Sakit umum kelas C dan kelas D sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dan huruf d memiliki kemapuan pelayanan medik spesialis.
(5) dikecualikan bagi Rumah Sakit kelas D pratama.
Pasal 19
(1) Rumah Sakit umum kelas A
4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) penunjang medik spesialis, 12 (dua belas)
spesialis lain selain spesialis dasar, dan 13 (tiga belas) subspesialis.
(2) Rumah Sakit umum kelas B
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) penunjang
medik spesialis, 8 (delapan) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 2 (dua)
subspesialis dasar.
2) akan meningkatkan fasilitas dan kemampuan pelayanan mediknya,
penambahan pelayanan paling banyak 2 (dua) spesialis lain selain spesialis
dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, 2 (dua) pelayanan medik
subspesialis dasar, dan 1 (satu) subspesialis lain selain subspesialis dasar.
(3) Rumah Sakit umum kelas C
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4
(empat) penunjang medik spesialis.
(3) akan meningkatkan fasilitas dan kemampuan pelayanan mediknya,
penambahan pelayanan paling banyak 3 (tiga) pelayanan medik spesialis lain
selain spesialis dasar, dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
(4) Rumah Sakit umum kelas D
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
(4) akan meningkatkan fasilitas dan kemampuan pelayanan mediknya,
penambahan pelayanan paling banyak 1 (satu) pelayanan medik spesialis
dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.

3. Jelaskan persyaratan minimal RS!


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2016

Pasal 4
Persyaratan Bangunan Rumah Sakit meliputi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis bangunan gedung pada umumnya; dan
c. teknis Bangunan Rumah Sakit.

Pasal 7
Persyaratan teknis Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c terdiri atas:
a. Rencana Blok Bangunan;
b. Massa Bangunan;
c. tata letak bangunan (site plan);
d. pemanfaatan Ruang; dan
e. desain tata Ruang dan komponen bangunan

Bagian Kedua
Persyaratan Teknis Bangunan Rumah Sakit

Pasal 8
(1) Rencana Blok Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
harus sesuai peruntukan dan intensitas Bangunan Rumah Sakit.

(2) Rencana Blok Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
a. peruntukan lokasi bangunan;
b. kepadatan bangunan;
c. ketinggian bangunan; dan
d. jarak bebas bangunan.

(3) Peruntukan dan intensitas Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata Ruang wilayah
daerah, rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan, dan
peraturan bangunan daerah setempat.

Pasal 9
Massa Bangunan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
harus memenuhi syarat sirkulasi udara dan pencahayaan, kenyamanan,
keselarasan, dan keseimbangan dengan lingkungan.

Pasal 10
Tata letak bangunan (site plan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
harus memenuhi syarat zonasi berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit,
zonasi berdasarkan privasi, dan zonasi berdasarkan pelayanan atau kedekatan
hubungan fungsi antar Ruang pelayanan.
Pasal 11
Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dalam
Bangunan Rumah Sakit harus efektif sesuai fungsi pelayanan.
Pasal 12
(1) Desain tata Ruang dan desain komponen bangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf e harus dapat meminimalisir risiko penyebaran infeksi.
(2) Desain tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan alur kegiatan petugas dan pengunjung Rumah Sakit.

Pasal 13
(1) Bangunan Rumah Sakit harus memenuhi peil banjir dengan tetap menjaga
keserasian lingkungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada masing-
masing wilayah.
(2) Peil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan elevasi atau titik
ketinggian yang dinyatakan dengan satuan meter sebagai pedoman dalam
mendirikan bangunan.

Pasal 14
(1) Lahan bangunan Rumah Sakit harus dibatasi dengan pemagaran yang
dilengkapi dengan akses/pintu yang jelas.

(2) Akses/pintu yang jelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
untuk akses/pintu utama, akses/pintu pelayanan gawat darurat, dan
akses/pintu layanan servis.
(3) Akses/pintu utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlihat
dengan jelas agar pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk
utama.
(4) Akses/pintu pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mudah diakses dan mempunyai ciri khusus.
(5) Akses/pintu layanan servis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan persediaan/gudang
penerimaan barang logistik dari luar serta berdekatan dengan lift servis.

Pasal 15
(1) Bangunan Rumah Sakit harus menyediakan fasilitas yang aksesibel bagi
penyandang cacat dan lanjut usia untuk menjamin terwujudnya kemudahan
bagi semua pengguna baik di dalam maupun diluar Bangunan Rumah Sakit
secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.
(2) Fasilitas yang aksesibel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. toilet;
b. koridor;
c. tempat parkir;
d. telepon umum;
e. jalur pemandu;
f. rambu atau marka;
g. pintu; dan
h. tangga, lift, dan/atau ram.
Pasal 16
Bangunan Rumah Sakit terdiri atas:
a. Ruang rawat jalan;
b. Ruang rawat inap;
c. Ruang gawat darurat;
d. Ruang operasi;
e. Ruang perawatan intensif;
f. Ruang kebidanan dan penyakit kandungan;
g. Ruang rehabilitasi medik;
h. Ruang radiologi;
i. Ruang laboratorium;
j. bank darah Rumah Sakit;
k. Ruang sterilisasi;
l. Ruang farmasi;
m. Ruang rekam medis;
n. Ruang tenaga kesehatan;
o. Ruang pendidikan dan latihan;
p. Ruang kantor dan administrasi;
q. Ruang ibadah;
r. Ruang tunggu;
s. Ruang penyuluhan kesehatan masyarakat Rumah Sakit;
t. Ruang menyusui;
u. Ruang mekanik;
v. Ruang dapur dan gizi;
w. laundry;
x. kamar jenazah;
y. taman;
z. pengelolaan sampah;
aa. pelataran parkir yang mencukupi.

BAB III
PRASARANA RUMAH SAKIT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 18
Prasarana Rumah Sakit meliputi :
a. Instalasi air;
b. Instalasi mekanikal dan elektrikal;
c. Instalasi gas medik dan vakum medik;
d. Instalasi uap;
e. Instalasi pengelolaan limbah;
f. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
g. petunjuk, persyaratan teknis dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan
darurat;
h. Instalasi tata udara;
i. sistem informasi dan komunikasi; dan
j. ambulans.

Pasal 36
(1) Rumah Sakit harus memiliki sumber daya manusia yang berkompeten di
bidang bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan ijazah
dan/atau sertifikat telah mengikuti pelatihan.

4. Indikator/parameter pelayanan RS
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi
lain terhadap pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan
meliputi:
• Angka infeksi nosocomial: 1-2%
• Angka kematian kasar: 3-4%
• Kematian pasca bedah: 1-2%
• Kematian ibu melahirkan: 1-2%
• Kematian bayi baru lahir: 20/1000
• NDR (Net Death Rate): 2,5%
• ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
• PODR (Post Operation Death Rate): 1%
• POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
• Biaya per unit untuk rawat jalan
• Jumlah penderita yang mengalami decubitus
• Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
• BOR: 70-85%
• BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat
tidur/tahun
• TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
• LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial;
gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan;
dan kepuasan pasien)
• Normal tissue removal rate: 10%
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur
dengan jumlah keluhan pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran,
surat kaleng, surat masuk di kotak saran, dan lainnya.

d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:


• Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak
RS dengan asal pasien.
• Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan
pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis.
• Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka
standar tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indicator)
nasional. Jika bukan angka standar nasional, penilaian dapat
dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada
tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah
dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff lainnya yang
terkait.
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
• Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
• Pasien diberi obat salah
• Tidak ada obat/alat emergensi
• Tidak ada oksigen
• Tidak ada suction (penyedot lendir)
• Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
• Pemakaian obat
• Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya

Anda mungkin juga menyukai