Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH DEMENSIA

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah neuromuskuler

DI SUSUN OLEH:

HENING DESY KARTIKA (20180606117)

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak
terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang di dahului oleh
kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku social atau motivasi. Sindrom terjadi pada
penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder
yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow,2006)

Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di wilayah
Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat dan peningkatan ini akan
lebih cepat dibandingkan dengan yang terjadi di Negara-negara barat. Sementara di dunia, pada
tahun 2040 jumlah penderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia di
kawasan asia pasifik, 2006)

Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa
juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan
kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan
kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu
menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan
kesulitan dalam mengmudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan
fungsi sosialnya.

Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50 tahun. Sebagian besar orang
mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya di derita oleh para lansia. Kenyataannya
demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin. Untuk
mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R.
J., Robinson, M.S. & Rossor, M.N, 2003).

Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah dengan memfokuskan pada salah
satu topic klinis yaitu demensia.
BAB II

2.1 Konsep Demensia

2.1.1 Definisi Demensia

Demensia adalah sindrom penurunan kognitif dan fungsional, biasanya terjadi di


kemudian hari sebagai akibat neurodegenarif dan proses serebrosvaskuler (Killin,
2016).Demensia merupakan penyakit degeneratif yang sering menyerang pada orang yang
berusia diatas 60 tahun. Demensia terjadi akibat kerusakan sel-sel otak dimana system saraf tidak
lagi bisa membawa informasi ke dalam otak, sehingga membuat kemunduran pada daya ingat,
keterampilan secara progresif, gangguan emosi, dan perubahan perilaku, penderita demensia
sering menunjukkan gangguan perilaku harian (Pieter and Janiwarti,2011). Demensia adalah
kondisi dimana hilangnya kemampuan intelektual yang menghalangi hubungan sosial dan fungsi
dalam kehidupan sehari-hari. Demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang
normal dan bukan sesuatu yang pasti akan terjadi dalam kehidupan mendatang, demensia dapat
juga di sebabkan pleh bermacammacam kelainan otak. Hampir 55% penderita demensia
disebabkan oleh Alzheimer, 25-35% karena strokedan 10-15% karena penyebab lain, banyak
demensia yang diobati meskipun sangat sedikit darinya yang dapat disembuhkan (Asrori dan
putri, 2014). Menurut Pieter et al (2011). Awalnya demensia bukan sekedar penyakit biasa,
melaikan suatu penyakit yang terdiri dari beberapa gejala dari suatu penyakit sehingga
membentuk perubahan kepribadian dan tingkah laku. Demensia timbul secara perlahan dan
menyerang orang yang usia diatas 60 tahun. Demensia bukan merupakan bagian proses penuaan
yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan dalam otak menyebabkan
hilangnya beberapa ingatan, terutama pada ingatan jangka pendek dan penurunan kamampuan.
Perubahan normal pada lansia tidak akan mempengaruhi fungsi. Orang yang lanjut usia lupa
pada usia bukan merupakan pertanda dari demensia atau penyakit Alzheimer stadium awal. Pada
penuaan normal, seseorang dapat lupa pada hal detail, kemuadian akan lupa secara keseluruan
peristiwa yang baru terjadi.

2.1.2 Gejala-Gejala Demensia

Menurut Pieter et al (2011), menyebutkan ada beberapa gejala antara lain : Gejala
awal yang dialami demensia adalah kemunduran fungsi kognitif ringan, kemudian terjadi
kemunduran dalam mempelajari hal-hal yang baru, menurunya ingatan terhadap peristiwa jangka
pendek, kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Pada tahap lanjut, gejala
yang diamali demensia antara lain sulit mengenali benda, tidak dapat bertindak sesuai dengan
berancana, tidak bisa mengenakan pakaian sendiri, tidak bisa memperkirakan jarak dan sulit
mengordinasinakan anggota tubuh. Gejala demensia selanjutnya yang muncul biasanya berupa
depresi yang dialami pada lansia, dimana orang yang mengalami demensia sering kali menjaga
jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja di ikuti oleh munculnya
penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia
menjadi sangat ketakutan bahkan hingga berhalusinasi. Disinilah peran keluarga sangat penting
untuk proses penyembuhan, kerena lansia yang demensia memerlukan perhatian lebih dari
keluarganya. Pada tahap lanjut demensia menimbulkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali keluarga mengetahui perubahn tingkah laku yang
dialami lansia pada demensia. Mengetahui perubahan tingkah laku pada demensia dapat
memuculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan anggota keluarga, yakni harus dengan sabar
merawat dan lebih perhatian terdapat anggota keluarga yang demensia. Perubahan perilaku lyang
dialami lansia pada penderita demensia bisa menimbulkan delusi, halusinasi, depresi, kerusakan
fungsi tubuh, cemas, disorientasi, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat
tinggal.

Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa tanda dan gejala yang dialami pada
Demensia antara lain :
1. Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah lupa tentang informasi yang
baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan hal biasa yang diamali lansia yang menderita
demensia seperti lupa dengan pentujuk yang diberikan, nama maupun nomer telepon, dan
penderita demensia akan sering lupa dengan benda dan tidak mengingatnya.
2. Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk menyelesaikan rutinitas pekerjaan
sehari-hari. Lansia yang mengadalami Demensia terutama Alzheimer Disease mungkin tidak
mengerti tentang langkahlangkah dari mempersiapkan aktivitas sehari-hari seperti menyiapkan
makanan, menggunkan perlatan rumah tangga dan melakukan hobi.
3. Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam mengelolah kata yang tepat,
mengeluarkan kata-kata yang tidak biasa dan sering kali membuat kalimat yang sulit untuk di
mengerti orang lain
4. Disorientasi waktu dan tempat
Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai penyakit Demensia lupa dengan hari atau
diaman dia berada, namun dengan lansia yang mengalami Demensia akan lupa dengan jalan,
lupa dengan dimana mereka berada dan bagaiimana mereka bisa sampai ditempat itu, serta tidak
mengetahui bagaimana kembali kerumah.
5. Tidak dapat mengambil keputusan
Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil keputusan yang sempurna dalam
setiap waktu seperti memakai pakaian tanpa melihat cuaca atau salah memakai pakaian, tidak
dapat mengelolah keuangan.
6. Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi sedih maupun senang atau
mengalami perubahan perasaann dari waktu ke waktu, tetapi dengan lansia yang mengalami
demensia dapat menunjukan perubahan perasaan dengan sangat cepat, misalnya menangis dan
marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun
dengan yang
dialami lansia dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya
ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan pada anggota
keluarga.

2.1.3 Faktor penyebab Demensia

1. Penyakit alzheimer
Penyebab utama penyakit demensia adalah penyakit alzheimer. Demensia 50% di sebabkan oleh
penyakit alzheimer, 20% disebabkan gangguan pembulu otak, dan sekitar 20% gabungan
keduannya serta sekitar 10% disebabkan factor lain. Penyebab alzheimer tidak diketahui pasti
penyebabnya, tetapi diduga berhubungan dengan faktor genetik, penyakit alzheimer ini
ditemukan dalam beberapa keluarga gen tententu.
2. Serangan Stroke
Penyebab kedua demensia adalah serangan stoke yang terjadi secara ulang. Stroke ringan dapat
mengakibatkan kelemahan dan secara bertahap dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak
akibat tersumbatkan aliran darah (infark). Demensia multiinfark serasal dari beberapa stoke
ringan, sebagian besar penderita stoke memliki tekanan darah tinggi (hipertensi) yang
menyebabkan
kerusakan pembulu darah pada otak.
3. Serangan lainnya
Serangan lainnya dari demensia adalah demensia yang terjadi akibat pencederaan pada otak
(cardiac arrest), penyakit parkison, AIDS, dan hidrocefalus.

2.1.4 Jenis- Jenis Demensia

1. Demensia tipe Alzheimer

Demensia alzheimer adalah salah satu bentuk demensia akibat degerasi otak yang sering
ditemukan dan paling ditakuti. Demensia alzheimer, biasanya diderita oleh pasien usia lanjut dan
merupakan penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya pikir dan kemampuan aktivitas
penderita, namun juga menimbulkan beban bagi keluarga yang merawatnya. Demensia
Alzheimer merupakan keadaan klinis seseorang yang mengalami kemunduran fungsi intelektual
dan emosional secara progresif sehingga mengganggu kegiatan social sehari-hari. Gejalanya
dimulai dengan gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan, sulit berfikir
abstrak, salah meletakkan barang, perubahan inisiatif, tingkah laku, dan kepribadian.

2. Demensia vaskuler

Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer.
Angka kejadian pada demensia vaskuler tidak beda jauh dengan kejadian demensia alzheimer
sekitar 47% dari populasi demensia keseluruhan. Demensia alzheimer 48% dan demensia oleh
penyebab lain 5%. Kejadian vaskuler pada populasi usia <65 tahun sekitar 1,2-4,2%, dan pada
kelompok usia >65 tahun menunjukkan angkat kejadian 0,7%, dan 8,1% pada kelompok usia
diatas 90 tahun.

2.1.5 Stadium Demensia

1. Stadium I (stadium amnestik)


Berlangsung selama 2-4 tahun dengan gejala yang timbul antara lain gangguan pada memori,
berhitung, dan aktivitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu bisa menyebabkan
lupa akan hal baru yang dialami, kondisi seperti ini tidak mengganggu aktivitas rutin dalam
keluarga.
2. Stadium II( stadium Demensia)
Berlansung selama 2-10 tahun dengan gejala yang dialami seperti disorintasi, gangguan bahasa,
mudah bingung, dan penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita pada stadium ini
tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, mengalami gangguan visuospasial, tidak
mengenali anggota
keluarganya, tidak ingat sudah melakukan tindakan sehingga mengulanginya lagi, mengalami
depresi berat sekitar 15-20%.
3. Stadium III
Pada stadium ini berlangsung sekitar 6-12 tahun dengan gejala yang ditimbulkan penderita
menjadi vegetatif, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain, membisu, daya ingat
intelektual srta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa
mengendalikan buang air
besar maupun kecil. Menyebabkan trauma kematian atau akibat infeksi.

2.1.6 Tahapan Demensia


1. EarlyStage
Lansia yang mengalami Demensia dimulai secara bertahap sehingga akan sulit mengenali persis
kapan gejala dimulai. Beberapa perubahan yang sering dialami sebagai bagian dari proses
penuaan yang normal. Dalam tahap ini penderita mengalami kehilanganmemori jangka pendek,
menjadi depresi dan sering agresif, menjadi disorientasi pada waktu, menjadi kehilangan
keakraban dengan sekitarnya, menunjukan kesulitan dalam berbahasa, kurangnya inisiatif dan
motivasi, hilangnya minat dan hobi serta aktifitas.

2. MiddleStage
Dalam tahap ini, gajala yang cukup jelas terlihat dan mengganggu pekerjaan, sosialisasi serta
kegiatan sehari-hari adalah menjadi sangan pelupa terutama kejadian baru yang dialami,
kesulitan melakukan pekerjaan rumah tangga, kesulitan menemukan kata yang tepat untuk
diungkapkan, mudah berpergian dan tidak dapat kembali ketmpat asal, mendengar dan melihat
sesuatu yang tidak ada, tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain.
3. LateStage
Pada tahan ini tahap akhir, pasien akan kehilangan fungsi serta lebih ketergantungan pada orang
lain seprtisusah untuk makan, sulit untuk berbicara, tidak dapat mengenali orang atau obyek,
berada di kursi roda ataupun tempat tidur, kesulitan berjalan, memiliki inkontenesia bowel dan
urinary, kesulitan mengerti dan mengiterpretasikan kejadian.

2.1.7 Tingkatan Demensia

1) Demensia Buruk
Demensia yang dikatakan buruk yang memiliki skor pemeriksaan MMSE dibawah 17 seperti
disorintasi, gangguan bahasa, mudah bingung, dan penurunan fungsi memori lebih berat
sehingga penderita pada kondisi ini tidak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, mengalami
gangguan visuospasial, tidak mengenali anggota keluarganya (Gluhm et all,2013).
2) Demensia Sedang
Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang memiliki skor MMSE 18- 23 yang artinya
fungsi memori yang terganggu bisa menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami (Gluhm et
all,2013).
3) Demensia dengan kondisi Baik
Demensia yang dikatakan demensia sedang yaitu yang memiliki skor MMSE lebih 34 yang
artinya lansia dalam kondisi ini masih mempunyai daya ingat yang tinggi (Gluhm et all,2013).

2.1.8 Faktor Resiko Demensia


1 Udara
Faktor resiko lingkungan di udara menyebabkan terjadinya demensia, disebabkan tingginya
kadar nitrogen oksidan, asap tembakau terbukti terkait dengan resiko demensia akibat paparan
lingkungan, asap tembakau dirumah, kantor dan di tempat kerja dan tempat lainnya. Durasi
paparan serta
memperkirakan kumulatif eksposur ( Killin et all, 2016).
2 Alumunium
Tingkat konsumsi aluminium dalam air minum lebih dari 0,1 mg per hari dikaitkan dengan
resiko demensia ( Killin et all, 2016).
3 Pekerjaan
Orang dengan pekerjaan yang terlalu sering terkena kebisingan atau radiasi resiko terjadinya
demensia ( Killin et all, 2016).
4 Vitamin D
Orang yang kekurangan vitamin D dikaitkan dengan peningkatan resiko dan pengembangan
penyakit demensia ( Killin et all, 2016).

2.2 Konsep Vitamin D

2.2.1 Pengertian Vitamin D

Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak, artinya vitamin D dapat disimpan dan di
ambil kembali dari lemak tubuh. Vitamin D merupakan vitamin berbahan dasar steroid, sehingga
vitamin D berkerja dengan suatu reseptor yang berada di dalam inti sel. (Hermawan,2016).
Vitamin D adalah sekelompok senyawa sekosteroid yang larut dalam lemak. Vitamin D berguna
meningkatkan penyerapan beberapa mineral dalam usus seperti mineral kalsium, besi,
magnesium fosfar dan seng (Sumbono, 2016). Vitamin D adalah hormon steroid yang melintasi
darah otak dan mengikat reseptor yang ada di neuro dan sel glial bagian saraf pusat seperti
hippocampus, korteks yang mengendalikan kalsium intra neuronal hemostasis sehingga
mencegah nekrosis neuro (Gangwar,2015). Menurut Coates (2018) Vitamin D adalah vitamin
yang larut dalam lemak yang secara alami terdapat pada makanan yang sangat sedikit, yang di
jadikan suplemen makanan. Penghasil vitamin D yang terbesar dalam tubuh adalah kulit sekitar
(80-100%) setelah terpapar sinar matahrari. Proses hidroksilasi vitamin D memalui Hati dan
ginjal supaya menjadi aktif secara biologis (Vera, 2013). Vitamin D juga di produksi secara
edogen ketika sinar ultraviolet dari sinar matahari yang menyerang kulit dan memicu sintesis
vitamin D. Vitamin D yang di dapat dari paparan sinar matahari, makanan, dan suplemen bersifat
biologis dan harus menjalani dua hydroxylations di dalam tubuh untuk aktivasi. Yang pertama
terjadi di hati dan mengubah vitamin D menjadi 26- hydroxyvitamin D, yang juga dikenal
sebagai calcidol. Yang kedua terjadi terutama di ginjal dan membentuk 1,25 dihydroxyvitamin
fisiologis, juga dikenal sebagai calciriol.
2.2.2 Sumber Vitamin D

1. Sinar Matahari

Vitamin D dapat di peroleh tubuh melalui sinar matahari. Vitamin D ada dalam dua bentuk,
vitamin D2 diperoleh dari penyinaran sinar UV pada sterol ergosterol dan di temukan secara
alami dibawah sinar matahari berupa sinar UVB ( Nair and Maseeh, 2012). Menurut Sumbono
(2016), Pembentukan Vitamin D dari paparan sinar matahari di kulit yakni terjadinya
pembentukan kolekalsiferol tanpa peran enzim di kulit dengan adanya radiasi UV dari 7-
dehidrokskolesterol. 7-dehidrokskolesterol merupakan senyawa intermediate dalam sintesis
kolesterol yang terakumulasi di kulit. Akibat paparan sinar UVmaka 7-dehidrokskolesterol
mengalami fotolisis, dengan pembelahan diri cincin B dan intersi cintin-A menghasilkan
prekalsiferol. Panjang gelombang puncak untuk fotolisi 296,5 nm, hasil dari precalciferol
mengalami isomerisasi termal menjadi kolekalsiferol. Sinar matahari tidak sepenuhnya penting
untuk sintesis kolekalsiferol dari kulit, karena awan mengurangi intesitas UV-B sekitar 50%.
Intemsitas UV-B yang rendah bersifat iradiasindan tidak mengakibatkan fotolisis signifikan dari
7-dehidrokskolesterol menjadi previtamin D seluruh tubuh. Kebutuhan vitamin D terpapar sinar
matahari yang sehat yaitu antara pukul 07.00 sampai dengan pukul 09.00 tidak perlu lama-lama
berada di sinar matahari, cukup antara 10-15 menit ketika berjemur dan kulit sudah mulai
mengeluarkan keringat, dapat digunakan sebagai tanda bahwa berjemur sudah cukup. Berjemur
bisa dilakukan tiga kali dalam seminggu untuk menjaga kadar vitamin D dalam darah stabil
(Hermawan,2016).

2.Makanan
Sumber vitamin D paling utama bagi tubuh adalah sinar matahari, namun demikian tubuh tetap
memerlukan vitamin D yang berasal dari makanan, karena tanpa makanan yang mengandung
provitmin D, maka proses pembentukan vitamin D oleh bantuan sinar UV matahari tidak akan
terjadi (Hermawan,2016). Sumber makanan yang mengandung vitamin D antara lain seperti :
Minyak ikan, telur, hati, berbagai jenis ikan, susu, mentega. Sementara vitamin D yang berasal
dari makanan nabati, biasanya terdapat pada minyak sayur, ubi, dan kentang. Kandungan vitamin
D pada makanan nabati sangat rendah. Oleh karena itu, orang yang vegetarian memerlukan
tambahan suplemen vitamin D untuk melengkapi kadar vitamin dalam tubuhya (Sumbono,
2016).
2.2.3 Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin D

Menurut Hermawan (2016), tanda gejala kekurangan vitamin D sebagai berikut :


1. Sering mengalami gangguan mood atau stres
Dalam darah adanya korelasi positif antara serotonin dan kadar vitamin D, serotinin adalah
hormon yang berkaitan dengan rasa bahagia di otak. Orang yang kadar vitamin D dalam darah
rendah, juga kadar derotoninnya rendah pula, sehingga mereka cenderung mengalami rasa tidak
bahagia dan cenderung depresi.
2. Nyeri/ sakit tulang dan mudah lelah
Orang yang mengalami kekurangan vitamin D di dalam darah cenderung melaporkan mengalami
nyeri atau sakit pada tulang. Dalam kondisi tertentu juga disertai dengan rasa lelah yang
berlebihan dan mudah mengantuk. Hal ini terjadi akibat tulang kekurangan kalsium atau
mengalami demineralisasi tulang, sehingga tulang mengalami kerapuhan dan timbul nyeri saat
beraktivitas.
Rasa lelah da cepat mengantuk, dikaitkan dengan fungsi vitamin D yang mempermudah
penyerapan kalsium di dalam usus, ketika vitamin D rendah, maka kemungkinan besar tubuh
mengalami kekurangan kalsium di dalam tubuh. Padahal kalsium sangat diperlukan untuk
kontraksi otot dan untuk menimbulkan sinyal pada sel syaraf. Akibatnya tubuh akan mudah lelah
dan mudah mengantuk, saat tubuh kekurangan vitamin D serta kekurangan kalsium di dalam
darah.

3. Kepala berkeringat
Salah satu tanda kekurangan vitamin D di dalam darah yang mudah diamati adalah kulit kepala
cenderung berkeringat terutama saat tidur. Oleh sebab itu, kepala berkeringat berlebihan pada
bayi pada saat tidur merupakan salah satu indikator bayi kurang vitamin D, sehingga perlu di
jemur di sinar matahari pagi.

4. Adanya penigkatan berat badan / obesitas


Adanya korelasi antara rendahnya kadar vitamin D dalam darah dengan peningkatan kadar
kolesterol dan juga peningktan berat bafan. Oleh karena itu, peningktan berat badan yang
berlebihan atau obesitas dapat dijadikan indicator adanya kekurangan vitamin D dalam darah.
Pada penderita yang di dalam darahnya kekurangan vitamin D sering dijumpai kasus mudah
lapar dan sering mengalami peningkatan gula darah akibat turunya kemampuan tubuh
memasukkan gula di dalam sel.

5. Kulit berubah menjadi lebih gelap


Pigmen kulit yang bertanggung jawab atas warna kulit, semakin banyak pigmen kulit, maka kulit
akan semakin berwarna gelap. Bahwa semakin gelap kulit, maka diperlukan waktu yang lebih
lama terpapar matahari agar tubuh mampu mensintesis provitamin D menjadi vitamin D. Pigmen
kulit berfungsi sebagai sun block alami, sehingga semakin banyak pigmen kulit, semakin gelap
kulit dan semakin tubuh beresiko kekurangan vitamin D dalam tubuh.

6. Gangguan neurologis
Vitamin D berperan seperti hormon Neurosteroid di daerah neurotransmisi dan neuro
imunomodulasi hipovitaminosis yang di kaitkan dengan gangguan neuromuskular, demensia dan
penyakit parkinson. Dengan demikian vitamin D bersifatproteksi terhadap gangguan neurologis
(Gangwar,2015).

2.2.4 Dampak Kekurangan Vitamin D


Menurut Coates (2018), yang beresiko kekurangan vitamin D sebagai berikut :
1. Orang tua
Orang dewasa yang lebih tua beresiko tinggi mengalami kekurangan vitamin D karena, seiring
bertambahnya usia, kulit tidak dapat mensintesis vitamin D secara efisien, mereka cenderung
menghabiskan lebih banyak waktu di dalam rumah, dan mereka kekurangan asupan makanan.
2. Orang dengan paparan sinar matahari terbatas
Orang dengan pekerjaan yang membatasi paparan sinar matahari tidak mendapatkan vitamin D
yang memadai dari sinar matahari. Karena luas frekuensi penggunaan tabir surya tidak diketahui,
pentingnya peranan tabir surya dalam mengurangi sintesis vitamin D tidak jelas.
3. Orang dengan kulit gelap
Sebesar jumlah pigmen melanin di lapisan epidermis menghasilkan kulit yang lebih gelap dan
mengurangi kemampuan kulit untuk menghasilkan vitamin D dari sinar matahari.tingkat serum
yang lebih rendah pada orang yang teridentifikasi hitam dibandingkan dengan yang diidentifikasi
sebagai putih.

2.2.5 Beresiko Kekurangan Vitamin D

1. Bayi yang disusui


Kebutuhan vitamin D tidak di dapat di sinar matahari saja, namun vitamin D juga bisa di
dapatkan di asupan makanan terutama susu atau ASI. Hampir semua bayi di Amerika serikat
yang rakhitis diberi ASI, sementara Matahari juga penting karena matahari merupakan sumber
utama vitamin D dan untuk bayi disarankan tetap keluar atau langsung terpapar sinar matahari
dan diberi ASI.

2. Orang tua
Orang dewasa yang lebih tua atau lansia berisiko tinggi mengalami kekurangan vitamin D
kerena, seiringnya bertambahnya usia kulit tidak dapat mengsintesis vitamin D secara efisien
mereka cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di dalam rumag dan lansia juga
kekurangan asupan makanan.

3. Orang dengan kulit gelap


Jumlah pigmen melanin di lapisan epidermis menghasilkan kulit yang lebih gelap dan
mengurangi kemampuan kulit untuk menghasilkan vitamin D dari sinar matahari.

2.2.6 Manfaat vitamin D

Menurut Sumbono (2016), peran utama vitamin D dalam memelihara konsentrasi plasma
calsium, sebab vitamin D merupakan pengatur utama dari penyerapan calcium dalam tubuhdan
vitamin D juga digunakan untuk penyerapan fosfor untuk kekuatan tulang dan gigi, mengatur
Kadar kalsium dalam darah, dan mengatur prokduksi hormon. Vitamin D dalam peningkatan
konsentrasi kalsium dan fosfat dalam darah melalui pengangkutan zat kapur dan ion fosfat ke
epihelium mucosa yang berhubungan dengan usus kecil pada penyerapannya, mengatur
penyerapan calsium dari bagian dalam jaringan, penyerapan kembali calsium dan fosfat di dalam
tubulus ginjal.

2.3 Hubungan Vitamin D dengan kejadian Demensia

Ketika jumlah vitamin D di dalam tubuh berkurang menyebabkan berbagai masalah kesehatan
salah satunya fungsi kognitif, kerena seiring bertambahnya usia kulit tidak dapat mengsintesis
vitamin D secara efisien kerena pembentukan Vitamin D dari paparan sinar matahari di kulit
yakni terjadinya pembentukan kolekalsiferol tanpa peran enzim di kulit dengan adanya radiasi
UV, sebab vitamin D merupakan hormon steroid yang melewati darah menuju otak dan berikatan
dengan reseptor yang ada di neuro seperti hippocampus. Mengendalihkan kalsium intra neural
hemeostasis denganmengatur ketegangan calsium sehingga mencegah nekrosis neuro. Hormon
neuro juga memiliki sifat antioksidan yang berfungsi mengurangi oksidatif stres yang disebabkan
oleh glutamatdan dopaminergik neuro karena sifat anti oksidan yang mengatur hemeostatis
kalsium intraneural dan bahwa vitamin D memiliki peran untuk mencegah penurunan kognitif
terkait usia (Gangwar, 2015 ). Menurut Hermawan (2016), terpapar sinar matahari pagi sekitara
jam 07.00 sampai 09.00 selama 10-15 menit, berjemur bisa dilakukan tiga kali dalam seminggu
untuk menjaga kadar vitamin D dalam darah stabil dan juga tubuh tetap memerlukan vitamin D
yang berasal dari makanan, karena tanpa makanan yang mengandung provitmin D, maka proses
pembentukan vitamin D oleh bantuan sinar UV matahari tidak akan terjadi.
BAB III

Kesimpulan

Para ahli sepakat mendefinisikan demensia sebagai gangguan fungsi kognitif berupa
kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang melemahkan fungsi social dan
pekerjaan. Hal ini disebabkan oelh faktor biopsikososioreligi. Prevalensi yang mengalami
gangguan ini selalu meningkat tiap 5 tahunnya dan negara-negara maju memiliki potensi
prevalensi yang lebih tinggi mengalami demensia dibandingkan negara-negara berkembang. Hal
ini disebabkan karena Negara maju memiliki harapan hidup yang lebih tinggi disbanding Negara
berkembang. Onset orang yang mengalami gangguan ini cenderung pada orang-orang diatas usia
65 tahun, akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika seseorang bisa mengalami demensia saat
berusia masih muda. Terapi-terapi yang dilakukan bisa berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan adalah dukungan dari keluarga,
manipulasi lingkungan dan penanganan pasian (berupa latihan & rehabilitasi). Pada
kenyataannya sebagian besar demensia ini dapat dicegah atau diobati karena bersifat reversible
atau potensial reversible bila terdeteksi dini dan dilakukan penatalaksanaan yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai