1. Efisiensi Pembakaran
2. Efisiensi Termal
3. Efisiensi Bahan Bakar-Uap Air (Fuel-to-Steam)
Minyak goreng merupakan kebutuhan yang penting bagi kebanyakan orang. Dalam
proses penggorengan, minyak berfungsi sebagai media penghantar panas sehingga proses
pemanasan menjadi lebih efisien. Selain itu, proses penggorengan juga berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa, kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori pada
bahan pangan. Penggunaan minyak secara berulang ulang pada proses penggorengan dapat
menyebabkan kerusakan mutu dan kualitas pada minyak tersebut. Kerusakan minyak selama
proses penggorengan diakibatkan oleh kontak minyak dengan udara, pemanasan yang
berlebihan, kontak minyak dengan bahan pangan dan kontak minyak dengan air. Kerusakan
minyak tersebut dapat dilihat dari perubahan warna, kenaikan kekentalan, kenaikan
kandungan asam lemak dan peroksida. Oleh karena itu diperlukan solusi yang berguna untuk
memurnikan minyak goreng bekas. pemanfaatan minyak goreng bekas yang sudah
dimurnikan tentu akan sangat membantu industri yang menggunakan minyak goreng dalam
proses produksinya.
dimana,
: Efisiensi pembakaran boiler (%)
: Energi panas total hasil pembakaran (kalori; Joule)
: Energi panas lolos melewati cerobong asap (kalori; Joule)
Satu-satunya yang sulit dari efisiensi pembakaran adalah bagaimana
mengejar angka yang paling optimal. Efisiensi pembakaran ditandai
dengan terbakarnya keseluruhan bahan bakar di ruang bakar.
Sedangkan parameter kontrol yang digunakan untuk memastikan
keseluruhan bahan bakar terbakar, adalah jumlah udara sisa
pembakaran (excess air) yang keluar melalui stack. Semakin banyak
jumlah excess air yang keluar melewati cerobong asap, maka
semakin kecil pula kemungkinan jumlah bahan bakar yang belum
terbakar bisa melewati cerobong asap. Namun juga, semakin banyak
jumlah excess air yang lolos melewati cerobong asap, jumlah energi
panas yang lolos terbawa oleh udara sisa tersebut juga semakin
banyak. Maka dari itu ada angka optimum dari besaran excess air,
sehingga didapatkan efisiensi pembakaran boiler yang paling optimal.
Nampak pada ilustrasi grafik di atas bahwa semakin tinggi jumlah
udara (oksigen) yang lolos melewati stack, maka akan semakin kecil
jumlah bahan bakar termasuk karbon monoksida yang belum terbakar
sempurna. Namun juga seperti yang telah kita bahas di atas, semakin
tinggi jumlah excess air maka grafik efisiensi pembakaran kembali
turun, tidak lain hal ini dikarenakan energi panas yang ikut lolos
dengan udara sisa tersebut. Maka dapat dipastikan ada nilai paling
optimum dari excess air sehingga didapatkan efisiensi pembakaran
paling baik. Sebagai gambaran saja, nilai excess air optimum untuk
pembakaran gas alam adalah 5 hingga 10%, bahan bakar cair di
angka 5 hingga 20%, dan 15 hingga 60% untuk pembakaran
batubara.
Efisiensi Termal Boiler menunjukkan bagaimana performa boiler
dalam hal fungsinya sebagai heat exchanger. Perhitungan efisiensi ini
akan menunjukkan seefektif apa perpindahan energi panas dari
proses pembakaran bahan bakar ke air. Namun perhitungan efisiensi
ini tidak terlalu akurat, karena ia tidak memperhitungkan kerugian
panas radiasi maupun konveksi yang tidak terserap oleh air. Selain
itu, perhitungan efisiensi termal boiler tidak bisa digunakan untuk
analisa ekonomis, sebab perhitungan ini tidak memperhatikan secara
teliti jumlah bahan bakar yang dikonsumsi. Atas dasar inilah kita tidak
akan membahas lebih dalam mengenai perhitungan efisiensi termal
boiler.
Satu cara yang dianggap paling efektif untuk mengetahui performa
boiler secara lebih presisi adalah dengan menghitung Efisiensi Fuel-
to-Steam-nya (biasa pula disebut dengan efisiensi bahan bakar).
Selain memperhatikan efektifitas boiler sebagai heat
exchanger (efisiensi termal), perhitungan efisiensi bahan bakar boiler
juga memperhatikan adanya losses (kerugian) akibat adanya
perpindahan panas radiasi dan konveksi. Efisiensi bahan bakar boiler
memperhatikan dengan sangat teliti jumlah konsumsi bahan bakar
yang digunakan, sehingga sangat tepat digunakan sebagai bahan
analisa ekonomis boiler.
Metode Langsung
Dikenal ada dua metode untuk menghitung efisiensi bahan bakar
pada boiler, yaitu metode langsung dan metode tak langsung. Metode
langsung, atau dikenal juga sebagai metode input-output, dilakukan
dengan jalan membandingkan secara langsung energi panas yang
diserap oleh air sehingga berubah fase menjadi uap air (energi
output), dengan energi panas yang dihasilkan oleh pembakaran
bahan bakar di dalam ruang bakar boiler (energi input). Rumusan
sederhana dari perhitungan metode langsung adalah sebagai berikut:
dimana,
: Efisiensi bahan bakar boiler (%)
: Energi panas total yang diserap uap air (kalori; Joule)
: Debit uap air keluar boiler (kg/jam)
: Entalpi uap keluar boiler (kcal/kg)
: Entalpi air masuk boiler (kcal/kg)
: Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
(kalori; Joule)
: Debit kebutuhan bahan bakar (kg/jam)
: Gross Calorific Value atau nilai kalor spesifik bahan bakar
(kcal/kg)
Pada metode langsung, ada beberapa parameter yang harus diukur
secara presisi agar didapatkan hasil perhitungan yang akurat.
Parameter-parameter tersebut antara lain adalah:
Kelebihan Kekurangan
Metode Langsung
Tidak memerlukan asumsi nilai untuk kerugian Harus menggunakan metode tak-langs
tak terukur. menilai tingkat keakuratan perhitungan
Metode Tak-Langsung
Dan jika:
Maka:
Dimana,
= Debit aliran bahan bakar masuk (kg/s)
= Nilai heating value bahan bakar (J/kg)
Nampak rumusan di atas identik dengan rumusan energi input pada
perhitungan efisiensi metode langsung. Satu komponen penting yang
masuk ke rumusan di atas yakni nilai heating value dari bahan bakar.
Seperti yang telah kita bahas pada artikel lain mengenai heating
value, bahwa ada dua jenis heating value yakni higher heating
value (HHV) dan lower heating value (LHV). Keduanya memang
sama-sama mencerminkan nilai kalor yang terkandung di dalam
bahan bakar, namun keduanya memiliki selisih nilai yang berbeda.
Pada sebagian besar bahan bakar nilai HHV cenderung lebih besar
dibandingkan dengan LHV. Sehingga jika dikaitkan dengan
perhitungan efisiensi boiler, maka nilai efisiensi boiler yang
menggunakan HHV sebagai acuannya akan relatif lebih kecil
dibandingkan dengan perhitungan efisiensi boiler yang menggunakan
LHV sebagai acuan.
Referensi:
6 Comments