Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“SKOLIOSIS” di RSUP FATMAWATI

Oleh :
Aulia Noor Azizah

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/ 1441 H

SKOLIOSIS
A. Definisi skoliosis
Skoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang abnormal
dari spine (tulang belakang) hal ini biasanya disebabkan oleh idiopatik skoliosis (70%
-80% dari kasus) tidak di ketahui penyebabnya. Spine mempunyai lekukan-lekukan yang
normal ketika dilihat dari samping, namun tampak lurus ketika dilihat dari depan.
Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu skoliosis struktural dan non struktural (postural).
Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap
beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau
kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi
maka kurva tersebut menghilang. Pada skoliosis struktural terapat deformitas yang tidak
dapat diperbaiki pada segmen tulang belakang yang terkena (Muttaqin, 2013).
B. Kurva Skoliosis
Deskripsi kurva skoliosis yaitu :
1. Arah skoliosis ditentukan berdasarkan letak apexnya.
2. Kurva mayor/kurva primer adalah kurva yang paling besar, dan biasanya struktural.
Umumnya pada skoliosis idiopatik terletak antara T4 s/d T12
3. Kurva kompensatori adalah kurva yang lebih kecil, bisa kurva struktural maupunnon
struktural. Kurva ini membuat bahu penderita sama tingginya.
4. Kurva mayor double, disebut demikian jika sepadan besar dan keparahannya,
biasanya keduanya kurva struktural.
5. Apex kurva adalah vertebra yang letaknya paling jauh dari garis tengah spine
(Muttaqin, 2008).

C. Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis


Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis :
1. Skoliosis ringan : kurva kurang dari 20º
2. Skoliosis sedang : kurva 20º –40º /50º. Mulai terjadi perubahan struktural vertebra
dan costa.
3. Skoliosis berat : lebih dari 40º /50º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang lebih
besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut lebih dari 60º
-70º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan menurunnya harapan hidup.
Sedangkan menurut letaknya, dapat di klafisikasikan menjadi thoracal, lumbal
atau kombinasi. Menurut bentuknya dapat dapat di klafisikasikan menjadi:
a. Kurva C : umumnya di thoracolumbal tidak terkompensasi, kemungkinan posisi
asimetris dalam waktu yang lama, kelemahan otot atau sitting balance yang tidak baik
b. Kurva S : lebih sering terjadi pada skoliosis idiophatik, di thoracal kanan dan lumbal
kiri, umumnya struktural (Muttaqin, 2008).

D. Etiologi skoliosis
Skoliosis di bagi dalam 2 jenis yaitu struktural dan non struktural, skoliosis non
stuktural biasanya disebabkan oleh :
1. Seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahu saja (menyebabkan sebelah
menjadi tinggi), postur badan yang tidak bagus (seperti selalu membongkok atau
badan tidak seimbang).
2. Posisi duduk yang tidah simetris atau miring ke salah satu tulang belakang
3. Kaki tidak sama panjang
4. Kesakitan, biasanya yang disebabkan cidera pada ekstermitas bawah menyebabkan
aantara tulang vertebra tidak simetris dan menekan jaringan saraf di daerah tersebut.
5. Olahraga yang tidak terorganisir
6. Skoliosis stuktural di sebabkan oleh pertumbuhan tulang yang tidak nornal. Ciri –ciri
fisiknya adalah sebagai berikut :
a. Bahu tidak sama tinggi.
b. Garis pinggang tidak sama tinggi.
c. Badan belakang menjadi bongkok sebelah.
d. Payudara besar sebelah ( pada wanita)
e. Pinggul tidak sama tinggi
f. Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.
Penyebab seseorang dapat mengalami skoliosis tidak dapat diketahui secara pasti
(idiopatik). Penyebab skoliosis 70-90 % belum dapat diketahui (idiopatik) sebagian kecil
yang penyebabnya sudah diketahui dikelompokan pada: Kelainan tulang dan sendi,
kelainan pada otot (miopati). Kelainan pada syaraf (neuropati) infeksi, trauma dan lain-
lain (Muttaqin, 2008).
Selain itu ada beberapa perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya lain
selain idiopatik seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan
biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa.
Klasifikasi penyebab skoliosis dan sisi postural (non struktural) karena kebiasaan
postur tubuh yang kurang baik, nyeri pada tulang belakang, ataupun karena tungkai
bawah yang tidak sama panjang. Skoliosis jenis ini bersifat dapat berubah kembali
seperti sedia kala (reversible) apabila penyebabnya diatasi dan sisi struktural,
penyebabnya karena kelainan bawaan dan lahir ataupun yang didapat pada masa
perkembangan tubuh. Kelainan tersebut dapat berasal dari kelainan tulang (osteopathic
skoliosis), kelainan pada sistem syaraf (neuropathic skoliosis), kelainan pada otot
(myopathic skoliosis), ataupun skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya (skoliosis
idiopatik).
Skoliosis pada klasifikasi berdasarkan usia penderita terdiri atas tipe; Infantile
terjadi pada usia 0 hingga 3 tahun, Juvenile muncul di antara usia 4 hingga 9 tahun, dan
Adolescent kelainannya muncul di antara usia 10 tahun hingga akhir masa pertumbuhan
tulang (16-17 tahun). Sebab-sebab pembengkokan (skoliosis) belum seluruhnya
diketahui, tetapi ada beberapa sebab yang jelas diantaranya:
a. Conginental
Disini pembengkakan disebabkan semenjak lahir dan sifatnya bisa progresif.
b. Karena salah sikap
c. Imbalance
Skoliosis ini disebabkan karena rusaknya keseimbangan otot-otot disebelah
kiri dan kanan tulang punggung, terutama pada penyakit polio dan Pontius dapat
menyebabkan imbalance skoliosis ini.
d. Metabolic skoliosis
Beberapa kali menamakan metabolic skoliosis ini idiopathic skoliosis, sebab
musababnya tidak begitu jelas, akan tetapi dipikirkan adanya hubungan antara
idiophatik skoliosis dan proses metabolisme didalam tubuh terutama yang
berhubungan dengan pertumbuhan tulang. Skoliosis yang banyak dijumpai pada
penyakit neurofibromatosis dimana juga terdapat bintik-bintik cafeaulit pada kulit
gejala-gejala klinis biasanya sudah jelas karena skoliosis merupakan cacat yang
mudah dilihat kadang-kadang sama sekali tidak disertai perasaan nyeri. Penderita
datang pada dokter umum atas pertimbangan-pertimbangan kosmetik tubuh memang
ada kalanya skoliosis, terutama yang sangat berat, menimbulkan gejala-gejala sesak
napas atau lebih berat gejala-gejala jantung.
Penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa perbedaan
teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas
pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan
fibrosa.
a. Faktor genetik
Dilaporkan bahwa faktor genetik mempunyai komponen pada perkembangan
skoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien dengan skoliosis idiopatik
dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit skoliosis.
b. Faktor hormonal
Defisiensi melatonin diajukan sebgai penyebab skoliosis. Sekresi melatonin
pada malam hari menyebabkan penurunan progresivitas skoliosis dibandingkan
dengan pasien tanpa progresivitas. Hormon pertumbuhan juga diduga mempunyai
peranan pada perkembangan skoliosis. Kecepatan progresivitas skoliosis pada
umumnya dilaporkan pada pasien dengan growth hormone.
c. Perkembangan spinal dan teori biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan
penyebab dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana dihubungkan
dengan waktu kecepatan pertumbuhan pada remaja.
d. Abnormalitas Jaringan.
Beberapa teori diajukan sebagai komponen struktural pada komponen tulang
belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau diskus) sebagai penyebab skoliosis.
Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi seperti syndrome Marfan
(gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy (gangguan otot) dan displasia
fibrosa pada tulang (Muttaqin, 2008).

E. Patologi skoliosis
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya
syaraf –syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas –ruas tulang belakang.
Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal
yang bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya
kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi lemah.
Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini
berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang. Oleh karena itu,
tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf “S” ataupun
huruf “C”. Dari 4% populasi terdapat 10-15 tahun yang kebanyakan perempuan bentuk
normal dari tulang belakang dilihat dari belakang berbentuk lurus dari atas sampai os
coccygeus.
Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal dengan
komponen lateral, anterior posterior dan rotasional (Rosadi, 2008). Gambaran patologi
anatomi skoliosis non idhiopatik sangat berhubungan dengan penyebab (etiologi). Pada
skoliosis idiopatik, terdapat gambaran yang khas yang dapat diikuti. Pada skoliosis
idiopatik, kurva struktural dimulai sebagai kurva non struktural (fungsional). Tidak
semua kurva non struktural akan menjadi struktural akan terjadi perubahan struktur
jaringan lunak sebagai berikut:
1. Kapsul sendi intervertebralis memendek pada sisi cekung (konkaf), terjadi komperesi
pada sendi facet
2. Pemendekan ligamen-ligamen pada sisi cekung (konkaf)
a. ligamen longitudinal anterior
b. ligamen longitudinal posterior
c. ligamen interspinosus
Pada otot-otot juga terjadi suatu perubahan seperti kontraktur (pemendekan) otot-otot sisi
konkaf yaitu:
1. otot erector spine
2. otot kuadratus lumborum
3. otot psoas mayor dan minor
4. otot latisimus dorsi
5. otot perut obeliqus abdominis, Kecuali otot multifidus dikatakan lebih pendek disisi
konveks akibat kurva kelateral bersama rotasi vertebra. Apabila sudah terjadi
”malaligement” posisi struktur berubah kolumna vertebralis terjadi rotasi korpus
vertebra kearah konveks.
Perbedaan tekanan antara kedua sisi vertebra menyebabkan perbedaan kepadatan
dan kesempatan bertumbuh. Terjadi kondisi asimetris dimana sisi konkaf cekung menjadi
lebih pendek. Diskus intervertebralis sisi konkaf menipis. Vertebra yang mengalami gaya
tekan terbesar akan terdorong lebih menjauh dari gaya kompresi tersebut akan menjadi
apex puncak vertebra dari skoliosis. Ruas vertebra torakalis menyebabkan tulang-tulang
iga pada sisi konveks tergeser kearah posterior, akan timbul tonjolan iga rib hump ke
posterior. Tulang-tulang iga sisi konkaf bergeser ke anterior, sehingga rongga thorak
bebentuk oval. Pada anak wanita akan tampak buah dada (mammae) sisi konvek lebih
kecil.
Terkadang ditemukan ”rib hump” yang ternyata pada skoliosis lumbalis sebagai
akibat kompresi vertebra thorakalis, meskipun dari gambaran klinis dan radiologis
terlihat skoliosis daerah thorakal sangat minim. Penamaan skoliosis dihubungkan dengan
letak konveksitas (Keim HA, Rakasiwi, 2008). Skoliosis menyebabkan deformitas pada
tulang vertebra dan costa. Pada skoliosis postural, deformitas terjadi karena akibat
sekunder atau kompensasi dari beberapa kondisi di luar vertebrae, contoh: tungkai yang
berbeda panjangnya dan pelvis yang miring oleh kerena kontraktur hip. Dengan posisi
duduk, kurva struktur, deformitas awal segmen vertebra yang terlibat mungkin masih
dapat sikap atau postur tubuh tidak akan menghilangkan bentuk deformitas.
Deformitas skala tinggi dapat menyebabkan gangguan fungsi kardiopulmonal
akibat kompensasi dari ketidaknormalan tulang vertebra sehingga mempengaruhi bentuk
costa. Akibat terus menerus berkontraksi. Jika berlanjut akan mengkibatkan pemendekan
jaringan (kontraktur). Komplikasi dari kontraksi otot terus menerus di satu sisi tubuh.
F. Type skoliosis
Skoliosis dengan tipe struktural adalah kondisi dimana terjadi hilangnya
fleksibilitas normal. Pada posisi berbaring, miring kesamping (lateral fleksi) maupun
membungkuk kedepan (fleksi kedepan) tidak terjadi perubahan perbaikan koreksi
kurvatura. Hal ini dapat terlihat secara klinis ataupun radiologis.Suatu kurvatura lateral
spine yang reversibel dan cenderung terpengaruh oleh posisi. Di sini tidak ada rotasi
vertebra. Umumnya foward (side) bending atau posisi supine (prone) dapat mengoreksi
skoliosis ini. Skoliosis Idiopatik Lembaga Penelitian Skoliosis (The Skoliosis Research
Society) merekomendasikan bahwa skoliosis idiopatik digolongkan berdasarkan umur
pasien pada saat diagnosis ditegakkan.
1. Skoliosis idiopatik infantile
Kelengkungan vertebra berkembang saat lahir sampai usia 3 tahun. pada
umumnya dideteksi sejak tahun pertama kelahiran, kasus ini lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan dan sebagian besar torakal melengkung kiri. Mayoritas
sembuh secara sepontan, walau tidak di obati dan mungkin hasil dari pembentukan di
rahim. Beberapa kasus berkembang menjadi struktur lengkungan yang kaku, keras
dan prognosisnya jelek.
2. Skoliosis idiopatik juvenile
Skoliosis idiopatik juvenil terjadi pada umur 4-10 tahun. Berbagai bentuk
dapat terjadi namun kurva torakal biasanya kekanan. Skoliosis juvenil biasanya lebih
progresif dari adolesent. Perbedaan antara kasus remaja awal dengan fase anak-anak
biasanya sulit dipisahkan kecuali didasarkan atas pemeriksaan x-ray. Kebanyakan dari
kasus ini dideteksi lebih dari usia 6 tahun dan berlokasi pada kurvathorak kanan. Pada
kelompok umur ini, pravelensi kasus diantara perempuan dan laki –laki secara merata.
3. Skoliosis idiopatik adolescent
Skoliosis idiopatik adolescent didiagnosa ketika kurva dilihat pada usia 10
tahun dan skeletal yang matang. Bentuk dari thorak kanan dan thoracolumbal lebih
dominan. Perubahan bentuk kurva ini lebih banyak dideteksi pada kelompok umur ini
namun sudah terjadi sebelum umur 10 tahun, tetapi tidak terdeteksi hingga usia
menjelang dewasa. Delapan pulauh persen skoliosis dewasa terjadi pada perempuan,
dan kurva yang terbantuk cendrung ke kanan.
Skoliosis postural (non sruktural) pada umumnya disebabkan oleh karena suatu
kebiasaan postur yang salah, bukan merupakan gangguan srtuktural anatomi secara
bawaan tetapi misalnya oleh kerena cara membawa tas berat yang salah dengan
memberikan beban pada satu sisi bahu, berdiri atau duduk dengan memberikan
tumpuan berat badan pada satu sisi tubuh (Helmi, 2013).
Dari sisi struktural, penyebab skoliosis kerena kelainan bawaan dari lahir
ataupun yang didapat pada masa perkembangan tubuh, kelainan tersebut dapat berasal
dari kelainan tulang (osteopathic skoliosis) ataupun skoliosis yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopathic skoliosis), kelainan pada otot (myopathic skoliosis), ataupun
skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya (idiopathic skoliosis). Skoliosis pada
klasifikasi berdasarkan usia penderita, terdiri dari empat tipe infantive, yaitu terjadi
pada usia 0 hingga 3 tahun, tipe juvenile yaitu kelainan ini muncul di antara usia 4
hingga 9 tahun dan tipe andolescent kelainan muncul diantara usia 10 tahun hingga
akhir masa pertumbuhan tulang (16 –17 tahun) (Muttaqin, 2008).
Secara umum, skoliosis dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu reversibel
(dapat kembali) dan non reversibel (tak dapat kembali). Skoliosis reversibel bisa
disebabkan oleh sikap tubuh yang buruk, rasa sakit dan kejang otot di sekitar saraf
tulang belakang, rasa sakit akibat peradangan dan kanker tulang belakang. Infeksi
saluran pencernaan seperti usus buntu atau infeksi di sekitar ginjal juga dapat
menimbulkan skoliosis reversibel. Penyebab lainnya adalah panjang tungkai yang
berbeda. Dari seluruh kasus skoliosis, 85% di antaranya berupa non reversibel yang
penyebabnya tidak dapat dideteksi. Jenis ini terbagi lagi dalam tiga kelompok yaitu
jenis infantil yang muncul pada bayi sejak lahir hingga usia 3 tahun, jenis juvenil pada
anak usia 4 -9 tahun, dan jenis adolesent pada remaja usia 10 tahun hingga akhir masa
pertumbuhan (Sana, 2005).
Skoliosis yang disebabkan oleh kelainan bentuk tulang bisa bersifat bawaan,
misalnya bentuk tulang belakang yang tidak normal atau bisa juga merupakan bentuk
yang didapat, misalnya karena patah atau bergesernya tulang belakang. Selain itu,
skoliosis juga bisa disebabkan oleh kekurangan mineral atau kelainan pada dada
(Sana, 2005).
Keadaan ini paling sering terjadi di daerah thoracal dan dapat diakibatkan
kerusakan otot atau vertebra. Paralylis otot akibat osteomyelitis dapat menimbulkan
skoliosis hebat, demikian juga adanya hemivertebra kongenital. Sering skoliosis
bersifat kompensasi pada kaki yang pendek sebelah atau penyakit panggul (Snell,
2012). Sesorang dikatakan skoliosis apabila tulang belakang melengkung kesatu sisi
melebihi 10 derajat. Dari populasi skoliosis 50% penderita mengalami masalah tulang
belakang 20 derajat, melebihi 30 derajat dan 10% melebihi 40 derajat. Ada yang
berpendapat bahwa skoliosis akan diperburuk oleh karena suatu kebiasaan yang salah
antara lain cara membawa tas berat yang salah pada satu sisi bahu, atau posisi duduk
atau berdiri dan tumpuan pada satu sisi tubuh (Siong, 2006).
Untuk mengetahui adanya skoliosis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
antara lain dengan cara:
1. Pasien berdiri tegak lurus dengan punggung terbuka, tali schit load (bandul) dipasang
tepat pada vertebra prominen
2. Bahu anak tidak sama tinggi, penonjolan pada satu sisi dan tulang panggulya
menonjol pada satu sisi, biasanya lengkungan tulang belakang sudah mencapai 30
derajat. Pemeriksaan dilakukan di daerah belakang dan kelainan ini lebih jelas terlihat
jika penderita mendudukan badan kearah depan fleksi lumbal (Helmi, 2013).

G. Prognosis skoliosis
Prognosis tergantung atas besarnya derajat kurva, deformitas dan maturitas
derajat kurva yang ringan dengan skeletal yang sudah matur umumnya tidak mengalami
progresif (Rosadi,2008). Pada umumnya skoliosis tidak akan memburuk dalam waktu
yang singkat. Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan
menjadi lebih parah, sebab waktu perkembangan skoliosis juga menjadi lebih lama.
Semakin besar sudut, semakin besar skoliosis kemungkinan akan memburuk
(Safitri,2010). Adapun kondisi yang dapat memperburuk scoliosis adalah:
1. Kegemukan
Kelebihan berat badan dapat memperberat beban terhadap tulang belakang
disamping memengaruhi keberhasilan pemakaian brace dan latihan
2. Usia
Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan
gangguan ini akan menjadi semakin parah jika tidak diperbaiki.
3. Sudut kurva
Semakin besar sudut, semakin besar kemungkinan akan mengalami
perburukan apabila tidak dilakukan tindakan.
4. Lokasi
Skoliosis di bagian tengah atau bawah tulang punggung lebih kecil
kemungkinan menjadi buruk ketimbang skoliosis di bagian atas karena beban berat
badan di bagian bawah lebih besar.
H. Deformitas skoliosis
Deformitas spinal sebagai bentuk yang berlawanan dengan derformitas vertebra
individual yang mempengaruhi bentuk punggung dan muncul sebagai kurva yang
abnormal, dalam bidang korona skoliosis atau bidang sagital, kifosis dan lordosis (Apley,
2013).
Aktivitas otot yang minimal pada tulang belakang untuk mempertahan postur yang
tegak, tetapi apabila terjadi rileksasi pada otot maka kurva spinal menjadi berlebih dan
struktur pasif yang menyukong untuk mempertahankan postur tubuh. Ketika tejadi
pergerakan yang berlebih maka strain terjadi dengan plastisitas dan reritribusi cairan
dalam penyangga jaringan sehingga otot sangat peka untuk terjadi cidera.
Kurva yang berlebih secara terus menerus akan menyebabkan gangguan postural
dengan ketidakseimbangan antara kekuatan otot dan fleksibilitas serta keterbatasan
jaringan lunak lainnya atau hipomobile. Secara alamiah otot akan dipertahankan dalam
posisiterulur sehingga otot menjadi melemah sehingga terjadi pergeseran dan kurva
lengtht tansion hal ini dikenal sebagai strech weaknes. Sedangkan otot –otot yang
dipertahankan dalam kondisi memendek secara habitual akan hilang elastisitasnya
(Kisner, 2013).

I. Komplikasi skoliosis
Skoliosis adalah penyakit 3 dimensi yang sangat komplek walaupun prinsipnya
berasal dari kurva ke arah lateral yang kemudian membuat vertebra berputar. Perputaran
vertebra merubah bentuk dan volume dari rongga thorak maupun rongga abdominal.
Sehingga berujung pada organ di dalamnya misalnya berkurangnya system kerja
kardiopulmonal, jantung, dan dapaat menimbulkan nyeri (harjono,2006).
Skoliosis merupakan kelainan bentuk kurva tulang belakang. Bentuk tulang
belakang yang melengkung ke kiri ataupun ke kanan dengan tingkat derajad
kelengkungan besar akan mendesak organ-organ dalam tubuh. Akibatnya terjadi,
mempengaruhi sistem pencarnaan, pernapasan, jantung dan tentunya muscular dengan
manifestasinya berbagai macam, yaitu nyeri otot, spasme otot, kontraktur otot,
penurunan elasisitas otot, penurunan kekuatan otot dan penurunan lingkup gerak sendi
pada tulang belakang.
Skoliosis dengan derajat kurva tulang belakang yang besar dapat menyebabkan
gangguan fungsi kardiopulmonal yang disebabkan kompensasi dari ketidaknormalan
tulang vertebra sehingga mempengaruhi bentuk costa. Akibat terus menerus
berkontraksi, sehingga akan mengkibatkan pemendekan jaringan, kontraktur, komplikasi
dari kontraksi otot terus menerus di satu sisi tubuh.
J. Diagnosis skoliosis
Perlu ditanyakan riwayat keluarga akan skoliosis atau suatu catatan mengenai
beberapa kelainan selama kehamilan atau persalinan, kejadian penting dalam
perkembangan harus dicatat. Pada kurva yang lebih besar kadang-kadang di sertai
dengan keluhan nyeri dan sesak nafas. Gambaran yang terlihat pada skoliosis adalah
manifestasi dari tiga dari deformitas, gambaran tersebut di akibatkan oleh kombinasi
deviasi lateral korpus vertebra dan dinding dada. Bila terjadi devisi lateral vertebra,
vertebra berotasi disekeliling sumbunya yang panjang. Lengkungan yang cembung
kekanan memperlihatkan berbagai derajat Rotasi, yang menyebabkan penonjolan iga (rib
hump).
Ada beberapa jenis pemeriksaan skoliosis diantaranya :
1. Test adam forward bending
Salah satu cara untuk mengetahui apakah skoliosis atau tidak adalah dengan
forward bending test. Karena pada posisi fleksi lumbal kedepan, deformitas rotasi
dapat diamati paling mudah, dan penonjolan iga atau penonjolan para lumbal dapat
dideteksi dengan komponen rotasinya. Pada umumnya, jika deviasi lateral vertebrata
meningkat, begitu juga deformitas rotasinya, tetapi hubungan ini tidak linier dan
banyak lengkung minor memperlihatkan rotasi yang nyata sedangkan beberapa
deformitas skoliotik sedang dan berat hanya memperlihatkan unsur rotasional yang
lebih ringan.

2. Scoliometer (inclinometer)
Scoliometer (inclinometer) adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurva
pada tulang belakang pada procesus spinosus yang asimetris (Gordon,et.al, 2008).
Cara pengukuran dengan inclinometer dilakukan pada pasien dengan posisi
membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah
tergantung pada lokasi kurvatura scoliosis, sebagai contoh kurva dibawah vertebra
lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding kurvapada
thorokal. Kemudian letakkan inclinometer pada apeks kurva, biarkan inclinometer
tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini
signifikan apabila hasil yang diperoleh labih besar dari 5 derajat, hal ini biasanya
menunjukkan derajat adanya rib hump. Ini disebabkan karna adanya rotasi pada
daerah vertebra thorakal, dan ini juga dapat menunjukan kelengkungan vertebra. Perlu
dicatat hal ini hanya menunjukan adanya kelainan pada spine akan tetapi tidak
menunjukan tingkat keparahan dan deformitas tersebut.

. 3). Skilot
Pemeriksaan lain yang di lakukan oleh fisioterpi adalah menggunakan skilot,
sejenis bandul panjang yang melewti kepala, badan, dan garis tengah gluteal. Caranya
orang yang akan di test dalam posisi berdiri dengan kaki terbuka. Kemudian letakkna
ujung tali yang bebas pada poe dan biarkan bandulnya jatuh melewati garis tengah
gluteal. Jika bandul tidak melewati garis tengah gluteal dengan penyimpangan kira –kira
lebih dari 10 derajat, maka memungkunan terjadi scoliosis.
4). Pemeriksaan radiologi X-Ray
Proyeksi Foto polos harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan
metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva strutural akan
memperlihatkan rotasi vertebrata pada proyeksi posterior-anterior, vertebrata yang
mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah pada ujung atas dan
bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebrata diperoleh kembali.
Cobb Angel di ukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas superior dari
vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegang lurus dari akhir inferior vertebra
paling bawah. Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut yang diukur (Helmi,
2013).
K. Penatalaksanaan
Menurut Helmi (2013) tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4
hal penting :
1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan
2. Mempertahankan fungsi respirasi
3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25o
pada tulang yang masih tumbuh atau <50o pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun. Pada
pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu
tertentu.Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke
dokter.Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat <20>20.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan
nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1. Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-40 derajat
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a). Milwaukee
b). Boston
c). Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara
teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.
c. Operasi
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada
skoliosis adalah :
1. Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa
2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45 derajat pada
anak yang
3. sedang tumbuh
4. Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis
L. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal (DPP
PPNI, 2016)
Daftar Pustaka
Apley.A., Lois S. 2013. Buku ajar Ortopedik Dan Fraktur Sistem Aplay. Edisi ke
tujuh. Widia Medika. Jakarta. P 84-90.
Biatex M, Hanggo, M.A. 2010. Complex Diagnostic and Therapy of Spine Curvatures and
Scoliosis according to FITS (Fungsional Individual Therapy Scoliosis. University
Medical Sciences. [BiomedCentral]. 96-105 ISBN 978-83 7597-1097-1
Blackman, Ronal, MD. 2011. Scoliosis Treatment. Scoliosis Research Institute. Available
from : URL : hhpt : /www.Scoliosisrx.com.
Harjono, J. 2005 .Scoliosis.Temu Ilmiah Tahunan Fisiterapi XX. Cirebon
Kisner, C., Allen Colby. 2013. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques Six
Edition.Philadelphia : F A. Davis Company.
Kuntari, T. 2013. Pelayanan Kesehatan Lansia. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
Lau. K. Dr. 2012. Program Pencegahan Dan Penyembuhan Skoliosis. Kesehatan di tangan
anda.
Lonsteen, J.E. 2006. Scoliosis Surgical versus non surgical treatment clin orthop Relad. Res.;
[PubMed] 443-243-566
Helmi, ZN. 2010. Buku Ajar gangguan muskuloskeletal . Jakarta: EGC
Muttaqin, A. 2013. Buku saku gangguan muskuloskeletal. Aplikasi pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta: EGC
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definis dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Rakasiwi ,A.M. 2008 “ Hubungan Sikap Duduk Dengan Terjadinya Scoliosis dini pada anak
usia 10 –12 Di Sekolah Dasar Negeri Jentis 1 Juring” (skripsi). Surkarta . Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rosadi, R. 2008 “ Hubungan Sikap Duduk dengan Terjadinya Scoliosis Pada Anak umur 10
-12 tahun di SD Pabelan “(skripsi). Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Seo B.D, Yun Y.D, Kim H.R. 2012. Effect of 12 weeks Swiss Ball Exercise Program on
Physical Fitness and Balance Ability of Elderly Women. 24;11-15 Available from: URL
: http/www.ptjournal.org.HML
Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai