Non Hemoragik Stroke
Non Hemoragik Stroke
OLEH
Arini Pratiwi Hadipaty
111 2016 2299
PEMBIMBING
dr. H. Suyuti Arifin, Sp.S
Telah menyelesaiakn tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ilmu
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslin Indonesia.
Mengetahui
Pembimbing , Coass,
C. DEFINISI
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa
adanya penyebab lain selain vaskuler.
Stroke dapat dibagi menjadi 2 jenis :
1. Stroke non hemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan
penurunan aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi
gangguan fungsi pada jaringan otak. stroke iskemik akut disebabkan
oleh oklusi trombotik atau embolik dari arteri serebral.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak
(aneurisma, mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital)
pecah atau robek.
D. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab utama kecacatan dan penyebab keempat
kematian di Amerika Serikat. Setiap tahun, sekitar 795.000 orang dalam
pengalaman Amerika Serikat baru (610.000 orang) atau berulang (185.000
orang) stroke. studi epidemiologi menunjukkan bahwa 82-92% dari stroke
di Amerika Serikat adalah iskemik.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 15 juta orang menderita
stroke di seluruh dunia setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 5 juta mati, dan
5 juta lainnya meninggalkan cacat permanen. Meski stroke sering dianggap
sebagai penyakit orang tua, sepertiga dari stroke terjadi pada orang yang
lebih muda dari 65 tahun. Resiko stroke meningkat dengan usia, terutama
pada pasien yang lebih tua dari 64 tahun, di antaranya 75% dari semua
stroke terjadi. Pria berada pada risiko tinggi untuk stroke daripada wanita.
E. ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran
serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran
darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung
pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
3) Fibralisi atrium;
4) Infark kordis akut;
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik;
Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
F. FAKTOR RESIKO
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke
non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di
modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan
Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke
menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan
diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali
sebanyak 35% sampai 42%.16
2. Hipertensi
Hipertensimeningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer danmerupakan
risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan
tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin
besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding
pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan
atau perdarahan otak.
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang
paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat
lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.
4. Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif.Menurut
penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan
dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai
risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak
menderita diabetes mellitus.
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak
dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik
dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya
24 jam.Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan
mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika
diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan
sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan
pertama.
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang
relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat
dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini
menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron,
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas
rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat
lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL
paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat
pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan
atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak
dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun
di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien,
di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%,
HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.
7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya
umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner
dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body
mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi
badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99
kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah
obesitas.
8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali
lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar.
Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan
kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga
mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya
proses gumpalan darah.Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di
RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan
risiko terkena stroke sebesar empat kali.
G. KLASIFIKASI
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi
klinik dan proses patologik (kausal):
Berdasarkan manifestasi klinik:
1. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Prolong reversible Ischemic Neurological Deficit (PRIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
dari seminggu.
4. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
5. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
Berdasarkan Kausal:
1. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya. kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator
penyakit aterosklerosis.
2. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.
H. GEJALA KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat,
dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat
atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi
pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli
serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu
beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar.
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem
tersebut akan memberikan gejala klinis tertentu.
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
Terdapat beberapa sistem skoring klinis yang telah dikembangkan
untuk membedakan antara stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik.
Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan di rumah sakit lainnya di
Makassar digunakan Skor Hasanuddin, dimana berdasarkan hasil
penelitian Gunawan D. Jika nilai total skor yang diperoleh < 15,
maka diagnosis klinisnya adalah stroke non hemoragik. Dan jika
nilai total skor yang diperoleh ≥ 15, maka diagnosis klinisnya adalah
stroke hemoragik.
3. Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi
neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting
dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental
dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda.
Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di mana pada Bell’s
palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat
alis atau mengerutkan dahinya. Gejala-gejala neurologi yang timbul
biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat.
4. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti
polisitemia, trombositosis, trombositopenia, dan leukemia.
Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit
yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi
kelainan yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia,
hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita
pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi
dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain
itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik
dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya
hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian
lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan
enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.
5. Gambaran Radiologi
1) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena
pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari
stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma,
neoplasma, abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut
harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk
daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense
yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya
stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign,
hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.
6. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit
serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.
J. PENATALAKSANAAN
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) Pada stroke iskemik akut,
dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan neuron
dapat dipulihkan. Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa
yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.
1. Sasaran pengobatan
Menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan
agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu /
mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang.
Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:
1) Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar dan bahwa
fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu
bila kadar oksigen darah berkurang. Berikan oksigen O2 3-4
liter/menit. Guananya untuk menyuplai oksigen yang
mengalami iskemik
2) Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang
harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari
keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau
dengan pemeriksaan funduskopi.
3) Blood
Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak.
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan
dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes
mellitus lama.
Keseimbangan elektrolit dijaga.
4) Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral
hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui
pipa nasogastrik.
5) Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan
dengan kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril,
maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli. Kateter
berguna untuk mengukur balance cairan yang masuk dan
keluar dari dalam tubuh karena pada stroke dapat terjadi
unhibitori urinari.
2. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala.
3. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥ 220 mmHg, diastlik ≥ 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20% dan obat yang direkomendasikan: sodium
nitroprussid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90
mmHg, diastolik ≤ 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1
jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2 –
20 μg/kgBB/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika
kejang, diberi diazepam 5 – 20 mg intravena pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin).
4. Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan per
oral jangka panjang.
5. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 – 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk dilanjutkan 0,25
g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3 – 5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (< 320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
6. Terapi Khusus Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan antikoagulan, Dapat juga diberikan
agen neuroprotektor yaitu sitikolin atau pirasetam.
K. REHABILITASI
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan
psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi,
dan pernafasan penderita stabil.
L. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Strok Hemoragik
Ensefalopati toksik/metabolik
Ensefalitis
M. PROGNOSIS
Dalam penelitian stroke yang Framingham dan Rochester, angka
kematian secara keseluruhan di 30 hari setelah stroke adalah 28%, tingkat
kematian pada 30 hari setelah stroke iskemik adalah 19%, dan tingkat
kelangsungan hidup 1 tahun untuk pasien dengan stroke iskemik adalah
77%. Namun, prognosis setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi pada
pasien individu, tergantung pada tingkat keparahan stroke dan pada
komplikasi kondisi, usia, dan pasca stroke premorbid pasien.
DAFTAR PUSTAKA