Anda di halaman 1dari 34

STEP 1

Primary survey : Survey yang selalu dilakukan pada saat ada kasus trauma dan merupakan metode yang
dilakukan scr cepat dalam waktu 5 menit. Dilihat dari airway, breathing, circulation, defibrillation.
Pemeriksaan dan tindakan untuk mengamankan organ vital

Gurgling : suara seperti berkumur oleh karena adanya akumulasi cairan darah atau lendir yang berada di
sekitar orofaring.

Triple airway maneuver : tindakan untuk mengetahui adanya cedera cervical (head tilt, chin lift, dan jaw
thrust). Head tilt (mendorong kepala ke belakanhg), chin lift (mengangkat dagu dan mendorong kepala
ke belakang), jaw thrust (paling baik dilakukan pada kasus trauma cervical, mempososikan kepala segaris
linier untuk menghindari dr cedera leher, dari os mandibular ditarik keatas oleh sudut jari)

Advanced airway : metode yg dilakuakn setelah triple airway apabila gagal.

Definitive airway : alat seperti pipa dalam trakea dengan balon yang dikembangkan sebagai alat bantu
pernapasan. Pipa akan dihunungkan dengan O2 agar pasien bisa bernapas, kesadaran turun pada pasien
akan dirangsang dengan rangsangan muntah.

Non surgical : Balon

Surgical airway : cricotiroidektomi, trakeostomi

Intubasi oral dan nasal : apabila tidak dapat dilakukan ini maka dilakukan surgical airway
(cricotiroidektomi, trakeostomi)
STEP 2

1. Apa saja tindakan yang diakukan dalam primary survey?


2. Bagimana cara pemeriksaan kesadaran pasien?
3. Apa saja macam-macam pemeriksaan kesadaran?
4. Bagaimana interpretasi dari skala Glasglow E3V4M5 dan jelaskan skala glasglow?
5. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik yang ditemukan (laju pernafasan 28x/menit, SPO2
96%)?
6. Mengapa ditemukan epistaksis, edem periorbital, gurgling?
7. Apa saja langkah-langkah untuk menilai adanya sumbatan jalan nafas?
8. Apa saja pengelolaan sumbatan jalan nafas?
9. Apa indikasi dilakukan pemasangan NRM pada pasien ?
10. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari kasus pada scenario?
11. Apa saja indikasi pemasangan definitive airway?
12. Mengapa dokter melakukan triple airway maneuver pada pasien ?
13. Apa saja tanda-tanda yang harus diidentifikasi apabila mengarah pada obstruksi pernafasan
akut?
14. Apa saja komplikasi sumbatan jalan nafas?

STEP 7

1. Apa saja tindakan yang diakukan dalam primary survey?


a. Airway (jalan nafas)
Apakah ada benda yang menghalangi? Dilakukan dalam waktu 3-5 menit. Ada 2 bagian
Protect airway : bersihkan terlabeih dahulu cairan yang menyumbat
Cervical spine control : dicek apakah ada fraktur  dipasang cervical polar
Ditanya apa ada nyeri leher?
2 komponen yang diperhatikan :
Px jalan nafas : adanya sumbatan cairan (gurgling)/benda asing. Adanya sumbatan cairan dapat
dilakukan oleh jari telunjuk dan ibu jari yang dilapisi kain. Kemudian dapat dialkukan chin lift dan
jaw thrust.
Dilihat responsif tidaknya
a. Look : sianosis, benda asing, kesadaran (GCS) apabila pasien sadar tetap dilakukan airway
tetapi tetap dilakuakn px scr berkala, nafas cuping hidung (berkaitan dengan
breathing/gangguan nafas), retraksi ICS (breathing), accesssoy respiratory muscle
b. Listen : suara napas (gurgling/cairan/ lendir/darah), snoring (mengorok/ benda padat setinggi
faring/ lidah tertekuk ke belakang), stridor (tanda obstruksi di bagian laring/ sumbatan di sal
nafas, stridor terdengar di inspirasi kemungkinan di laring, stridor terdengar di ekspirasi
kemungkinan sumbatan di trakea), hoarsness (serak/ gangguan plica vokalis setinggi faring,
apabila afonia dengan kesadaran merupakan pertanda buruk)
c. Feel : trakea (deviasi/-), dirasakan aliran udara dari mulut/hidung
b. Breathing
Dilihat di bagian thoraks : gerakan thoraks simetris/asimetris, deformitas, jejas, palpasi (nyeri
tekan), perkusi (sonor, hipersonor, pekak), auskultasi (dengarkan suara jantung).
Bantuan napas : adanya hembusan nafas /- diperiksa dalam waktu 10 detik, diberi bantuan
napas dari mulut ke hidung, mulut ke mulut, mulut ke stoma.
c. Circulation
Melihat di bagain pembuluh darah. Tanda- tanda yang dilihat : denyut jantung, akral dingin,
akral hangat, takanan darah, urin output.
Bantuan sikulasi : denyut jantung, denyut nadi kemudian dilakukan dengan triple maneuver
Pentingnya melakukan circulation : pasien syok dapat mati dalam waktu 1-2 jam.
D. Disabilty
Menilai bagaian neuron : GCS, reflex pupil. Melakukan px neurologi scr cepat apabila tidak bisa
GCS bisa melakukan AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
E. Exposure
Lepas seluruh pakaian dan asesories pasien.

A (AIRWAY) Jalan Napas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
tindakan :
1. Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan
dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik
Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut
korban
2. Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink
dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas
oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt – chin
lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang
direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala
topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver
lainnya.

Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):


a. tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi
kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009).
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat
keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi
seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift
tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004)

Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation Council


Guidelines for Resuscitation 2010).
c. tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)
pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa
menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009).
o Non surgical
 Endotrakeal intubasi
 Orotrakeal
 Nasotrakeal


o Surgical
 Krikotiroidotomi

 trakeostomi

B ( BREATHING ) Bantuan napas


Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi
napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus
mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik
Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat
(look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan
merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009).
Gambar 2.5. Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for
Resuscitation 2010).

2. Memberikan bantuan napas.


Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui
mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan,
waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan
volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau sampai
dada korban / pasien terlihat mengembang.

Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas
agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan
hanya 16–17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien
setelah diberikan bantuan napas.

C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi


Terdiri dari 2 tahapan :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.


Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan meraba
arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari
telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba
trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira–kira 1–2 cm,
raba dengan lembut selama 5–10 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan


korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai
pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.
2. Melakukan bantuan sirkulasi
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan
bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60–
80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac
output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari
menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan
bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
D (DEFRIBILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu
terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini
dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest)
adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan
Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah tersedia
alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat
digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic
External Defibrilation, dimana alat
tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau
tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada
penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan
sirkulasi saja

I. Disability (Neurologic Evaluation)


During the primary survey a basic neurological assessment is made, known by the
mnenomic AVPU (alert, verbal stimuli response, painful stimuli response, or
unresponsive). A more detailed and rapid neurological evaluation is performed at the end
of the primary survey. This establishes the patient's level of consciousness, pupil size and
reaction, lateralizing signs, and spinal cord injury level.
The Glasgow Coma Scale is a quick method to determine the level of consciousness, and
is predictive of patient outcome. If not done in the primary survey, it should be performed
as part of the more detailed neurologic examination in the secondary survey. An altered
level of consciousness indicates the need for immediate reevaluation of the patient's
oxygenation, ventilation, and perfusion status. Hypoglycemia and drugs, including
alcohol, may influence the level of consciousness. If these are excluded, changes in the
level of consciousness should be considered to be due to traumatic brain injury until
proven otherwise.

II. Exposure / Environmental control


The patient should be completely undressed, usually by cutting off the garments. It is
imperative to cover the patient with warm blankets to prevent hypothermia in the
emergency department. Intravenous fluids should be warmed and a warm environment
maintained. Patient privacy should be maintained.

2. Apa saja macam-macam pemeriksaan kesadaran dan bagaimana cara pemeriksaan kesadaran
pasien?
Cara pemeriksaannya :
a. Dipanggil  kalau gak ada respon dirangsang nyeri, kemudian diihat EMV
GCS : dilihat dari eye, verbal, motoric
 Eye
Spontan terbuka : 4
Rangsang terhadap adanya suara : 3
Rangsang terhadap adanya nyeri : 2
Tidak ada respon : 1
 Verbal
Orientasi baik/ bisa bicara dgn jelas : 5
Bingung/ ngomng tapi tidak nyambung : 4
Hanya bisa membentuk kata : 3
Bergumam : 2
Tidak ada suara : 1
 Motorik
Bisa menuruti perintah : 6
Mampu melokalisir rangsang nyeri : 5
Menolak rangsang nyeri/withdrawal : 4
Fleksi abnormal : 3
Ekstensi abnormal : 2
Tidak ada gerakan : 1

GCS
Skor komposmentis : 14-15
Skor apatis : 12-13
Skor somnolent : 11-12
Skor Stupor : 8-10
Skor koma :<5

GCS berdasar trauma kepala


Skor 13-15 : cedera kepala ringan
9-12 :cedera kepala sedang
<=8 : cedera kepala berat

AVPU
Alert : kesadaran pasien (responsive/-), tanpa stimulus apapun dapat berbicara dengan benar,
dapat menjelaskan tempat dan kejadian
Verbal : dapat berkomunikasi, pasien dapat menjawab/-
Pain : nyeri di pangkal kuku atau intercostal, pasien dapat merasakan nyeri apabila tubuh
Unresponsive : apabila nyeri tidak direspon, pasien tidak respon walu diberi stimulus apapun

a. secara kualitatif
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )


Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/
Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

Tingkat GCS Gambaran Klinik CT – Scan


Minimal 15 Tidak pingsan, tidak dijumpai Normal
devisit neurology
Ringan 13-15 Pingsan < 10 menit, tidak Normal
dijumpai devisit neurologist
Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit – 6 jam, Abnormal
dijumpai adanya devisit
neurologist
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, dijumpai Abnormal
adanya devisit neurologist

3. Bagaimana interpretasi dari skala Glasglow E3V4M5 dan jelaskan skala glasglow?
Sama no 2

4. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik yang ditemukan (laju pernafasan 28x/menit, SPO2
96%)?
Hasil TTV :
TD 100/60 mmHg (hipotensi)
HR 115x/menit (takikardi)
RR 28x/menit (takipneu)
SpO2 96% (normal)

5. Mengapa ditemukan epistaksis, edem periorbital, gurgling?


Epistaksis
Sumber : Bestari J Budiman, Al Hafiz. 2012. Hubungan epistaksis dan hipertensi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2012;
1(2). http://jurnal.fk.unand.ac.id
Edem periorbital
Edema periorbital adalah istilah untuk pembengkakan di sekitar mata. Area di sekitar mata disebut rongga mata
atau orbit mata. Kadang-kadang orang menyebut kondisi ini sebagai bengkak periorbital atau mata
bengkak. Anda dapat mengalami edema periorbital hanya pada satu sisi atau keduanya sekaligus.

Some common causes for periorbital edema include:

“Mono” is a viral disease that can cause periorbital edema in the early stages of
mononucleosis
infection.

irregular sleep Too little or too much sleep can cause fluid retention.

high-salt diet Consuming lots of salty foods can lead to fluid retention.

high alcohol
Alcohol can cause dehydration, which can lead to fluid retention.
consumption

smoking Smoking cigarettes can lead to hormonal imbalances causing fluid retention.

Allergic reactions can cause inflammation of the small blood vessels (capillaries)
allergies
around the eyes.

skin disorders Skin disorders that cause skin inflammation can result in periorbital edema.

Getting older naturally causes the body to lose more water throughout the day,
aging
and this can cause fluid retention.

Crying irritates the eyes, causing inflammation that can result in temporary
crying
periorbital edema.

Thyroid problems such as hypothyroidism and hyperthyroidism can cause fluid


thyroid disorders
retention in the body, including around the eyes.

periorbital Periorbital cellulitis is a serious skin condition caused by infection and


cellulitis inflammation of the eyelid and the skin around the eyes. This can result in
periorbital edema. This condition may require emergency treatment if symptoms
last beyond two to three days.

This infection is caused by a tropical insect called a kissing bug. It can cause
Chagas disease
swelling on one side of the body. The swelling usually isn't painful.

nephrotic
This condition is caused by problems in the kidneys, which cause fluid retention.
syndrome

This is a condition caused by a roundworm found in some raw or undercooked


trichinosis
pork, and can cause inflammation of the eyes.

dysfunctional tear
Clogged or malfunctioning tear glands can cause inflammation around the eyes.
glands

obstruction of the An obstruction of part of the heart called the superior vena cava can cause blood
superior vena cava to build up in body parts above the heart, resulting in periorbital edema.

Also called pink eye, this viral disease causes inflammation and redness of the
conjunctivitis
eyes.

Any injury near the eye socket can cause inflammation and redness of the eye
trauma to the eye
orbit, resulting in periorbital edema.

Gurgling
Sumbatan parsial : ada suara berisik dan retraksi ; ngorok ( snoring  chin lift), gurgling
(cairan, berkumur finger swab, suction), crowing (nada tinggi, karena edem di trakea
jaw thrust).
Sumbatan total : dada tidak mengembang saat inspirasi tidak ada suara dari mulut atau
hidung, retraksi supra clavicula.
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
i. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan
napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah
pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut
(menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk
chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang
bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan
korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
ii. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang
disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas),
lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah
dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).
iii. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan
(edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt
and chin lift atau jaw thrust saja

6. Apa saja penyebab sumbatan jalan nafas?


Klasifikasi
Sumbatan parsial : pasien masih bisa bernafas dapat muncul berbagai suara seperti gurgling
(suction), batuk

Sumbatan komplit/total : tidak bisa biacara, tidk bernafas, megang leher


Dapat ditemukan pada pasien sadar atau tidak sadar, tidak serta merta total karena merupakan
lanjutan dari obstruksi parisal,
Akut : tertelan benda asing yang nyangkut di sal nafas

Penyebab
Trauma : Kecelakaan, gantung diri

Benda asing : laring (stridor/dispneu/apneu/sianosis), trakea (asfiksi), bronkus (kanan lebih


sering karena diameter lebih besar)

a. Sumbatan Jalan Nafas Total


Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 – 10 menit dapat mengakibatkan asfiksi (
kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung.
b. Sumbatan jalan Nafas partial
Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru,
kepayahan henti nafas dan henti jantung sekunder.
(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK
UNDIP)

Obstruksi yg trjdi dibagi menjadi 3 yaitu :


a. Obstruksi total
Terjadi perubahan yg akut berupa hipoksemia yg menyebabkan terjadinya kegagalan
pernafasan secara cepat. Sementara kegagalan pernafasan sendiri menyebabkan
terjadinya kegagalan fungsi kardiovaskuler dan menyebabkan pula terjadinya
kegagalan SSP dimana penderita kehilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan
kelemahan motorik bahkan mungkin pula terdapat renjatan (seizure0. Kegagalan
fungsi ginjal mengikuti kegagalan fungsi darah dimana terdapat hipoksemia, hiperkapnia,
dan lambat laun terjadi asidosis respiratorik dan metabolik
b. Fenomena Check Valve
yaitu udara dapat masuk, tetapi tdk keluar. keadaan ini menyebabkan terjadinya
empisema paru, bahkan dapat terjadi empisema mediastinum atau empisema subkutan
Udara dapat keluar masuk walaupun terjadi penyempitan saluran nafas dari 3 bentuk keadaan ini,
Obstruksi total adalah keadaan yg terberat dan memerlukan tindakan yg cepat. dalam keadaan
PCO2 tinggi dgn kecepatan pernafasan 30/menit dlm usaha kompensasi maksimal. Di atas
keadaan ini, pasien tidak dapat mentoleransi. Bila terjadi hipoksemia, menandakan fase
permulaan terjadinya kegagalan pernafasan.
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)
1. Derajat2 (stadium) sumbatan jln napas

Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan kriteria Jackson.

 Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa
sianosis.
 Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai retraksi supra
dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.
 Jackson III adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,
epigastrium, dan sianosis lebih jelas.
 Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak tegang, dan
terkadang gagal napas.

(Kedaruratan Medik, Dr. Agus Purwadianto & Dr. Budi Sampurna)


1. Tanda dan Gejala
Benda Asing di Laring
Stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot tambahan, dapat
pula terjadi sianosis

Benda Asing di Trakhea


Lebih berbahaya daripada didalam bronkhus karena dapat menimbulkan asfiksia. terdengar
stridor dan akhirnya trjdi sianosis yg disertai dgn edema

Benda Asing di Bronkhus


Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan
formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar

Benda Asing di Trankeobronkial


Pasien mengalami batuk yg hebat dan bersin-bersin selama beberapa menit. Batuk ini diikuti
wheezing (mengi) dan ila tdk terdapat riwayat asma, maka hal ini harus dicurigai sbg benda
asing, terutama bila wheezing (mengi) terdapat di unilateral.
Berdasarkan tingkat obstruksi yg trjdi pda saluran nafas dibagi mnjdi 3 bagian, yaitu :
a. Dimana obstruksi yg tjd dpt menganggu ventilasi, maka hanya ditemukan wheezing tanpa
ditemukan gangguan pada parenkim paru
b. Bila terjadi obstruksi parsial, maka dapat terjadi check valve phenomen atau empisema
paru
c. Bila terjadi obstuksi total, maka akan terjadi atelektasis
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

7. Apa saja pengelolaan sumbatan jalan nafas?


Primary/ awal : triple airway maneuver,
Advance/lanjutan : definitive (surgical/ cricotiroidektomi/trakeostomi atau non surgical/intubasi
oral/intubasi nasal), non definitive (orofaringeal airway)
Alat dan cara penggunaan?

 Chin lift : dagu bagian sentral ditarik ke depan dengan tangan yang
lain. Tidak boleh akibatkan hiperekstensi leher, aman untuk C-spine
injury
 Jaw thrust : jari indeks dan lainnya ditempatkan pada kedua sisi
antara sudut rahang dan telinga serta rahang ditarik ke depan
 Head tilt : leher diekstensikan sejauh mungkin dengan menggunakan
satu tangan. Tidak boleh dilakuakan pada curiga c spine injury
Cara Pemberian Aliran Oksigen Konsentrasi
(Liter / menit) (% FiO2)
Nasal Kateter / Kanul 1 21-24
2 25-28
3 29-32
4 33-36
5 37-40
6 41-44
Masker Sederhana 5-6 40
6-7 50
7-8 60
Masker dengan Kantong 6 60
Simpan 7 70
8 80
9 90
10-15 95-100
Masker Venturi 4-8 24-35
10-12 40-50
Head box 8-10 40
Ventilator mekanik bervariasi 21-100

Nilai Pulse Arti Klinis Pilihan suplementasi O2


Oxymetri
95-100% Dalam batas normal Kanul binasal
90-95% Hipoksia ringan sampai sedang Sungkup muka sederhana
85=90% Hipoksia sedang sampai berat Sungkup muka dengan
reservoir O2 atau ventilasi
dibantu
<85% Hipoksia berat yang mengancam Ventilasi dibantu
jiwa

Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th
edition
Buku Panduan Advanced Cardiac Life Support, PERKI 2010

Definitif Airway adalah suatu pipa di dalam trachea dengan balon (cuff) yang
dikembangkan, pipa tersebut dihubungkan dengan suatu alat bantu pernafasan yang
diperkaya oksigen dan airway tersebut dipertahankan dengan menggunkan plester.
Kebutuhan utk Perlindungan Kebutuhan utk Ventilasi
Airway
Pasien tidak sadar (GCS <8) Apnea :
- Paralisis neuromuscular
- Tidak sadar
Fraktur maksilofasial berat Usaha nafas yang tidak adekuat :
- Takipnea
- Hipoksia
- Hiperkarbia
- Sianosis
Bahaya aspirasi : Cedera kepala tertutup berat yang
- Perdarahan membutuhkan ventilasi
- Muntah
Bahaya sumbatan : Kehilangan darah yang massive dan
- Hematoma leher memerlukan resusitasi volume
- Cedera laring, trachea
- Stridor

a. Non Surgical
i. Intubasi Endotrachea
Proses memasukkan pipa ET ke dalam trachea pasien. Bila pipa
dimasukkan melalui mulut, disebut intubasi orotrachea, sedangkan jika
pipa dimasukkan melalui hidung disebut intubasi nasotrachea.
o Kegunaan :
 Membuka jalan nafas atas
 Membantu pemeliharaan oksigen konsentrasi tinggi
 Mencegah jalan nafasa dari aspirasi isi lambung / benda asing
 Mempermudah suction dalam trachea
 Alternative untuk memasukkan obat
o Indikasi :
 Cardiac arrest bila ventilasi kantung nafas tidak memungkinkan /
tidak efektif
 Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen
yang tidak adekuat dengan lat-alat ventilasi yang non invasive
 Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (koma)
b. Surgical
i. Tracheostomi
ii. Cricotiroidotomi
o Indikasi :
 Ketidakmampuan melakukan intubasi trachea
 Edema glottis
 Fraktur laryng
 Perdarahan Orofaring berat yang membuntu airway dan pipa ET
tidak dapat dimasukkan ke dalam plica
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th
edition

8. Apa indikasi dilakukan pemasangan NRM pada pasien ?


9. Apa saja macam-macam terapi inhalasi/oksigenasi?

10. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari kasus pada scenario?
11. Apa saja indikasi pemasangan definitive airway?
Definitif Airway adalah suatu pipa di dalam trachea dengan balon (cuff) yang
dikembangkan, pipa tersebut dihubungkan dengan suatu alat bantu pernafasan yang
diperkaya oksigen dan airway tersebut dipertahankan dengan menggunkan plester.

Kebutuhan utk Perlindungan Kebutuhan utk Ventilasi


Airway
Pasien tidak sadar (GCS <8) Apnea :
- Paralisis neuromuscular
- Tidak sadar
Fraktur maksilofasial berat Usaha nafas yang tidak adekuat :
- Takipnea
- Hipoksia
- Hiperkarbia
- Sianosis
Bahaya aspirasi : Cedera kepala tertutup berat yang
- Perdarahan membutuhkan ventilasi
- Muntah
Bahaya sumbatan : Kehilangan darah yang massive dan
- Hematoma leher memerlukan resusitasi volume
- Cedera laring, trachea
- Stridor

c. Non Surgical
i. Intubasi Endotrachea

Proses memasukkan pipa ET ke dalam trachea pasien. Bila pipa


dimasukkan melalui mulut, disebut intubasi orotrachea, sedangkan jika
pipa dimasukkan melalui hidung disebut intubasi nasotrachea.
o Kegunaan :
 Membuka jalan nafas atas
 Membantu pemeliharaan oksigen konsentrasi tinggi
 Mencegah jalan nafasa dari aspirasi isi lambung / benda asing
 Mempermudah suction dalam trachea
 Alternative untuk memasukkan obat
o Indikasi :
 Cardiac arrest bila ventilasi kantung nafas tidak memungkinkan /
tidak efektif
 Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen
yang tidak adekuat dengan lat-alat ventilasi yang non invasive
 Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (koma)
d. Surgical
i. Tracheostomi
ii. Cricotiroidotomi
o Indikasi :
 Ketidakmampuan melakukan intubasi trachea
 Edema glottis
 Fraktur laryng
 Perdarahan Orofaring berat yang membuntu airway dan pipa ET
tidak dapat dimasukkan ke dalam plica
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th
edition

12. Mengapa dokter melakukan triple airway maneuver pada pasien ?


13. Apa saja tanda-tanda yang harus diidentifikasi apabila mengarah pada obstruksi pernafasan
akut?

diangnosis sumbatan jalan nafas


o sumbatan jalan nafas total dapat dikenali bila kita tidak dapat
mendengar atau merasakan aliran darah aliran udara melalui mulut atau
hidung. Bila terdapat nafas spontan, ada retraksi saat inspirasi di
supraclavicula dan intercosta dan tidak adanya ekspansi dinding dada
saat inhalasi merupakan tanda tambahan dari sumbatan jalan nafas.
Bila korban apneu dimana tidak terdapat pergerakan nafas spontan,
sumbatan jalan nafas total dapat tikenali dengan ditemukannya
kesulitan mengembangkan paru saat melakukan VTP.
o Sumbatan jalan nafas parsial/sebagian dapat dikenali dari aliran suara
nafas yang berisik saat nafas spontan, dapat pula dijumpai retraksi di
interkosta dan suprasternal. Snorring (mengorok) menunjukkan bahwa
sumbatan parsial terjadi di hipofaring karena dasar lidah. Crowning
(suara melengking) menunjukkan adanya laringospasme. Gurgling (suara
berkumur) menunjukkan adanya cairan/benda asing. Wheezing (mengi)
menunjukkan penyempitan bronkus.
o Akibat sumbatan jaln nafas juga terliht secara klinis. Hiperkarbia
dicurigai padapasien dengan penurunan kesadaran (somnolen) dan
dipastikan dengan peningktn PCO2 arterial. Hipoksemia dicurigai bila
terjadi takikardi, gelisah, berkeringat, atau sianosis dan dipastikan
dengan penurunan PO2 arterial. Tidak adanya sianosis tidak dapat
menyingkirkan hipoksemia berat

14. Apa saja komplikasi sumbatan jalan nafas?


Hipoksia
Macam hipoksia :
Ringan  tekanan O2 : 60-79 mmHg , SpO2 : 90-94%
Sedang : SpO2 75-89%, PaO2 : 40-60 mmHg
Berat : SpO2 : <75%, PaO2 : <40 mmHg
Indikasi penggunaaan pulse oximetry?
15. Apa saja komplikasi organ vital akibat sumbatan jalan nafas?

Anda mungkin juga menyukai