Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah

kesehatan yang masih perlu dibenahi dan mendapat perhatian khusus di

Indonesia. Penurunan angka kematian ibu telah cukup signifikan dari

tahun 1994 hingga tahun 2007, tetapi AKI di Ind onesia tetap menjadi

nomor satu di Asia. Salah satu penyebab kematian dari ibu melahirkan

adalah pre-eklampsia berat (PEB) yang berlanjut menjadi eklampsia bila

tidak mendapatkan penanganan yang adekuat.

Data World Health Organization (WHO) dalam

Maternal and Reproductive Health Padatahun 2013

kematian ibu terjadi setiap hari,sekitar 800 perempuan

meninggal karena komplikasi kehamilan dan kelahiran

anak. Penyebab utama kematian ibu salah satunya adalah

Mola hidatidosa, Insiden Mola Hidatidosa di Amerika Latin

lebih tingg bila di banding degan Negara barat. Insiden di

Eopa dan Amerika Serikat adalah 1 : 1000 kehamilan

sedangkan insiden di Asia Tenggara 8 kali lebih tinggi

dimana Negara yang menduduki peringkat atas yaitu

Indonesia dengan 13 kasus, Taiwan sebanyak 8 kasus,

Filipina dan China sebanyak 5 kasus seerta Jepang

sebanyak 3, 8 kaus. Kematian ibu merupakan indikator

kesehatan yang menunjukkan kesenjangan yang sangat


lebar antara daerah kaya dan miskin, perkotaan dan

pedesaan, dalain-lain. (Harjito, 2017).

Di Indonesia penyebab angka kejadian kematian ibu didomilsili

oleh perdarahan 32%, eklampsia dan hipertensi 25%, abortus 1%, partus

lama 5%, dan penyebab lainnya 5%. Untuk pendarahan sendiri dapat

terjadi saat kehamilan awal karena kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.

Menurut laporan beberapa peneliti dari berbagi daerah menunjukkan

angka kejadian yag berbeda tantang kejadian mola hidatidosa pada kasus

ibu hamil. Angka kejadian Molahidatidosa di Indonesia berkisar atara 1:51

sampai 1:141 kehamilan. Menurut data diatas, mola hidatidosaa adalah

salah satu penyebab perdarahan yang selanjutnya merupakan penyebab

kemtian ibu terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa mola hidatidosa

merupakan penyakit yang penting di Indonesia (Suande Arsa, 2018).

Provinsi Sumatera Barat sebesar 212/100.000 kelahiran hidup. Jika

dilihat perkembangannya angka ini sudah mengalami penurunan dari

tahun sebelumnya. Khususnya untuk Kota Padang selama 7 tahun terakhir,

mulai dari tahun 2009 sampai dengan 2015, tidak mengalami perubahan

yang berarti. Angka ini stagnan pada posisi 15-17 kasus kematian ibu per

tahun. Hal ini tentu harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah,

karena selain AKI yang stagnan, Padang juga merupakan kota dengan

jumlah AKI tertinggi di Sumatera Barat (Dinas Kesehatan Kota Padang,

2016; Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2015).


Mola hidatidosa biasaya ditemukan pada uterus tapi kadang-

kadang pada tuba fallopi dan ovarium. Penyakit ini banyak ditemukan

pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah, umur dibawah 20 tahun

dan di atas 35 tahun dan paritas tinggi. Penyebab terjadinya mola

hidatidosa tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan adanya peranan

kelainan kromosoma. Faktor lain yang sebenarnya belum jelas benar

hubungnnya antara lain penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang,

golongan darah, pernah abortus dan sulit memiliki keturunan. Mola

hidatidosa membutuhkan penanganan dan deteksi dini karena walaupun

penyakit tersebut merupakan kasus yang jarang, namun jika tidak dideteksi

dan ditangani segera maka akan berkembang menjadi keganasan sel

trofoblas yaitu pada 15-20% wanita dengan mola hidatidosa komplet dan

2-3% pada mola persiaal. Hal tersebut memungkinkan akan menjadi salah

satu penyebab angka kematian ibu. (Arlitta Intan, 2015).

Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan mola ,hidatidosa

adalah pendarahan hebat sampai syok, pendarahan berulang, anemia,

infeksi sekunder, perforasi karena tindakan dan keganasan, apabila terjadi

mola destruens/koriokarsinoma. (Rocmawati, 2017)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

mengetahui “Asuhan keperawatan pada Ny.N dengan Mola Hidatidosa “


C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menganalisa konsep dan asuhan serta intervensi

keperawatan yang bisa dilakukan pada pasien dengan Mola

Hidatidosa pada Ny.N di Rumah Sakit dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi Tahun 2019

2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep dari Mola Hidatidosa pada Ny. N
b. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Mola

Hidatidosa pada Ny.N


c. Mampu membuat analisa data dan menegakan diagnosa

keperawatan dengan Mola Hidatidosa pada Ny. N


d. Mampu membuat intervensi keperawatan pada pasien dengan Mola

Hidatidosa pada Ny.N


e. Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan Mola

Hidatidosa pada Ny. N


f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan

Mola Hidatidosa pada Ny.N


g. Mampu mendokumentasikan askep pasien dengan Mola Hidatidosa

pada Ny. N
h. Mampu membandingkan antara teori, kasus dan evidence based

yang ada

D. Manfaat Penulisan

Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam

memberikan informasi dan pengetahuan tentang Mola Hidatidosa pada Ny.N


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI

Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil

konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili

koriales disertai dengan degenerasi hidropik (Hamilton, 1995).

Mola hidatidosa adalah kehamilan dini akan berkembang secara

abnormal dan uterus terisi oleh gelembung-gelembung mirip buah anggur

yang menghasilkan hormon korionik gonadotropin dalam jumlah yang sangat

besar (Farrer, 1999).

Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil

konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili

koriales disertai dengan degenerasi hidropik (Heller, 1986).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili

korialisnya mengalami perubahan hidrofik (Mansjoer, 1999).

Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan

pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan

degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik.

B. ETIOLOGI

Belum diketahui pasti, ada yang menyatakan akibat infeksi, defisiensi

makanan, dan genetik. Yang paling cocok ialah teori Acosta sison, yaitu

defisiensi protein. Faktor resiko terdapat pada golongan sosioekonomi rendah,

usia < 20 tahun dan paritas tinggi.


Menurut Heller (1986), penyebab dari mola hidatidosa adalah anomali

yaitu karena pembengkakan edematosa pada villi (degenerasi hidrofik) dan

proliferasi trofoblast.

C. PATOFISIOLOGI

Faktor ovum, imunoselektif dari tropoblas, sosial-ekonomi yang rendah,

paritas tinggi, kekurangan protein, infeksi virus, faktor kromosom yang belum

jelas menyebabkan chorionic vili berganda.

Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan

jernih. Biasanya tidak ada janin. Secara histopatologik kadang-kadang

ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Suatu agonesis

yang lengkap/degenerasi dini dari sistem vaskularisasi buah kehamilan pada

kehamilan minggu ke III – V.

Sirkulasi yang terus menerus tanpa adanya fetus menyebabkan sel

trofoblas memproduksi hormon. Cairan ini dapat berupa gelembung yang

dapat sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini

dapat mengisi kavum uteri.

Stroma vili dan kelembaban, terlambat atau hilangnya pembuluh darah

dan stroma, adanya proliferasi dari trofoblast. Pada pemeriksaan kromosom

poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex kromatin adalah

wanita.

Pada mola hidatidosa ovarium dapat mengandung kista lutein kadang-

kadang hanya ada satu ovarium, kadang-kadang pada keduanya. Kista ini

berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai


ukuran tinju/kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium

oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi. Kista akan menghilang dengan

sendirinya setelah mola dilahirkan. (Mansjoer, 1999 : 266 dan Mochtar, 1998 :

239).

D. MANIFESTASI KLINIK

Menurut Farrer (1999) dan Mansjoer (1999) :

a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan.

b. Uterus berukuran lebih besar daripada ukuran untuk

kehamilan yang normal dan teraba lunak serta bundar.

c. Jantung janin tidak terdengar.

d. Bagian tubuh janin tidak teraba.

e. Hiperemesis karena peningkatan HCl melampaui nilai

normal dan preeklamsia timbul secara dini dan pada keadaan ini bila

ditemukan perdarahan pervaginam mendekati akhir bulan ketiga yang

sedikit dan berwarna gelap.

f. Kadang-kadang gelembung seperti buah anggur tampak

keluar dari dalam vagina.

g. Tes urine untuk kehamilan menunjukkan hasil positif.

E. KOMPLIKASI

Menurut Mansjoer (1999)

1. Anemia.

2. Syok.
3. Infeksi.

4. Eklamsia.

5. Tirotoksikosis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Uji sonde uterus (Hanifa).

Tandanya yaitu sonde yang dimasukkan tanpa tahanan dan dapat diputar

3600 dengan deviasi sonde kurang dari 100.

2. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin.

3. USG menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).

4. Foto thoraks ada gambaran emboli udara.

5. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.

6. Hitung darah lengkap dengan apusan darah : lazimnya ditemukan anemia

defisiensi besi, eritropoesis megaloblastik jarang.

7. Urinalisis : biasanya normal proteinuria memberi kesan adanya kaitan

dengan kaitan pre eklamsia.

G. PENATALAKSANAAN

Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan, yaitu :

1. Perbaikan keadaan umum.

a. Koreksi dehidrasi.

b. Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang).

c. Bila ada gejala pre eklamsia dan hiperemesis gravidarum, diobati sesuai

dengan protokol penanganan dibagian obstetri.


d. Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsul ke bagian penyakit

dalam.

2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi.

Kuretase pada pasien mola hidatidosa :

a. Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah

rutin dan kadar beta HCG dan foto toraks), kecuali bila jaringan mola

telah keuar spontan.

b. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan

laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.

c. Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus

dengan tetesan oxytosin 10 IU dalam 500 cc D5%.

d. Kuretase dilakukan 2x dengan interval minimal 1 minggu.

Histerektomi.

Syarat melakukan histerektomi :

1) Umur ibu 35 tahun atau lebih.

2) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.

3. Pemeriksaan tindak lanjut Meliputi :

a. Lama pengawasan 1-2 tahun.

b. Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai alat kontrasepsi

kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan

setiap kali pasien datang untuk kontrol.

c. Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap 1 minggu sampai

ditemukan kadarnya yang normal 3 x berturut-turut.


d. Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan

kadarnya normal 6 x berturut-turut.

e. Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan fisik

dan foto thorax semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut

berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.

f. Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat dan

pada pemeriksaan foto thorax ditemukan adanya tanda-tanda metastasis

maka pasien harus dievaluasi dimulai pemberian kemoterapi.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Menurut Doengoes, 1999 :

1. Aktivitas/istirahat.

Gejala : insomnia, sensitifitas , otot lemah, gangguan koordinasi,

kelelahan berat.

Tanda : atrofi otot, tremor.

2. Sirkulasi.

Gejala : perdarahan pervaginam.

Tanda :  tekanan darah, takikardi saat istirahat.

3. Eliminasi.

Gejala : urin dalam jumlah banyak, perubahan dalam feses.

4. Intergritas ego.

Gejala : mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik.

Tanda : emosi labil (euphoria sedang sampai delirium), depresi.

5. Makanan/cairan.

Gejala : kehilangan BB mendadak, nafsu makan , mual dan muntah.

Tanda : distensi vena jugularis, edema, turgor kulit dapat dilihat dari

kelembaban/kering; membran mukosa.

6. Neurosensori.

Gejala : rasa ingin pingsan/pusing, tremor halus, kesemutan.


Tanda : gangguan status mental, bicara cepat/parau, perilaku seperti

bingung, gelisah, disorientasi, peka rangsang, delirium, psikosis,

struktur koma.

7. Nyeri.

Gejala : nyeri abdomen.

Tanda : mengkerutkan muka, menjaga area yang sakit, respon emosional

terhadap nyeri.

8. Pernafasan.

Gejala : frekuensi pernafasan , takipneu, dispneu, edema paru (pada

krisis tiroksikosis).

Tanda : fungsi mental/kegelisahan, kesadaran/rileks.

9. Keamanan.

Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.

Tanda : suhu  diatas 37,40C, diaporesis, kulit halus, hangat dan

kemerahan, rambut tipis, mengkilap dan lurus.

10. Seksualitas.

Tanda : penurunan libido, hipomenorhea.

11. Integumen.

Tanda : adanya luka bekas operasi.

12. Verbal.

Gejala : pernyataan tidak mengerti/salah mengerti.

Tanda : kerusakan kemampuan untuk bicara, gagap, disastria, afasia,

suara lemah/tidak mendengar.

13. Penyuluhan/pembelajaran.
Gejala : adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah, masalah

penyakit trofoblast, terutama mola hidatidosa.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan

intrauteri.

2. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dnegan

perdarahan.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat

pertahanan sekunder.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Noc Nic

Keperawatan
1 Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kaji kondisi nyeri yang

nyaman (nyeri) tindakan keperawatan dialami klien.

berhubungan diharapkan klien dapat 2. Terangkan nyeri yang

dengan beradaptasi dengan diderita klien dan

kerusakan nyeri yang dialami. penyebabnya.

jaringan 3. Kolaborasi pemberian

intrauteri. analgetika.

2 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji kondisi status

terhadap devisit tindakan keperawatan hemodinamika.

volume cairan diharapkan klien Tidak 2. Ukur pengeluaran harian.


berhubungan terjadi devisit volume 3. Catat haluaran dan

dnegan cairan, seimbang antara pemasukan.

perdarahan. intake dan output baik 4. Observasi nadi dan tensi.

jumlah maupun 5. Berikan diet halus.

kualitas. 6. Nilai hasil lab.HB/HT.

7. Berikan sejumlah cairan IV

sesuai indikasi.

8. Evaluasi status

hemodinamika.

Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi 1. Kaji kondisi

terhadap infeksi selama perawatan keluaran/dischart yang

berhubungan perdarahan. keluar; jumlah, warna, dan

dengan tidak bau.

adekuat 2. Terangkan pada klien

pertahanan pentingnya perawatan vulva

sekunder. selama masa perdarahan.

3. Lakukan pemeriksaan

biakan pada dischart.

4. Lakukan perawatan

vulva.

5. Terangkan pada klien

cara mengidentifikasi tanda

infeksi.

6. Anjurkan pada suami


untuk tidak melakukan

hubungan senggama selama

masa perdarahan.

7. Batasi pengunjung dan

ajari pengunjung untuk

mencuci tangan yang baik.

8. Observasi suhu tubuh.

9. Nilai hasil lab.Leukosit,

darah lengkap.

10. Berikan obat sesuai

terapi.

.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan kelompok akan membahas mengenai kesenjangan dari

asuhan keperawatan ibu hamil pada Ny. N G2P1A0H1 +Mola Hidatidosa di

ruangan Kamar Bersalin Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2019.

Berdasarkan tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus yang dibuat serta faktor-faktor

penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

mengacu teori yang ada.

1. Pengkajian

Pengkajian yang telah dilakukan berdasarkan teoritis dan anamnesa dari

pasien, kemudian data dikumpulkan dan dianalisa sehingga dapat diketahui

kebutuhan klien sesuai dengan kebutuhan yang ada. Data yang didapat setelah

pengkajian pada Ny. N cukup sesuai dengan teori yang dibuat. Data-data tersebut

menunjang untuk dilakukan asuhan keperawatan selanjutnya karena data sudah

didapatkan dengan jelas dan sesuai.

2. Keluhan utama

Dalam keluhan utama dengan tinjauan kasus pasien mengatakan Keluar

darah plak dari kemaluan sejak 2 hari yang lalu, disertai nyeri dibagian perut di

bawah pusat

pada saat dilakukan pengkajian. Sedangkan pada tinjauan teori biasanya klien

mengeluhkan menstruasi tidak lancer dan adanya pendarahan pervagina berulang,

3. Riwayat kesehatan dahulu


Berdasarkan hasil wawancara pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit

hipertensi

4.Diagnosa Keperawatan

Dari beberapa diagnosa keperawatan yang ada diteoritis tidak

seluruhnya dialami oleh pasien. Sesuai dengan data objektif dan data

subjektif pasien dirumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan

keadaan pasien serta diagnosa keperawatan diangkat berdasarkan batasan

karakteristik yang terdapat pada SDKI, SLKI, SIKI, yaitu sebagai berikut:

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis


2. Resiko hipovelemia b.d Kehilangan cairan aktif (perdarahan)
3. Defisit nutrisi b.d Ketidak mampuan mencerna makanan(mual

muntah)

5. Intervensi

Dalam penyusunan rencana keperawatan mahasiswa menggunakan

rencana asuhan keperawatan yang telah disusun oleh SDKI, SLKI, SIKI

sebagai standar. Dalam hal ini setiap rencana asuhan keperawatan

dikembangkan berdasarkan teori yang dapat diterima secara logis dan sesuai

dengan kondisi pasien. Intervensi yang dilakukan adalah menagement nyeri,

manajemen nutrisi, manajemen kecemasan.


Dalam hal ini kelompok tidak terlalu mengalami kesulitan yang

begitu berarti hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor pendukung

diantaranya hubungan komunikasi yang baik antara anggota kelompok,

keluarga klien, dan juga pada perawat ruangan.


6. Implementasi

Tahap implementasi yang merupakan penerapan asuhan

keperawatan yang didelegasikan kepada pasien. Dalam tahap ini

implementasi penulis tidak mengalami kesulitan. Pada tahap implementasi

ini, penulis mengambil aktivitas dari beberapa jurnal penelitian yang telah

dipublikasikan.

7. Evaluasi

Dari semua diagnosa keperawatan yang kelompok tegakkan

sesuai dengan apa yang kelompok temukan dalam melakukan studi

kasus dan melakukan asuhan keperawatan, kurang lebih sudah

mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari itu

dalam melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang

maksimal memerlukan adanya kerja sama antara kelompok dengan klien,

perawat, dokter, dan tim kesehatan lainnya.


Kelompok tidak dapat melihat perkembangan selama 3 hari

berturut-turut karena pada hari pertama pasca kuret pasien sudah

dipindahkan ke ruang rawat inap, maka pada hari itu perawat melakukan

langsung intervensi

1. Pada diagnosa pertama yaitu Nyeri akut b.d agen pencedera

fisiologis Perawat melakukan manajemen nyeri dan dianggap

masalah sudah teratasi sebagian karena nyeri klien sudah berkurang.

2. Pada diagnosa kedua yaitu Resiko hipovelemia b.d Kehilangan cairan

aktif (perdarahan), perawat melakukan manajemen hipovolemi dan


diangaap masalah sudah teratasi sebagian karena Hb pasien sudah

normal dan keadaan umum pasien sudah mulai membaik

3. pada diagnosa ketigas yaitu Defisit nutrisi b.d Ketidak mampuan

mencerna makanan(mual muntah), perawat melakukan manajemen

nutrisi, diangaap masalah sudah teratasi sebagian karena pola makan

pasien sudah mbaik.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. (1981). Obstetri patologi.

Jakarta : Elstar Offset.

JNPKKR-POGI. (2000). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan


neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Mansjoer, A., et.al. (1999). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Cetakan 2. Jakarta
: Media Aesculapius.

Marilynn E.Doengoes. (2000). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 2. Jakarta :
EGC.

Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis obstetri. Edisi 2. Jakarta : EGC.

NANDA. (2006). Nursing diagnosis : definition and classification. Philadelphia :


North American Nursing Association.

Sarwono, Prawirohardjo. (1999). Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
H. PATHWAY KEPERAWATAN

Perdarahan pervaginam Defisiensi Kedaan sosial ekonomi Paritas tinggi Akibat infeksi Faktor ovum
berulang protein yang rendah

Trofoblas ekstra embrionik

Mola Hidatidosa

Pengaruh Curetage Tindakan pembedahan Hystrektomi


anestesi
Adanya luka operasi, Terputusnya Perdarahan Bedrest total; Pengaruh anestesi
Motalitas usus kurang pengetahuan jaringan syaraf malas bergerak
perawatan luka
Resiko tinggi Motalitas usus
Nyeri luka Takut akan
Distensi abdomen operasi kekurangan lukanya
Invasi volume cairan
mikroorganisme Distensi abdomen
Mual/muntah Nyeri Kurang
Kelemahan
Resiko tinggi perawatan
diri Mual/muntah
infeksi
Nafsu makan 
Gangguan
aktivitas Nafsu makan 
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai