DISUSUN OLEH:
Prasarita Esti Pudyaningrum
22010113210014
Penguji:
Dr. Wistiani, Sp.A(K), Msi.Med.
Pembimbing:
Dr. Roro Rukmi Windi Perdani
Judul Kasus Besar : Seorang Anak Laki-Laki 1 tahun 10 bulan dengan Demam dengan
Perawakan Pendek
Penguji Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kasih dan karunia- Nya, sehingga Laporan Kasus “Seorang Anak Laki-Laki 1
tahun 10 bulan dengan Demam dengan Tonsilofaringitis Akut, Kejang Demam Simpleks
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh
Diponegoro Semarang.
4. Keluarga dan Teman-teman Co-Ass dan semua pihak yang telah membantu dalam
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranial.1,2 Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak (umur 3
bulan – 5 tahun). Sebanyak 2-5 % anak yang berumur kurang dari 5 tahun pernah mengalami
kejang pada saat demam. Umur tersebut berkait dengan fase perkembangan otak yaitu masa
developmental window.3
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat,
misalnya Shigellosis (19,79%), faringitis (38%), otitis media (23%), pneumonia (15%),
gastroenteritis (7%), roseola infantum (5%). Demam bukan akibat infeksi tetapi pasca
Pada saat kejang terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 10 menit), akan mengakibatkan hipoksia serebral dan
secara anatomik, sehingga berpengaruh pada perkembangan mental dan neurologis anak.
Perkembangan mental dan neurologis anak umumnya tetap pada pasien yang sebelumnya
normal. 4,5
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan
neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari.
Faktor risiko terjadinya epilepsi meningkat bila terdapat kelainan neurologis yang nyata
5
selama kejang demam pertama, kejang demam kompleks, dan adanya riwayat anggota
Pencarian fokal infeksi ekstrakranial penting dicari supaya dapat mengatasi etiologi
dari demam yang terjadi. Dengan dapat mengatasi demam, maka dapat mencegah terjadinya
kejang demam. Penatalaksanaan yang baik untuk fokal infeksi juga mengurangi faktor yang
Pada tulisan ini akan disajikan kasus anak dengan demam dengan tonsilofaringitis
akut, kejang demam simpleks, dan gizi kurang perawakan pendek yang mendapatkan
B. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis,
dan gizi kurang perawakan pendek serta tindakan pengobatan yang diberikan sesuai dengan
Tujuan umum
Untuk mengetahui cara mendiagnosis dan mengelola pasien dengan demam dengan
tonsilofaringitis akut, kejang demam simpleks, dan gizi perawakan pendek sesuai
Tujuan Khusus
akut.
6
3. Mahasiswa mampu melakukan autoanamnesis dan alloanamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang kepada pasien dengan gizi kurang perawakan pendek.
kasus ini.
C. MANFAAT
1. Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar
akut.
2. Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar
3. Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar
perawakan pendek.
BAB II
7
PENYAJIAN KASUS
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. CM : C344663
Umur : 23 tahun
Umur : 25 tahun
8
A. SUBYEKTIF
Autoanamnesis dengan Ibu dan Ayah Pasien (13 Februari 2014 pukul 14.00 WIB
di C1L2 dan 1 Maret 2014 pukul 16.00 saat kunjungan rumah di rumah Pasien)
6 hari sebelum masuk rumah sakit anak demam tinggi, mendadak, terus
menerus, suhu 38oC (axiller) diukur sendiri oleh Ibu. Ibu merasa demam anak
semakin hari semakin tinggi. Demam tidak turun dengan penurun panas.
Demam anak lebih tinggi pada sore atau malam hari dibanding pada pagi hari.
Anak mengeluhkan nyeri kepala saat panas (+). Mata kemerahan (-), batuk (+)
berdahak (+), dahak sulit keluar (+) sehingga warna sulit diketahui, suara grok-
grok (+), sesak (-), pilek (+) berwarna bening. Nyeri telinga (-), keluar cairan
dari telinga (-), bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-). Selama sakit
nafsu makan berkurang, mual (+), muntah (-), dan anak lemas (+).nyeri perut
(-), menggigil (-), kejang (-). Anak tidak menangis saat BAK (-), kecing
belimbing, frekuensi 5x sehari, lebih jarang dari biasanya. BAB tidak ada
keluhan. Anak lalu dibawa berobat ke dokter umum dan diberi satu macam
puyer. Orang tua tidak tahu apa nama obatnya. Setelah diberi puyer, panas
5 hari sebelum masuk rumah sakit, anak masih demam, suhu 39,6oC (axiller)
anak masih merasakan keluhan yang sama seperti sebelumnya. Malam hari
anak kejang. Kejang seluruh tubuh berlangsung selama 2 menit, saat kejang
seluruh tubuh kaku, mata mendelik ke atas, gigi dan mulut terkunci, saat kejang
anak tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang sadar, kejang berhenti sendiri.
9
Karena khawatir anak dibawa ke UGD RSDK. Di IGD anak diberi penurun
2 hari sebelum masuk rumah sakit anak masih demam tetapi tidak tinggi, batuk
(+), berdahak (+), suaranya grok-grok, muntah bila batuk. Bintik merah seperti
digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-), BAK tidak ada kelainan, BAB cair 1x,
warna kuning, jumlah ¼ gelas belimbing, lendir (-), darah (-), ampas (+), buih
Karena panas tidak kunjung reda, orang tua membawa anak ke IGD RSDK,
kurang bersih tetapi tidak/ jarang terjadi banjir di lingkungan tempat tinggal
anak.
Tempat sampah rumah memakai ember yang tidak ditutup dan terletak dekat
Saat berusia satu tahun anak pernah kejang disertai demam sebelumnya.
10
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga yang sakit batuk lama dengan pengobatan memakai obat
Ayah Pasien memiliki riwayat kejang dengan demam sebelumnya pada saat
Nenek dan Paman Penderita juga pernah mengalami kejang yang disertai
demam sebelumnya.
II
III
Keterangan:
: pasien
Ayah bekerja sebagai karyawan pabrik, Ibu sebagai ibu rumah tangga.
11
B. DATA KHUSUS
ANC (+) di bidan, teratur, dilakukan lebih dari 4 kali selama masa kehamilan, mendapat
imunisasi TT 2 kali. Riwayat penyakit selama kehamilan seperti sakit panas selama
hamil, darah tinggi, kejang, sakit gula selama hamil disangkal. Riwayat trauma dan
perdarahan selama kehamilan disangkal. Selama hamil ibu mendapat vitamin dan tablet
bulan/serotinus (-).
Riwayat kelahiran :
Lahir bayi laki-laki dari ibu G1P1A0 usia 21 tahun, hamil 38 minggu. Pasien lahir
ditolong oleh dokter di RS.Dokter Kariadi, lahir dengan sectio caesaria karena bayi
sungsang dan terlilit tali pusat, langsung menangis, riwayat biru-biru disangkal, riwayat
trauma kelahiran disangkal, ketuban jernih dan jumlahnya banyak, riwayat kuning
disangkal. Berat badan lahir 2900 gram, panjang badan ibu lupa, lingkar kepala lahir
ibu lupa.
dinyatakan sehat.
Riwayat Imunisasi :
DPT : 3 x ( 2, 3, 4 bulan )
Polio : 4 x ( 0, 2, 3, 4 bulan )
Hepatitis B : 3 x ( 0, 1, 6 bulan )
Campak : 1 x ( 9 bulan)
12
Riwayat Makan dan Minum Anak
0 bulan – sekarang : Anak hanya diberi ASI, semau anak, setiap menetek ± 20-30
1,5 bulan – sekarang : susu formula 2-3 gelas (100cc air + 2 sendok takar) /hari habis.
9 bulan – sekarang : nasi lunak + sayur bening + ikan (jarang) / telur (kadang-
================================================================
HASIL PERHITUNGAN DIET/
================================================================
Nama Makanan Jumlah energy carbohydr.
SARAPAN
bubur nasi 100 g 73.0 kcal 16.0 g
telur ayam 30 g 46.5 kcal 0.3 g
santan (kelapa dan air) 30 g 31.8 kcal 1.4 g
teh manis 250 g 32.5 kcal 8.0 g
tepung susu sgm 2 20 g 92.8 kcal 10.3 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
tepung susu sgm 2 10 g 46.4 kcal 5.2 g
Meal analysis: energy 460.7 kcal (11 %), carbohydrate 55.2 g (10 %)
Snack SIANG
chiki 30 g 153.0 kcal 18.9 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
MAKAN SIANG
bubur nasi 100 g 73.0 kcal 16.0 g
telur ayam 30 g 46.5 kcal 0.3 g
santan (kelapa dan air) 30 g 31.8 kcal 1.4 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 100 g 68.8 kcal 7.0 g
Snack SORE
13
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
MAKAN MALAM
nasi putih 100 g 130.0 kcal 28.6 g
bakso daging sapi 30 g 111.0 kcal 0.0 g
tepung susu sgm 2 20 g 92.8 kcal 10.3 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 100 g 68.8 kcal 7.0 g
SARAPAN
nasi putih 100 g 130.0 kcal 28.6 g
sayur sop macaroni 50 g 63.5 kcal 5.3 g
tepung susu sgm 2 20 g 92.8 kcal 10.3 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
Meal analysis: energy 424.0 kcal (10 %), carbohydrate 58.2 g (11 %)
Snack SIANG
MAKAN SIANG
nasi putih 100 g 130.0 kcal 28.6 g
sayur sop macaroni 50 g 63.5 kcal 5.3 g
Snack SORE
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
MAKAN MALAM
nasi putih 100 g 130.0 kcal 28.6 g
sayur sop macaroni 50 g 63.5 kcal 5.3 g
tepung susu sgm 2 20 g 92.8 kcal 10.3 g
14
Breastmilk (> 10 days post partum) 100 g 68.8 kcal 7.0 g
SARAPAN
nasi putih 100 g 130.0 kcal 28.6 g
sayur sop macaroni 50 g 63.5 kcal 5.3 g
tepung susu sgm 2 20 g 92.8 kcal 10.3 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
Meal analysis: energy 424.0 kcal (10 %), carbohydrate 58.2 g (11 %)
Snack SIANG
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
MAKAN SIANG
nasi putih 100 g 130.0 kcal 28.6 g
sayur sop macaroni 50 g 63.5 kcal 5.3 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 100 g 68.8 kcal 7.0 g
Snack SORE
Breastmilk (> 10 days post partum) 200 g 137.7 kcal 14.0 g
MAKAN MALAM
nasi putih 100 g 130.0 kcal 28.6 g
sayur sop macaroni 50 g 63.5 kcal 5.3 g
tepung susu sgm 2 20 g 92.8 kcal 10.3 g
Breastmilk (> 10 days post partum) 100 g 68.8 kcal 7.0 g
================================================================
HASIL PERHITUNGAN
15
================================================================
Zat Gizi hasil analisis rekomendasi persentase
nilai nilai/hari pemenuhan
_________________________________________________________________________
energy 1381.8 kcal 1050.0 kcal 132 %
water 0.0 g 1300.0 g 0%
protein 37.0 g(11%) 13.5 g(12 %) 274 %
fat 57.7 g(37%) 41.0 g(< 30 %) 141 %
carbohydr. 176.4 g(52%) 155.0 g(> 55 %) 114 %
dietary fiber 3.2 g - -
alcohol 0.0 g - -
PUFA 4.5 g 9.0 g 50 %
cholesterol 114.0 mg - -
Vit. A 971.0 µg 600.0 µg 162 %
carotene 0.0 mg - -
Vit. E 2.2 mg - -
Vit. B1 0.4 mg 0.6 mg 64 %
Vit. B2 0.8 mg 0.7 mg 113 %
Vit. B6 0.6 mg 0.4 mg 139 %
folic acid eq. 64.0 µg - -
Vit. C 70.2 mg 60.0 mg 117 %
sodium 292.7 mg - -
potassium 1133.5 mg 1500.0 mg 76 %
calcium 603.9 mg 600.0 mg 101 %
magnesium 127.4 mg 80.0 mg 159 %
phosphorus 623.4 mg 500.0 mg 125 %
iron 5.9 mg 8.0 mg 73 %
zinc 5.1 mg 3.0 mg 170 %
Kesan : ASI tidak eksklusif, kualitas makanan kurang, kuantitas makanan cukup.
Pertumbuhan :
WAZ= -2,46 SD
HAZ= -2,18 SD
17
WHZ= -1,74 SD
18
Perkembangan:
19
5. Jika anda menggelindingkan bola ke anak, apakah ia √
menggelindingkan/ melemparkan kembali bola pada anda?
6. Apakah anak dapat memegang sendiri cangkir/ gelas dan √
minum dari tempat tersebut tanpa tumpah?
7. Jika anda sedang melakukan pekerjaan rumah tangga, √
apakah anak meniru apa yang anda lakukan?
8. Apakah anak dapat meletakkan satu kubus di atas kubus √
yang lain tanpa menjatuhkan kubus itu?
9. Apakah anak dapat mengucapkan paling seidkit 3 kata √
yang mempunyai arti selain “papa” dan “mama”?
10. Apakah anak dapat berjalan mundur 5 langkah atau lebih √
tanpa kehilangan keseimbangan?
Total jawaban “Ya”= 10
Kesan:
Saat ini ibu pasien menggunakan KB IUD sejak melahirkan anak ARN.
B. OBYEKTIF (13 Februari 2014, di C1L2 pukul 14.15 WIB/ hari perawatan ketiga)
Keadaan umum :
RR : 28x/ menit
20
t : 36,9o C
Keadaan Tubuh :
Anemi (-), sianotik (-), ikterik (-), turgor kembali cepat, normotonus, rambut: hitam, mudah
dipilah, tidak mudah dicabut, kulit: turgor kembali cepat, ptechiae (-), edema (-), kejang (-),
dispneu (-).
Kepala :
Lingkar kepala 47,5cm (kesan: mesosefal), UUB sudah menutup, mata: konjungtiva anemis
(-/-), telinga: discharge (-/-), hidung: discharge (-), nafas cuping hidung (-), bibir: sianosis (-
), stomatitis (-), mulut: sianosis (-), lidah: makroglosi (-), gigi: nyeri (-), tenggorok: T1-T1
dengan tonsil hiperemis, faring hiperemis (+), leher: pembesaran nnll (-), tekanan vena tidak
meningkat.
Toraks:
Perkusi : sonor
21
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
Paru depan Paru belakang
Cor
Auskultasi : suara jantung I dan II normal, irama reguler, bising (-), gallop (-).
Abdomen :
Palpasi : supel, lemas, nyeri tekan (-), turgor kulit baik (kembali cepat)
22
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan Motorik
Klonus -/-
Nervus Trigeminus (N.V) : reflek kornea +N/+N, reflek bulu mata +N/+N
sempurna
23
Nervus Assessorius (N.XI): bahu dapat terangkat dengan baik
STATUS ANTROPOMETRI
WHZ = -1,74 SD
WAZ = -2,46 SD
HAZ = -2,18 SD
Anak laki-laki usia 1 tahun dengan berat badan : 8,5 kg, BB ideal sesuai usia : 12 kg
24
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Keterangan
Hematokrit 31,5 % 36 – 44 L
Leukosit 13 ribu/mmk 6 – 18 N
Hitung Jenis
Eosinofil 1 % 2-5 L
Basofil 0 % 0 N
Batang 1 % 2-5 L
Segmen 54 % 25-70 N
Limfosit 37 % 50-70 N
Monosit 7 % 5-15 N
Lain-lain
Trombosit 359 ribu/mmk 150-400 N
pH : 6,50
Nitrit : NEG
25
Sed : epitel : 2.1/ uL (N : 0,00 – 40,00)
3 : borderline
3. Batuk 13/02/2014
26
5. Tubex TF/ Salmonella 13/02/2014
typhi 4/pos
Initial Dx : S: -
O: -
Ex :
- Bila anak panas segera kompres pada dahi, leher, ketiak, dan lipat
27
- Setelah anak pulang, orang tua disarankan untuk
terdekat.
Diagnosis : Subyektif : -
Obyektif :-
Tanda vital
Penurunan kesadaran
Tanda-tanda komplikasi
28
- Mengedukasi keluarga penderita untuk mengkompres ketika
demam, caranya dengan menggunakan handuk yang sudah
direndam air hangat, lalu diperas, setelah itu dikompreskan di
dahi anak.
Diagnosis : Subyektif : -
Obyektif :-
Tanda vital
Akseptabilitas gizi
29
3.8 CATATAN KEMAJUAN
11/2/14 Anak sadar, Mata: anemis -Demam 6 hari dd/ Hb:10,7 Infus D5 ½ NS
demam Hidung: discharge -, nafas cuping – Tifoid fever 480/20/5 tpm
Mulut sianosis (-) TFA Ht: 31,5
-inj.ampisilin
BB: 8,5kg Tenggorok : T1-1, tonsil dan faring ISK
250mg/6jam iv(H1)
hiperemis (+) -anemia mikrositk Leukosit: 13.000
TB: 79cm Leher : Simetris, pembesaran kelenjar normokromik Po:
limfe (-) -Gizi baik Trombosit: 359.000
Nafas spontan, -Paracetamol 1cth /4-6
Dada : Simetris saat statis dan dinamis, perawakan normal jam (kalau t≥38oC)
retraksi (-)
HR: 110x/ mnt Pulmo : SD vesikuler +/+, wheezing -
/-, ronkhi -/-, hantaran -/- Tubex positif 4
RR: 26x/mnt Diet 3x nasi, 3x 200cc
Jantung : Dbn
Abdomen: Datar, supel, bising usus (+) sus
Suhu: 37,1oC
normal, hepar teraba 2 cm di
Nadi: reg bawah arcus costa, lien tidak
teraba
Program: ev. KU, TV,
Ekstremitas Sup. Inf
Sianosis -/- -/- cek urin rutin.
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Petechi -/- +/+
30
12/2/14 S: demam (+) Mata: anemi -/- Ass: suspek ISK Hb: 10,7 Inf D5 ½ NS 480/20/5
nglemeng, tpm
batuk (+) Hidung: epistaksis -/- dd./ TFA Ht: 31,5
Inj ampisilin 250mg/6
Mulut: sianosis – tifoid fever Leukosit: 13.000 jam
O: sadar, Tenggorok: T1-T1 hiperemis (+) pasca KDS Trombosit: 359.000 Inj diazepam 8 mg IV
kurang aktif pelan kala kejang
Palatal ptechiae (+)
Thorax: simetris, retraksi (-) Tubex positif 4
HR: 110x/mnt PO:
Cor/pulmo: dbn
RR: 24x/mnt Paracetamol syr 1CTH/
Abdomen: datar, supel, BU (+) N
o
Suhu: 37,6 C 4-6 jam (t>38oC)
Hepar: tidak teraba, lien: S0
Nadi: reg, tek Ambroxol 5mg/ 8 jam
Ekstremitas: akral dingin -/-
ckup
Diazepam 1,5 mg/ 8 jam
Sianosis -/- (t>38oC)
Ano-genital: laki-laki, fimosis (+)
13/2/14 S: demam (-) Mata: anemis -/- TFA, Hb: 10,7 Inj D5 ½ NS 480/20/5
Hidung: nafas cuping -/- tpm
O: sadar, nafas Mulut: sianosis (-) Demam tifoid Ht: 31,5 Inj. Ampicilin 250mg/
spontan Thorax: simetris, retraksi (-) 6 jam
Cor/pulmo: dbn
31
HR: 108x/mnt Abdomen: BU (+) N, datar, supel KDS Leukosit: 13.000 Inj diazepam 3 mg IV
Hepar: tidak teraba pelan bila kejang
RR: 36x/mnt Lien: S0 Trombosit: 359.000
Ektremitas: akral dingin -/- PO:
Suhu: 36,7oC
Genitalia: laki-laki, fimosis (+) Paracetamol syr 1 cth/
Nadi: reg, tek Tubex positif 4 4-6jam (t>38oC)
ckup Ambroxol 5 mg/ 8 jam
Diazepam 1,5 mg/ 8
jam (t>38oC)
Program:
Evaluasi KU, TV,
warning sign
Pulang hari ini
32
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam sendiri adalah bangkitan kejang yang disebabkan oleh demam di atas
suhu 38oC rectal tanpa disertai infeksi pada sistem saraf pusat atau gangguan
keseimbangan elektrolit akut pada anak berumur lebih dari 1 bulan, tanpa ada
berlangsung singkat, <15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berupa
kejang umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang demam tidak berulang
dalam 24 jam. Kejang jenis ini merupakan 80% dari seluruh kejang demam.
Pada kasus ini anak kejang selama 2 menit, seluruh badan kaku, mata
mendelik ke atas, saat kejang anak tidak sadar, gigi/ mulut terkunci, sebelum dan
sesudah kejang anak sadar, kejang diprovokasi oleh demam sebelumnya, kejang
berhenti sendiri. Keadaan ini sesuai dengan definisi kejang demam simpleks.
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
Unit dasar sistem saraf adalah sel khusus yang dinamakan neuron. Neuron
memiliki perbedaan sangat jelas dalam ukuran dan penampilannya, tetapi memiliki
33
karakteristik tertentu. Neuron memiliki dendrit dan badan sel yang berfungsi
akson. Pada ujung akson terdapat sejumlah kolateral yang berakhir dalam sinap
terminal. Sinap terminal ini tidak menempel pada neuron yang akan distimulasi
melainkan pada celah sinaptik. Jika suatu impuls saraf berjalan melalui akson dan
Neurotransmitter ini akan berdifusi melewat celah sinaptik dan menstimulasi neuron
selanjutnya.
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari lipoid di sebelah
dalam dan ionik di permukaan luar. Dalam keadaaan normal, membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida. Akibatnya, konsentrasi ion kalium di
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion natrium rendah, sedangkan di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
sekarang dapat mengadakan difusi masuk ke dalam sel neuron atau akson.
Masuknya ion-ion natrium bermuatan listrik positif ke dalam sel neuron atau akson
sehingga terjadi suatu keadaan yang sebaliknya dari keadaan istirahat dan peristiwa
Kejang terjadi bila terdapat depolarisasi berlebihan pada neuron dalam sistem
34
energi yang diperlukan untuk mempertahankan potensial membran (misalnya
eksitator dan inhibitor serta interaksi antara kalsium dan magnesium dengan
hipomagnesemia.
kejang.
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Pireksia akan
Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial,
hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini
tingginya suhu, dan anatomi bagian otak subkorteks yang peka terhadap perubahan
35
a) Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/
imatur.
c) Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2
masuk sel.
daerah ini merupakan prekursor timbulnya epilepsi lobus temporalis yang berlatar
kejang kembali).
Pada kasus ini, kejang didahului dengan demam 39,6oC yang diukur di axiler
anak oleh Ibu menggunakan thermometer. Demam pada anak ini berpotensi
membangkitkan kejang.
3. Faktor Risiko
Kejang demam dapat terjadi karena adanya pengaruh beberapa hal, yaitu:
a) Umur
36
Umur terjadinya bangkitan kejang demam berkisar antara 6 bulan – 5
tahun. Umur terkait dengan fase perkembangan otak yaitu masa developmental
window yang merupakan masa perkembangan otak fase organisasi. Pada usia
ini anak mempunyai nilai ambang kejang rendah sehingga mudah terjadi
kejang demam. Selain itu, keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam
mekanisme eksitasi lebih dominan daripada inhibisi. Pada otak yang belum
matang, regulasi ion natrium, kalium dan kalsium belum sempurna sehingga
eksitabilitas neuron.
b) Suhu Badan
kejang demam. Anak yang sering menderita demam dengan suhu tinggi
eksitabilitas neural karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion,
kecepatan reaksi-reaksi kimia. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan
lebih cepat sehingga oksigen lebih cepat habis dan terjadi keadaan hipoksia.
37
neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. Di samping itu,
41,4oC. Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh
demam antara lain umur ibu saat hamil, kehamilan dengan eklampsia dan
kehamilan. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat
berkurang sehingga terjadi asfiksia pada bayi dan dapat berlanjut menjadi
terjadinya kejang pada bayi. Insiden kejang ditemukan lebih tinggi pada anak
pertama. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pada primipara lebih
kejang demam pada anak. Penelitian Cassan (1990) dan Vestergaard (2005)
masa kehamilan merupakan usaha yang efektif untuk mencegah kejang demam
pada anak.
38
Faktor natal yang menjadi faktor risiko untuk terjadinya kejang demam
antara lain adalah prematuritas, asfiksia, berat badan lahir rendah, dan partus
lama. Hipoksia dan iskemia di jaringan otak dapat terjadi pada asfiksia
perinatal. Hipoksia dan iskemia di jaringan otak dapat terjadi pada asfiksia
terhadap hipoksia adalah inti-inti pada batang otak, thalamus, dan kolikulus
neuron eksitator sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang
memadai.
sehingga belum berfungsi dengan baik. Hal ini menyebabkan bayi sering
mengalami apneu, asfiksia berat, dan sindrom gangguan nafas hingga hipoksia.
Semakin lama terjadi hipoksia, semakin berat kerusakan otak yang terjadi dan
menyebabkan kerusakan otak semakin luas. Infeksi susunan saraf pusat, trauma
kepala, dan gangguan toksik metabolik pada masa pascanatal dapat menjadi
39
mengalami gangguan, terutama pada fase organisasi, dimana dapat terjadi
dititipkan pada day care merupakan faktor risiko terjadi kejang demam.
e) Infeksi Berulang
dirawat di tempat penitipan anak memiliki risiko terkena infeksi lebih besar
kejang demam. Infeksi dengan panas lebih dari empat kali dalam setahun
Didapatkan bahwa infeksi yang paling sering adalah infeksi saluran nafas dan
bakteri.
f) Faktor Genetik
faktor penting dalam terjadinya bangkitan kejang demam. Pada anak dengan
kejang demam pertama, risiko untuk terjadi kejang pada saudara kandungnya
mutasi gen pada kromosom 19p dan 8q13-21; di antaranya pola autosal
dominan.
menderita kejang demam, didapatkan adanya hubungan mutasi gen pintu kanal
40
voltase ion Natrium (channelopathy) dengan umur, suhu, jarak waktu antara
mulai demam sampai timbul bangkitan kejang, jenis kejang demam saat
bangkitan kejang demam pertama, dan riwayat keluarga (first degree relative)
pernah menderita kejang demam. Mutasi gen pintu kanal voltase ion Natrium
bersifat polar oleh asam amino alanin yang bersifat nonpolar dan terjadi kodon
stop. Adanya kodon stop mengakibatkan deretan asam amino penyusun pintu
kanal voltase ion natrium lebih pendek. Pergantian asam amino argenin bersifat
polar oleh asam amino alanin bersifat nonpolar dan kodon stop mengakibatkan
fungsi pintu voltase kanal ion natrium terganggu. Mutasi gen pintu kanal
voltase ion natrium subunit α (SCNIA) mempunyai risiko 3,5 kali terjadi
kejang demam berulang sedangkan mutasi gen pintu kanal voltase ion natrium
Faktor risiko yang didapat pada Anak ARN adalah ia masih berada pada
usia 1 tahun 10 bulan, saat demam didaptkan suhu lebih dari 38oC, dengan
didapati fokal infeksi pada tonsil dan faring, serta memiliki riwayat keluarga
ayah, om (adik dari ayah) dan nenek (ibu dari ayah) pernah kejang demam
sebelumnya.
4. Pemeriksaan Penunjang
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain yang dapat menjadi penyebab kejang.
41
Punksi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Jika yakin klinis bukan meningitis, maka punksi lumbal
Mengingat manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas pada bayi, maka
punksi lumbal pada bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan, pada bayi usia
12-18 bulan dianjurkan, dan bayi usia lebih dari 18 bulan tidak rutin dilakukan.
dapat dilakukan pada kejang demam tak khas; misalnya pada anak usia > 6 tahun
persen kasus kejang demam EEGnya abnormal bila dikerjakan segera setelah kejang
EEG yang tinggi pada anak dengan kejang demam, namun EEG tidak dapat
memprediksi rekurensi atau riisko untuk terjadinya epilepsy di kemudian hari. AAP
atau magnetic resonance imaging (MRI) tidak rutin dilakukan. Pencitraan seperti x
ray, CT scan, atau MRI kepala hanya dilakukan jika ada indikasi, seperti kelainan
5. Penatalaksanaan
42
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:
(1) pengobatan pada fase akut; (2) mencari dan mengobati penyebab; (3) pengobatan
Tujuan pengelolaan pada fase ini adalah untuk mempertahankan oksigenasi otak
Pengelolaan umum: menjaga fungsi vital tetap baik agar oksigenasi otak tetap
adekuat.
berulang, koreksi kelainan elektrolit dan metabolit bila ada, mencari dan
Saat demam diberikan parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali diberikan
4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali sehari. Obat lain: ibuprofen dengan dosis 5-
43
10 mg/kg BB/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetil salisilat tidak dianjurkan terutama
Diazepam oral 0,3 mg/kg BB tiap 8 jam saat demam dapat menurunkan risiko
berulangnya kejang demam pada 30-60% kasus, begitu pula diazepam rectal 0,5
mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. hati-hati dengan efek samping
ataksia, iritabel dan sedasi berat yang terjadi pada 25-39% kasus. Fenobarbital,
fenitoin dan karbamazepin saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.
Pengobatan rumat dibeirkan jika: kejang lama > 15 menit, ada kelainan
neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang misalnya paresis Todd, cerebral
Pengobatan rumat dipertimbangkan jika ada kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, terjadi pada bayi < 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali/ tahun.
Pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg BB/hari
dibagi 2-3 dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 1-2 dosis.
Asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati pada sebagian kecil
kasus terutama pada usia < 2 tahun; fenobarbital dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Pengobatan diberikan sampai
satu tahun bebas kejang; kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
Faringitis adalah infeksi akut faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena
letaknya yang sangat berdekatan jarang terjadi infeksi lokal tonsil saja atau faring saja.
dan tonsilofaringitis.6
44
Sebagian besar tonsilofaringitis disebabkan oleh virus. Virus penyebab
penyebab terbanyak adalah virus namun ada bakteri penyebab yang memerlukan
perhatian khusus karena dapat menyebabkan komplikasi ke jantung dan ginjal yaitu
tenggorokan, malaise, sakit kepala, nafsu makan menurun, biasanya terdapat suhu
yang sedikit meningkat, disfagia, nyeri alih ke telinga dan nyeri tekan. Pada
pemeriksaan fisik bisa didapatkan faring hiperemis dan bengkak, dinding faring
tertutup mukus tebal dan liat, suhu badan naik, dan kelenjar leher membesar sedang
pada tonsil dapat bengkak dan merah. Pada pemeriksaan laboratorium darah dapat
terjadi leukositosis sebagai tanda infeksi bakterial atau leukopeni sebagai tanda infeksi
virus.7
tidak nafsu makan yang mungkin sebagai akibat dari nyeri telannya. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan tonsil dan faring yang hiperemis. Pada pemeriksaan laboratorium
Score Mc Issac:
Kriteria Skor
45
Usia 3-14 tahun 1
0 2-3%
1 4-6%
2 10-12%
3 27-28%
4 38-63%
Tatalaksana
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus, karena tidak akan
Istirahat cukup dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang
dapat diberikan.
Selain itu, pemberian gargles (obat kumur) dan lozenger (obat hisap) pada anak
yang cukup besar dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok. Apabila terdapat
nyeri yang berlebih atau demam, dapat dibeirkan parasetamol atau ibuprofen.
Kasus ini didiagnosis banding dengan tonsilisitis akut dan faringitis akut
keduanya yaitu tonsilofaringitis. Pada pasien ini didapatkan faring yang hiperemis
46
tetapi tonsilnya belum membesar karena infeksinya bersifat akut, jadi tidak menutup
Pengelolaan
Disease, sehingga yang perlu kita lakukan adalah mengedukasi supaya makan tertaur
dan bergizi dan mengambil waktu untuk istirahat. Pada tonsilofaringitis bakteri akut,
komplikasi menurun. Pada pasien ini diberikan diet cairan dan diet makanan yg cukup.
rata.9 Gizi kurang terjadi karena seseorang mengalami kekurangan gizi dalam waktu
yang lama atau karena sakit. Pada kasus ini, seorang anak laki-laki dengan umur 1
tahun 10 bulan mempunyai nilai WHZ -1,74 SD, WAZ -2,46 SD, HAZ -2,18 SD.
Balita dikategorikan kurus apabila indeks berat badan menurut menurut tinggi badan
47
Berat Badan Menurut Umur Gizi Buruk < -3 SD
SD
SD
atau Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Pendek -3 SD sampai dengan <-2
SD
SD
Tinggi >2 SD
atau Berat Badan Menurut Tinggi Badan Kurus -3 SD sampai dengan <-2
SD
SD
Gemuk >2 SD
Anak dengan gizi kurang termasuk dalam penyakit kurang energi dan protein (KEP).
KEP merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun
banyak Negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan
48
oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Pada
semua derajat maupun tipe KEP ini terdapat gangguan pertumbuhan di samping gejala-
kasus KEP. Klasifikasi KEP menurut Gomez didasarkan pada berat badan menurut usia
(BB/U). Berat anak yang diperiksa dinyatakan sebagai persentase dari berat anak seusia
yang diharapkan pada baku acuan dengan menggunakan persentil ke 50 baku acuan
Harvard. Berdasarkan sistem ini, KEP diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu: derajat
Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada beberapa faktor
yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya penyakit tersebut, antara lain: faktor diet,
Peranan Diet:
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tapi kurang protein akan
menyebabkan anak menjadi penderita kwarshiorkor, sedangkan diet kurang energi walaupun
zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus.
Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa
dengan diet yang kurang lebih sama, pada beberapa anak timbul gejala-gejala kwarshiorkor,
sedangkan pada beberapa anak-anak yang lain timbul gejala marasmus. Mereka membuat
49
kesimpulan bahwa diet bukan merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang
a. Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah mempunyai banyak
b. Para pria dengan penghasilan kecil tetapi memiliki banyak istri dan anak,
sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi cukup makan
pada musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik sawah yang
letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut. Anak-anak
d. Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus
meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian bayi tersebut
Dalam World Food Conference di Roma pada tahun 1974 telah dikemukakan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambah persediaan
bahan makanan setempat yang memadahi merupakan sebab utama krisis pangan. Sedangkan
50
kemiskinan penduduk merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan
Peranan Infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih ringan,
mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Hubungan ini
sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya mempunyai konsekuensi yang
Peranan Kemiskinan
problema bagi golongan miskin dalam masyarakat negara tersebut. Pentingnya kemiskinan
ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974. Mereka
menganggap kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP. Tidak jarang terjadi bahwa petani
miskin harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, lalu ia
menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya atau ia meninggalkan desa untuk
mencari nafkah di kota besar. Dengan penghasilan yang tetap rendah, ketidakmampuan
menanam bahan makanan sendiri, ditambah pula dengan timbulnya banyak penyakit infeksi
Penyakit KEP ringan sering ditemukan pada anak-anak dari 9 bulan sampai 2 tahun,
akan tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar. Pertumbuhan yang terganggu
51
2. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, dan ada kalanya beratnya bahkan
menurun.
Pencegahan KEP
Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau
2. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi
supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik mutunya.
52
Pengobatan KEP Ringan
Sebagian besar penderita KEP menderita KEP ringan. Bagi mereka perbaikan akan dicapai
dengan mengubah menu makanannya. Sehari-hari mereka harus dapat 2-3 gram protein dan
100-150 kkal untuk tiap kg berat badannya. Sumber protein dan energi cukup diperoleh dari:
makanan yang mengandung banyak protein dan tidak mahal harganya dan dapat
dibeli setempat atau dibagikan cuma-cuma oleh pemerintah melalui puskesmas atau
posyandu;
3. Perubahan menu makanan harus diusahakan sedemikian hingga dapat diterima oleh
ibunya dan tradisi penduduk dimana anak berada. Dalam prakteknya nasihat
perubahan menu sering-sering ditolah oleh ibunya hingga harus diulangi tiap kali.
Hasil positif yang dapat dilihat oleh ibu dan penduduk lainnya dapat meyakinkan
53
BAB IV
Kunjungan rumah pasien pada tanggal 1 Maret 2014 pukul 16.00 WIB
Keadaan Rumah
Ukuran : 13,5 x 8 m
Penghuni : 8 orang
54
Dinding rumah : batu bata, semen sedikit, dicat
2 kamar mandi).
Kamar mandi : 2 buah, milik sendiri, ukuran 1,5 m x 1,5 m, air ditampung
kurang.
Tempat sampah : ember 2 buah, letak di dapur dan di depan rumah, dibuang ke
Selokan : ada
Kebiasaan sehari-hari
Asuh
55
Pasien tinggal bersama ibu, ayah, dan nenek, kakek dan pamannya. Ayah penderita
seorang lulusan STM. Ayah bekerja sebagai pegawai swasta, Ibu sebagai Ibu Rumah
Tangga. Pasien sehari-harinya diasuh oleh ibunya. Pasien mendapatkan ASI sejak lahir
sampai sekarang, tidak eksklusif karena pada usia 1,5 bulan juga diberikan susu formula.
Jika sakit pasien dibawa ke dokter dekat rumah. Makanan sehari-hari: susu SGM II @ 3
sendok takar dalam 120 cc air, 8-10 x/hari, anak telah makan makanan keluarga berupa nasi,
Makanan selalu masak sendiri di rumah. Minuman dari air PAM yang direbus sebelum
dikonsumsi. Alat makan dicuci dengan air sumur pompa dengan sabun, selalu mencuci
tangan sebelum makan. Anak tidak memakai botol susu untuk minum susu tetapi
Mandi 2 kali sehari dengan air PAM dan sabun, pakaian kotor dicuci tiap hari. Rumah
disapu setiap hari dan di pel seminggu sekali. Tempat sampah 2 buah, berbentuk ember,
kecil di dapur dan di depan rumah, tidak ada tutupnya, dibuang ke sungai. Dapur digunakan
untuk menyimpan peralatan masak yang jarang digunakan dan merebus air, sehingga dapur
Asih
Kasih sayang diberikan terutama oleh ibu dan ayah. Ayah bekerja sebagai pegawai
swasta. Jam kerja mulai dari jam 7 pagi hingga 5 sore. Selama ayah bekerja anak bersama
Asah
Stimulasi mental terutama diberikan oleh ibu dan ayahnya, yang masing-masing
56
lulusan SMA, dan STM. Biasa bermain dengan ibunya selama di rumah. Mainan yang biasa
Lingkungan
Rumah pasien terletak di kawasan Talang Barat II, dekat Tugu Suharto, Sampangan.
Rumah ukuran kecil, bersebelahan dengan rumah lainnya. Rumah yang satu dengan yang
Rumah pasien berdinding tembok, lantai memakai keramik, 2 jendela di bagian depan
ruang tamu serta 2 ventilasi kecil, pertukaran udara di rumah kurang, pencahayaan kurang.
tumpukan peralatan masak sampah. Jalan di depan rumah berupa jalan plester semen dengan
DENAH RUMAH
Luas rumah : 9 x 6 m2
K.Mandi
Pintu
Dapur
Dapur
K.Tidur
Gudang K.Tidur
57
R.Tamu R.Tamu
Pintu
K.Mandi
Teras
K.Tidur
Warung
Kamar tidur
58
Kamar tidur
Jendela depan
59
Dapur
Kamar mandi
BAB V.
RINGKASAN
Seorang anak laki-laki berumur 1 tahun 10 bulan dibawa orang tuanya ke RSUD
Kariadi dengan keluhan demam, batuk (+), pilek (+). 6 hari panas bertambah tinggi, terus
60
menerus, tidak menggigil, batuk, pilek, tidak sesak. 5 hari sebelum masuk rumah sakit, anak
demam kemudian anak kejang, kejang seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, selama ± 2
menit, selama kejang anak tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang anak sadar. Anak dibawa
berobat ke dokter umum, lalu diberi obat penurun panas, panas reda tapi setelah itu naik lagi.
Karena panas tidak kunjung turun, anak dibawa berobat ke RSUD Kariadi.
keluarga ada yang mengalami kejang sewaktu demam ada, riwayat kejang tanpa demam
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak sadar, kurang aktif, dan tidak kejang.
Secara umum, anak demam, tanda vital lain dalam batas normal, tidak didapatkan tanda-
tanda defisit neurologik. Didapatkan batuk, discharge encer jernih pada hidung, tonsil dan
faring hiperemis. Status internus, dula darah sewaktu, dan elektrolit anak dalam batas
normal. Pada pemeriksaan darah didapatkan anak anemia mikrositik. Antropometri menurut
WHO, WAZ = -2,46 (berat badan kurang), HAZ = - 2,18 (perawakan pendek), WHZ = -
1,74, Anak gizi kurang perawakan pendek. Perkembangan anak sesuai umur, penghitungan
KPSP = 10.
(tonsilofaringitis akut), gizi kurang perawakan pendek, dirawat di bangsal anak selama 3
hari. Selama perawatan tidak terjadi kejang berulang. Tonsilofaringitis akut sebagai
penyebab timbulnya panas yang mencetuskan kejang sudah mengalami perbaikan. Penderita
pulang dalam keadaan baik, tidak demam. Ibu disarankan untuk menyediakan obat penurun
panas dan memeriksakan ke dokter bila terjadi infeksi yang akan menyebabkan suhu tubuh
meningkat sehingga mencetuskan terjadinya kejang, serta menjamin anaknya agar terus
mendapat asupan makanan yang bergizi dan cukup, dan menjaga kebersihan pribadi maupun
lingkungan.
61
BAGAN PERMASALAHAN
Asuh
Diasuh oleh ibu ayah.
Asih Asah
Makanan kurang Kualitas dan Stimulasi Mikrosistem Minisistem Mesosistem Makrosistem
berkualitas. Pengobatan kuantitas waktu oleh ibu ayah Pengetahuan ibu tentang interaksi anak dengan informasi infeksi, Program imunisasi
sederhana sewaktu sakit. bersama kesehatan dan tumbuh ayah, anak seusianya. penanganan kejang pemerintah, sosial
Sarana Pengobatan keluarga : Baik kembang anak Pengetahuan Ventilasi dan demam, budaya masyarakat.
penanganan sederhana anak pencahayaan kurang. tonsilofaringitis, dan Tata kota dan
terjangkau 62
sewaktu sakit, ditingkatkan. Higenitas perlu gizi kurang pemukiman.
ditingkatkan
DAFTAR PUSTAKA
63