Anda di halaman 1dari 11

Mengenal penyakit jantung

Sebagaimana anggota tubuh yang lain, jantung juga memerlukan oksigen dan
makanan sebagai sumber energy agar dapat memompa darah keseluruh tubuh.
Jantung akan bekerja baik jika pasokan dan pengeluaran seimbang. Jika pembuluh
darah koroner tersumbat atau menyempit itu artinya pasokan makanan berkurang.
Pasokan makanan kejantung harus selalu lancar karena jantung terus bekerja tanpa
henti. Bagian yang bertuga memasok oksigen dan zat makanan ini adalah pembuluh
darah koroner. Jadi penyakit pembuluh darah koroner adalah penyempitan atau
tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah koroner.
Penyebab penyakit pembuluh darah koroner adalah adanya penyempitan atau
penyumbatan atau kelainan pembuluh darah arteri koroner. Penyempita atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan menghentikan aliran darah
ke otot jantung yang sering disertai dengan rasa nyeri. Dalam kondisi yang parah,
kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak system
pengontrol irama jantung dan berakhir dengan kematian.
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan zat lemak
(kolesterol dan trigliserida) yang semakin lama semakin banyak dan menumpuk
dibawah lapisan terdalam (endothelium) dari dinding pembuluh arteri. Hal ini dapat
menyebabkan aliran darah keotot jantung menjadi berkurang atau berhenti, sehingga
mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung
koroner adalah kehulangan oksigen dan nutrien ke jantung karena aliran darah ke
jantung berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri mempengaruhi pembentukan
pembekuan darah yang akkan mendorong terjadinya serangan jantung. Proses
pembentukan plak yang menyebabkan pergerasan arteri tersebut dinamakan
arterioklerosis.
Awalnya penyakit jantung dimonopoli oleh orang tua. Namun saat ini ada
kecendrungan penyakit ini juga diderita oleh pasien dibawah umur 40 tahun. Hal ini bisa
terjadi karena adanya pergeseran gaya hidup, kondisi linkungan dan perilaku
masyarakat yang memunculkan “tren penyakit baru” yang bersifat degeneratife.
Sejumlah perilaku dan gaya hidup yang ditemui pada masyarakat perkotaan antara lain
mengomsumsi makanan siap saji (fast food) yang mengandung kadar lemak jenuh
tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga,
dan stress.

Rangkaian gejala penyait jantung


Arteriosklerosis diyakini sebagai rangkaian pertama penyebab penyakit jantung. Berikut
urutan gejala terjadinya penyakit jantung.
a. Pembentukan plak
Plak adalah substansi lemak dalam darah (seperti kolesterol) yang sering
terbentuk didalam dan disekitar otot polos arteri. Akibat pembentukan plak terjadi
hambatan dalam pembuluh darah yang menghalangi aliran darah. Plak
arteriosklerosis dapat menutup sebagian atau seluruh rongga arteri yang
terkena dan menyebabkan arterioskleriosis.
b. Angina
Plak dari kolesterol menyebabkan aliran darah yang kaya oksigen ke jantung
menjadi terhambat sehingga otot jantung angina. Angina adalah rasa nyeri pada
otot jantung yang disebabkan terjadinya penyumbatan (penyempitan) lebih dari
50% pada arteri koroner. Sinyal berupa nyeri (angina) akan dikeluarkan ketikka
terjadi serangan jantung iskemia.
c. Angina pekrotis
Gejala penyakit jantung koroner seperti rasa nyeri atau sesak di dada hanya
dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa nyeri ini terasa pada dada bagian
tengah, kemudian menyebar ke leher, dagu, dan lengan. Rasa nyeri tersebut
akan hilang beberapa menit kemudian. Namun, gejala ini sering tidak disadari
oleh penderita dan sulit dibedakkan apakah ini serangan jantung atau bukan.
Umumnya orang merasakan hal tersebut seperti “tida enak badan” saja. Gejala
lainnya adalah rasa tercekik (angina pekrotis). Kondisi ini timbul secara tak
terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras, misalnya fisik
dipaksa bekerja keras, atau mengalami tekanan emosional.
d. Serangan jantung
Serangan jantung terjadi jika ada hambatan total pada arteri koroner. Serangan
jantung tidak seperti angina karena berlangsung lebih lama. Rasa nyerinya lebih
berat dan tidak hilang dengan istirahat ataupun obat. Serangan jantung
mengakibatkan kerusakan otot jantung yang permanen.

Faktor resiko
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang terkena penyakit jantung koroner
a. Farktor yang tidak dapat diubah
Faktor resiko yang termasuk dalam fator ini adalah jenis kelamin, usia (diatas 40
tahun), riwayat keluarga dan riwayat penyait jantung koroner. Berikut adalah
penjelasan dari ketiga faktor tersebut.
1. Jenis kelamin
Pria lebih berpotensi terkena serangan jantung dibandingkan dengan
wanita. Walaupun begitu, bukan berarti wanita terbebas sepenuhnya dari
resiko penyakit jantung koroner. Pada usia muda, lebih sedikit wanita
terserang panyakit jantung koroner. Namun pada wanita usia 65 tahun
lebih atau menopause, besarnya resiko terserang penyakit ini sama
dengan pria. Resiko lebih tinggi akan dialami pula oleh wanita oleh wanita
diatas 35 tahun yang memiliki kebiasaan merokok.
2. Usia
Jika usia sudah diatas 40 tahun, semua faktor resiko akan semakin
meningkat.
3. Keturunan
Keturunan atau genetic tidak bisa diabaikan sebagai faktor resiko terkena
penyakit jantung koroner. Dengan mengetahui riwayat keluarga yang lebih
beresiko terkena jantung koroner akan menolong penderita lebih waspada
dalam mengantisipasi terjadinya serangan.
b. Faktor yang dapat diubah
Faktor resio yang dapat diubah atau dikendalikan, artinya kita dapat melakukan
tindakan untuk penyakit jantung koroner. Berikut faktor resiko yang dapat diubah
untuk mencega penyakit terjadinya penyakkit jantung koroner.
1. Kelebihan berat badan (obesitas)
Kegemukan menyebabkan beban jantung semakin berat. Selain itu,
timbunan lemak dalam otot dapat mengganggu efisiensi gerakan jantung.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor utama terkena penyakit jantung koroner.
Hipertensi dapat merusak dalam pembuluh arteri, sehingga kemungkinan
dapat menyebabkan pembekuan darah. Jika hal ini dapat terjadi pada
jantung, maka akan menyebabkan serangan jantung.
3. Diabetes Melitus
Penyakit ini memiliki peran besar sebagai pemicu terjadinya penyakit
jantung dan stroke. DM tipe 2 umumnya dihubungan dengan obesitas dan
dapat dicegah dengan menjaga berat badan ideal melalui olahraga dan
gizi yang seimbang. Adanya penyakit diabetes juga memicu terjadinya
resiko terjadinya penyempitan pembuluh darah dan arterioskleriosis.
4. Kadar lemak darah (kolesterol) tinggi
Peningkatan kadar kolesterol dalam darah berhubungan dengan
peningkatan resiko penyakit jantung koroner. Resiko terjadinya
arterioskleriosis dan serangan jantung juga dipengaruhi oleh kadar
kolesterol LDL atau kadar koleterol jahat. Jika kolesterol yang tersedia
lebih banyak dari yang dibutuhkan, LDL akan beredar dalam aliran darah
dan akhirnya akan berakumulasi didinding arteri. Akibatnya, akan
terbentuk semacam plak yang menyebabkan dinding arteri kaku dan
rongga rongga pembuluh darah menjadi sempit.
5. Merokok
Zat nikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan elastitas
pembuluh darah berkurang, sehingga meningkatkan pengerasan
pembuluh darah arteri dan faktor pembekuan darah. Keadaan seperti ini
dapat memicu penyakit jantung dan stroke. Perokok beresiko terkena
stoke dan jantung koroner dua kali lebih besar dibandingkkan dengan
orang yang tidak merokok.
6. Kurangnya aktivitas fisik
Jika tubuh kurang bergerak maka timbunan lemak lebih cepat terkumpul
karena tidak terjadi pembakaran berkala dari energy yang masuk ke
dalam tubuh. Karena itu, resio terjadi obesitas semakin tinggi. otot jantung
juga tidak dapat bergerak dengan baik. Hal ini akan memperberat resiko
terjadinya penyakit jantung koroner.
7. Stres
Stres yang terus menerus akan memacu kerja jantung dan merangsang
pembentukan adrenalin yang berpengaruh buruk pada esehatan
pembuluh jantung. Tingkat stres yang tinggi sangat membahayakan
kesehatan menurut penelitian ahli kesehatan klinis, stress dapat memicu
semburan adrenalin dan zat ketokolamin yang tinggi. akibatnya dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah jantung dan meningkatkan
denyut jantung sehingga mengganggu suplai darah ke jantung.
Orang yang memiliki tiga dari beberapa faktor diatas memiliki peluang terserang
penyakit jantung enam kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang hanya
memiliki satu faktor resiko. Faktor resiko penyakit jantung sangat berkaitan dengan diet.
Bagaimanapun pengaturan gizi sangat berperperan dalam menekan beberapa faktor
yang dapat dikendalikan maupun tidak dapat diendalikan, sehingga memberikan
kontribusi dalam pencegahan dan pengobatan penyakit jantung.

Pencegahan
Upaya pencegahan untuk menghindari penyakit jantung dimulai dengan memperbaiki
gaya hidup dan mengendalikan faktor resiko sehingga mengurangi peluang terkena
penyakit tersebut. Sebagaimana kita ketahui, arterioskleriosis merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit jantung, stroke, dan penyakit lain yang berhubungan dengan
pembuluh darah lain.
Kita dapat mencegah terjadinya arterioskleriosis dengan melakukan beberapa cara
sebagai berikut.
1. Mengendalikan tekanan darah dan kadar gula darah. Hirpertensi
merupakan faktor utama terjadinya penyait jantung koroner dan stroke.
2. Berhenti merokok dan menghindari asap rokok
3. Berolahraga secara teratur. Olahraga dapat membantu mengurangi bobot
badan, mengendalikan kadar kolesterol, dan menurunkan tekanan darah
yang merupakan faktor resiko lain terkena penyakit jantung.
4. Mengurangi berat badan jika kita merasa gemuk. Dengan mengurangi
berat badan, berarti juga mengurangi beban kerja jantung.
5. Menurunan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Caranya memperbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung
lemak tak jenuh. Kadar kolesterol total harus selalu dibawah 200 mg, LDL
dibawah 150 mg, dan HDL diatas 50 mg.
6. Mengurangi konsumsi makanan yang berlemak dan berkalori tinggi
(daging merah dengan lemaknya, daging ayam dan kulitnya, gorengan,
gula, serta makanan manis) untuk menjaga kadar gula, kolesterol, dan
trigliserida. Selain itu, diusahakan adar trigliserida kurang dari 200 mg,
kadar gula darah puasa 120 mg, kadar gula post prandial (2 jam setelah
makan) tidak lebih dari 160 mg.
(sumber: AgroMedia, Redaksi. 2009. Solusi sehat mengatasi jantung koroner. PT
ArgoMedika Pustaka. Jakarta)

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus
(GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang
bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang
belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan
fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik
dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor
Blocker), atau antagonis aldosterone.
Tabel Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai pada gagal jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi
Peningkatan kreatinin Penyakit ginjal, ACEI, Hitung GFR,
serum (> 150 µ mol/L) ARB, antagonis aldosteron pertimbangkan
mengurangi dosis
ACEI/ARB/antagonis
aldosteron, periksa kadar
kalium dan BUN
Anemia (Hb < 13 gr/dL pada Gagal jantung kronik, Telusuri penyebab,
laki-laki, < 12 gr/dL pada gagal ginjal, hemodilusi, pertimbangkan terapi
perempuan) kehilangan zat besi atau
penggunaan zat besi
terganggu, penyakit kronik
Hiponatremia (< 135 mmol/L) Gagal jantung kronik, Pertimbangkan restriksi
hemodilusi, pelepasan cairan, kurangi dosis
AVP (Arginine diuretik, ultrafiltrasi,
Vasopressin), diuretik antagonis vasopressin
Hipernatremia (> 150 mmol/L) Hiperkalemia, dehidrasi Nilai asupan cairan,
telusuri penyebab.
Hipokalemia (< 3,5 mmol/L) diuretic, hiperaldosteron Risiko aritmia,
seunder. pertimbangkan suplemen
kalium, ACEI/ARB,
antagonis aldosteron
Hiperkalemia (> 5,5 mmol/L) Gagal ginjal, suplemen Stop obat-obat hemat
kalium, penyekat sistem kalium
renin- (ACEI/ARB,antagonis
angiotensinaldosteron aldosterone ), nilai fungsi
ginjal dan pH, risiko
bradikardia
Hiperglikemia (> 200 mg/dL) Diabetes, resistensi insulin Evaluasi hidrasi, terapi
Terapi. intoleransi glukosa
Hiperurisemia (> 500 µmol/L) Diuretik , gout, keganasan. Allopurinol, kurangi dosis
diuretik.
BNP < 100 pg/mL, NT proBNP Tekanan dinding ventrikel Evaluasi ulang diagnosis,
< 400 pg/mL, normal. bukan gagal jantung jika
terapi tidak berhasil.
BNP > 400 pg/mL, NT proBNP Tekanan dinding ventrikel Sangat mungkin gagal
> 2000 meningkat jantung
Kadar albumin tinggi (> 45 Dehidrasi, myeloma Rehidrasi
g/L) (kanker mioplasma di
sumsum tulang belakang).
Kadar albumin rendah (< 30 Nutrisi buruk, kehilangan Cari penyebab
g/L) albumin melalui ginjal

Peningkatan Disfungsi hati, gagal Cari penyebab, kongesti


transaminase jantung kanan, toksisitas liver, pertimbangkan
obat kembali terapi
Peningkatan troponin Nekrosis miosit, iskemia Evaluasi pola peningkatan
berkepanjangan, gagal (peningkatan ringan sering
jantung berat, miokarditis, terjadi pada gagal jantung
sepsis, gagal ginjal, emboli berat), angiografi koroner,
paru evaluasi kemungkinan
revaskularisasi
Tes troid abnormal Hiper / hipotroidisme, Terapi abnormalitas tiroid
amiodaron
Urinalisis Proteinuria, glikosuria, Singkirkan kemungkinan
bakteriuria infeksi
INR > 2,5 Overdosis antkoagulan, Evaluasi dosis
kongesti hati antkoagulan, nilai fungsi
hat
CRP > 10mg/l, lekositosis Infeksi, infamasi Cari penyebab
neutroflik
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008
(Dikutip dari Pedoman Tataklasana Gagal Jantung Edisi Pertama Oleh Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia 2015)

Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma peptidanatriuretik
untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau memulangkan pasien, dan
mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi
peptida natriuretik yang normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif
yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejalagejala
yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi
walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk. Kadar peptida natriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretik
mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel
tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.

Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya
disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak
sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung
pada penderita tanpa iskemia miokard.
Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung
termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler
imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan
pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien
dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara
pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi
ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).

Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failure with
preserved ejection fraction)
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan
fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi >
45 - 50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan
diastolik)

Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak adekuat
(obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien endokardits,
penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada
pasien fibrilasi atrial.

Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada keadaan
hipokinesis atau akinesis berat.
Tabel Abnormalitas ekokardiografk yang sering dijumpai pada gagal jantung
Pengukuran Abnormalitas Implikasi klinis
Fraksi ejeksi ventrikel kiri Menurun (< 40 %) Disfungsi sistolik
Fungsi ventrikel kiri, global Akinesis, hipokinesis, Infark/iskemia miokard,
dan fokal diskinesis kardiomiopati, miokardits
Diameter akhir diastolik (End- Meningkat (> 55 mm) Volume berlebih, sangat
diastolik diameter = EDD) mungkin gagal jantung.
Diameter akhir sistolik (End- Meningkat (> 45 mm) Volume berlebih, sangat
systolic diameter = ESD) mungkin disfungsi sistolik
Fractonal shortening Menurun (< 25%) Disfungsi sistolik
Ukuran atrium kiri Meningkat (> 40 mm) Peningkatan tekanan
pengisian, disfungsi
katup mitral, fibrilasi atrial
Ketebalan ventrikel kiri Hipertrofi (> 11-12 mm) Hipertensi, stenosis
aorta, kardiomiopati
hipertrofi
Struktur dan fungsi katup Stenosis atau regurgitasi Mungkin penyebab
katup (terutama stenosis primer atau sebagai
aorta dan insufsiensi mitral) komplikasi gagal jantung,
nilai gradien dan fraksi
regurgitan, nilai
konsekuensi
hemodinamik,
pertimbangkan operasi
Profil aliran diastolik mitral Abnormalitas pola Menunjukkan disfungsi
pengisian diastolik dini dan diastolik
lanjut dankemungkinan
mekanismenya
Kecepatan puncak regurgitasi Meningkat (> 3 m/detk) Peningkatan tekanan
tricuspid sistolik ventrikel kanan,
curiga hipertensi
pulmonal
Perikardium Efusi, hemoperikardium, Pertimbangkan
penebalan pericardium tamponade jantung,
uremia, keganasan,
penyakit sistemik,
perikarditis akut atau
Aortc outlow velocity time Menurun (< 15 cm) kronik,perikarditis
integral konstriktif
Isi sekuncup rendah atau
berkurang
Vena cava inferior Dilatasi, Retrograde flow Peningkatan tekanan
atrium kanan,disfungsi
ventrikel kanan Kongesti
hepatik
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008
(Dikutip dari Pedoman Tataklasana Gagal Jantung Edisi Pertama Oleh Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia 2015)

Anda mungkin juga menyukai