Anda di halaman 1dari 3

Desember adalah bulan terakhir dalam kalender masehi, kalau sudah memasuki bulan tersebut

artinya tahun berjalan akan segera berakhir dan akan datang untuk bulan pada tahun berikutnya.
Kondisi itu juga menandakan bulan demi bulan, minggu demi minggu hari demi hari jam demi jam dan
detik demi detik telah kita lalui. Dari sekian banyaknya waktu yang kita lewati seberapa baikkah aku?
adalah salah satu kalimat tanya yang mendorong kita untuk bermuhasabah diri

Hadirin rahimakumullah
Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:

ْ‫ظ ْر‬ َ ‫ْْواتَّقُواْ ِلغَدْْقَ َّد َمتْْْ َماْنَ ْفس‬


ُ ‫ْْو ْلت َ ْن‬ َ ‫نََّْْللا‬ ََّْ ‫اتَّقُواْآ َ َمنُواْالَّذِينَْْأَيُّهَاْيَا‬
َّ ‫َللا ت َ ْع َملُونَْْبِ َماْ َخبِير‬
َ َّ ِ‫َْْللاَْْإ‬
َ ُ‫َْْللاْْنَسُوا كَالَّذِينَْْتَكُون‬
‫واْو َْل‬ َ َّ ‫ساهُ ْم‬َ ‫س ُه ْمْْفَأ َ ْن‬
َ ُ‫سقُونَْْ ُه ُمْْأُولَئِكَْْأ َ ْنف‬
ِ ‫)( ا ْلفَا‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-
orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hasyr : 18-19).

Tentang pentingnya muhasabah atau evaluasi diri ini, Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata:

َ ‫س ُك ْمْقَ ْبلَْأ َ ْنْتُحَا‬


‫سبُ ْوا‬ َ ‫سبُ ْواْأ َ ْنفُ ْو‬
ِ ‫حَا‬
Artinya: “Hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung (oleh Allah)”.

Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulûmuddîn menyamakan Muhasabah diri dengan pedagang yang
menghitung kerugian dan laba yang dihasilkan dalam satu rentang waktu tertentu.
Hal ini diingatkan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:

ْ‫سْ َم ْن‬ َّْ ِ‫علَىْهللاِْالَ َمان‬


ُ ِ‫يْالكَي‬ َ ْ‫اْوتَمنَّى‬ َ ‫اج ُزْ َم ْنْأتْبَ َعْنَ ْف‬
َْ ‫سهُْ َهوا َه‬ ِ َ‫ْوالع‬،ِْ‫ع ِملَْ ِل َماْبعدَْال َموت‬ َ ُ‫سه‬
َ ‫ْو‬،ْ َ ‫دَانَ ْنَ ْف‬
Artinya: “Orang yang sempurna akalnya ialah yang mengoreksi dirinya dan bersedia beramal sebagai
bekal setelah mati. Dan orang yang rendah akalnya adalah orang yang selalu memperturutkan hawa
nafsunya dan ia mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah.” (HR At-Tirmidzi).

saudaraku
Setidaknya ada dua garis besar yang perlu kita jadikan bahan muhasabah
yang Pertama muhasabah hubungan kita dengan Allah (hablum minallaah).
bagaimana hubungan kita dengan Allah, apakah makin hari makin dekat atau makin menjauh..
apakah kita sudah bersyukur dengan nikmat" yang Allah senantiasa berikan atau kita menganggap
nikmat" tersebut karena kemampuan diri kita dalam meraih kesuksesan..
saudaraku..
apakah kita tidak belajar pada kaum nabi nuh, kaum 'ad kaumnya nabi hud, Kaum Nabi Saleh as
yaitu kaum tsamud, Kaum Nabi Luth as, Kaum Nabi Syuaib yang Allah karuniakan kehebatan,
kecerdasan, kesejahteraan yang luar biasa tapi karena mereka durhaka kepada Allah, maka Allah
hancurkan mereka.
َ َ‫عذَا ِبي ِإن ل‬
ۖ ‫شدِيد‬ َ ‫َو ِإ ْذ تَأَذنَ َربُّ ُك ْم لَئ ِْن‬
َ ‫شك َْرت ُ ْم ََل َ ِزي َدن ُك ْم َولَئ ِْن َكف َْرت ُ ْم‬
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya
Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti
azab-Ku sangat berat
saudaraku..
sudahkah kita menggunakan nikmat" yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya..
smpai detik ini Allah masih memberikan kita nikmat nyawa dan raga yang baik sempurna, sudahkah
kitga gunakan sebaikbaiknya, nikmat mata, telinga, lisan, sdahkah kita gunakan sebaik baiknya..
lupakah kita kalau ALLAH akan meminta pertanggung jawaban trhdap diri kita

َ ‫ْاليَ ْو َم ن َْختِ ُم‬


َ‫علَى أ َ ْف َوا ِه ِه ْم َوتُك َِل ُمنَا أ َ ْيدِي ِه ْم َوت َ ْش َه ُد أ َ ْر ُجلُ ُه ْم بِ َما كَانُوا يَ ْك ِسبُون‬

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi
kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”

saudaraku..
mari kita pertanyakan diri kita sendiri, dalam satu hari manakah yang banyak kita lakukan,
KEMAKSIATANKAH atau KETAATAN..
Sudahkah kita siap menghadapi KEMATIAN, yang datangnya tidak pernah kita ketahui..
Pernahkah kita membayangkan bagaimana kondisi kita saat sakratul maut
Imam Ghazali menjelaskan tentang kala ajal menjelang dalam Ihya Ulumuddin. Sang Imam menyebut
sakaratul maut hanya akan dialami oleh makhluk yang memiliki ruh. Ruh-lah yang sejatinya
merasakan kepedihan sakaratul maut. Jika badan seseorang tertimpa luka maka bekas kepedihan
fisik itu akan menjalar sampai ke ruh. Jika ia terbakar, maka rasa sakit yang dialami badan akan
terasa jua oleh ruh.

Saat nyawa dicabut, ruh ditarik dari badan, nyawa dicerabut dari tiap urat badan, ditarik perlahan dari
urat syaraf, dari sendi-sendi, dari pokok setiap rambut dan kulit dari ujung kepala hingga tapak kaki.

pada saat itu akal manusia benar-benar kacau balau. Lisan telah dibisukan, tak sanggup
berkata apa-apa tanpa pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala. Semua anggota badan
telah dilemahkan. Tak ada upaya dan usaha kecuali hanya dari Allah subhanahu wa
ta’ala.

Jika saja ia mampu berteriak, maka ia akan berteriak karena rasa sakitnya. Namun ia
tidak sanggup. Jika tersisa kekuatan pada seseorang yang dicabut nyawanya, tentu ia
akan mengerahkan semua kekuatan untuk menahan rasa sakit.

Kepedihan itu semakin dalam menuju dua biji mata, naik terus ke pelupuknya. Kedua
bibir sudah mengkerut. Anak jemarinya berubah menjadi kehijau-hijauan. Jika satu urat
saja ditarik, sakitnya pun akan luar biasa. Apalagi ruh diangkat dari setiap inchi urat
tanpa kecuali.

disaat itu kita alami, kekayaan, ketampanan, kekuatan dan jabatan yang kita miliki tiada
berguna..

hanya amal ibadahlah yang mampu menolong kita saat kita mengalami sakratul maut
nanti,

hanya amal soleh kita yang mampu membantu kita di alam yang sangat mengerikan
yaitu alam barzah, dan menyelamatkan kita hari pengadilan (yaumul hisab)

untuk itu marilah kita perbanyak istighfar

Astaghfirullah robbal baroya Astaghfirullah minal khotoya

saudaraku
garis besar kedua yang perlu kita jadikan bahan muhasabah adalah bagaimana hubungan kita
dengan sesama manusia (hablum minannas).
terutama dengan ibu dan ayah kita

Anda mungkin juga menyukai