Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penelitian-penelitian dalam bidang geologi di pulau Sulawesi pada umumnya
dan Sulawesi Tengah pada khususnya masih bersifat regional. Untuk penyediaan
data-data yang lebih akurat dalam skala lokal masih dibutuhkan suatu penelitian
geologi yang lebih detail mencakup kondisi petrologi, stratigrafi, geomorfologi,
struktur geologi serta aspek geologi teraplikasi lainnya.
Daerah Kebun Kopi dan Daerah Sulewana, Kabupaten Poso merupakan salah
satu daerah dari sekian banyak daerah yang memiliki keunikan tatanan Geologi di
Sulawesi Tengah, yang tersusun oleh litologi yang kompleks sehingga sangat cocok
bagi penelitian dalam bidang Petrologi.
Maka penulis melakukan penelitian tentang Geologi di daerah penelitian. Selain
itu juga untuk melatih diri menghadapi dan memecahkan permasalahan yang
dijumpai dengan mengaplikasikan ilmu geologi yang diperoleh dibangku kuliah.

1.2. Maksud Penelitian


Maksud diadakannya Fieldtrip ini adalah untuk mengambil dan mengelolah
data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dan merupakan salah satu syarat
kelulusan mata kuliah Petrologi pada jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Universitas Tadulako. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengetahui lapisan batuan
dan jenis litologi dari daerah penelitian.

1.3. Tujuan Penelitian


Adapaun tujuan diadakannya fieldtrip ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bebagai jenis batuan
2. Untuk mengetahui tekstur dan struktur dari suatu batuan
1
3. Untuk mengetahui komposisi mineral yang terkandung dalam suatu batuan
4. Untuk dapat mengidentifikasi batuan secara megaskopis
5. Untuk mengetahui nama batuan
6. Untuk mengetahui proses pembentukan ataupun genesa batuan

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam menentukan
berbagai jenis batuan di daerah Kebun Kopi, dan daerah Sulewana, Kabupaten Poso
dan kegiatan-kegiatan menyangkut geologi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional Daerah Penelitian


2.1.1. Geologi regional palu (Kebun Kopi)

Gambar 3.1. Peta Regional Lembar Palu (Rabsukanto 1973)

a. Geomorfologi
Secara fisiografi daerah palu terdiri dari Palu Terdiri dari pematang
timur dan pematang barat. Kedua duanya berarah utara-selatan dan
terpisahkan oleh lembah palu (Fossa Sarasina). Pematang barat
didekat palu hingga lebih dari dari 2000 meter tingginya, tetapi di
Donggala menurun hingga mukalaut. Pematang timur dengan tinggi
puncak dari 400 meter hingga 1900 meter, dan menghubungkan
pegunungan di Sulawesi Tengah dengan lengan utara.
b. Litologi Dan Statigrafi
 Aluvium dan Endapan Pantai
Kerikil, Pasir, lumpur, dan batugaping koral terbentuk dalam
lingkungan sungai, delta dan laut dangkalmerupakan sedimen

3
termuda didaerah lokasi pengamatan. Endapan ini diperkirakan
berumur holosen.
 Formasi Tinombo Ahlburg (1913). Seperti yang dipakai oleh
Brouwer (1934)
Rangkaian ini tersingkap luas, baik di pematang timur amupun
barat. Batuan ini menindih kompleks batuan metamorf secara
tidak selaras. Didalamnya terkandung rombakan yang berasal
dari batuan metamorf. Batuan itu terdiri dari ubahan serpih,
batupasir, konglomerat, batugamping, rijang radiolaria dan
batuan gunungapi, yang di endapkan di dalam lingkungan laut.
Didekat intrusi terdapat sabak, dan lebih dekat pada persentuhan
terbentik philit dan kuarsit. Bagian barat pematang barat
mengandung lebih banyak batu pasir rijang daripada tempat lain.
Diabas, spilit, dan andesit diselatan donggala dan selatan
kasimbar dipetakan dengan endapan itu. Endapan batuan gunung
api biasa terdapat didalam batupasirnya. Batugamping diamati
hanya sebagai lapis-lapis tipisdalam rangkaian sedimen tersebut.
Kadar ( Dit Geol) mengenali Disceogciclyna Sp, Nummulites
Sp, Alveolina Sp, Miliolidae Sp, Asterocylina Sp, menunjukan
akan umur Eosen. Pekerjaan selanjutnya oleh Socal ( Standar
Oil Company Of California ) sebagai tambahan mengenali :
Pellasipida Cf, P Inflata Cf, Pararotalia Sp, Eofabiana,
Pellarispira Crassicollumia, Sphaerodypsinna Sp, Orbisolires Sp,
Rotalia Sp Dan Carpentirena Hamiltonensis. Umur fosil terkahir
ini adalah Eosen Tengah hingga Atas. Calchiperulla innominata
yang ditemukan didalam klastika batugamping diinterpretasikan
oleh Socal sebagai suatu fosil rombakan dari Formasi Kapur.
Batuan itu serupa dengan Formasi Tinombo Yang menyerupai
flisch yang telah diperikan oleh Bouwer (1934), dikira-kira 55
4
kilometer sebelah timur laut Labuanbajo. Intrusi kecil yang
diuraikan diatasjuga menetukan endapan ini.
 Molasa Celebes Sarasin Dan Sarasin (1901)
Batuan ini terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi-sisi
kedua pematang, menindih secara tidak selaras Formasi
Tinombo dan Kompleks batuan metamorf, mengandung
rombakan yang berasal dari formasi-formasi lebih tua, dan terdiri
dari konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping-koral dan
napal, yang semuanya hanya mengeras lemah. Di dekat
kompleks batuan metamorf pada bagian barat pematang timur
endapan itu terutama terdiri dari bongkah-bongkah kasar dan
agaknya di endapkan di dekat sesar. Batuan-batuan itu ke arah
laut beralih-alih jadi batuan klastika berbutir lebih halus. Di
dekat Donggala sebelah Utara Enu dan sebelah Barat Labea
batuannya terutama terdiri dari batugamping dan napal dan
mengandung Operculina sp, Cyclopclypeus sp, Rotalia sp,
Orbulina Universa, Miliolidae, Globigerina, Foraminifera
pasiran, Gangang Gampingan, Palecipoda dan Gastropoda.
Sebuah contoh yang dipungut dari tenggara Laebago selain fosil-
fosil tersebut juga mengandung Miogypsina sp dan
Lepidocyclina sp, yang menunjukan umur miosen(pengenalan
oleh kadar, Dit. Geol). Foram tambahan yang dikenali oleh socal
meliputi :planorbulina sp, salenomeris sp, textularia sp,
acervolina sp, spiroclypeus sp, reusela sp, lethoporella,
lithophylum dan amphiroa. Socal mengirakan bahwa fauna-fauna
tersebut menunjukkan umur miosen tengah, dan pengendapan di
dalam laut dangkal. Pada kedua sisi teluk palu, dan kemungkinan
juga di tempat lain, endapan sungai kuarter juga dimasukkan ke
dalam satuan ini.
5
c. Struktur Geologi
Struktur daerah ini didominasi oleh lajur sesar Palu yang berarah
utara baratlaut. Bentuknya yang sekarang ialah bentuknya
menyerupai terban yang dibatasi oleh sesar sesar hidup, diantaranya
yang bermata air panas di sepanjang kenampakannya pada
permukaan. Sesar sesar dan kelurusan lainnya yang setengah sejajar
dengan arah lajur Palu terdapat di pematang timur. Banyak sesar
dan kelurusan lainnya yang kurang penting lebih tegak lurus pada
arah ini, sebagaimana terlihat diseluruh daerah. Sesar naik
berkemiringan ke Timur dalam kompleks batuan metamorf dan
dalam Formasi Tinombo menunjukkan akaan sifat pemampatan
pada beberapa diantaranya sesar yang lebih tua. Sesar termuda yang
tercatat terjadi pada tahun 1968 didekat Tambo, timbulsetelah ada
gempabumi, berupa sesar normal berarah baratlaut yang permukaan
tanahnya turun 5 meter. Pada bagian yang menurun, daerah pantai
yang seluas kira-kira 5 kilometer persegi masuk ke dalam laut.

2.1.2. Geologi regional daerah poso

Gambar 3.2. Peta geologi regional Daerah Poso (T.O Simandjuntak,


dkk, 1973)

6
Berdasarkan tatanan batuan daerah dalam lembar Poso disusun oleh
Batuan Sedimen, Mendala Geologi Sulawesi Barat, Mendala Geologi
Sulawesi Timur dan Pelataran (Platform) Banggai-Sula.
Qal ALUVIUM dan ENDAPAN PANTAI terdiri atas pasir, lempung,
lumpur kerikil dan kerakal.
Ql ENDAPAN DANAU nya beberapa meter sampai puluhan meter.
Qll FORMASI LUWUK terdiri atas batu gamping terumbu bersisipan
napal. Kandungan fosil foraminifera dalam napal menunjukkan umum
Plistosen dengan lingkungan Pengendapan laut dangkal dan tebal satuan
sekitar 200m.
TQpm FORMASINAPU terdiri atas batu pasir, konglomerat, batu lanau
dengan sisipan lempung dan gambut. Umur formasi ini berdasarkan
kandungan fosil adalah Pliosen- Plistosen yang terendapkan di
lingkungan laut dangkal sampai payau. Tebal formasi ini Diperkirakan
sekitar 1000m. Satuan ini diduga menjemari dengan Formasi Puna dan
Ditindih tak selaras oleh Endapan Danau.
Tpps FORMASI PUNA terdiri atas konglomerat, batupasir, lanau,
serpih, batu lempung Gampingan dan batu gamping. Konglomerat
tersusun oleh komponen batu gamping terdaunkan, sekis, geneis dan
kuarsa susu, semen berupa karbonat yang padat dan keras. Batu pasir
berwarna coklat kehijauan sampai kehitaman, padat, keras dan berlapis
baik, Tebal lapisan sekitar 30-200cm. Lanau berwarna kelabu
kehitaman, agak keras, dan Berlapis baik, tebal lapisan sekitar 10-30cm.
Serpih berwarna kelabu, agak keras, padat, dan berlapis baik. Batu
lempung gampingan berwarna kuning kecoklatan sampai kelabu, kurang
padat. Batu gamping umumnya berupa batu gamping koral. Fosil
foraminifera dalam lempung gampingan menunjukkan umur Pliosen
dengan lingkungan Pengendapan laut dangkal. Tebal Formasi ini sekitar
800m. Formasi ini menindih tak selaras Formasi Pompangeo.
7
Tppl FORMASI POSO terdiri atas batu gamping, napal, batu pasir
tufaan dan konglomerat. Kandungan fosil foramina feramen
menunjukkan umur Pliosen dengan lingkungan pengendapan pada laut
dangkal. Tebal Formasi mencapai 800 m.
Tmpt FORMASI TOMATA terdiri atas perselingan serpih, batu pasir,
konglomerat serta sisipan lignit. Batu pasir halus banyak mengandung
fosil foraminifera yang menunjukkan Umur Miosen Akhir-Pliosen
dengan lingkungan pengendapan laut dangkal dan setempat payau.
Tebal Formasi ini diperkirakan sekitar 500m.
TmpbFORMASI BONGKA terdiri atas perselingan batupasir,
konglomerat, napal, Batu lempung dan lignit. Kandungan fosil
foraminifera dalam batu pasir menunjukkan umur Miosen Tengah
dengan lingkungan pengendapan dari laut dangkal sampai payau dan
sebagian terendapkan di kipas bawah laut. Formasi ini memiliki cirri
yang sama dengan Molasa Sulawesi (Sarasin,1901) dan diperkirakan
menjemari dengan Formasi Tomata. Tebal Formasi ini sekitar 750m.
Mandala Geologi Sulawesi Barat
Tpkg GRANIT KAMBUNO terdiri atas granit dan granodiorit. Granit
berwarna putih berbintik hitam, berbutir sedang sampai kasar. Terdiri
atas granit biotit, granit
hornblende biotit, mikroleukogranit dan mikrograni thornblende-biotit.
Granodiorit Mengandung mineral mafik hornblende. Granit
dipegunungan Takolekaju menunjukkan umur 3,35 juta tahun
(Sukamto,1975) sehingga umur Granit Kambuno diduga Pliosen.
Tmtr TUFA RAMPI terdiri atas tufa hablur, batu pasir tufa
andantufaabu. Batu pasir Tufaan cukup termampatkan ,berlapisbaik,
tebal sekitar1-3m dan sebagian telah
teralterasi.Tufa umumnya telah teralterasi,cukup termampatkan,berlapis
baik dengan tebal 10-20cm,dan berselingan dengan batu pasir
8
tufaan.Tufa hablur berwarna kelabu muda sampai putih, sebagian telah
terubah menjadi lempung.Satuan ini diterobos oleh granit berumur
Pliosen-Plistosen sedang umur Tufa Rampi diduga Miosen Tengah-
Miosen Akhir atau mungkin Palaogen(Sunarya,drr.,1980).Satuan ini
tebalnya sekitar 500m, diduga menjemari dengan Batuan Latimojong
Tineba dan menindih tak selaras Formasi Latimojong.
Tmtv BATUAN GUNUNG API TINEBA terdiri atas lava andesit
hornblende ,lavabasal, lava latit kuarsa dan breksi. Lava andesit
berwarna kelabu sampai kehijauan, porfiritik dengan Kristal sulung
plagioklas dan hornblende sebagian plagioklas telah terubah Menjadi
serisit, kalsit dan epidot, sedangs ebagian hornblende terubah menjadi
klorit. Lava basal umumnya mempunyai Kristal sulung yang sudah
terubah, dengan massa dasar plagioklas, serisit, stilbit, kaca dan
lempung,lava latit kuarsa berwarna kelabu, porfiritik,menunjukka
nmineral ubahan lempung, serisit dan klorit. Breksi berkomponen
andesit-basal berukuran sampai 10m cukup termampatkan. Satuan ini
dihasilkan oleh peleleran dari gunung api bawah laut.Umurnya diduga
Miosen Tengah- Miosen Akhir karena diterobos oleh granit berumur
Pliosen Plistosen. Tebal satuan sekitar 500 m.
Kls FORMASI LATIMOJONG terdiri dari perselingan batu sabak, filit,
graywacke, Batu pasir kuarsa, batu gamping, argilit, batulanau dengan
sisipan konglomerat, rijang dan batuan gunung api. Batu sabak
berwarna kelabu tua sampai hitam, perlapisan masih terlihat baik
dengan tebal 10-20 cm. Filit berwarna kelabu dan merah kecoklatan,
perlapisan tidak jelas. Graywacke berwarna kelabu kehijauan, berlapis
baik dengan tebal 1-6 m. Batu pasir kuarsa berwarna hijau cerah, merah
kecoklatan dan kelabu terang, Berlapis baik. Batu gamping berwarna
kelabu tua sampai kelabu kemerahan. Konglomerat dengan fragmen
andesit teralterasi dan batu pasir, matriks berupa batu pasir Dengan
9
kemas terbuka. Rijang berwarna putih, merah dan coklat, mengandung
fosil radiolaria. Lava andesit berwarna kelabu, porfiritik dan teralterasi
kuat. Satuan ini tebalnya lebih dari 1000 m, berumur Kapur-Eosen dan
terendapkan di lingkungan laut dalam. Umur Kapur berdasarkan fosil
yang ditemukan di Pegunungan Latimojong (Brouwer,1934) dan
didaerah Babakan Lembar Malili (Reyzer,1920).
Mendala Geologi Sulawesi Timur
Kml FORMASI MATANO terdiri atas batu gamping hablur, kalsilutit,
argilit dan serpih Dengan sisipan rijang dan batu sabak. Batu gamping
mengandung fosil Heterohelix sp., sedangkan rijang mengandung
radiolaria. Fosil-fosil tersebut menunjukkan umur Kapur Akhir dan
lingkungan pengendapan laut dalam. Tebal formasi mencapai 1000 m.
MTmm BATU GAMPING MALIH terdiri atas pualam dan batu
gamping terdaunkan; Berwarna kelabu muda sampai kelabu kehijauan,
coklat sampai merah kecoklatan. Satuan ini diduga berasal dari sedimen
pelagos laut dalam dengan umur lebih tua dari Kapur.4
MTmp KOMPLEKS POMPANGEO terdiri atas sekis, grafit, batusabak,
gneis, serpentinit, kuarsit, batu gamping malih dan setempat breksi.
Sekis terdiri atas sekis mika, sekis mikayakut, sekis serisit, sekis
muskovit, sekisklorit-serisit, sekis hijau, sekis glaukopan, sekis
purripelit dan sekis amfibolit. Gneis terdiri atas gneis albit muskovit,
gneiskuarsa-biotit dan gneisepidot-muskovit-plagioklas. Umur satuan
diduga lebih tua dari kapur dan tebalnya diduga ribuan meter.
MTosu KOMPLEKS ULTRAMAFIK merupakan bagian dari jalur
ofiolit Sulawesi terdiri atas harzburgit, lherzolit, wherlit, websterit,
dunit, piroksenit dan serpentinit. Satuan ini diduga telah mengalami
beberapa kali pengalihtempatan sejak kapur sampai Miosen Tengah.
Pelataran (Platform) Banggai-Sula

10
Teori FORMASISALODIK terdiri atas batu gamping dengan sisipan
napal. batu gamping Terdiri atas kalkarenit, kalsirudit dan batu gamping
koral yang banyak mengandung foraminifera besar seperti Nummulites
sp., Lepidocyclina sp., Alveolina sp., Operculina sp., dan Discocyclina
sp. Kandungan dari fosil tersebut menunjukkan umur Eosen-Oligosen
dan lingkungan pengendapan laut dangkal. Tebal satuan beberapa ratus
meter Sampai lebih dari 1000m.
Tpll FORMASI LEREA terdiri atas batu gamping kalsilutit berlapis
bersisipan batu pasir. Kandungan fosil foraminifera dalam batu gamping
menunjukkan umur Paleosen-Eosen Awal dengan lingkungan
pengendapan laut dalam, Tebal Formasi mencapai 200m. Formasi ini
ditindih tak selaras oleh Formasi Tomata.
JtlFORMASI TETAMBAHU terdiri atas batu gamping, napal, batupasir
dengan lensarijang. Berdasarkan kandungan fosil moluska dan amonit
dalam kalsilutit maka umur Formasi ini adalah Jura Akhir, sedangkan
lensarijang yang mengandung radiolaris Mungkin menunjukkan
lingkungan pengendapan laut dalam. Tebal Formasi mencapai 500m.
Jns FORMASI NANAKA terdiri atas batu pasir kuarsa, konglomerat
dan serpih dengan Sisipan batubara. Berdasarkan kesebandingan dengan
batuan yang sama di Banggai-Sula, maka Formasi ini diperkirakan
berumur Jura Akhir. Lingkungan pengendapannya 5 Diperkirakan dari
darat sampai laut dangkal dengan tebal mencapai 800m.
Trtl FORMASI TOKALA terdiri atas batu gamping, napal, serpih dan
argilit. Dalam Batu gamping ditemukan fosil koral dan moluska, selain
itu dijumpai fosil Misolia dan Rhynconella yang diduga berumur Trias
Akhir dengan lingkungan pengendapan laut Dangkal hingga laut dalam
(Kunding,1956).
Satuan Peta Geologi Lembar Poso

11
TEKTONIK SETTING
Di daerah Poso dan sekitarnya terdapat 3 mendala geologi yang
memiliki ciri batuan dan sejarah pencenanggaan yang berbeda
yaitu;Mendala Sulawesi Barat dibagian barat, Mendala Sulawesi Timur
dibagian tengah dan timur dan Mendala Banggai-Sula di Bagian paling
timur. Sejarah tektonik yang menyatukan ketiga mendala tersebut dapat
diuraikan mulai jaman Kapur, yaitu saat Mendala Sulawesi Timur
bergerak kebarat mengikuti gerakan penunjaman landai kearah barat
dibagian timur Mendala Sulawesi Barat.Penunjaman ini mengakibatkan
terbentuknya bancuh tektonik dan sekis glaukopan.Fase tektonik
berikutnya pada Oligosen, yaitu saat benua mikro Banggai-Sula
bergerak ke barat seiring terjadinya sesar besar mendatar (SesarSorong),
Sementara penun jaman dibagian timur Mendala Sulawesi Barat masih
berlanjut. Pada Miosen Tengah ketiga mendala menyatu dengan kontak
tektonik dan sebagian batuan Dari bagian timur Mendala Sulawesi
mencuat keatas Mendala Banggai-Sula. Pada akhir Miosen Tengah
sampai Pliosenterja dipengendapan sedimen emolasa secara tak selaras
diatas ketiga mendala tersebut, serta terjasi batuan terobosan granit di
Mendala Sulawesi Barat. Pada Plio-Plistosen seluruh daerah tersebut
mengalami pencenanggaan Serta penerobosan oleh granit yang
sebelumnya hanya terjadi di Mendala Sulawesi Barat. Setelah itu di
ikuti pengangkatan di seluruh daerah hingga menghasilkan kenampakan
Bentang alam seperti sekarang.
SUMBERDAYA MINERALDAN ENERGI
Bahan galian yang dijumpai antara lain berupa nikel, kromit, bijih besi,
emas, tembaga, 6 Batu gamping,basalt andesit,granit,pasir dan
kerikil.Nikel,kromit dan bijih besi Dijumpai dalam
batuanultrabasa.Emas primer diduga terdapat di daerah batuan
Terobosan granit,sedang emas sekunder dijumpai di beberapa
12
sungai.Endapan pirotit yang cukup besar disepanjang Sungai Webose
ditemukan oleh Badan Kerja sama Teknik Luar Negeri Jepang pada
tahun 1972-1973.Disamping itu juga dijumpai kalkopirit dalam granit
biotit dan sekis biotit dengan kadar tembaga sekitar 0,05%sampai0,14%.
Batubara dan lignit dijumpai berupa kanta dalam FormasiTomata,
tebalnya beberapa meter.
STRUKTUR GEOLOGI
Adanya beberapa fase tektonik yang terjadi selama dan sesudah proses
penyatuan ketiga mendala geologi menyebabkan terbentuknya struktur
geologi yang cukup rumit di Daerah ini. Sesar, lipatan maupun struktur
geologi lainnya dihasilkan dalam beberapa Generasi yang berbeda.
Sesar naik utama yang dapat diamati didaerah ini adalah sesar Naik
berarah hamper Utara-Selatan, termasuk sesar yang memisahkan
Mendala Sulawesi Barat dengan Mendala Sulawesi Timur (SesarPoso)
dan juga Sesar Wekuli. Di samping itu juga dijumpai zona sesar
mendatar besar (SesarPalu-Koro) yang Berarah Barat laut-Tenggara.
Sesar ini diduga masih aktif sampai sekarang. Lipatan Yang dijumpai
merupakan hasil dari beberapa pencenanggan yang berbeda sehingga
Memberikan bentuk dan pola yang berbeda dari lipatan tegak sampai
rebah, dari lipatan Tertutup sampai terbuka. Diduga paling tidak ada
empat generasi pembentukan lipatan.

2.2. Batuan Beku


Batuan beku sering di sebut dengan istilah igneous rock adalah batuan yang
terbentuk dari hasil pembekuan magma.
2.1.1. Klasifikasi batuan beku
a. Berdasarkan tempat terbentuknya, dikenal :
1. Batuan beku dalam (Batuan intrusi)
2. Batuan beku luar (Batuan eksrusi)
13
b. Klasifikasi batuan beku berdasarkan warnanya yaitu:
1. Leucocratic rock, kandungan mineral mafic < 30%
2. Mesocratic rock, kandungan mineral mafic 30% - 60%
3. Melanocratic rock, kandungan mineral mafic 60% - 90%
4. Hypermalanic rock, kandungan mineral mafic > 90%
c. Berdasarkan kandungan kimianya yaitu kandungan SiO2-nya batuan beku
diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
1. Batuan beku asam (acid), kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit,
Ryolit.
2. Batuan beku menengah (intermediat), kandungan SiO2 65% - 52%.
Contohnya Diorit, Andesit
3. Batuan beku basa (basic), kandungan SiO2 52% - 45%, contohnya
Gabbro, Basalt
4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan SiO2 < 30%
2.1.2. Deskripsi Batuan Beku
Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui
karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan
beku. Ada beberapa sifat fisik batuan beku antara lain sebagai berikut.
1. Warna
a. Warna Segar: adalah warna yang belum terkontaminasi oleh lingkungan
sekitar (warna di bagian dalam batu).
b. Warna Lapuk: adalah warna yang telah terkontaminasi oleh lingkungan
sekitar (warna dibagian luar batu).
2. Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar
mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral
dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.

14
Tekstur pada batuan beku terbagi atas :
a. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada
waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya
digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal
dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan
kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya
berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika
pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan
tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka
kristalnya berbentuk amorf.
Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:
 Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh
kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik,
yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
 Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas
dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
 Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa
gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian),
dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
b. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan
beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
 Fanerik/fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat
dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa.
 Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat
dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan
mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh
kristal, gelas atau keduanya.
15
c. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan
sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi
dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:
 Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang
kristal.
 Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak
terlihat lagi.
 Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal
asli.
d. Hubungan Antar Kristal
Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai
hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
 Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang
membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan
kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:
 Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.
 Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.
 Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-
mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.
 Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai
pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut
fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa
berupa mineral atau gelas.

16
3. Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi
kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur
batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja,
misalnya:
a. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari
batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti
bantal.
b. Columnar joint/joint struktur, merupakan struktur yang
ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak
lurus arah aliran.
Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan
(hand speciment sample), yaitu:
a. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran,
jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan
tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam
tubuh batuan beku.
b. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang
disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan
magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang
teratur.
c. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler
tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang
tidak teratur.
d. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah
terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat
atau karbonat.

17
e. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang
mengintrusi.
4. Penamaan batuan
Ada 2 cara yang umum digunakan untuk penamaan batuan beku,
yaitu :
a. Klasifikasi Russel B. Travis (1985)
Dalam klasifikasi ini tekstur batuan beku yang berdasarkan
pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi:
 Batuan dalam
Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang
menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan mata
biasa tanpa bantuan alat pembesar. Terbentuk kurang
lebih 3 – 4 km di bawah permukaan bumi, dan batuan
dalam sering disebut juga batuan plutonik atau batuan
abisik. Struktur kristalnya adalah holokristalin atau
berhablur penuh. Contoh batuannya adalah gabbro dan
granodiorit.
 Batuan gang
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik atau
bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.
Terbentuk dalam celah-celah atau retak-retak kulit bumi,
pada jalan magma menuju permukaan bumi. Batuan gang
sering disebut juga batuan hypoabisik dan struktur
kristalnya adalah holkristalin dan porfir atau amorf.
Contoh batuannya adalah diorite porfiri dan granit porfiri.
 Batuan lelehan
Bertekstur afanitik, yaitu individu mineralnya tidak dapat
dilihat dengan mata biasa. Terbentuk melalui pembekuan
18
tiba-tiba ketika magma sampai ke permukaan bumi dan
berubah menjadi lava yang langsung menjadi padat
karena pendinginan dari lingkungan. Sedangkan batuan
lelehan memiliki struktui kristal yang kecil-kecil atau
bahkan tidak mempunyai bentuk Kristal (amorf).
Kira-kira 99% dari dari sebagian besar batuan beku
tersusun hanya dari 8 elemen, yaitu oksigen, kalsium,
alumunium, silikon, sodium, magnesium, dan potassium.
Sebagian besar dari elemen terebut masuk ke dalam
struktur kristal pembentuk batu silikat dan membentuk
feldspar, amphibole, kuarsa, mika, piroksen, olivine, dan
amphibole. Keenam mineral ini terdapat pada 95%
volume dari semua batuan-batuan beku dan yang
terpenting adalah untuk mempelajari klasifikasi dan asal
batuan beku.
Tabel 2.1 klasifikasi Russel B.Travis

19
b. Klasifikasi Fenton
Fenton menggolongkan batuan beku berdasarkan tekstur dan
tempat terbentuknya. Batuan beku memiliki beragam tekstur
yang dipengaruhi oleh tempat dan kedalaman terbentuknya.
Kedalaman yang berbeda menyebabkan batuan beku memiliki
tekstur yang berbeda pula.
Kelompok batuan beku menurut Fenton :
 Batuan berbutir kasar; terbentuk jauh di kedalaman, dan
memiliki ukuran kristal yang cukup besar.
 Batuan berbutir halus; terbentuk di dekat permukaan atau di
permukaan, dan memiliki kristal yang sangat kecil.
 Batuan glassy;umumnya terbentuk/membeku pada permukaan
aliran lava, karena pendinginannya yang sangat cepat
menyebabkan mineral-mineralnya tidak sempat mengkristal.
 Batuan fragmental; terbentuk dari lemparan kuat material
letusan suatu gunung berapi. Terdiri dari banyak butiran dan
pecahan yang telah disatukan oleh panas gunung berapi.
Fenton juga menjelaskan bahwa batuan beku akan berwarna
cerah apabila mengandung sedikit “iron-magnesian minerals”,
dan akan berwarna gelap apabila mengandung banyak “iron-
magnesian minerals”. Contoh batuan beku yang digolongkan
menurut Fenton adalah Granit dan Sianit.
Penggolongan batuan beku menurut Fenton memiliki kelebihan,
yaitu digunakannya plagioklas sebagai kunci mineral sehingga
lebih terperinci. Namun memiliki kekurangan pada ukuran butir
batuan berbutir kasar yang masih dalam satu golongan.

\
20
Tabel 2.2 klasifikasi Fenton

2.3. Batuan Sedimen


Batuan sedimen atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan yang
terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan
erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Batuan sediment ini
bias digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya batuan sediment klastik,
batuan sediment kimia, dan batuan sediment organik. Batuan sediment klastik
terbentuk melalui proses pengendapan dari material-material yang mengalami proses
transportasi. Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi dari mulai ukuran
lempung sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan
penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai
penghasil hidrokarbon (source rocks). Contohnya batu konglomerat, batu pasir dan
batu lempung. Batuan sediment kimia terbentuk melalui proses presipitasi dari
larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon
dari migrasi. Contohnya anhidrit dan batu garam (salt). Batuan sediment organik
terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan
induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir). Contohnya adalah batugamping
terumbu.

21
1. Tekstur Batuan Sedimen
a. Besar butir (grain size)
Besar butir adalah ukuran (diameter dari fragmen batuan). Skala
pembatasan yang dipakai adalah “skala Wentworth”
Tabel 2.3 Skala Wenworth

b. Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah tingkat keseragaman besar butir. Istilah-istilah yang
dipakai adalah “terpilah baik” (butir-butir sama besar), “terpilah sedang
dan “terpilah buruk (gambar II.1).

Gambar 2.3 Perbandingan pemilahan

c. Kebundaran (roundness)
Kebundaran adalah tingkat kelengkungan dari setiap fragmen/butiran.
Istilah-istilah yang dipakai adalah (gambar II.2) :

22
Gambar 2.4 Perbandingan Kebundaran

d. Kemas (Fabric)
Kemas adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau
di antara semennya. Istilah-istilah yang dipakai adalah “kemas terbuka”
digunakan untuk butiran yang tidak saling bersentuhan, dan kemas
tertutup” untuk butiran yang saling bersentuhan

Gambar 2.5 Kenampakan Kemas Terbuka dan Kemas Tertutup

e. Porositas
Porositas adalah perbandingan antara jumlah volume rongga dan volume
keseluruhan dari satu batuan. Dalam hal ini dapat dipakai istilah-istilah
kualitatif yang merupakan fungsi daya serap batuan terhadap cairan.
Porositas ini dapat diuji dengan meneteskan cairan. Istilah-istilah yang
dipakai adalah Porositas dangat baik” (very good), “baik” (good),
“sedang” (fair), “buruk” (poor.
f. Semen dan Masa Dasar
Semen adalah bahan yang mengikat butiran. Semen terbentuk pada saat
pembentukan batuan, dapat berupa silika, karbonat, oksida besi atau
mineral lempung.

23
Masa dasar (matrix) adalah masa dimana butiran/fragmen berada dalam
satu kesatuan. Masa dasar terbentuk bersama-sama fragmen pada saat
sedimentasi, dapat berupa bahan semen atau butiran yang lebih halus.

Gambar 2.6 Hubungan Antara Matrik, Semen dan Butiran

2. Struktur Sedimen
Struktur sedimen termasuk ke dalam struktur primer, yaitu struktur yang
terbentuk pada saat pembentukan batuan (pada saat sedimentasi). Beberapa
struktur sedimen yang dapat diamati pada satuan antara lain :
Perlapisan
Perlapisan adalah bidang kemasan waktu yang dapat ditunjukkan oleh
perbedaan besar butir atau warna dari bahan penyusunannya. Jenis perlapisan
beragam dari sangat tipis (laminasi) sampai sangat tebal.
 Perlapisan bersusun (graded bedding)
Merupakan susunan perlapisan dari butir yang kasar berangsur menjadi halus
pada satu satuan perlapisan. Struktur ini dapat dipakai sebagai petunjuk
bagian bawah dan bagian atas dari perlapisan tersebut. Umumnya butir yang
kasar merupakan bagian bawah (bottom) dan butiran yang halus merupakan
bagian atas (top).
 Perlapisan silang-siur (cross bedding)
Merupakan bentuk lapisan yang terpotong pada bagian atasnya oleh lapisan
berikutnya dengan sudut yang berlainan dalam satu satuan. Lapisan ini
terutama terdapat pada batupasir.
 Gelembur gelombang (current ripple)
Bentuk perlapisan bergelombang, seperti berkerut dalam satu lapisan.
24
 Flute cast
Struktur sedimen berbentuk suling dan terdapat pada dasar suatu
lapisan yang dapat dipakai untuk menentukan arus purba/.

 Load cast
Struktur sedimen yang terbentuk akibat pengaruh beban sedimen

2.4. Batuan metamorf


Batuan Metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk
akibat proses perubahan temperature dan/atau tekanan dari batuan yang telah
ada sebelumnya. Akibat bertambahnya temperature dan/atau tekanan, batuan
sebelumnya akan berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk batuan
baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan tersebut adalah
batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer
yang merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan
perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya
terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk magma yang kemudian
mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi.
Proses-proses tersebut berlangsung sepanjang waktu baik di masa lampau
maupun masa yang akan datang. Kejadian alam dan proses geologi yang
berlangsung sekarang inilah yang memberikan gambaran apa yang telah terjadi
di masa lampau seperti diungkapkan oleh ahli geologi “JAMES HUTTON”
dengan teorinya “THE PRESENT IS THE KEY TO THE PAST”

25
Tabel 2.4 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

26
a. Fasies Metamorfisme

Gambar 2.7 Fasies metamorfisme

Fasies metamorfisme adalah sekelompok batuan yang termetamorfosa pada


kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Konsep
ini pertama kali diperkenalkan oleh Pennti Eskola tahun 1915. Dalam hal ini,
Pennti Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada
batuan metamorf merupakan karakteristik genetik yang sangat penting
sehingga terdapat hubungan antara kelompok mineral dengan komposisi
batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dalam hal ini berarti tiap fasies
metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperature tertentu serta dicirikan
oleh hubungan teratur antar komposisi kimia dan mineralogi batuan.
Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari proses isokimia
metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi tanpa adanya
penambahan unsur-unsur kimia yang dalam hal ini komposisi kimianya
tetap. Penentuan fasies metamorf dapat dilakukan dengan dua cara yakni
dengan cara menentukan mineral penyusun batuan atau dengan
menggunakan reaksi metamorf yang dapat diperoleh dari kondisi tekanan
dan temperature tertentu dari batuan metamorf.
27
Jadi, fasies metamorfisme intinya menyatakan bahwa pada komposisi batuan
tertentu, kumpulan mineral yang mencapai keseimbangan selama
metamorfisme di bawah kisaran kondisi fisik tertentu, termasuk dalam fasies
metamorfisme yang sama. Prinsip fasies metamorfisme bersamaan dengan
gradien hidrotermal dan kondisi geologi.

b. Tekstur batuan metamorf


Tekstur batuan metamorf ditentukan dari bentuk kristal dan hubungan antar
butiran mineral.
1. Homeoblastik, terdiri dari satu macam bentuk:
“Lepidoblastik”, mineral-mineral pipih dan sejajar “Nematoblastik”,
bentuk menjarum dan sejajar “Granoblastik”, berbentuk butir
2. Heteroblastik, terdiri dari kombinasi tekstur homeoblastik

Gambar 2.8 Tekstur batuan metamorfik

28
c. Struktur Batuan Metamorf
Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi
unit poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997). Secara umum struktur
batuan metamorf dapat dibadakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi
(Jacson, 1997).
 Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini
dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-
lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan
planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jacson, 1970).
Struktur foliasi yang ditemukan adalah :

 Slaty Cleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus
(mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah
planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut
slate (batusabak).

Gambar 2.9 Struktur Slaty Cleavage dan Sketsa Pembentukan


Struktur

 Phylitic
Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi
terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan

29
mineral pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite
(filit)

Gambar 2.10 Struktur Phylitic

 Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic
atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir
sedang sampai kasar. Batuannya disebut schist (sekis).

Gambar 2.11 Struktur Schistosic dan Sketsa Pembentukan Struktur

 Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang
mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral
granuler (feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau
prismatic (mioneral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini
umumnya tidak menerus melainkan terputus-putus. Batuannya disebut
gneiss.
30
Gambar 2.12 Struktur Gneissic dan Sketsa Pembentukan Struktur

 Struktur Non Foliasi


Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri
dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum dijumpai
antara lain:
 Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan
equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut
hornfels (batutanduk)

Gambar 2.13 Sruktur Granulose

31
 Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar
dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik
ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut
cataclasite (kataklasit).
 Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa
kataklastik. Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer. Batiannya disebut mylonite
(milonit).

Gambar 2.14 Struktur Milonitic

 Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi
umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan
kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya
disebut phyllonite (filonit).

32
BAB III
METEDOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
Tabel 3.1. Tabel alat yang digunakan
Alat Kegunaan
Palu Digunakan untuk menyampling atau mengambil
Geologi sampel
Kompas Digunakan untuk mengukur strike/dip, arah
Geologi singkapan dll
Gps Digunakan untuk menentukan titik koordinat stasiun
pengamatan
Roll Meter Digunakan untuk mengukur dimensi singkapan, tebal
(50 m) lapisan dan panjang lintasan
Pita Ukur Digunakan untuk mengukur tebal lapisan
Papan Digunakan untuk alat menulis dan mengukur
Clipboard strike/dip
Komperator Digunakan untuk mendeskripsi batuan ataupun
mineral
Loop Digunakan untuk melihat kandungan mineral pada
batuan
Kantong Digunakan untuk menyimpan sampel batuan
Sampel
Kamera Digunakan untuk mengambil gambar sampel
dilapangan
Alat tulis Digunakan untuk menulis dilapangan

33
Menulis
Buku Digunakan untuk menulis data lapangan
Lapangan
Lembar Digunakan untuk mempermudah pendeskripsian
Deskripsi dilapangan

3.1.2. Bahan
Tabel 3.2. Tabel bahan yang digunakan
Bahan Kegunaan
Hcl Digunakan untuk mengetahui kandungan kalsit
dalam batuan
Sampel Batuan Digunakan untuk pendeskripsian

3.2. Metode dan Tahapan Penelitian


3.2.1. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisa kualitatif yang mana menggunakan analisis data secara
deskriptif. Pengambilan data lapangan disesuaikan berdasarkan hal-hal
yang yang perlu diamati dilapangan. Adapun data-data penting yang
perlu diamati berupa data singkapan, data litologi, data geomorfologi
dan data struktur yang sesuai dengan gambaran asli dilapangan.
Data singkapan diambil berdasarkan jenis singkapan, arah
penyebaran batuan, arah singkapan, dan hubungannya dengan batuan
sekitar. Adapun data litologi yang perlu diambil adalah warna batuan,
tekstur, strukur, serta komposisi dari batuan. Data gemorfologi diambil
bersarkan aspek-aspek morfologi dilapangan seperti bentuk relief, tipe
morfologi, tingkapan pelapukan dan tata guna lahan. Sedangkan data
strutkur berkalitan dengan aspek-aspek struktur geologi yang terdapat

34
dipalangan berupa foliasi dan perlapisan batuan. Hal ini biasanya
dikenal dengan kedudukan batuan.
Data-data yang yang diperoleh dari lapangan tersebut kemudian
diolah secara deskiptif sesuai dengan arahan yang diberikan. Olehnya
perlu dilakukan pengambilan data yang baik demi hasil interpretasi
dan orientasi yang sesuai dengan keadaan dilapangan.

3.2.2. Tahapan Penelitian


Adapun tahapan-tahapan penelitian pada fieldtrip kali ini yaitu tahap
persiapan, tahap penelitian, tahap pendeskripsian,dan tahap pembuatan
laporan.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini ditempuh dalam dua bagian yaitu studi literatur dan
studi pustaka, administrasi persuratan dan persiapan pembekalan
perlengkapan dan peralatan. Studi pustaka dan literatur dilakukan
para peserta, untuk mempersiapkan dan membekali diri dengan
teori, data penelitian terdahulu, interpretasi peta dasar dan
sebgainya, yang mana berhubungan dengan daerah penelitian dan
dapat mendukung kegiatan praktek lapangan ini. Bagian
administrasi dan persuratan dilakukan untuk melengkapi segera
persuratan dan perizinan yang ada hubungannya dengan penelitian
lapangan agar tidak memperoleh hambatan pada saat penelitian.
Selanjutnya persiapan perbekalan, perlengkapan dan peralatan
lapangan.
2. Tahap Pengumpulan Data
Tahap penelitian yaitu proses pengambilan data dilapangan yang
tahapannya sebagai berikut:

35
a. Ploting peta merupakan langkah paling awal pada saat berada
dilapangan agar dapat mengetahui lokasi tempat kita berdiri dan
daerah tempat kita melakukan pengambilan data-data (stasiun).
b. Pengamatan, Prosedur pengamatan singkapan yang baik diawali
dengan memperhatikan singkapan dari jarak jauh sehingga
seluruh singkapan dapat teramati dengan pandangan luas. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui gambaran struktur secara yang
lebih. Langkah pengamatan yang kedua adalah mengamati
singkapan dari jarak dekat. Pengamatan singkapan dari jarak
dekat ini dimaksudkan untuk mendapatkan struktur yang lebih
detail.
c. Mencatat, merupakan tahapan mencatatdata-data yang dijumpai
pada daerah tertentu terutama pada singkapannya. Data yang
dicatat berupa data singkapan, data litologi data geomorfologi,
dan data struktur serta keterangan apakah litologi-litologi pada
daerah penelitian bereaksi atau tidak dengan larutan HCl.
d. pengambilan sampel, setelah mencatat setiap data-data yang
dibutuhkan selanjutnya mengambil sampel sebagai hal utama
dalam penelitian ini.
e. Pembuatan sketsa/pengambilan gambar, untuk memudahkan
dalam analisis perlu kiranya membuat sketsa singkapan.
Kelebihan dari membuat sketsa ini adalah dapat menggambarkan
sesuatu yang sifatnya detail dan secara langsung memberikan
keterangan gambarnya. Gambar diperlukan sebagai bahan
analisis dan untuk dokumentasi dalam pembuatan laporan.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah melaksanakan pengukuran dan mengambil data-data yang
cukup dilapangan, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data-

36
data tersebut untuk dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan
laporan Petrologi.
4. Tahap Analisis Data
Analisis sementara setelah dilakukan observasi singkapan dan
membuat sketsa singakapan selanjutnya dilakukan analisis
sementara khusus dilokasi penelitian. Analisis ini berupa penentuan
nama batuan, pemecahan masalah, serta menyimpulkan
pembentukannya, sehingga memudahkan untuk analisis selanjutnya.

Ploting Peta

Tahap
Tahap
Pengumpulan Pengambilan
Persiapan
Data

Tahap
Pengolahan Data

Tahap Analisis
Data

Gambar 3.1 Diagram Air Tahapan Penelitian

5. Penyusunan Laporan Penelitian


Hal ini merupakan akhir dari kegiatan fieldtrip Petrologi. Seluruh
data yang telah diperoleh dilapangan serta hasil pengolahan data
dan analisis kemudian dituangkan secara deskriptif dalam bentuk
tulisan ilmiah berupa laporan.

37
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Litologi Daerah Kebun Kopi

Foto 4.1 Singkapan stasiun 1 A

Pada daerah kebun kopi terdapat tiga stasiun yang memiliki jenis batuan yang
berbeda-beda. Pada stasiun 1A dengan koordinat S00°42’55,36” dan
E°119°57’24,44” dijumpai batuan sedimen yaitu konglomerat memiliki berwarna
lapuk cokelat dan warna segar Abu – abu Kecoklatan. Batuan ini memiliki Ukuran
butir 1/32 - 4096 mm, Porositas Baik, Permeabilitas Baik, Kebundaran Sub-Rounded,
Kemas Terbuka, Sortasi Buruk, Struktur Tidak berlapis, Komposisi material Fragmen
Granit, Gneiss, dan Sekis, Matriks Pasir, Semen Lanau. Tersusun dari mineral
hornblende, piroksin, plagioklas, dan masa dasar. Nama batuan yaitu Konglomerat
(Wentwhorth, 1922).Konglomerat merupakan batuan yang terbentuk dari hasil
litifaksi campuran kerakal, pasir, lanau, dan lumpur (Mud) dengan fragmen berukuran
mulai dari kerikil sampai bongkah yang berasal dari pecahan batuan yang sudah ada.
Pada umumnya batuan ini mempunyai fragmen yang bentuknya membulat
(Rounded), sedangkan matriksnya mempunyai ukuran lebih kecil Batuan ini

38
terbentuk dari hasil transportasi dan deposisi material sedimen yang diangkut oleh
arus yang memiliki energi sedang. Hal ini dapat diketahui melalui bentuk butirnya
yang membundar, maka diperkirakan batuan ini sudah mengalami transportasi yang
relatif jauh.

Foto 4.2 Singkapan Stasiun 1 B


Pada stasiun 1B dijumpai kontak batuan beku, sedimen dan metamorf. Adanya
Kontak batuan ini diduga adalah batas dari tiga batuan tersebut. Terdapatnya kontak
batuan pada daerah ini diduga akibat dari proses terbentuknya tiga batuan ini dalam
waktu yang relatif bersamaan. Ditemukannya batuan sedimen diduga merupakan
hasil sedimentasi dari batuan beku yang terbentuk pada daerah ini yaitu granit, hal ini
dibuktikan dengan fragmen dari batuan sedimen ini berupa granit yang tersemenkan
oleh material lempung. Batuan granit yang terbentuk diduga berupakan batuan
intursif yang kemudian menerobos batuan samping sehingga batuan samping
mendapatkan efek panas dari magma. Akibat dari efek panas yang dihasilkan batuan
intrusi menyebabkan terbentuknya batuan metamorf pada daerah ini. Pada jenis
batuan beku asam Granit, memiliki warna segar putih, warna lapuk putih , tekstur
kristalinitas holokristalin, granuralitas faneritik, bentuk euhedral, relasi equigranular,
struktur massive/ kompak berupa susunan yang kompak dari mineral-mineral dalam

39
batuan. Komposisi mineral dari batuan ini biotit, kuarsa, plagioklas, dan mineral
lainnya. Batuan ini merupakan batuan Intrusif yang terbentuk akibat proses dari
pembekuan magma yang berlangsung secara cepat lambat sehingga bentuk Kristal
yang dihasilkan sempurna . Batuan beku Granit terbentuk pada temperature sekitar
12000-9000C di dapur magma, dan memiliki kandungan mineral yang dominan yaitu
mineral Kuarsa sebagai penyusun mineral utamanya sehingga berwarna terang..
Pada jenis batuan sedimen memiliki warna lapuk abu-abu warna, segar coklat,
ukuran butir 1/256 – 64 mm, permeabilitas baik, sortasi buruk bentuk membundar,
kemas terbuka, porositas baik, struktur berlapis, komposisi mineral pada batuan ini
adalah fragmennya gneiss dan granit, matriksnya gneiss, granit, dan kerikil, dan
semennya lempung. jenis batuan ini adalah batuan sedimen klastik dan nama batuan
adalah konglomerat. Proses pembentukan batuan konglomerat biasanya terjadi di
bawah sebuah singkapan dimana puing- puing pelapukan mekanik menumpuk.
Selanjutnya hasil pelapukan mekanik tersebut akan terbawa oleh aliran dan
terendapkan dekat dengan singkapannya. Bentuk membundar dan fragmen yang
membundar menjelaskan bahwa batuan ini sudah tertransportasi lumayan jauh dari
sumbernya. Setelah dekomposisi, fragmen akan terikat dengan semen, mineral, atau
dengan matriks yang mengisi ruanga antar fragmen. Fragmen-fragmen ini yang
kemudian menjadi konglomerat

40
Foto 4.3 Singkapan stasiun 1 C
Stasiun IC dijumpai batuan beku berupa granit yang merupakan bantuan beku
ekstrusif yang terbentuk dari proses kristalisasi magma yang memiliki warna segar
abu-abu kecoklatan, warna lapuk abu-abu, tekstur kristalinitas holokristalin,
granuralitas faneritik, bentuk euhedral, relasi equigranular, struktur massive/ kompak
berupa susunan yang kompak dari mineral-mineral dalam batuan. Komposisi mineral
dari batuan ini biotit, kuarsa, feldspar, dan mineral lainnya. Batuan ini merupakan
batuan Intrusif yang terbentuk akibat proses dari pembekuan magma yang
berlangsung secara cepat lambat sehingga bentuk Kristal yang dihasilkan sempurna .
Batuan beku Granit terbentuk pada temperature sekitar 12000-9000C di dapur
magma, dan memiliki kandungan mineral yang dominan yaitu mineral Kuarsa
sebagai penyusun mineral utamanya sehingga berwarna terang.

41
Foto 4.4 Singkapan stasiun 2

Pada stasiun 2 dengan koordinat S 00° 43’ 24,34 “ dan E 119°58’ 28,22
dijumpai 2 batuan yang berbeda yaitu batuan beku dan batuan metamorf. Batuan beku
yang dijumpai pada stasiun ini berupa batuan beku basa yaitu basalt yang memiliki
warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan, tekstur kristalinitas
hipokristalin, granuralitas porfiritik, bentuk subhedral, relasi equigranular, struktur
massive/ kompak berupa susunan yang kompak dari mineral-mineral dalam batuan.
Komposisi mineral dari batuan ini olivin, plagioklas dan piroksin. Batuan ini
merupakan batuan ekstrusif yang terbentuk akibat proses dari pembekuan magma
yang berlangsung secara cepat sehingga bentuk Kristal yang dihasilkan tidak
sempurna . Batuan beku basalt terbentuk pada temperature sekitar 12000-9000C di
dapur magma, dan memiliki kandungan mineral yang dominan yaitu mineral piroksin
sebagai penyusun mineral utamanya sehingga berwarna lebih gelap, yang bedanya
pada batuan basalt porfiri adalah tektsturnya yang tersusun atas kristal dan massa
gelas. Batuan metamorf yang dijumpai pada stasiun 2 ini adalah Gneiss terbentuk dari
proses metamorfisme regional yang terjadi pada daerah yang sangat luas yang
biasanya berasosiasi dengan tumbukan batas lempeng dengan kondisi suhu dan
tekanan yang tinggi. Metamorfisme regional berkembang di daerah sabuk
pegunungan dan pada daerah tumbukan antara kontinen dengan kontinen. Perlipatan
42
dan patahan akan menyebabkan ketebalan kontinen membesar, biasanya berasosiasi
dengan kehadiran tubuh batolit. Kenaikan suhu dan tekanan pada jenis metamorfisme
ini akan menaikkan derajat metamorfisme. Apabila derajat metamorfisme meningkat
maka batuan metamorf akan memiliki butiran kasar, dan berfoliasi disertai dengan
lapisan-lapisan segregasi mineral, seperti kuarsa dan feldspar. Gneiss menunjukkan
lingkungan suhu yang tinggi berkisar antara 600oC-800oC dan tekanan yang
berkisar 6-8 k bar sertai dengan Kristal yang besar dan berfoliasi. Umumnya
kehadiran mika atau mineral pipih sangat terbatas. Batuan ini terbentuk pada
kedalaman 20-35 km yang kemudian tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya
pengangkatan

Foto 4.5 Singkapan stasiun 3

Pada koordinat S 00°43’ 21,8” dan E 119° 39’ 51,22” yaitu pada stasiun 3,
dijumpai batuan beku yang telah mengalami pensejajaran mineral yaitu
metalimburgit. Dikatakan metalimburgit karena batuan ini sudah menunjukkan
kenampakan batuan metamorf seperti ditemukan adanya foliasi namun juga masih
mempunyai kenampakan batuan beku yaitu Limburgit. Limburgit merupakan batuan
43
beku ekstrusif dimana batuan beku ini terbentuk di bagian dalam bumi yang
kemudian membeku atau mengalami pendinginan di permukaan bumi. Terbentuk
pada suhu 1200oC-900oC). Agregasi dari Komposisi mineral-mineral yang berada di
data deskripsi membentuk batuan Limburgit ini. Batuan ini tersingkap ke permukaan
disebabkan oleh tenaga endogen maupun eksogen.. Akibat suhu dan tekanan tinggi
yang dialami oleh batuan ini mengakibatkan laju reaksi bertambah cepat yang
menyebabkan mineral-mineral utama pembentuk batuan ini sudah mulai berubah
menjadi mineral-mineral ubahan yang membentuk pensejajaran.
Adapun batuan metamorf lain yang ditemukan adalah batuan metamorf berupa
Sekis Klorit berwarna agak kehijuan .Batuan ini terbentuk dari proses metamorfisme, dimana
terjadi perubahan dari suatu batuan beku akibat temperatur dan tekanan tinggi didalam kerak
bumi. Batuan ini termasuk dalam batuan metamorf regional yang terbentuk karena pengaruh
tekanan dan temperature yang sangat tinggi.Tekanan ini dapat disebabkan dari berat batuan di
atasnya (tekanan statis), maupun tekanan yang dihasilkan oleh gerak-gerak tektonisme
(tekanan dinamis). Batuan ini termasuk dalam greenschist fasies dan terbentuk pada daerah
dengan temperatur yang sangat tinggi yaitu antara 200°C - 400°C dan tekanan yang tinggi
pula yaitu 0,2-0,8 GPa.
Selain itu batuan metamorf lainnya yang didapatkan gneiss klorit. Gneiss klorit
yang didapatkan juga berwarna agak kehijauan diakibatkan mineral penyusunnya
sebagian besar terdiri dari klorit. gneiss merupakan batuan metamorf yang terbentuk
akibat adanya perubahan yang disebabkan oleh pengaruh perubahan tekanan,
temperature akibat proses metamorfisme. Proses metamorfisme adalah proses
rekristalisasi di dalam kedalaman kerak bumi (3-20 km) yang keseluruhannya atau
sebagian besar terjadi dalam keadaaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair, sehingga
terbentuk struktur dan mineralogi baru. Gneiss terbentuk dari proses metamorfisme
regional yang terjadi pada daerah yang sangat luas yang biasanya berasosiasi dengan
tumbukan batas lempeng dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi.
Metamorfisme regional berkembang di daerah sabuk pegunungan dan pada daerah
tumbukan antara kontinen dengan kontinen. Perlipatan dan patahan akan

44
menyebabkan ketebalan kontinen membesar, biasanya berasosiasi dengan kehadiran
tubuh batolit. Kenaikan suhu dan tekanan pada jenis metamorfisme ini akan
menaikkan derajat metamorfisme. Apabila derajat metamorfisme meningkat maka
batuan metamorf akan memiliki butiran kasar, dan berfoliasi disertai dengan lapisan-
lapisan segregasi mineral, seperti kuarsa dan feldspar. Gneiss menunjukkan
lingkungan suhu yang tinggi berkisar antara 600oC-800oC dan tekanan yang berkisar
6-8 k bar sertai dengan Kristal yang besar dan berfoliasi. Umumnya kehadiran mika
atau mineral pipih sangat terbatas. Batuan ini terbentuk pada kedalaman 20-35 km
yang kemudian tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya mengangkatan.Selain itu
batuan metamorf lainnya yang didapatkan

Foto 4.6 Singkapan stasiun 3

45
Pada stasiun 4 yang berlokasi di Kayu Bura Kabupaten Parigi Moutong dengan
koordinat S 00°43’ 13,9” dan E 120° 05’ 24,5 “ dijumpai 2 batuan yang mana
keduanya merupakan batuan metamorf. Kedua batuan ini merupakan batu Gneiss
namun ada yang membedakan kedua batu ini yaitu dari segi komposisi mineral untuk
batuan yang berwarna putih merupakan Gneiss kuarsa yang ditandai dengan
banyaknya mineral kuarsa yang terdapat didalamnya yang membuat warnanya lebih
terang dari batu yang ada disampingnya. Sedangkan gneiss yang berwarna agak gelap
merupakan gneiss piroksin klorit Gneiss terbentuk dari proses metamorfisme regional
yang terjadi pada daerah yang sangat luas yang biasanya berasosiasi dengan
tumbukan batas lempeng dengan kondisi suhu dan tekanan yang tinggi.
Metamorfisme regional berkembang di daerah sabuk pegunungan dan pada daerah
tumbukan antara kontinen dengan kontinen. Perlipatan dan patahan akan
menyebabkan ketebalan kontinen membesar, biasanya berasosiasi dengan kehadiran
tubuh batolit. Kenaikan suhu dan tekanan pada jenis metamorfisme ini akan
menaikkan derajat metamorfisme. Apabila derajat metamorfisme meningkat maka
batuan metamorf akan memiliki butiran kasar, dan berfoliasi disertai dengan lapisan-
lapisan segregasi mineral, seperti kuarsa dan feldspar. Gneiss menunjukkan
lingkungan suhu yang tinggi berkisar antara 600oC-800oC dan tekanan yang
berkisar 6-8 k bar sertai dengan Kristal yang besar dan berfoliasi. Umumnya
kehadiran mika atau mineral pipih sangat terbatas. Batuan ini terbentuk pada
kedalaman 20-35 km yang kemudian tersingkap dipermukaan akibat adanya gaya
mengangkatanang ditandai dengan banyaknya mineral piroksin yang membuat warna
lebih gelap.

46
4.2. Litologi Daerah Sulewana

Foto 4.7 Singkapan stasiun 3

Pada stasiun 5 yang berlokasi di PLTA Poso dengan koordinat S 1°38’34,0”


dan E 120°38’46,2” dijumpai 2 jenis batuan yang berbeda, Batuan kedua yang
dijumpai adalah sekis, sama seperti ptoses pembentukannya sama dengan proses
pembentukan sekis pada umumnya hanya saja penelitian yang berhasil dilakukan
menginterpretasikan bahwa sekis tersebut diberi nama paleo soil sekis yang artinya
sekis tersebut memiliki umur yang lebih tua dari kapur akibatnya sekis tersebut sdh
mengalami pelapukan sehingga hanya nampak berupa material lepas dari batuan
ini.yaitu Metarijang dan sekis. Metarijang yang memiliki batuan protolit berupa
rijang yang mana merupakan batuan sedimen mikrokristalin atau kriptoktistalin yang
tersusun atas silika oksida (SiO2) dengan permukaan yang licin. Rijang dapat
terbentuk ketika (SiO2) tumbuh dalam batuan sedimen dengan jumlah yang besar,
hal ini akan membentuk nodul yang nampak tidak teratur atau konkresi silika terlarut
terangkut oleh air yang kemudian sampai pada lingkungan pengendapan. Jika nodul-
nodul atau konkresi bergabung akan membentuk lapisan rijang dalam suatu masa
sedimen. Batuan ini dapat terendapkan pada lingkungan laut dalam ataupun laut
dalam. Akibat adanya proses pengangkatan, menyebabkan batuan ini bisa ditemukan
tersingkap di daratan.
47
Foto 4.8 Singkapan stasiun 3

Pada stasiun terakhir yaitu stasiun 6 yang berlokasi di Daerah Wisata Air
Terjuan Salopa Kabupaten Poso dengan koordinat S 1°45’58,5” dan E120°37’19,0”
dijumpai endapan batuan sedimen karbonat. Terbentuknya endapan ini diduga pada
hulu sungai terdapat batuan sedimen karbonat. Akibat dari adanya arus yang cukup
besar, akibatnya material-material tersebut terangkut hingga tiba pada lingkungan
yang stabil kemudian tersedimentasikan dan terkompaksi pada daerah tersebut.

48
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum lapangan petrologi ini dapat ditarik kesimpulan berupa :
1. Terdapat 6 stasiun dengan 13 sampel batuan yang berhasil dijumpai. Stasiun 1
sampai 3 berlokasi di Kebun Kopi Kabupaten Donggala, stasiun 4 berlokasi di
Kayu Bura Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong Stasiun 5
berlokasi di PLTA Poso dan Stasiun 6 berlokasi di Tempat Wisata Air Terjun
Salopa Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah
2. Pada stasiun 1A dijumpai batuan sedimen dengan yaitu konglomerat, stasiun
1B temukan adanya kontak dari 3 batuan yaitu batuan sedimen yaitu
konglomerat, batuan beku berupa granit dan batuan metamorf berupa sekis,
serta stasiun 1C adalah batuan beku yaitu granit. Arah penyebaran dari batuan
singkapan ini adalah dari timur laut ke barat daya.
3. Pada stasiun 2 dijumpai 2 batuan yaitu batuan beku berupa basalt dan batuan
metamorf berupa gneiss yang memiliki kedudukan N303°E/28°
4. Pada stasiun 3 dijumpai tiga 2 jenis batuan yaitu batuan metamorf dan batuan
beku yang telah mengalami pensejajaran mineral. Adapun batuan metamorf
yang dijumpai pada stasiun ini adalah sekis dan gneiss dengan kedudukan
batuan masing-masing yaitu N78°E/48° dan N81°E/50° serta batuan beku yaitu
metabasalt yang mana berasal dari batuan beku yang telah menagalami
pensejajaran mineral
5. Pada stasiun 4 yang berlokasi di Kayu Bura Kecamatan Parigi Tengah
Kabupaten Parigi Moutong dijumpai batuan metamorf yang pada bagian timur
merupakan batuan metamorf yaitu Gneiss kuarsa dan sebelah baratnya adalah
Gneiss Piroksin. Kedudukan masing-masing batuan ini adalah N228°E/90° dan
N256°E/52

49
6. Dijumpai batuan metarijang dan batuan sekis pada stasiun 6 yang berlokasi di
PLTA Poso Kabupaten Poso
7. Stasiun terakhir berlokasi pada kawasan Wisata Air Terjun Saluopa yang mana
dijumpai endapan batuan sedimen dengan kedudukan batuan N295°E/54°

5.2. Saran
Dalam praktikum lapangan petrologi ini disarankan untuk lebih taktis dan
praktis di lapangan demi kelancaran interpretasi pada saat dilapangan. Perlu juga
diperhatikan dengan jeli batuan yang ditemukan dilapangan agar tidak keliru dalam
menetukan nama batuan. Dalam praktikum acara lapangan ini disarankan agar
praktikan perlu membawa bekal berupa pengetahuan yang cukup dan alat-alat yang
lengkap guna membantu analisis batuan dilapangan.

50

Anda mungkin juga menyukai