Anda di halaman 1dari 3

Bab VI

Upaya Merumuskan Psikologi Berdasarkan


Pandangan Dunia Islam

Menurut ajaran Islam, cara untuk memahami manusia dan alam semesta
dapat dilakukan melalui dua pintu, yaitu ayat kauniyah dan ayat
qauliyah. Diunkapkan oleh Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso,1)
untuk mengenali man kita tidak semata-mata menggunakan teks al-Qur’an
dan al-Hadits (ayat qauliyah), tapi juga dengan menggunakan,
memikirkan, dan merefleksikan kejadian-kejadian yang berada di alam
semesta dan yang terjadi pada diri manusia (ayat qauliyah), tapi juga
menggunakan akal, indra dan intuisi.

Berangkat dari pemahaman atas al-Qur’an, al-Hadits, dan penafsiran


atas keduanya, khazanah pemikiran ilmuan, serta dengan melengkapi ayat-
ayat nafsani (apa yang kita lihat pada manusia), maka dapat dirumuskan
teori psikologi Islam. Untuk tahap awal, perumusan teori an sich psikologi
dapat dilakukan dengan kursi goyang. Teori tanpa riset merupaka arm
chair theory (teori kursi goyang). Agar kokoh, kuat, maka teori harus
ditopang oleh riset. Setelah teori mengalami riset dan ternyata teori konsisten
dengan data, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan kembali teori
dengan memperhatikan temuan kita di alam kauniyah itu. Baru setelah itu
dapat dilakukan upaya merumuskan psikologi Islami yang ditopang dengan
riset.

Dalam perumusan psikologi Islam (berdasarkan pandangan dunia


Islam), yang terpenting adalah objek tivikasi. Sebagaimana diungkap
Kuntowijoyo,2) objek tivikasi adalah proses mengubah pandangan yang
objektif atau menjadi teori yang dapat diukur. Objektivikasi dapat dilakukan
terutama ketika merumuskan teori-teori yang spesifik, misalkan apakah dan

1)
Djamaludin Ancok & Fuad Nashori Suroso, Psikologi islami: Solusi islam
atas Problem-problem Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994
2)
Kuntowijoyo, paradikma Islam: Interprestasi untuk
Aksi,Mizan,Bandung, 1991
bagaimana kelapangdadaan (al-basith). Namun, teori-teori umun (grand
theory), yang biasanya merupakan keyakinan ilmuan atau seseorang, sulit
untuk dilakukan objektifikasi.

Teori (spesifik) yang baik, sebagaimana salama ini kita pahami,


memiliki ciri-ciri: (a) konsisten secara logis, (a) bisa diuji dan (c) konsisten
dengan data. Teori selalu menyangkut sekurang-kurangnya keterkaitan dua
hal. Bila hubungan antara hal satu dan yang lain itu logis, maka ia memenuhi
ciri konsisten secata logis. Bisa diuji berarti bahwa teori tersebut
dapat diukur dengan menggunakan metode- metode tertentu. Agar dapat
diukur, biasanya diawali oleh elaborasi atau uraian tentang hal yang
diteorikan. Biasanya ada rumusan tentang pengertiannya, ciri-ciri, dan
keterkaitannya dengan hal lain. Penjelasan pokok yang akhirnya dapat
diukur biasanya disebut ciri-ciri, aspek-aspek, komponen-komponen.
Konsisten dengan data artinya setelah dicek di kancah kehidupan nyata, teori
ternyata didukung oleh kenyataan yang ada dalam kehidupan.

Sebagai contoh, berangkat dari ayat “sholat dapat mencegah


dari kekejian dan kemungkaran” dapat dirumuskan teori” dzikir
dapat memiliki hubungan yang negatif dengan vandalisme
dan agresivisitas”. Dzikir (shalat merupakan salah satu bagiannya)
menghasilkan ketenangan dan keterangan menghasilkan kesadaran akan
Tuhan dan bertanggung jawab yang diembankan sebagai manusia,
menghasilkan kebijakasanaan. Komponen-komponen shalat, sebagaimana
diungkapkan Djamaludin Ancok & Fuad Nashori Suroso adalah meditasi,
relaksi, kebersamaan, autosugesti.3) Dengan indikator-indikator perilaku
itulah biasanya dibuat alat ukur dan dilakukan pengukuran. Dari data yang
ada dilapangan, akan diketahui apakah rumusan teori konsisten dengan data.

Dengan menggunakan dasar berpikir di atas, maka ada beberapa pola


perumusan psikologi Islami sehingga kita sampai kepada suatu psikologi
yang lebih mendekati kebenaran yang tertinggi. Dalam bab ini akan
diungkapkan empat pola pengembangan psikologi Islami, yaitu perumusan
psikologi berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, perumusan psikologi dengan

M.Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan


3)

Konsep-konsep Kunci, paramadina, Jakarta, 1996


merekonstruksi pemikiran ilmuan klasik dan moderen, merumuskan
psikologi islami berdasarkan pribadi yang hidup dalam dan dengan Islam.

Anda mungkin juga menyukai