Anda di halaman 1dari 3

Penjabaran hasil perhitungan dengan menggunakan metode analisis SSA

menunjukan bahwa laju pertumbuhan ekonomi wilayah propinsi Maluku Utara

dalam dua periode waktu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 menunjukan

tingkat pertumbuhan sebesar 12%, yang berarti bahwa secara keseluruhan tingkat

pertumbuhan ekonomi propinsi Maluku Utara mengalami pertumbuhan yang

positif atau dapat dikatakan bahwa produktifitas kinerja ekonomi propinsi Maluku

Utara pada dua periode waktu tersebut mengalami kenaikan yang cukup berarti.

Pertumbuhan ekonomi pada skala regional ini tidak mempunyai dampak

yang begitu berarti bagi laju pertumbuhan sub-sektor tanaman pangan dan

hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat. Hal ini terbukti secara matematis

terjadinya pergeseran proporsional pada sub-sektor ini ternyata berada dibawah

angka nol yaitu sebesar -0,057 dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di

Propinsi Maluku Utara. Demikian seterusnya sampai dengan laju pertumbuhan


sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura yang secara otomatis terjadinya

pergeseran differensial yang juga berada pada posisi dibawah angka nol yaitu

sebesar -0,026. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Hasil analisis di atas menunjukan bahwa sektor yang diteliti tersebut

tidak menunjukan bahwa sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di

Kabupaten Halmahera Barat tidak mempunyai kemampuan kompetitif dibandingkan dengan daerah lain
pada wilayah yang sama. Hal ini dipengaruhi

oleh masih lemahnya kebijakan pemerintah daerah dalam melihat potensi

sumberdaya yang tersedia, terutama dalam menyiapkan sarana dan prasarana

penunjang di sub-sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, selain

ketidakmampuan rumahtangga tani dalam mengakses segala bentuk informasi,


pengetahuan, ketrampilan, modal berupa finansial dalam upaya meningkatkan

produktifitas hasil usahanya.

Gonarsyah (2005), mengatakan bahwa sub-sektor yang mempunyai

keunggulan komparatif tetapi tidak mempunyai daya saing yang tinggi

(competitivenes) disebabkan oleh adanya distorsi pasar. Distorsi dapat terjadi

disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah (government policy), baik

yang bersifat langsung (seperti tarif) maupun tidak langsung (seperti regulasi),

dan atau karena ketidaksempurnaan pasar (marcet imperfection), misalkan

adanya monopoli/monopsoni domestik. Dalam konteks ini, jika dilihat dari

hasil analisis LQ dan Shift Sahare sebelumnya, akan dapat menunjukan hasil

yang inkonsistensi karena sub-sektor yang diteliti tersebut sama sekali tidak

menunjukan keunggulan komparatif maupun kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai