Anda di halaman 1dari 10

BAB I LATAR BELAKANG

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak


Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009, Pemerintah diberikan wewenang
untuk mengenakan PPnBM atas barang yang tergolong mewah. Dalam pelaksanaannya,
pemerintah tidak serta merta mengenakan PPnBM atas barang yang tergolong mewah.
Diperlukan suatu kajian oleh pemerintah dalam memutuskan apakah suatu barang dapat
disebut barang mewah dan dapat dikenakan PPnBM. Selain itu, pemerintah juga harus
memperhitungkan dampaknya terhadap perekonomian.

Sampai saat ini, pemerintah terus melakukan perubahan dan perkembangan terkait jenis
objek pajak yang akan dikenakan PPnBM, hal tersebut dapat kita lihat melalui perubahan-
perubahan peraturan terkait dengan penentuan objek PPnBM. Salah satu yang menjadi
perhatian penulis adalah perubahan yang terjadi pada tahun 2015. Menteri Keuangan
Bambang P.S. Brodjonegoro mengeluarkan peraturan baru terkait PPnBM yaitu PMK
Nomor 106/PMK.010/2015 Tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. PMK
Nomor 106/PMK.010/2015 ini mencabut aturan PMK Nomor 121/PMK.011/2013 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2013.

Pemberlakuan PMK tersebut membahas perubahan baru yakni Pemerintah


membebaskan pengenaan PPnBM untuk peralatan elektronik, alat olahraga, alat musik,
branded goods, serta peralatan rumah dan kantor.

Pemberlakuan PMK tersebut menarik untuk dibahas, karena dinamika perubahan


peraturan tersebut tentu menimbulkan pertanyaan bagi banyak masyarakat terkait apa
yang menjadi dasar pertimbangan pemerintah dalam menggolongkan suatu barang
sebagai barang mewah sehingga dapat dikenakan PPnBM. Jawaban atas pertanyaan
tersebut akan dicoba dibahas oleh penulis dalam essay ini dengan mengaitkannya pada
konsep ilmu ekonomi dan konsep kemewahan menurut beberapa ahli dengan fokus pada
satu objek yaitu mesin cuci.

1
BAB II FAKTA EMPIRIS
Peraturan terbaru yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro
pada tahun 2015 terkait PPnBM yaitu PMK Nomor 106/PMK.010/2015 Tentang Jenis
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah telah mendorong penulis untuk membahas tentang
pertimbangan dan pendekatan apa yang digunakan pemerintah dalam menggolongkan
suatu benda menjadi barang mewah terutama pemilihan langkah dalam melakukan
penghapusan barang elektronik khususnya mesin cuci dari pengenaan PPnBM. Berikut
akan dipaparkan penjelasan dan fakta empiris yang dapat menjadi dasar mengapa
barang mesin cuci tidak lagi bisa disebut sebagai barang mewah di Indonesia.

Pada era ini, teknologi mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat.
Perkembangan teknologi tersebut juga telah membuat banyak orang mengalami
ketergantungan pada sebuah teknologi. Banyak masyarakat yang menjadikan teknologi
sebagai jawaban dalam memberikan kemudahan dalam menyelesaikan berbagai urusan,
mulai dari hal yang simpel sampai pada urusan yang kompleks.

Masyarakat pada era ini cenderung bergantung pada kecanggihan sebuah teknologi.
Sehingga teknologi tidak lagi dianggap sebagai barang yang asing bagi masyarakat,
melainkan teknologi kini sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan terus meningkatnya konsumsi masyarakat pada barang-barang
elektronik, salah satunya konsumsi pada tingkat rumah tangga.

Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan alat-alat rumah tangga telah didominasi oleh alat-
alat elektronik. Hal tersebut dapat dilihat melalui fenomena pada akhir-akhir ini, dimana
para ibu rumah tangga cenderung memilih alat-alat canggih yang tersedia untuk
membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Beberapa alat-alat canggih yang
dimaksud adalah mesin cuci, kulkas, mesin cuci piring dan yang lainnya.

Keberadaan mesin cuci dan alat elektronik rumah tangga lainnya telah mampu menolong
banyak ibu rumah tangga dalam menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Kemudahan
tersebut telah mendorong para ibu rumah tangga untuk mengonsumsi alat elektronik
tersebut.

2
Gambar 1.1 Gambar 1.2
Data Penjualan Alat Elektronik Rumah Tangga Data Penjualan Mesin Cuci di Indonesia Pada
oleh LG Electronics Tahun 2013-2014

Sumber: www.statista.com

Berdasarkan pada fakta empiris yang ada, kita dapat mengetahui bahwa memang tingkat
konsumsi rumah tangga terhadap barang elektronik cenderung mengalami peningkatan,
khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, data yang telah disediakan di atas akan
dijadikan landasan utama bagi penulis dalam membahas apakah barang elektronik
rumah tangga atau yang biasa disebut dengan Home Appliances terutama mesin cuci
masih layak disebut sebagai barang yang mewah dan pantas dikenakan PPnBM oleh
Pemerintah Indonesia.

3
BAB III PEMBAHASAN

A. BARANG ELEKTRONIK DAN KONSEP KEMEWAHAN


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kemewahan adalah keadaan yang mewah.
Mewah berarti serba banyak; serba indah; serba berlebih (biasanya tentang barang dan
cara hidup yang menyenangkan). Sedangkan kemewahan menurut Bilge (2016)
mengacu pada tingkat tertinggi dari merek bergengsi yang mencakup berbagai nilai fisik
dan psikologis sehingga produk mewah memicu diferensiasi sosial.

Dari pengertian di atas memang terdapat perbedaan pandangan mengenai definisi


sesungguhnya sebuah kemewahan. Konsep kemewahan ini dapat dimaknai berbeda
oleh setiap orang. Oleh karena itu, konsep kemewahan selalu terkait dengan kondisi yang
bersifat relatif. Begitupun pandangan masyarakat Indonesia masa kini terhadap mesin
cuci.

Mesin cuci bisa saja dianggap mewah oleh sebagian orang namun dianggap sebagai
benda biasa yang merupakan kebutuhan bagi sebagian orang yang lain. Pemaknaan dan
anggapan masyarakat yang berbeda terhadap barang elektronik ditentukan oleh
beberapa poin berikut:

1. Perspektif Relativitas Kemewahan


Heine (2012) membagi relativitas kemewahan atau The Relativity of Luxury menjadi lima
yaitu: relativitas regional, temporal, ekonomi, budaya dan situasional. Dalam pembagian
relativitas tersebut, penulis akan membahas bagaimana mesin cuci tidak lagi bisa disebut
sebagai barang mewah melalui pendekatan relativitas temporal dan ekonomi.

Pertama, jika kita membahas relativitas temporal maka akan mengacu pada perubahan
persepsi kemewahan dari waktu ke waktu karena urgensi konsumsi barang elektronik
telah berubah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat. berdasarkan data yang telah
dipaparkan pada fakta empiris, tingkat konsumsi masyarakat terhadap home appliances
yang terus meningkat. sehingga semakin lama masyarakat meyadari bahwa mesin cuci
tidak lagi bisa dianggap sebagai barang mewah yang sengaja dibeli hanya untuk
menaikkan status pemiliknya, tetapi dibeli karena fungsi barang tersebut.

4
Kedua, relativitas ekonomi yang mengacu pada skala kemampuan keuangan
masyarakat.

Gambar 2.1

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan


Pusat Statistik tersebut, peningkatan
Pendapatan Perkapita mengindikasikan
pertumbuhan ekonomi sekaligus dapat
menggambarkan daya beli masyarakat
terhadap konsumsi rumah tangga seperti
mesin cuci jika dibandingkan dengan
harga mesin cuci di pasar saat ini.
Sumber : www.bps.go.id
Dimana harga mesin cuci sampai saat ini rata-rata berkisar Rp 1.000.000s.d.Rp
15.000.000 sesuai dengan spesifikasi yang disediakan, harga tersebut didapat dari data
harga di pasar saat ini.

Hal tersebut menggambarkan bahwa tingkat konsumsi mesin cuci masih masuk dalam
skala kemampuan keuangan masyarakat saat ini jika dilihat berdasarkan tingkat
pendapatan perkapita yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2018 yaitu Rp
56.000.000,00 Sehingga mesin cuci bukanlah barang mewah jika dilihat dari segi
relativitas ekonominya.

2. Perspektif Konsumen
Gambar 2.2

Sumber: Choo, H. J; Moon H; Kim, H; Yoon N. (2012)


5
Nilai mewah suatu barang dapat diidentifikasi melalui pemenuhan beberapa syarat, salah
satunya adalah pemenuhan syarat pada pembentuk nilai mewah yang disampaikan oleh
Choo, H. J; Moon H; Kim, H; Yoon N. (2012).

Mesin cuci sebagai salah satu barang elektronik yang pernah dianggap sebagai barang
mewah oleh masyarakat kini telah berubah. Jika dibahas melalui pendekatan pembentuk
nilai mewah pada gambar di atas, mesin cuci tidak lagi memenuhi sebagian besar poin
pembentuk nilai mewah. Berdasarkan penjabaran pada poin pembentuk nilai mewah,
sebuah barang dapat dikatakan mewah apabila pola konsumsi atas barang tersebut
mampu mempengaruhi nilai-nilai lain, seperti sebuah barang disebut mewah ketika
barang tersebut dikategorikan sebagai barang tersier yang dikonsumsi bukan berdasar
pada kebutuhan, sebuah barang mampu menggambarkan citra diri penggunanya
sehingga mampu mengangkat pandangan orang lain terhadap pengguna tersebut
ataupun konsumsi atas barang tersebut hanya didasarkan pada pemenuhan kepuasan
untuk mendapatkan nilai kesenangan semata.

Mesin cuci sangat berbanding terbalik dengan penjabaran tersebut. Konsumsi mesin cuci
oleh masyarakat bukan lagi berdasar pada sebuah kesenangan, kepuasan, pembentuk
citra diri atau menaikkan status tetapi konsumsinya adalah sebagai pemenuhan
kebutuhan rumah tangga masyarakat.

Ketika kategorisasi mewah didasarkan pada kegunaan barang, maka mesin cuci
dianggap sebagai kebutuhan biasa. Karena berdasarkan survei, para ibu rumah tangga
telah mempertimbangkan cost dan benefit dalam pembelian mesin cuci. Mereka membeli
alat tersebut bukan untuk membahagiakan dirinya tetapi murni untuk memudahkan
dirinya dalam menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

Sehingga perspektif konsumen terhadap mesin cuci seolah telah sepakat terbentuk
bahwa mesin cuci menjadi sebuah barang yang dibutuhkan atau bisa dikategorikan
sebagai barang sekunder yaitu barang yang memiliki ciri di atas kebutuhan primer namun
tidak masuk dalam kategori barang mewah.

6
3. Karakter Produk Mewah

Tabel 2.2

Hedonic, Ostentation
Usability, Functional

Uniqueness, Rarity
Quality, Excellent

Conspicuosness
Simbolic, Status
Peneliti

Materilaistic
Self Identity
Investment

Heritage

Esthetic
Price
Berry (1994) V V V V
Tungate (2008) V V V V V V
Choo et al (2012) V V V V V
Heine (2012) V V V V V V
Zaharia & Zaharia (2015) V V V

Sumber: Olahan data penulis buku Pajak Konsumsi Kemewahan oleh Rachmad Utomo

Barang mewah selalu memiliki ciri yang melekat secara khas. Tabel di atas merupakan
ringkasan ciri yang melekat pada barang mewah menurut beberapa ahli. Jika kita
membahas mesin cuci, maka mesin cuci tidak bisa dikategorikan sebagai barang mewah
berdasarkan tabel di atas. Hal tersebut karena mesin cuci tidak lagi bersinggungan
dengan keunikan, kelangkaan apalagi status. Mesin cuci hanya terkait dengan usability
and functional. Konsumsi mesin cuci hanya didasarkan pada kebutuhan masyarakat, pun
ketika kita membahas mesin cuci dari segi harga. Walaupun harga mesin cuci saat ini
bervariasi dari range harga mulai 1 juta s.d 15 juta, harga tersebut masih dianggap worth
it atau setimpal dengan fungsi yang didapat.

B. ELASTISITAS PERMINTAAN MESIN CUCI DAN BUDGET CONSTRAINT


MASYARAKAT INDONESIA

Dari perspektif ekonomi , sebuah barang dapat dikategorikan sebagai barang mewah
atau kebutuhan tergantung pada elastisitasnya. Barang yang mewah akan memiliki kurva
permintaan yang bersifat elastis ( E > 1) karena barang tersebut bukanlah barang
konsumsi sehingga masyarakat akan lebih mudah memalingkan konsumsinya ketika

7
harga barang mewah tersebut naik karena urgensi konsumsinya tidak setinggi barang
kebutuhan.

Gambar 2.3

Jika kita membahas tingkat elastisitas


permintaan mesin cuci di pasar, kita dapat
membuktikannya dengan membandingkan
data permintaan barang elektronik rumah
tangga terhadap perubahan harga di pasar.

Seperti fenomena di tahun 2018 ketika rupiah


Sumber: www.ajarekonomi.com melemah terhadap dolar AS hingga
menembus level Rp 14.700, sehingga harga barang cenderung naik termasuk harga
mesin cuci. Namun terdapat data yang menggambarkan kondisi sebaliknya, yaitu secara
rata-rata tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang elektronik tetap naik pada tahun
2017-2018.
Gambar 2.4
Market demand growth of electric household
appliances and housewares in Indonesia from
2011 to 2018

Perubahan harga yang terjadi pada


tahun 2018 memang tidak terlalu
berdampak besar terhadap tingkat
permintaan barang elektronik di pasar.
Hal tersebut dapat dijelaskan melalui
ilustrasi sederhana berikut, mesin cuci
merupakan barang elektronik yang
memiliki masa manfaat rata rata 5
tahun, ketika terdapat salah satu ibu
rumah tangga yang mendapati mesin cucinya rusak namun terbiasa menggunakan mesin
cuci sebagai alat yang membantu ia menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka
pembelian mesin cuci menjadi urgensi penting bagi ibu tersebut tanpa melihat perubahan
harga yang terjadi pada tahun 2018. Ibu tersebut akan tetap memutuskan membeli mesin
8
cuci. Begitupun pertimbangan ibu rumah tangga lain yang sudah terbiasa menggunakan
mesin cuci di rumahnya sehingga tingkat konsumsi mesin cuci di pasar tidak mengalami
penurunan signifikan, bahkan tetap mengalami kenaikan dikarenakan dukungan dari
faktor lain seperti produsen mesin cuci yang memiliki variasi produk yang tinggi dengan
menetapkan harga yang bersaing sehingga konsumen memiliki sejumlah pilihan.
Konsumsi atas mesin cuci juga tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan harga karena
sejauh ini kenaikan harga pada mesin cuci masih belum melebihi Budget Constraint
masyarakat Indonesia jika dilihat melalui pendapatan perkapita penduduk Indonesia yaitu
Rp 56.000.000,00 pada tahun 2018.

Penurunan permintaan mungkin hanya akan dipengaruhi oleh masyarakat yang baru
pertama kali memutuskan menggunakan mesin cuci namun bertabrakan dengan
fenomena inflasi sekaligus kenaikan harga mesin cuci telah melewati Budget Constraint
pengguna tersebut. Sedangkan berdasarkan data yang telah dipaparkan pada bagian
sebelumnya bahwa jumlah pengguna mesin cuci di Indonesia cukup banyak sehingga
dampak penurunan permintaan tersebut tidak sebanding dengan permintaan mesin cuci
oleh pengguna mesin cuci sejak awal.

Namun, tidak menutup kemungkinan jika kita membahas hal tersebut dari kacamata
ekonomi makro, maka kurva permintaan mesin cuci menjadi elastis ketika kenaikan
harganya sudah melebihi budget constraint rata-rata tiap individu di Indonesia.

Kasus tersebut memang hanya dianalisis melalui asumsi kecil dengan melibatkan skala
ekonomi secara mikro, namun kita bisa mengerti bahwa perubahan harga memang tidak
terlalu berpengaruh terhadap tingkat konsumsi mesin cuci. Sehingga mesin cuci tidak lagi
bisa disebut sebagai barang mewah karena memiliki kurva permintaan yang cenderung
berubah tingkat elastisitasnya sesuai dengan kondisi yang mempengaruhinya. Berbeda
dengan kurva elastisitas permintaan barang mewah yang akan selalu bernilai lebih dari
1 (E>1) dalam kondisi dan situasi apapun.

9
BAB IV KESIMPULAN
Bahwa berdasarkan pemaparan di atas melalui kajian konsep kemewahan yang
disampaikan beberapa ahli dan disertai dengan data dan fakta yang ada, mesin cuci
memang sudah tidak lagi bisa dikategorikan sebagai barang mewah. Hal tersebut karena
mesin cuci tidak lagi memenuhi poin-poin yang dipersyaratkan bagi suatu barang mewah,
baik dari segi relativitas, perspektif serta karakter barang mewah.

Pengkategorian barang mewah memang masih dianggap abstrak jika dibandingkan


dengan perspektif setiap orang. Suatu barang memang selalu berada pada kondisi relatif
antara titik kebutuhan dengan kemewahan. Namun melalui pemaparan di atas, kita sudah
mampu menentukan bahwa mesin cuci lebih mendekat pada titik kebutuhan. Karena
pada dasarnya, dalam konteks budaya apapun, kemewahan mengacu pada sesuatu
yang melebihi kebutuhan dan kebiasaan. Sehingga mesin cuci tidak mampu memenuhi
syarat dasar sebuah barang mewah karena konsumsi atas barang tersebut masih
berdasar pada kebutuhan dan fungsi dari barang itu sendiri, tidak memberi nilai lain
seperti kepuasan, kesenangan apalagi memberikan status penggunanya.

Walaupun kemewahan selalu terkait dengan perspektif setiap orang, namun saat ini
masyarakat seolah telah menyepakati perspektifnya bahwa mesin cuci tidak lagi bisa
disebut sebagai barang mewah sehingga keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam
menerbitkan PMK Nomor 106/PMK.010/2015 juga dirasa tepat dalam menghapuskan
beberapa barang dari pengenaan PPnBM, salah satunya mesin cuci. Pertimbangan-
pertimbangan yang digunakan pemerintah dalam menerbitkan peraturan tersebut juga
sudah cukup bijak yaitu dalam rangka menekan biaya pengawasan terhadap penerimaan
negara serta mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia

10

Anda mungkin juga menyukai