Script
Script
Karya De Loren
Willy, seorang anak remaja berusia 17 tahun. Ia anak yang cerdas dan pandai bersosialisasi
dengan siapapun. Namun, kondisi keluarga yang tidak harmonis membuat ia menjadi pribadi yang
keras diluar namun sangat rapuh ketika didalam rumah. Posisinya sebagai anak tunggal membuat
Willy merasa semakin depresi dengan keadaan, tidak ada adik atau kakak yang bisa diajak berbagi
kisah. Semua harus ia rasakan sendiri. Belum lagi masalah percintaan dikalangan remaja yang
menambah kekacauan dipikiran Willy. Teman-temannya pun hanya sekadar ingin tahu, tanpa mau
mengerti keadaannya.
Willy merenung di tengah derasnya hujan malam, menatap dengan pandangan kosong jauh
kedepan. Tidak ada suara apapun, selain suara pertengkaran orangtuanya yang seakan melawan
suara derasnya hujan.
Shoot : Jendela rumah. (Bayangan orangtua bertengkar dengan suara yang keras.)
Willy duduk dikamar menghadap jendela (merenung sedih dengan tatapan kosong
kemudian membuka lengannya yang berisi sabetan cutter – selfharm).
Mama : “Pagi, sayang. Ini sarapan dulu ya.” (Menyiapkan roti dan susu untuk Willy)
(Papa datang ke meja makan) Mama : “Pah, makan dulu.” (Papa langsung pergi.)
Willy sedang jalan-jalan dengan pacarnya, berniat curhat tentang keadaan keluarganya.
Atau
Willy sedang berjalan di taman, kemudian ketemu pacarnya. Pacar Willy marah-marah
karena ia susah dihubungi. Respon Willy semakin keras dan membentak pacarnya. Padahal hari
itu adalah hari anniversary mereka dan pacarnya meminta putus. Willy kaget dan merasa bersalah,
namun pacarnya tidak memaafkan. (Kayak di last child.)
Willy terbangun dari tidur, kemudian menghubungi pacarnya namun tidak diangkat atau
dibalas namun menyakitkan.
Atau
Willy sedih. (Muncul flashback tentang kenangan dengan pacarnya, black and white.)
Shoot : Papa Willy pulang kerja kena gerimis, disambut oleh mamanya. Mereka bercakap-cakap
hingga akhirnya bertengkar kembali.
(Willy mengambil narkoba atau pil di bawah tempat tidur atau kotak. Menghisapnya
dengan ragu, kemudian berkeringat dingin karena efek narkoba. Lalu tertidur.)
Scene 6 : Kamar dan Ruang Tamu – Pagi
(Willy bangun tidur ngos-ngosan, ia cuci muka, lalu minum air putih langsung segelas.)
Willy : “Mama, papa! Kenapa si kalian berantem terus tiap hari? Gak capek apa?”
Mama papa : (terdiam mengerenyitkan dahi dengan muka ingin marah tapi ditahan.)
Willy : “Udah berapa tahun si mama papa menikah? Masalah kok dijadiin kebiasaan. Kalo
gak bisa nyelesaiin, mending cerai aja! Bukan kalian aja yang stress, aku juga!”
Papa : (Ngomong ke mama.) “Nah itu, liat anak kamu! Dia udah setuju kita pisah. Mulai
sekarang urus anak kamu sendiri. Gak usah cari-cari saya lagi.” (bergegas pergi)
(Papa membanting pintu, mama duduk lemas memandang Willy, Willy terdiam lalu masuk
ke kamar. Ia mengacak rambut dan berterika “Akhh!")
BLANK.
Scene 7 : Kamar
Shoot : Jam yang berputar dengan cepat, suara detik jam. Willy memakai narkoba berhari-
hari, hingga teler.
Mama : “Kamu kok berantakan banget si, Will. Kamu gak pake yang aneh-aneh, kan?”
Mama : “Mama gak mau kehilangan siapa-siapa lagi, Wil. Sekarang cuma kamu yang
mama punya. Mama bakal lebih perhatian ke kamu. Udah kamu gak boleh stress, harus semangat
ya sayang.” (megang tangan Willy)
Mama : “Will, sinii..” (Willy kaget, takut ketahuan dan secepatnya memastikan narkoba
telah terbuang.”
Mama : “Kamu mau kerja gak nih? Temen mama lagi buka lowongan.”
(Mama menelfon temannya, lalu menyuruh Willy datang ke kantor gojek tersebut.)
Karena belum sepenuhnya lepas dari narkoba. Di perjalanan, Willy merasa pusing,
kecanduannya muncul untuk mengkonsumsi narkoba. Ia berhenti dan menyenderkan diri. Ia
menahan nafsu dan meminum air banyak-banyak, kemudian mengucap astagfirullah.
Sesampai di kantor, orang tersebut mewawancarai Willy, lalu memberikan helm dan
jaketnya gojek. “Saya percaya kamu, Will.”
Hari-hari berlalu. Sedikit demi sedikit rasa candu itu menghilang. Penghasilan setiap
mengojek pun selalu Willy tabungkan.
Shoot : (Keadaan jalanan pagi, siang yang terik, sore yang macet dan malam kehujanan,
ketika Willy ngojek.)
(Willy melewati UNPAM, ketika itu sedang ada pembagian brosur untuk peserta didik
baru. Willy mengambilnya.)
Dalam hati, “Apa aku masih bisa kuliah dengan narkoba di masa lalu ku?”. “Apa aku
mampu membayar kuliah?” “Tapi aku ingin membuat mama bangga.”
(Dengan penuh tanda Tanya, Willy pergi melanjutkan perjalanan. Sesampai dirumah, ia
melihat dengan teliti brosur itu.)
Scene 13 : UNPAM
(Willy mengikuti test di UNPAM) Hari itu juga ia dinyatakan lolos. Ia membayar registrasi
dengan sebagian uang dari hasil kerjanya.
Scene 14 : Rumah
Hari pertama ia kuliah. (Dalam perjalanan ke kampus, ia sambil dengan mengojek yan
rutenya searah dengan kampus.)
Shoot : Berhari-hari berlalu ia kuliah, aktif dan sering berlontar pertanyaan ke dosen.
Scene 16 : Kelas
Hingga akhirnya ia dinyatakan sebagai mahasiswa berprestasi dalam satu semester ini.
Berkata dalam hati, “Mulai saat ini, aku akan giat belajar dan bekerja agar selalu bisa menjadi yang
terbaik disetiap semesternya. Mama pasti bangga dengan aku.”