Anda di halaman 1dari 22

I.

Definisi
Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah
trauma kepala (Greenberg et al, 2002).
Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter
dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal
dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,
sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2005).
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri
meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup
sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari.
Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Epidural hematom (EDH) adalah suatu akumulasi atau penumpukan darah
akibat trauma yang berada diantara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan
membrane duramater, keadaan tersebut biasanya sering mendorong atau menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial yang akibatnya kepala seperti dipukul palu atau alat
pemukul baseball.
II. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang
ada diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan
fraktur tengkorak dan laserasi pembuluh darah seperti kecelakaan kendaraan dan
trauma (Japardi, 2004). Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri
meningica media (paling sering), vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena
emmisaria, dan sinus venosus duralis (Bajamal, 1999).
III. Manifestasi klinis

1 Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.

2 Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan bradikardi.

3 Nyeri kepala yang hebat

4 Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.

5 Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

6 Gangguan penglihatan dan pendengara.

7 Kejang otot.
8 Mual.

9 Pusing.

10 Muntah.

11 Berkeringat.

12 Sianosis / pucat.

13 Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

14 Susah bicara.

IV. Anatomi fisiologi

1 Anatomi Kepala
a Kulit kepala
Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu :
a) Skin atau kulit
b) Conneccive tissue atau jaringan penyambung.
c) Aponeurosis atau galea aponeurotika.
d) Lose connectife atau jaringan penunjang longgar.
e) Pericranium Tulang Tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis

crani.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,

temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis,

namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis crania berbentuk tidak

rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses

akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar terbagi atas 3 fosa

yaitu : Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis

dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebrum.
b Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan

yaitu :
a) Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat

dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua

lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di

tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus


venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan

dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara

bagian-bagian otak.
b) Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan

hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium

subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor

cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh

trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang

menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.


c) Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang

menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan

sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke

dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia

membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan

bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus

untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan

ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela

choroidea di tempat itu.


c Otak
Otak merupakan satu struktur gelatin yang mana berat pada orang sekitar 14

kg. otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (atak depan) yaitu

terdiri dari serebrum diensefalon, nesensefalon (otak tengah) dan

ronbensefalon (otak belakang ) terdiri dari pons, medulla oblongata dan

serebellum.
Fisura membagi otrak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan

fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal

berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal

mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam


proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sitem aktivitas

reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla

oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik kardiorespiratorik. Cerebellum

bertanggungjawab dalam fungsi kordinasi dan keseimbangan.


V. Patway

Luka, trauma/fraktur kepala

Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal

Darah memenuhi
Darah keluar dari Darah memenuhi epidural
epidural
vaskuler

Hematoma
Syok hipovolemik

Naiknya volume Edema Otak


Hipoksia otak

Herniasi Peningkatan TIK


Iskemik

Penekanan N. Batang otak Nyeri akut


Risiko perfusi
serebral tidak
efektif Penurunan kesadaran
dan motorik Gangguan pusat
pernafasan
Gangguan Mobilitas Fisik
Hiperventilasi

Pola nafas tidak efektif

Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma
atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri,
khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter dan
tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi
epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah akan memotong
atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan memperluas
hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus
temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan
memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi
menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang
menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini
terdapat nervus okulomotor yang menekan saraf sehingga menyebabkan peningkatan
TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcphee et
al, 2006).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan
pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar
dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya
merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin
juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran antara
darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas
karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan
hematom dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya
fragmen tulang.
6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.
10. Css :Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
11. Kadar elektrolit :Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intrakranial.
12. Screen toxicology :Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
13. Rontgen thoraks 2 arah (pa/ap dan lateral) :Rontgen thoraks menyatakan
akumulasi udara/cairan pada area pleural. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
14. Analisa gas darah (agd/astrup) :Analisa gas darah (agd/ astrup) adalah salah
satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan agd ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa (arif muttaqin ; 2008 : 284).
VII. Penatalaksanaan
1. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
a. Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi
suportif dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
b. Berikan O2 dan monitor
c. Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak
kurang dari 90 mmHg.
d. Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler

2. Perawatan di bagian Emergensi


a. Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
b. Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-
obatan sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi
digunakan sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan
hiperventilasi bila diperlukan.
c. Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau
gunakan posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan
untuk menambah drainase vena.
d. Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun
sampai 90 mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya
peningkatan tekanan intra kranial.
e. Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg
apabila sudah ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (ICP).
f. Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena
phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan
onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang
sebelumnya.
3. Terapi obat-obatan:
a. Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan intrakranial
dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan, karena dapat
menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin
digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang – kejang pada awal post
trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup adekuat
yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH 2O, dapat digunakan
norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas 90
mmHg.
b. Diuretik Osmotik Misalnya Manitol : Dosis 0,25-1 gr/ kg BB iv.
Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru,
dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang
progresiv. Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan
intrakranial, dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah
otak dan kebutuhan oksigen.
c. Antiepilepsi Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak
boleh berlebihan dari 50 (Dilantin) mg/menit. Kontraindikasi; pada penderita
hipersensitif, pada penyakit dengan blok sinoatrial, sinus bradikardi, dan
sindrom Adam-Stokes. Fungsi : Untuk mencegah terjadinya kejang pada
awal post trauma.
VIII. Masalah keperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif
2 Nyeri akut berhubungan
3 Gangguan mobilitas fisik
4 Pola nafas tidak efektif
IX. Askep teori
1. Pengkajian
a Identitas Klien
Nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, alamat, suku bangsa.


b Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran baik biasanya

mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing, mual muntah.


2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Kaji penyebab trauma : biasanya karena kecelakaan lalu lintas

atau sebab lain tanyakan kapan dimana apa penyebab serta bagaimana

proses terjadinya trauma


b) Apakah saat trauma pingsan, disertai muntah perdarahan atau

tidak.
c) Riwayat amnesia setelah cedera kepala menunjukkan derajat

kerusakan otak.
c Prymary survey
1) Airway apakah ada sumbatan jalan nafas seperti darah secret lidah dan

benda sing lainnya, sura nafas normal/tidak, apakah ada kesulitan bernafas
2) Breathing : pola nafas teratur, observasi keadaan umum dengan metode

: look : liat pergerakan dada pasien, teratur, cepat dalam atau tidak. Listen :

dengarkan aliran udara yang keluar dari hidung pasien. Feel : rasakan

aliran udara yang keluar dari hidung pasien


3) Sirkulasi : akral hangat atau dingin, sianosis atau tidak, nadi teraba

apakah ada.
d. Secondary
1) Disability apakah terjadi penurunan kesadaran, nilai GCS, pupil isokor,

nilai kekuatan otot, kemampuan ROM.


2) Eksposure ada atau tidaknya trauma kepala ada atau tidaknya luka lecet

ditangan atau dikaki.


3) Fareinhead ada atau tidaknya trauma didaerah kepala, ada tau tidaknya

peningkatan suhu yang mendadak, demam


e. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah klien pernah mengalami cedera kepala atau penyakit persyarafan

maupun system lain yang dapat memperburuk keadaan klien. Riwayat trauma

yang lalu hipertensi, jantung dan sebagainya.


f. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada salah satu anggota keluarga yang mengalami penyakit hipertensi

jantung dan sebagainya. seperti dampak biaya perawatan dan pengobatan yang

besar.
g. Riwayat psikososial
Bagaimana mekanisme klien terhadap penyakit dan perubahan perannya, pola

persepsi dan konsep diri sebagai rasa tidak berdaya tidak ada harapan, mudah

marah dan tidak kooperatif, kondisi ekonomi klien

Pemeriksaan Fisik Keperawatan

1. Keadaan umum
Tergantung berat ringannya cedera, keadaan umum biasanya emah
2. Kesadaran
Pada cedera ringan biasanya tidak sadar kurang dari 10 menit, kemudian sadar.

Compas mentis: pada cedera sedang bisa tidak sadar lebih dari 10 menit ,

perubahan kesadaran sampai koma. Pada cidera berat, tidak sadar lebih dari 24

jam. Perubahan kesadaran sampai koma.


3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah hipertensi bila ada peningkatan Tekanan Intra Cranial dan bisa

normal pada keadaan yang lebih ringan, nadi bisa terjadi bradicardi, tachicardi.
4. Kepala
a. Kulit kepala
Pada trauma tumpul terdapat hematom, bengkak dan nyeri tekan. Pada luka

terbuka terdapat robekan dan perdarahan


b. Wajah/muka
Pada cedera kepala sedang, cedera kepala berat yang terjadi contusion cerebri,

terjadi mati rasa pada wajah


c. Mata
Terjadi penurunan fungsi penglihatan , reflek cahaya menurun, keterbatasan

lapang pandang. Dapat terjadi perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat

mengikuti perintah.
d. Telinga
Penurunan fungsi pendengaran pada trauma yang mengenai lobus temporal

yang menginterprestasikan pendengaran, drainase cairan spinal pada fraktur

dasar tengkorak, kemungkinan adanya perdarahan dari tulang telinga.


e. Hidung
Pada cedera kepala yang mengalami lobus oksipital yang merupakan tempat

interprestassi penciuman dapat terjadi penurunan fungsi penciuman. Bisa juga

terdapat drainase caran serebro spinal pada fraktur dasar tengkorak yang

mengenai sinus paranasal


f. Mulut
Gangguan menelan pada cedera kepala yang menekan reflek serta gangguan

pengecapan pada cedera kepala dan berat


5. Leher
Dapat terjadi gangguan pergerakan pada cedera kepala sedang dan berat yang

menekan pusat motorik, kemungkinan didapatkan kaku kuduk


6. Dada
a. Inspeksi : biasanya bentuk simetris, terjadi perubahan irama, frekuensi

dan kedalaman pernafasan terdapat retraksi dinding dada.


b. Palpasi : biasanya terjadi nyeri tekan apabila terjadi trauma
c. Perkusi : bunyi resonan pada seluruh lapang paru, terkecuali daerah

jantung dan hepar bunyi redup


d. Auskultasi : biasanya bunyi nafas normal (vesikuler), bisa ronchi

apabila terdapat gangguan, bunyi S1 dan S2 bisa teratur bisa tidak, perubhan

frekuensi dan irama


7. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk simetris tidak terdapat bekas opersi
b. Auskultasi : bissing usus bisanya normal, bisa meningkat dan bisa

menurun
c. Palpasi : biasanya terdapat nyeri tekan, ditemukan adanya jejas dan

luka tumpul
d. Perkusi : bunyi timpani
8. Ektremitas
Ektremitas atas dan bahwa tidak ada atrofi dan hipertrofi. Tidak ada udem. Reflex

bicep (+), reflek triceps (+) patella (+) achiles (+) babinski (+) pada ektremitas atas

terdapat fleksi abnormal


9. Aktifitas
Gejala : merasa lemah lelah dan hilang keseimbangan.
Tanda : .Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese quadreplegia,

ataksia, cara berjalan tak tegap. Masalah dalam keseimbangan cedera

(trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.


10. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi).
Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi

dengan bradikardia, disritmia).


11. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan

impulsif.
12. Eliminasi
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
13. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil). Gangguan menelan (batuk, air liur keluar

disfagia)
14. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo,

sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas.

Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian

lapang pandang, fotofobia.


Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda ; Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,

kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah

laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi pada

mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan,

penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetri. Genggaman lemah, tidak

seimbang. Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah. Apraksia, hemiparise,
quedreplegia. Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang. Sangat sensitif terhadap

sentuhan dan gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh


15. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.

Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,

gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.


16. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas

berbunyi, stridor, tersedak. Ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi)


17. Keamanan
Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
Gangguan penglihatan
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda

Batle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma).. Adanya

aliran cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).


Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,

kekuatan secara umum mengalami paralysis. Demam, gangguan dalam

regulasi suhu tubuh.


18. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-

ulang, disartria, anomia.


2. Diagnose keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
b. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular

Rencana keperawatan
No Diagnosis Tujuan Kriteria hasil Intervensi
1. Pola Setelah 1. Disapnea 1. Manajement jalan nafas
a. obsevasi
napas dilakukan
menurun a) Monitor pola nafas
tidak tindakan 2. Penggunaan otot b) Monitor bunyi nafas
efektif keperawatan
bantu nafas tambahan
berhubun selama 7 jam c) Montor sputum
menurun b. Terapeutik
gan sekali di
3. Pemenjangan fase a) Pertahankan kepatenan
dengan harapkan pola
ekspirasi jalan nafas dengan headtill
gangguan nafas membaik
neurologi menurun dan chinlif (jawtrust jika
4. Frekuensi nafas curiga trauma servikal )
b) Posisikan semi fowler atau
dalam rentang
fowler
normal c) Lakukan penghisapan
5. Todak ada
lender kurang dari 15 detik
pernafasan cuping c. Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan
hidung
6. Kedalaman nafas 2000 ml/hari jika tidak

membaik kontra indikasi


b) Ajarkan teknik batuk

efektif
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian

broncodilator, ekspektoran,

mukolitik jika perlu


2. Risiko Setelah 1. Warna 1 Manajement peningkatan
dilakukan
perfusi kulit tidak pucat tekanan intracranial
tindakan 2. Akral a. observasi:
serebral a) identifiasi
keperawatan
hangat
tidak selama 7 jam 3. Tidak penyebab peningkatan
sekali di
efektif ada kelemahan TIK
harapkan b) monitor tanda dan
berhubun otot
perfusi
4. Turgor geala peningkatan TIK
gan meningkat c) monitor MAP
kulit meningkat d) monitor
dengan 5. Tekanan
gelombang ICP
cedera darah sistolik e) monitor status

kepala dan diastolic pernafasan


f) monitor intake
dalam rentang
dan output cairan
normal b. terapeutik
a) minimalkan

stimulus dengan

menyediakan lingkungan

yang tenang
b) berikan posisi

semi fowler hindari

maneuver valsava
c) cegah terjadinya

kejang
c. kolaborasi
a) kolaborasi

pemberian sedasi dan anti

konvulsan jika perlu


b) kolaborasi

pemberian diuretic

osmosis jika perlu


c) kolaborasi

pemberian pelunak tinja

jika perlu
2. pemantauan respirasi
a. observasi
a) monitor

frekuensi, irama,

kedalaman, dan upaya

nafas
b) monitor pola

nafas (mis: bradipnea,

takipnea, hiperventilasi,

kusmaul, cheyne stokes)


c) monitor adanya

smbatan jalan nafas


d) palpasi

kesimetrisan ekspansi paru


e) auskultasi bunyi

nafas
f) monitor saturasi

oksigen
g) monitor nilai

AGD
h) monitor hasil X –

ray

b. terapeutik

a) atur interval

pemantauan respirasi

sesuai kondisi pasien


b) dokumentasikan

hasil pemantauan

c. edukasi

a) jelaskan tujuan

dan prosedur pemantauan


b) informasikan

hasil pemantauan
3. Nyeri Setelah 1. Keluhan nyeri 1. Manajement nyeri
a. observasi
akut dilakukan
berkurang a) Identifikasi
berhubun tindakan 2. Ekspresi wajah
lokasi, karakteristik,
gan keperawatan
tidak meringis
dengan selama 7 jam 3. Tidak gelisah durasi, frekuensi, kualitas,
4. Pola tidur
agen sekali di
intensitas nyeri
pencedera harapkan membaik b) Idenifikasi skala
5. Frekuensi nadi
an fisik tingkat nyeri
nyeri
menurun dalam rentang c) Idenifikasi respon

normal nyeri non verbal


6. Pola nafas d) Idenifikasi faktor

dalam rentang yang memperberat dan

normal memperingan neri


7. Tekanan darah e) Idenifikasi

dalam rentang pengauh budaya terhadap

normal respon nyeri


b. terapeutik

a) Berikan teknik

non farmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

(mis: TENS, hipnosisi,

akupresur, terapi music)


b) Control

lingkungan yang

memperberat nyeri (mis :

suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat

dan tidur

c. edukasi

a) Jelaskan

penyebab periode dan

pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi

meredakan nyeri
c) Anjurkan monitor

nyeri secara mandiri


d) Ajarkan teknik

non farmakologi untuk

mengurangi nyeri
d. Kolaborasi
a) Kolanorasi penberian

anlgetik bila perlu


2. Pemberian analgesic
a. obeservasi

a). identifikasi karakteristik

nyeri (mis: pencetus,


pereda, kualitas, lokasi,

intensitas, frekuensi, durasi)

b) Identifikasi riwayat alergi

obat
c) Identifikasi kesesuaian

jenis analgetik (mis:

narkotika, non narkotika,

atau NSAID) dengan tingkat

keparahan nyeri
d) Monitor tanda-tanda vital

sebelum dan sesudah

pemberian analgesic
e) Monitor efektifitas

analgesic

b. terapeutik

a) Diskusikan analgesic

yang di sukai untuk

mencapai analgesia yang

optimal jika perlu


b) Pertimbangkan

penggunaan infuse kontinu

atau bolus opioid untuk

mempertahankan kadar

dalam serum
c) Tetapkan target

efektifitas anagesik untuk

mengoptimalkan respon

pasien
d) Dokumentasi respon
terhadap efek analgesic dan

efek yang tidak diinginkan

c. edukasi

a) Jelaskan efek

terapi dan efek samping

obat

d. kolaborasi

a). kolaborasi pemberian

dosis, dan jenis analgetik

sesuai indikasi
4 Gangguan Setelah 1. Pergerakan 1. Dukungan ambulasi
a. observasi
mobilitas dilakukan
ekstremitas a). identifikasi adanya nyeri
fisik tindakan
meningkat atau keluhan fisik lainnya
berhubun keperawatan
2. Kekuatan otot b) Identifikasi
gan selama 7 jam
meningkat toleransi fisik melakukan
dengan sekali di
3. Rentang gerak
gangguan harapkan ambulasi
meningkta c) Monitor frekuensi
neuromus mobilitas fisik
4. Nyeri
cular meningkat jantung dan tekanan darah
berkurang
5. Kaku sendi sebelum memulai

berkurang ambulasi
6. Kelemahan d) Monitor kondisi

fisik berkurang umum selama melakukan

ambulasi

b. terapeutik

a) Fasilitasi aktivitas

ambulasi dengan alat

bantu (mis: tongkat,

kruk)
b) Fasilitasi
melakukan mobilitas

fisik jika perlu


c) Libatka keluarga

untuk membantu pasien

dalam meningkatkan

ambulasi

c. edukasi

a) Jelaskan tujuan

dan prosedur ambulasi


b) Anjurkan

mealakukan ambulasi

dini
c) Ajarkan ambulasi

sederhana yang harus

dilakukan (mis: berjalan

dari tempat tidur ke kursi

roda, berjalan dari tempat

tidur ke kamar mandi)


2. Dukung mobilisasi
a. observasi
a) Identifikasi

adanya nyeri atau

keluhan lainnya
b) Identifikasi

toleransi fisik melakukan

pergerakan
c) Monitor frekuensi

jantung dan tekanan

darah sebelum memulai

aktivitas
d) Monitor kondisi
umum selama melaukan

mobilisasi

b. terapeutik

a) Fasilitasi aktivitas

mobilisasi dengan alat

bantu (mis: pagar tempat

tidur)
b) Fasilitasi

melakukan pergerakan

jika perlu
c) Libatkan keluarga

dalam meningkatkan

pergerakan

c. edukasi

a) Jelaskan tujuan

dan prosedur mobilisasi


b) Anjurkan

melakukan mobilisasi

dini
c) Anjurkan

mobilisasi sederhana

yang harus dilakukan

(mis: duduk di tempat

tidur, duduk di sisi

tempat tidur, pindah dari

tempat tidur ke kursi).


Daftar pustaka

1) Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGC
2) Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
3) Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017.standart diagnosis keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI
4) Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standaart luaran keperawatan Indonesia.
Jakarta: PPNI
5) Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart intervensi keperawatan Indonesia.
Jakarta .PPNI

Anda mungkin juga menyukai