Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun guna memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat Yang Diampu Oleh Bapak
Hartono, SKep.,Ns., M.Kes
Disusun Oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari
aktifitas manusia dalam rumah tangga, industri, trafic accident, maupun
bencana alam. Luka bakar ialah luka yang terjadi akibat sentuhan
permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air
panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat)
(Paula,K. dkk, 2009).
Sehingga sangat perlu adanya penanganan atau pertolongan pertama
pada luka bakar yang benar. Pertolongan pertama adalah penanganan yang
diberikan saat kejadian atau bencana terjadi di tempat kejadian, sedangkan
tujuan dari pertolongan pertama adalah menyelamatkan kehidupan,
mencegah kesakitan makin parah, dan meningkatkan pemulihan
(Paula,K.,dkk,2009). Namun ada kebiasaan masyarakat yang kurang tepat,
jika terjadi luka bakar banyak orang yang memberikan pertolongan pertama
pada kasus luka bakar.
Dengan mengoleskan pasta gigi, mentega, kecap, minyak, dan masih
banyak lagi anggapan dan kepercayaan seseorang yang selama ini diyakini
di masyarakat. Hingga kini masih banyak masyarakat yang percaya dengan
hal tesebut. Seharusnya pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah
sesegera mungkin mendinginkan area yang terkena dengan air sejuk yang
mengalir selama minimal 20 menit. Hal ini untuk mengurangi bengkak yang
dapat terjadi dan mempercepat proses penyembuhan di kemudian harinya.
Tidak perlu menggunakan air yang terlalu dingin atau menggunakan es batu
karena hal tersebut justru akan merusak jaringan kulit lebih dalam (Rionaldo
D, 2014).
Sedangkan di Indonesia kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka
bakar setiap tahunya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan
penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat dirumah sakit. Bila
ditinjau Rumah Sakit Pertamina sebagai salah satu rumah sakit yang
memiliki fasilitas perawatan khusus Unit Luka Bakar, menerima antara 33
sampai dengan 53 penderita (rata-rata 40 penderita /tahun). Dari jumlah
tersebut yang termasuk dalam kategori Luka Bakar Berat adalah berkisar
21% (Rivai T, 2010). Data Prevalensi kasus luka bakar di Jawa Timur
sekitar 0,7% (Riskesdes, 2013).
Perlu diketahui bahwa penyebab angka kematian dan kecacatan akibat
kegawat daruratan adalah tingkat keparahan akibat kecelakaan, kurang
memadainya peralatan, sistem pertolongan dan pengetahuan penanganan
korban yang tidak tepat dan prinsip pertolongan awal yang tidak sesuai.
Pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat memegang posisi
besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan. Banyak kejadian
penderita pertolongan pertama yang justru meninggal dunia atau mengalami
kecacatan akibat kesalahan dalam pemberian pertolongan awal.
Ketergantungan masyarakat kepada tenaga medis untuk melakukan tindakan
penyelamatan dasar bagi korban kecelakaan, sudah waktunya di tinggalkan.
Hal ini karena kurangnya kemampuan masyarakat dalam pertolongan
pertama pada kecelakaan (Azhari, 2011). Apabila penanganan luka bakar
tidak benar berdapak timbulnya beberapa macam komplikasi. Luka bakar
tidak hanya menimbulkan kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi
seluruh system tubuh pasien. Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor)
tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai
macam komplikasi yang memerlukan penanganan khusus (Moenadjat,
2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan combustio?
2. Apa penyebab dari combustio?
3. Apa klasifikasi dari combustio?
4. Apa manifestasi klinis dari combustio?
5. Apa pemeriksaan penunjang dari combustio?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari combustio?
7. Bagaimana komplikasi dari combustio?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan gadar pada pasien combustio?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari combustio.
2. Menjelaskan penyebab dari combustio.
3. Menjelaskan klasifikasi dari combustio.
4. Menjelaskan manifestasi klinis dari combustio.
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari combustio.
6. Menjelaskan penatalaksanaan dari combustio.
7. Menjelaskan komplikasi dari combustio.
8. Menjelaskan Asuhan Keperawatan gadar pada pasien combustio.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap
sel tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler
(Rahayuningsih, 2012).
Menurut pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah
injuri yang disebabkan oleh panas, bahan kimia, listrik atau energi radiasi.
Luka bakar scald disebabkan karena kontak dengan cairan panas atau
mendidih akan tetapi luka bakar karena panas juga sering digolongkan luka
bakar scald.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
combustio atau luka bakar adalah suatu injuri yang diakibatkan oleh kontak
dengan panas seperti api, bahan kimia, listrik, cairan mendidih atau benda
atau bahan lain yang menyebabkan lapisan kulit terbakar.
B. Etiologi
Etiologi menurut Moenadjat (2003) ada beberapa penyebab luka bakar, yaitu:
1. Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung
meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera
kontak. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka
umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
C. Klasifikasi
Menurut Rahayuningsih, (2012) luka bakar dikategorikan menurut
mekanisme injurinya meliputi:
D. Manifestasi Klinis
Menurut Kidd (2010), tanda dan gejala serta temuan diagnostik yang
ditemukan pada luka bakar, yaitu:
1. Pada jalan nafas mulut dan hidung terdapat jelaga, luka bakar dan
oedema jalan nafas
2. Bunyi inspirasi abnormal (stridor yang berkaitan dengan oedema faring /
laring, batuk, takipnea, dypsnea)
3. Cedera inhalasi
Cedera inhalasi biasanya timbul dalam 24 jam pertama pasca luka bakar,
jika luka bakar disebabkan oleh nyala api atau korban terbakar pada
tempat yang terkurung atau kedua-duanya, maka perlu diperhatikan
tanda-tanda sebagai berikut :
a) Keracunan karbon monoksida
Karakteristik tanda fisik tidak ada dan warna kulit merah bertanda
cheery hampir tidak pernah terlihat pada pasien luka bakar.
Manifestasi susunan syaraf pusat dari sakit kepala sampai koma
hingga kematian.
b) Distress pernafasan
Penurunan oksigenasi artikel akibat rendahnya perfusi jaringan dan
syok. Penyebab distress adalah edema laring atau spasme dan
akumulasi lendir. Adapun tanda-tanda distress pernafasan yaitu
serak, ngiler dan ketidakmampuan menangani sekresi.
c) Cedera pulmonal
Inhalasi produk-produk terbakar tidak sempurna mengakibatkan
pnemonitis kimiawi. Pohon pulmonal menjadi teriritasi dan
edematosa pada 24 jam pertama. Edema pulmonal terjadi sampai 7
hari setelah cidera. Pasien irasional atau tidak sadar tergantung
tingkat hipoksia. Tanda-tanda cedera pulmonal adalah pernafasan
cepat dan sulit, stridor dan batuk pendek.
4. Terdapat penampilan luka berwarna kemerahan, terdapat lepuhan kulit
pada area luka yang terbakar dan terjadi kerusakan epidermis yang
ditandai rasa nyeri
5. Suhu meningkat lebih dari 37°C, CRT lebih dari 2 detik, nadi meningkat
6. Pada pemeriksaan EKG muncul irama Ventrikel Fibrilasi, sinus takikardi,
peninggian segmen ST, segmen QT memanjang, Atrium Fibrilasi dan
block cabang berkas
7. Terjadi hipotensi akut
8. Penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala dan kejang
9. Mengalami paraplegia karena voltase yang tinggi
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kidd (2010), pemeriksaan yang dilakukan untuk mendukung
diagnostik combustio, yaitu:
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
F. Penatalaksanaan
Menurut Rahayuningsih, (2012) berbagai macam respon sistem organ
yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan
antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana
perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan
kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang
dianggap penting. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3
fase, yaitu :
1. Fase Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan
membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam
setelah injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk
mencegah shock hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital.
Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (a) perawatan sebelum di
rumah sakit, (b) penanganan di bagian emergensi dan (c) periode
resusitasi. Hal tersebut akan dibahas berikut ini :
a. Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada
tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di
institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan
memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab luka
bakar dan atau menghilangkan sumber panas.
Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit :
1) Jauhkan penderita dari sumber luka bakar
2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation) : perhatikan jalan
nafas (airway), pastikan pernafasan (breathing) adekuat, kaji
sirkulasi (circulation)
3) Kaji trauma yang lain
4) Pertahankan panas tubuh
5) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)
b. Penanganan dibagian emergensi
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari
tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika
pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat,
maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan
luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada
masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien, maka
masalah inilah yang harus diutamakan.
c. Fase akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil,
permeabilitas kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini
umumnya dianggap terjadi pada 48-72 jam setelah injuri. Fokus
management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut :
mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi,
managemen nyeri, dan terapi fisik.
G. Komplikasi
Menurut Enoch S, (2009) komplikasi combustio atau luka bakar adalah :
1. Keadaan respiratori yang buruk karena menghirup asap atau luka bakar
dada yang berat
2. Kehilangan cairan, hipovolemik dan syok
3. Infeksi
4. Pertambahan metabolisme karena kehilangan berat badan akut
5. Peningkatan kekentalan plasma dan trombosit
6. Insufisiensi vaskular dan iskemia distal dari luka bakr melingkar dari
tungkai atau digit
7. Kerusakan otot karena luka bakar listrik dapat menjadi parah dengan ijuri
kulit yang minim, rabdomialisis dapat menyebabkan gagal ginjal akut
8. Keracunan dari meenghirup gas beracun
9. Kerusakan hemoglobin dan ginjal
10. Bekas luka dan kemungkinan menyebabkan konsekuensi kejiwaan. Luka
bakar hipertofi lebih umum mengikuti luka bakar yang lebih dalam dan
memerlukan tindakan operasi dan cangkok kulit daripada luka bakar
yang dangkal.