Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE DI RUANG ANGGREK


RSUD Dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

Disusun oleh :
1. Ari Tanti A (P27220015183)
2. Arina Ma’rufa (P27220015184)
3. Ayu Tyastiti (P27220015185)
4. Azizah Nuraini (P27220015186)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2017

0
A. LANDASAN TEORI
1. Definisi
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Diare adalah suatu bentuk diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat, diare cair akut juda didefinisikan sebagai penyakit yang
yang di tandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( > 3
kali/hari) disertai konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah atau lendir. (
Sudaryat, 2007 )
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali
buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang
air besar (Dewi, 2010).
Dari berbagai pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan, bahwa diare
merupakan buang air besar (BAB) dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam sehari
bisa dengan atau tanpa darah atau lendir yang berlansung selama >3 hari.

2. Klasifikasi
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14
hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam
empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan,
apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi
sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan
dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%.
b. Diare persisten

1
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut
(Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten
dan berlangsung 2 minggu lebih.

Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa


berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi
menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi
diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia
yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang
atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
2
3. Etiologi
Menurut A. Aziz (2007), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor,
yaitu :
a. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak
sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga
terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin
bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga
sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.
2) Infeksi bakteri: oleh bakteriVibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
3) Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis),
Adenovirus, Ratavirus, Astrovirus.
4) Infestasi parasit: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans).
5) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis media akut (OMA),Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia,Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan
osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga
usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
1) Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi
dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3
3) Malabsorbsi protein

c. Faktor Gizi - Makanan


Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan
dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan seperti makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap makanan.
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare
tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena
diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat
berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan
BB per TB.

d. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2009), tanda dan gejala pada anak yang mengalami diare
adalah sebagai berikut :
a. Bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah
b. Suhu tubuh biasanya meningkat
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
d. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah.
e. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan
empedu.
f. Anus lecet dan kemerahan

4
Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
g. Muntah
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit.
h. Dehidrasi
Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi
makin tampak. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.
i. Berat badan menurun
j. Turgor kulit berkurang
k. Mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung
l. Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

5. Patofisiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan
yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers : 1994, Noerasid : 1999,
Sinthamurniwaty : 2006)
a. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
b. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah
dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
c. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster
d. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
e. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
f. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
g. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
5
Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-
80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat zat
padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran
gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung,
empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus,
dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang
lebih 50-100 gr sebagai tinja.
a. Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
b. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
c. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
d. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek
waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit
dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :
a. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormon-
hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.

6
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
b. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas
menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting
dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan
mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau
atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan
gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas
dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin;
dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu
hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa
hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi
mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
c. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan
gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai
malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini
laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang
di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam
organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom
karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen
kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang
7
lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase
dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal
tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan
tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air..

6. Pathway

Krisis Ansietas
DIARE
situasional

Hipovolemia

Defisit Nutrisi
(kurang) Gangguan
Integritas
Kulit

Hipertermia

8
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah :
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan
pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah
menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
i. Pemeriksaan darah
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan
hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time,
kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam
folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi
penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau
hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol
mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit
adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau
obstruksi limfatik.

8. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare

9
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu :
a. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar
di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
1) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum : Baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sebagai berikut :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
3) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
10
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.

b. Berikan obat Zinc


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc
juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi
dan fungsi selama kejadian diare.

11
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black,
2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto
2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
1) Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
2) Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
3) Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.

c. Pemberian ASI / Makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.

12
Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat
harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit
dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan
status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya
dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan
oleh parasit (amuba, giardia).
e. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a) Diare lebih sering
b) Muntah berulang
c) Sangat haus
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam
f) Tinja berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari.

Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak RSUD
Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu :
a. Resusitasi cairan dan elektrolit
1) Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
a) Mengatasi diare tanpa dehidrasi
b) Meneruskan terapi diare di rumah
c) Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
13
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
a) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
(oralit, makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak
mau dan terus diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur Ddiberikan Setiap Bab Yang Disediakan
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari

Cara memberikan oralit :


1) Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
2) Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
3) Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih
sedikit (sesendok teh tiap 1-2 menit)
4) Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk
memberikan cairan lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan
tambahan oralit.
b) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
1) Teruskan pemberian ASI
2) Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat
diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
3) Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
a) Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin
dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1
atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.
b) Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
c) Dorong anak untuk makan berikan sedikitnya 6 kali sehari
d) Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.

14
e) Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari
atau anak mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus
sekali, makan minum sedikit, demam, tinja berdarah

2) Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB
dalam 3 jam pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau
memudahkan dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :
a) Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
b) Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
c) Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C

3) Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100
ml/kg BB cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya
mengandung glukosa tidak boleh diberikan).
Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB
< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian
> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian

Rehidrasi parenteral :
a) RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
b) D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
c) D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
d) Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
e) Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan
infus

15
f) Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
g) Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana
A, B, C untuk melanjutkan pengobatan.

b. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,


opium), adsorben (norit, kaolin, smekta).
c. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
d. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
e. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na
tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
f. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
g. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan
5-10 menit sambil memantau detak jantung
h. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl

9. Pencegahan
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
a. Perilaku Sehat
1) Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal
oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan.
Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam
botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif).

16
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6
bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan
dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang
dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
2) Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
a) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
b) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
c) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak
dengan sendok yang bersih.
d) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3) Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
17
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Ambil air dari sumber air yang bersih
b) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
c) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
d) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
4) Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare ( Menurunkan angka kejadian diare
sebesar 47%).
5) Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan
keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
b) Bersihkan jamban secara teratur.
c) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6) Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang

18
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Yang harus diperhatikan oleh
keluarga:
a) Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban
b) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau
olehnya.
c) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam
lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
d) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
7) Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
b. Penyehatan Lingkungan
1) Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air
antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata,
dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas
dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari
termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah
tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
2) Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak
sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat
sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke
tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan
cara ditimbun atau dibakar.
3) Sarana Pembuangan Air Limbah

19
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau,
mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah
dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak
menjadi tempat perindukan nyamuk.

10. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.

20
A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi.
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
1) Riwayat Prenatal
2) Riwayat Natal
3) Riwayat Postnatal
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare atau tidak.
f. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi terutama campak, karena diare lebih sering terjadi atau
berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak
dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan kekebalan pada pasien.
g. Riwayat Tumbuh Kembang
h. Riwayat Alergi
Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan (antibiotik) karena faktor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab diare.

21
i. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc / jamban /
sungai / kebun, personal hygiene ?, sanitasi ?, sumber air minum ?
2) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman
terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah
dimakan, alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah
makan, makan berlebihan, efek samping obat, jumlah cairan yang masuk
selama diare
3) Pola eleminasi
BAB : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
BAK : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir, oliguria, anuria
4) Pola aktifitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola persepsi diri dan konsep diri
11) Pola seksual dan reproduksi

j. Pemeriksaan Fisik
Menurut Suharyono (2004), yaitu :
1) Keadaan umum
Baik, sadar (tanpa dehidrasi).
Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).
Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat)
2) Berat badan
Menurut Nursalam (2005), anak yang diare dengan dehidrasi biasanya
mengalami penurunan berat badan sebagai berikut:

22
Tingkat Dehidrasi
Kehilangan Berat Badan Dalam %
Tingkat Dehidrasi
Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak


dirawat di rumah sakit. Sedangkan di lapangan, untuk menentukan dehidrasi,
cukup dengan menggunakan penilaian keadaan anak.
3) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor,
yaitu dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan
kuku). Apabila turgor kembali dengan cepat (< 2 detik), berarti diare tersebut
tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan lambat (= 2 detik), ini berarti
diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (>
2 detik), ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.
4) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung.
5) Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi bentuk kelopak matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan/sedang kelopak matanya cekung. Apabila
mengalami dehidrasi berat kelopak matanya sangat cekung.
6) Mulut dan lidah
a) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)
b) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).
c) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
7) Abdomen
a) Kemungkinan distensi
b) Mengalami kram
c) Bising usus yang meningkat
8) Anus

23
Apakah ada iritasi pada kulitnya karena frekuensi BAB yang menigkat.
9) Sistem pencernaan
Mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt,
nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum
lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
10) Sistem Pernafasan
Dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan)
11) Sistem kardiovaskuler
Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
12) Sistem integumen
Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral
hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
13) Sistem perkemihan
Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
b. Defisit nutrient (kurang) berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient.
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (diare).
d. Ansietas pada anak berhubungan dengan krisis situasional.
e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang
upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan.

3. Intervensi
Diagnosa I : Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
terjadi peningkatan keseimbangan cairan dengan kriteria hasil:
a. Tidak terjadi dehidrasi
b. TTV dalam batas normal
c. Turgor kulit kembali elastis
24
d. Kulit tidak kering
e. Mukosa bibir basah
f. Tidak pucat lagi

NIC Tindakan Keperawatan Rasional


1) Guidance Penurunan sirkulasi volume cairan
Kaji dan pantau tanda dan gejala menyebabkan kekeringan mukosa
dehidrasi dan intake output dan pemekatan urin. Deteksi dini
cairan. memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki
defisit.

2) Support Sebagai upaya mencapai


Berikan cairan oral dan keseimbangan cairan dan elektrolit
parenteral sesuai dengan program dan upaya rehidrasi cairan yang
rehidrasi. telah keluar akibat BAB yang
Manajemen berlebihan.
cairan dan
elektrolit 3) Teaching Agar keluarga mengetahui
Ajarkan keluarga untuk sering memberikan air minum yang
memberikan minum air putih sering untuk mengganti cairan
pada pasien. yang hilang.

4) Environment Agar pasien dapat istirahat dengan


Buat lingkungan yang tenang dan nyamandan menurunkan
nyaman. kebutuhan metabolik.

5) Collaboration Mengetahui penyebab diare


Kolaborasi dengan analis dan dengan pemeriksaan tinja dan
dokter dalam pemberian obat. pemberian obat yang tepat sesuai
hasil laboratorium.

25
Diagnosa II : Defisit nutrient (kurang) berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
terjadi peningkatan status nutrisi dengan kriteria hasil:
a. Pasien tidak lagi mual muntah
b. Bebas dari tanda malnutrisi.
c. BB pasien meningkat

NIC Tindakan Keperawatan Rasional


1) Guidance Deteksi dini untuk pemberian
Kaji dan pantau pemasukan terapi nutrisi yang tepat dan
makanan dan status nutrisi memperbaiki defisit.
pasien.

2) Support Pembatasan diet per oral mungkin


Pertahankan status puasa selama ditetapkan selama fase akut untuk
fase akut (sesuai program terapi) menurunkan peristaltik sehingga
dan segera mulai pemberian terjadi kekurangan nutrisi.
makanan per oral setelah kondisi Pemberian makanan sesegera
klien mengizinkan. mungkin penting setelah keadaan
Manajemen
klinis klien memungkinkan.
nutrisi

3) Teaching Agar keluarga mengetahui


Ajarkan keluarga untuk program diet pasien untuk
pelaksanaan pemberian makanan memperbaiki status nutrisinya.
sesuai dengan program diet.

4) Environment Agar pasien dapat istirahat dengan


Buat lingkungan yang tenang dan nyaman dan menurunkan
nyaman. kebutuhan metabolik.

5) Collaboration

26
Kolaborasi dengan ahli gizi Pemberian makanan yang tepat
dalam pemberian makanan yang mempercepat proses pemenuhan
tepat sesuai kondisi pasien. nutrisi pasien.

Diagnosa III : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (diare).


NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
terjadi penurunan suhu tubuh anak dengan kriteria hasil:
a. Suhu tubuh pasien menurun
b. Suhu tubuh dalam batas normal (36 - 37,5’C)
c. Tidak terdapat tanda- tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungtiolaesa)

NIC Tindakan Keperaawatan Rasional


1) Guidance Deteksi dini terjadinya perubahan
Kaji dan pantau suhu tubuh abnormal suhutubuh untuk
pasien setiap 2 jam. mengetahui adanya infeksi.

2) Support Untuk merangsang pusat pengatur


Berikan pasien kompres dengan panas tubuh menurunkan produksi
kompres hangat. panas tubuh.

3) Teaching Agar keluarga mengetahui bahaya


Manajemen Berikan pendidikan kesehatan suhu tubuh yang meningkat pada
suhu tubuh kepada keluarga tentang bahaya diare dan dapat waspada.
suhu tubuh yang meningkat pada
diare.

4) Environment Agar pasien dapat istirahat dengan


Buat lingkungan yang tenang dan nyaman dan menurunkan
nyaman. kebutuhan metabolik.

5) Collaboration Pemberian obat-obatan penurun


panas untuk mengurangi suhu

27
Kolaborasi dengan dokter dalam tubuh yang meningkat pada
pemberian obat-obatan penurun pasien.
panas.

Diagnosa IV : Ansietas pada anak berhubungan dengan krisis situasional.


NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
tidak terjadi kecemasan pada anak dengan kriteria hasil:
a. Anak mau menerima tindakan keperawatan
b. Klien tampak tenang dan tidak rewel

NIC Tindakan Keperawatan Rasional


1) Guidance Mengurangi rasa takut anak
Kaji kecemasan klien terhadap terhadap perawat dan lingkungan
tindakan keperawatan dan rumah sakit.
hindari persepsi yang
salah pada perawat dan rumah
sakit.

2) Support Kasih sayang serta pengenalan


Lakukan kontak sesering mungki diri perawat akan menumbuhkan
Manajemen n dan lakukan komunikasi baik rasa aman pada klien.
ansietas verbal maupun non verbal.

3) Teaching Pendekatan awal pada anak


Libatkan keluarga dalam melaku melalui ibu atau keluarga.
kan tindakan keperawatan.

4) Environment Agar pasien dapat istirahat


Buat lingkungan yang tenang dan dengan nyaman dan menurunkan
nyaman. ansietas.

28
5) Collaboration Sebagai rangsangan sensori pada
Kolaborasi dengan orang tua anak.
dengan memberikan mainan
pada anak.

Diagnosa V : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kurang terpapar


informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
orang tua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak dengan kriteria hasil:
a. Keluarga paham cara perawatan pada klien
b. Keluarga mengetahui cara melindungi integritas kulit pasien

NIC Tindakan Keperawatan Rasional


1. Kaji tingkat pemahaman Hal ini mempengaruhi orangtua
orangtua. untuk menguasai tugas dan
melakukan tanggung jawab
perawatan.

2. Jelaskan tentang penyakit, Memberikan dasar pengetahuan


pengobatan dan perawatan. dimana orangtua dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi.
Komunikasi efektif dan dukungan
turunkan cemas dan tingkatkan
penyembuhan.

Jelaskan tentang pentingnya Menurunkan penyebaran bakteri


kebersihan (misal, cuci tangan). dan resiko infeksi serta iritasi kulit
dan jaringan.

Ajarkan tentang prinsip diit dan Diit yang tepat penting dalam
kontrol diare. penyembuhan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L ,Sowden Linda A . 2009 . Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta :
EGC.

Capernito, Lynda J. And Moyet. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta :
EGC.

Crain,William. 2007. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Buku Saku
Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Seven Edition. New Jersey:
Upper Saddle River.

Marrot, Lynn R & Allen, K Eileen. 2010. Profil Perkembangan Anak . Jakarta : Indeks

M.C.Widjaya. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka

Mc Closkey, C.J., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan
Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.

Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi
dan Penyakit Tropis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sodikin . 2011 . Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.

Suraatmaja, Sudaryat . 2007. Gastroenterologi Anak Edisi 2 . Jakarta : CV Sagung Seto.


30
Suriadi, S.Kp.,Rita Yuliani,S.Kp. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Ed.1. Jakarta: PT.
Fajar Intrapratama.

Wilson, David . 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC

31

Anda mungkin juga menyukai