Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat/status


kesehatan masyarakat. Tingginya angka kematian ibu menunjukan rendahnya derajat
kesehatan suatu masyarakat. Terutama terhadap kesehatan ibu. Padahal kesehatan ibu
sangat mempengaryhi kesehatan janinnya, yang akan tumbuh dan berkembang
menjadi sumber daya manusia yang baru.
Kematian ibu didefinisikan sebagai kematian yang diakibatkan oleh komplikasi
atau penyakit yang berhubungan dengan kehamilan dan terjadi selama masa
kehamilan. Melahirkan, dan nifas. Penyebab kematian ibu dapat dibagi menjadi dua
yaitu penyebab langsung dan peyebab tidak langsung. Penyebab langsung adalah
penyakit komplikasi yang terjadi hanya atau selama masa hamil, melahirkan dan
nifas sedangkan penyebab tidak langsung adalah penyakit atau komplikasi tidak
disebabkan oleh kehamilan atau yang sudah ada sebelum kehamilan.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
masih perlu dibenahi dan mendapat perhatian khusus di Indonesia. Penurunan angka
kematian ibu telah cukup signifikan dari tahun 1994 hingga tahun 2007, tetapi AKI
di Indonesia tetap menjadi nomor satu di Asia. Salah satu penyebab kematian dari
ibu melahirkan adalah pre-eklampsia berat (PEB) yang berlanjut menjadi eklampsia
bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat.
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih yang disertai proteinuria dan atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sarwono, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahun sejumlah 358.000 ibu
meninggal saat bersalin di mana 355.000 (90%) berasal dari negara berkembang.
Rasio Angka Kematian Ibu (AKI) di Negara berkembang merupakan peringkat
tertinggi dengan 290 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup jika dibandingkan
dengan rasio Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju yaitu 14 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup.

1
Prevalensi preeklamsia dan eklamsia adalah 2,8% dari kehamilan di negara
berkembang, dan 0,6% dari kehamilan di negara maju. Angka kematian ibu di dunia
mencapai 529.000 per tahun, dengan rasio 400 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup dimana 12% dari kematian ibu disebabkan oleh preeklamsia (WHO, 2010).
AKI di negara ASEAN seperti Filipina 94 per 100.000 per kelahiran hidup, Vietnam
yaitu 56 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand yaitu 48 per 100.000 kelahiran hidup,
Malaysia yaitu 31 per 100.000 kelahiran hidup, Brunai yaitu 21 per 100.000
kelahiran hidup, dan Singapura 9 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,2011).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI
Indonesia masih tingggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia
angka kematian ibu (AKI) yang disebabkan oleh preeklamsia dan eklamsia adalah
sebanyak 5,8%. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, persentase preeklamsia dan
eklamsia memang lebih rendah dibanding data di dunia, namun jika dilihat dari Case
Fatality Rate (CFR), penyebab kematian terbesar adalah preeklamsia dan eklamsi
dengan CFR 2,1%. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat
kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium
Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai
target MDGs yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun
2015.
Pre-eklampsia merupakan suatu sindrom spesifik pada kehamilan. Pre-eklampsia
adalah keadaan dimana terjadinya hipoperfusi ke organ akibat vasospasme dan
aktivasi endotel yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema. Penyebab
terjadinya pre-eklampsia hingga saat ini belum diketahui. Pre-eklampsia berat pada
ibu hamil tidak terjadi dengan sendirinya. Ada banyak faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kejadian pre-eklampsia berat seperti: usia ibu, paritas, usia
kehamilan, jumlah janin, jumlah kunjungan ANC dan riwayat hipertensi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor risiko pre-eklampsia
berat, Rozikhan pada tahun 2007 mendapatkan bahwa paritas dan riwayat hipertensi
memiliki hubungan terhadap kejadian pre-eklampsia berat. Penelitian
Aghamohammadi dan Nooritajeer pada tahun 2011 didapatkan usia ibu > 35 tahun
memiliki hubungan terhadap kejadian pre-eklampsia berat.
Paparan diatas yang menjadi dasar peneliti untuk mengetahui Prevalensi
Preeklamsi Berat Di Rsud Mohammad Natsir Solok Tahun 2017- 2018

2
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah
penitian sebagai berikut “Prevalensi Preeklamsi Berat di RSUD M. NATSIR
Solok Tahun 2017-2018”

1.3 Tujuan Penulisan


1. Melengkapi syarat tugas stase OBGYN
2. Melengkapi syarat kepenitraan klinik senior (KKS) di RSUD solok

1.3 Manfaat Penulisan


Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pengetahuan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi preeklamsi berat sehingga dapat memberikan
informasi kepada ibu hamil untuk meningkatkan kewaspadaan saat hamil apabila
berada dalam salah satu atau lebih faktor resiko tersebut. Dengan demikian
morbiditas maupun mortalitas ibu hamil dapat menurun melalui salah satu
penyebabnya, yaitu preeklamsi berat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pre-Eklamsia


Pre-eklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau vaskular
yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu,
mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi organ dan pengaktifan endotel yang
menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen dan proteinuria. Hipertensi
adalah peningkatan tekanan sistolik dan diastolik sampai mencapai atau melebihi
140/90 mmHg, atau kenaikan tekanan sistolik sebesar 30 mmHg atau melebihi tekanan
diastolik 15 mmHg diatas nilai tekanan darah dasar ibu. Proteinuria adalah konsentrasi
protein sebesar 0,30 gr per 24 jam (+ 2 pada dipstick). Edema tidak perlu lagi menjadi
dasar preklampsia. Jika ada edema disertai hipertensi dan atau proteinuria, edema
harus dievaluasi sebagai refleksi edema organ-organ akhir dan kemungkinan hipoksia
organ. (Bobak, 2004). Edema dapat terjadi di bagian depan kaki (pretibia), tangan,
jari-jari tangan, wajah, kelopak mata, dinding abdomen, daerah sacrum dan vulva.

2.2 Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia belum diketahui. Ada
beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran prostasiklin dan tromboksan.
Pada pre-eklampsia – eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
dengan thrombin dan plastin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivasi thrombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran faktor Imunologis.


Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan

4
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna,
yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlic F.M (1992)
mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
pre-eklampsia - eklampsia. Beberapa wanita dengan pre-eklampsia-eklampsia
mempunyai kompleks imun dalam serum.
3. Peran Faktor Genetik/Familial.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian pre-
eklampsia - eklampsia antara lain : pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia,
terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita pre-eklampsia-eklampsia. Kecenderungan
meningkatnya frekuensi pre-eklampsia-eklampsia pada anak dan cucu pasien riwayat
preeklampsia-eklampsia pada anak dan cucu pasien riwayat preeklampsia-eklampsia
dan bukan pada ipar mereka.
4. Peran Renin-Angiotensin –Aldosteron System (RAAS).
Sedangkan menurut Angsar (2008) teori-teorinya sebagai berikut:
 Teori Kelainan vaskularisasi plasenta.
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan
menjadi arteri arkuata yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteri spiralis. Pada kehamilan, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada pre-eklampsia berat terjadi kegagalan
remodeling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

 Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel.


 Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas. Karena kegagalan
remodeling arteri spriralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang

5
akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH)
yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel,
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Preoksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
 Disfungsi endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
disfungsi endotel, yang akan mengakibatkan terjadinya: (1) Gangguan
metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2)
yang merupakan suatu vasodilator kuat. (2) Agregasi sel-sel trombosit pada
daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal,
kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre-
eklampsia kadar tromboksan lebih banyak dari prostasiklin, sehingga
menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah, (3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, (4)
Peningkatan permeabilitas kapiler, (5) Peningkatan produksi bahan-bahan
vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun, sedangkan endotelin
meningkat, (6) Peningkatan faktor koagulasi.
 Teori intorelansi imunologik antara ibu dan janin.
Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami
pre-eklampsia, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, yang akan mengakibatkan
terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua.
 Teori adaptasi kardiovaskular.
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya
sintesis prostaglandin oleh sel endotel. Pada pre-eklampsia terjadi kehilangan
kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor, sehingga pembuluh darah

6
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah
akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam
kehamilan.
 Teori Genetik.
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu
yang akan mengalami pre-eklampsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami pre-eklampsia pula.
 Teori Defisiensi Gizi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko pre-
eklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,
dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
 Terori stimulus infalamasi.
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal, pelepasan debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas wajar. Berbeda dengan
proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada pre-eklampsia terjadi
peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang
besar juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag
yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang
menimbulkan gejala pre-eklampsia.

a. Patofisiologi
Etiologi pre-eklampsia tidak diketahui secara pasti tetapi semakin banyak
bukti bahwa gangguan ini disebabkan oleh gangguan imonologik dimana produksi
antibodi penghambat berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri sprialis
ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta.
Ketika kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta menginduksi proliferasi

7
sitotrofoblas dan penebalan membrane basalis trofoblas yang mungkin
mengganggu fungsi metabolik plasenta. Sekresi vasodilator prostasiklin oleh
selsel endotel plasenta berkurang dan sekresi trombosan oleh trombosit
bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron
menurun. Akibat perubahan ini terjadilah pengurangan perfusi plasenta sebanyak
50%, hipertensi ibu, penurunan volume plasma ibu. Jika vasospasmenya
menetap,mungkin akan terjadi cedera sel epitel trofoblas, dan fragmen-fragmen
trofoblas dibawa ke paru-paru dan mengalami destruksi sehingga melepaskan
tromboplastin. Selanjutnya tromboplastin menyebabkan koagulasi intravascular
dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal yang menurunkan laju filtrasi
glomerulus dan secara tidak langsung meningkatkan vasokonstriksi.
Menurut Roeshadi, pada pre-eklampsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena
kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan
dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar
dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
di plasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.
Pada tahap kedua adalah stress oksidatif bersama dengan zat toksin yang
beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel

pembuluh darah pada organ-organ penderita pre-eklampsia.

Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang


bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti enotelium I, tromboksan dan angiotensin II
sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara
keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh penderita
preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ
seperti:
 Otak.

8
Pada preklampsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas
normal.
 Plasenta dan rahim.
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan ke plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin. Pada pre-eklampsia dan
eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
 Ginjal.
Filtrasi gromerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini
menyebabkan filtrasi natrium melalui gromerulus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi gromerulus dapat turun
sampai 59% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oligouri
dan anuria.
 Paru-paru.
Kematian ibu pada pre-eklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema yang meninbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya
aspirasi pneumonia, atau abses paru.
 Mata.
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila
terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre-eklampsia berat.

Keseimbangan air dan elektrolit. Pada pre-eklampsia ringan biasanya tidak


dijumpai perubahan yang nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan
protein serum. Jadi, tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah,
kadar natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada batas normal. Pada
preklampsia berat dan eklampsia, kadar gula darah naik sementara, asam laktat
dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini
disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konklusi selesai zat-zat organik
dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga
terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali
pulih normal.

b. Faktor Predisposisi Terjadinya Pre-Eklamsia


1. Penyakit tropoblastik

9
2. Terjadi hingga 70% pada wanita molahidatidosa; terutama pada usia gestasi
24 minggu.
3. Kehamilan multiple
4. Terjadi lebih banyak pada primigravida meskipun jumlahnya juga meningkat
pada multipara, secara keseluruhan angka kejadian mencapai 30%.
5. Penyakit hipertensi vaskuler kronik
6. Penyakit renal kronik
7. Diabetes Mellitus
8. Edema pada janin
9. Usia maternal diatas 35 tahun
10. Pendidikan
11. Sosioekonomi
12. Nuliparitas
13. Kecenderungan keluarga
14. Riwayat pre-eklampsia terdahulu

c. Gambaran Klinik
1. Pre-Eklamsia Ringan
1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam
2. Tekanan diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif +1 sama +2 pada
urin kateter atau urin aliran pertengahan.
2. Pre-Eklamsia Berat
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mmHg
2. Proteinuria + > 5g/24 jam atau > 3 pada tes celup
3. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam)
4. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium dan ikterus
6. Edema paru atau sianosis
7. Trombositopenia
8. Pertumbuhan janin terhambat

10
d. Faktor Resiko
Pre-eklamsia hanya terjadi pada saat hamil, sehingga faktor resikonya,
antara lain :
1. Riwayat pre-eklamsia
Pasien riwayat keluarga menderita preeklamsia akan meningkatkan risiko
terkena preeklamsia.
2. Kehamilan pertama
Dikehamilan pertama, risiko mengalami preeklamsia jauh lebih tinggi.
3. Usia
Ibu hamil berusia diatas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita
preeklamsia
4. Obesitas
Preeklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas
5. Kehamilan kembar
Ibu yang mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko preeklamsia
6. Kehamilan dengan diabetes
Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki resiko preeklamsia seiring
perkembangan kehamilan
7. Riwayat hipertensi
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal
atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia. Penelitian tahun
2009 terhadap pasien kadar protein tinggi, diketahui mempengaruhi
perkembangan dan fungsi pembuluh darah. Kesimpulan ini membantah teori
pre-eklamsia yang disebabkan akibat ketidaknormalan pembuluh darah menuju
plasenta. Tetapi pemeriksaan darah tetap merupakan alat yang efektif untuk
mendiagnosa preeklamsia.

e. Diagnosis
1. Kehamilan lebih 20 minggu
2. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali
selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan
2 kali setelah istirahat 10 menit)

11
3. Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau
tungkai
4. Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++)
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah
sakit ialah :
a) Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah
diastolik 90 mmHg atau lebih
b) Proteinuria 1+ atau lebih.
c) Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu berulang.
d) Penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba.

f. Penelitian Berbagai Faktor Resiko Pre-Eklampsia


1. Usia
Insidens tertinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida
tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insiden >3 kali lipat.
2. Paritas
- Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua
- Primigravida tua lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat
3. Ras/golongan etnik
Bias (mungkin ada perbedaan perlakuan / akses terhadap berbagai etnik di
banyak Negara.
4. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklamsia / eklamsia pada ibu atau nenek penderita,
faktor risiko meningkat sampai +25%.
5. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu
(WHO),penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka
kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
6. Iklim/musim
Di daerah tropis insiden pre-eklampsia lebih tinggi.
7. Tingkah laku/sosio ekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun
perokok selama hamil memiliki resiko kematian janin dan pertumbuhan janin

12
terhambat yang jauh lebih tinggi. Aktivitas fisik selama hamil : istirahat baring
yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan / insidens hipertensi dalam
kehamilan
8. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.

2.3 Akibat Pre-Eklamsia Pada Ibu


Akibat gejala pre-eklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi
perubahan patologis pada sistem organ, yaitu:
1. Jantung
Perubahan pada jantung disebabkan oleh terjadinya peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi
cairan intravaskular ke ekstraselular terutama paru. Terjadi penurunan cardiac
preload akibat hipovolemia.
2. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka
menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.
3. Mata
Pada pre-eklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri
retina yang nyata dapat menunjukkan adanya pre-eklampsia yang berat, tetapi
bukan berarti spasmus yang ringan adalah pre-eklampsia yang ringan.
4. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien pre-eklampsia berat yang
mengalami kelainan pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan.
Hal ini terjadi karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid
sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi
oleh hati.
5. Hati
Pada pre-eklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat

13
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita pre-eklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika
mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan
membentuk hematom subkapsular.
6. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien pre-eklampsia terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular
yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam
urat plasma biasanya meningkat terutama pada pre-eklampsia berat. Pada
sebagian besar wanita hamil dengan pre-eklampsia, penurunan ringan sampai
sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa
kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari
nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan
perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat. Kelainan ginjal yang
dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus.
7. Darah
Kebanyakan pasien pre-eklampsia mengalami koagulasi intravaskular
(DIC) dan destruksi pada eritrosit. Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15 –
20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien pre-eklampsia
dibandingkan dengan pasien tekanan darah normal. Jika ditemukan level
fibrinogen yang rendah pada pasien pre-eklampsia, biasanya berhubungan
dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (plasental abruption). Pada 10
% pasien dengan pre-eklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang
ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah
platelet rendah.
8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit

14
Pada pre-eklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar
aldosteron didalam darah. Pada pasien pre-eklampsia kadar peptida natriuretik
atrium juga meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang
menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskular
perifer. Pada pasien pre-eklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler
ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas
darah dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.

2.4 Akibat Pre-Eklamsia Pada Janin


Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi
uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga
mortalitas janin meningkat. Dampak preeklampsia pada janin, antara lain:
Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin
terhambat,oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio plasenta.
2.5 Pencegahan Kejadian Pre-Eklamsia
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau
diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan
kematian, untuk dapat menegakkan diagnosis diperlukan pengawasan hamil
yang teratur dengan memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan
darah, dan pemeriksaan urin untuk menentukan proteinuria.

15
BAB III

KERANGKA TEORI Dan KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori


Berdasarkan dasar teori yang telah diuraikan, maka dikembangkan suatu
kerangka teori.

FAKTOR FISIOLOGIS IBU


- Umur Ibu
- Riwayat Hipertensi Kronik
- Kehamilan Kembar
- Jarak Kehamilan

FAKTOR IMUNOLOGI
- - Hubungan Seksual tidak
terlindungi
- Paritas Preeklamsi Pada
- Gravida ibu Hamil
- Riwayat aborsi
- Riwayat preeklamsi

FAKTOR PERILAKU
- Merokok
- Stress
- Aktivitas Fisik
- Pelayanan Antenatal care

16
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori ada beberapa hal yang menjadi faktor risiko
kejadian preeklamsi berat pada ibu hamil. Penelitian ini hanya melihat
variabel yang berasal dari riwayat obstetrik dan riwayat penyakit saja yang
didapatkan dari catatan rekam medis.
Variabel yang diambil terdiri dari dua jenis, yaitu variabel terikat
(dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel
independen terdiri atas umur ibu, jumlah kehamilan, jumlah kelahiran,
riwayat aborsi, jarak kehamilan, kehamilan kembar, riwayat pekerjaan dan
riwayat pendidikan. Dalam penelitian ini kejadian preeklamsi berat sebagai
variabel dependen. Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.

Umur Ibu

Jumlah Kehamilan (Garavida)

Jumlah Kelahiran (Paritas)

Riwayat Aborsi
Kejadian Preeklamsi berat
Jarak Kehamilan
pada ibu hamil
Kehamilan Kembar

Riwayat Pekerjaan

Riwayat Pendidikan

17
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskritif kategorik yang mana

data yang diperlukan adalah data sekunder data diambil dari Rumah Sakit

M.NATSIR SOLOK dilakukan secara total sampling dari Januari 2017 sampai

Desember 2018.

4.2 Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini data yang diambil adalah data sekunder, yang mana

data sekunder ini meliputi umur ibu, jumlah kehamilan, jumlah kelahiran,

riwayat aborsi, jarak kehamilan,kehamilan kembar, riwayat pekerjaan dan

riwayat pendidikan di M.NATSIR SOLOK.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Pada penelitian ini data diambil dari Rekam Medis Rumah Sakit di

Bangsal Kebidanan M.NATSIR SOLOK. Waktu penelitian dilakukan dari awal

bulan September 2018 sampai dengan akhir bulan Januari 2020.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil, baik primipara maupun


multipara yang terdiagnosa preeklamsi berat di Bangsal Kebidanan RSUD
M. Natsir Solok, Sumatra Barat tahun 2017-2018.
4.4.2 Sampel

Sampel penelitian adalah semua populasi yang memenuhi kriteria


inklusi mulai dari Januari 2017 sampai desember 2018 menggunakan
teknik pengambilan sampel total sampling. Sampel minimal didapatkan

18
dari rumus penelitian desktiptif kategorik dengan prevalensi yang sudah
diketahui berdasarkan kepustakaan.

Untuk menentukan besar sampel dapat dihitung menggunakan rumus :

𝑍𝛼2 𝑃𝑄
N = 𝑑2

1.962 ×0,18×0,82
N = (0.1)2

3.8416 𝑥 0.33 𝑥 0.667


= 0.01

1,2792528 𝑥 0.667
= 0.01

0.85326162
= 0.01

= 85,32

= 86 responden atau sampel

Keterangan :

N = Jumlah subjek penelitian.

𝛼 = Kesalahan generalisasi, ditetapkan sebesar 5%.

𝑍𝛼 2 = Nilai standar alpha (𝛼) 5% yaitu 1,96.

P = Faktor risiko PEB kepustakaan 18% yaitu 0.18

Q = 1-P = 1-0,18 = 0,82.

D = Kesalahan prediksi Faktor risiko PEB yang masih dapat diterima,

ditetapkan sebesar 10% yaitu 0.1

4.5 kriteria Inklusi dan Eklusi

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah ibu hamil yang melakukan

persalinan (melahirkan) dan yang menginap di ruang rawat inap dibagian

19
Obstetri dan Ginecology RSUD M.Natsir Solok tahun 2017-2018, usia

kehamilannya telah mencapai 20 minggu atau lebih, serta tidak menglami

hipertensi kehamilan jenis lainnya (preeklamsi ringan dan eklampsi).

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eklusi dari penelitian ini adalah ibu hamil yang memiliki

riwayat hiperensi kronik (hipertensi essensial) dan tidak memiliki catatan

rekam medis yang lengkap.

4.6 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen (bebas) dan

variabel dependen (terikat). Variabel - variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Variabel independen terdiri atas umur ibu, jumlah kehamilan, jumlah


kelahiran, riwayat aborsi, jarak kehamilan, kehamilan kembar, riwayat
pekerjaan dan riwayat pendidikan.
2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian preeklamsi berat.

20
4.7 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Preeklamsi Status preeklamsi Melihat Formulir 1. Kasus Ordinal
Berat berat yg tercatat formulir catatan (PEB)
dalam formulir rekam rekam
rekam medis medis medis 2. Kontrol
(non PEB)

Umur Ibu Usia ibu hamil yg Melihat Formulir 1. < 20 th Interval


dihitung sampai Formulir catatan
dengan ulang rekam rekam 2. 20-34 th
tahun terakhir medis medis
pada pemeriksaan 3. > 35th
kehamilan yg
terakhir
Jumlah Jumlah kehamilan Melihat Formulir 1. 1 kali Interval

Kehamilan yg penah dialami Formulir catatan 2. 2-4 kali

(gravida) oleh ibu hamil, rekam rekam 3. > 5 kali

baik berakhir medis medis

dengan aborsi,

baik dalam

keadaan lahir mati

ataupun lahir

hidup

Jumlah Jumlah anak yg Melihat Formulir 1. > 1 anak Interval

Kelahiran pernah dilahirkan Formulir catatan 2. 1-4 anak

(Partus) oleh ibu hamil, rekam rekam 3. > 4 anak

baik dalam medis medis

keadaam lahir

mati, ataupun lahir

hidup.

21
Riwayat Jumlah aborsi baik Melihat Formulir 1. Pernah Nominal

Aborsi spontan ataupun Formulir catatan 2. Tidak pernah

induksi, yang Rekam rekam

pernsh dialami medis medis

oleh ibu

Riwayat Jenis pendidikan Melihat Formulir 1. SD Nominal

Pendidikan formal yang Formulir catatan 2. SMP

terakhir yg Rekam rekam 3. SMA

diselesaikan oleh medis medis 4. Sarjana

responden. 5. Diploma

6. Magister

7. Doktor

Riwayat Adalah suatu yg Melihat Formulir 1. Pedagang Nominal

Pekerjaan dikerjakan untuk Formulir catatan 2. Buruh/Tani

mendapatkan Rekam rekam 3. PNS

nafkah atau medis medis 4. TNI/Polri

pencaharian 5. Pensiunan

masyarakat yg 6. Wiraswasta/

sibuk dg kegiatan IRT

atau pekerjaan

sehari-hariakan

memiliki waktu yg

lebih untuk

memperoleh

informasi

22
4.8 Manajemen Data

4.8.1 Alur Penelitian

Persiapan Penelitian dan


Kasus Preeklamsi Berat
membuat kode etik untuk di izin
(pada ibu yang bersalin)
melakukan suatu penelitia.

Penelusuran rekam medis

Memenuhi Kriteria

Pemeriksaan Data Subjek Penelitian

di Rekam Medis

Memenuhi Besar Sampel Pasien

Stastistik Deskriptif / SPSS

23
4.8.2 Prosedur dan Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang
diperoleh dari formulir catatan rekam medis ibu hamil di kamar bersalin
idibagian obstetri dan ginekology RSUD M.Natsir Solok pada tahun 2017-
2018, semua rekam medis yang tercatat dibangsal kebidanan bagian obstetri
dan ginecology RSUD M.Natsir Solok pada tahun 2017-2018 dijadikan
populasi dan pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.

24

Anda mungkin juga menyukai