PENDAHULUAN
1
Prevalensi preeklamsia dan eklamsia adalah 2,8% dari kehamilan di negara
berkembang, dan 0,6% dari kehamilan di negara maju. Angka kematian ibu di dunia
mencapai 529.000 per tahun, dengan rasio 400 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup dimana 12% dari kematian ibu disebabkan oleh preeklamsia (WHO, 2010).
AKI di negara ASEAN seperti Filipina 94 per 100.000 per kelahiran hidup, Vietnam
yaitu 56 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand yaitu 48 per 100.000 kelahiran hidup,
Malaysia yaitu 31 per 100.000 kelahiran hidup, Brunai yaitu 21 per 100.000
kelahiran hidup, dan Singapura 9 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI,2011).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI
Indonesia masih tingggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia
angka kematian ibu (AKI) yang disebabkan oleh preeklamsia dan eklamsia adalah
sebanyak 5,8%. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, persentase preeklamsia dan
eklamsia memang lebih rendah dibanding data di dunia, namun jika dilihat dari Case
Fatality Rate (CFR), penyebab kematian terbesar adalah preeklamsia dan eklamsi
dengan CFR 2,1%. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat
kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium
Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai
target MDGs yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun
2015.
Pre-eklampsia merupakan suatu sindrom spesifik pada kehamilan. Pre-eklampsia
adalah keadaan dimana terjadinya hipoperfusi ke organ akibat vasospasme dan
aktivasi endotel yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria dan edema. Penyebab
terjadinya pre-eklampsia hingga saat ini belum diketahui. Pre-eklampsia berat pada
ibu hamil tidak terjadi dengan sendirinya. Ada banyak faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kejadian pre-eklampsia berat seperti: usia ibu, paritas, usia
kehamilan, jumlah janin, jumlah kunjungan ANC dan riwayat hipertensi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor risiko pre-eklampsia
berat, Rozikhan pada tahun 2007 mendapatkan bahwa paritas dan riwayat hipertensi
memiliki hubungan terhadap kejadian pre-eklampsia berat. Penelitian
Aghamohammadi dan Nooritajeer pada tahun 2011 didapatkan usia ibu > 35 tahun
memiliki hubungan terhadap kejadian pre-eklampsia berat.
Paparan diatas yang menjadi dasar peneliti untuk mengetahui Prevalensi
Preeklamsi Berat Di Rsud Mohammad Natsir Solok Tahun 2017- 2018
2
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah
penitian sebagai berikut “Prevalensi Preeklamsi Berat di RSUD M. NATSIR
Solok Tahun 2017-2018”
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia belum diketahui. Ada
beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran prostasiklin dan tromboksan.
Pada pre-eklampsia – eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
dengan thrombin dan plastin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivasi thrombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
4
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna,
yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlic F.M (1992)
mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
pre-eklampsia - eklampsia. Beberapa wanita dengan pre-eklampsia-eklampsia
mempunyai kompleks imun dalam serum.
3. Peran Faktor Genetik/Familial.
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian pre-
eklampsia - eklampsia antara lain : pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia,
terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita pre-eklampsia-eklampsia. Kecenderungan
meningkatnya frekuensi pre-eklampsia-eklampsia pada anak dan cucu pasien riwayat
preeklampsia-eklampsia pada anak dan cucu pasien riwayat preeklampsia-eklampsia
dan bukan pada ipar mereka.
4. Peran Renin-Angiotensin –Aldosteron System (RAAS).
Sedangkan menurut Angsar (2008) teori-teorinya sebagai berikut:
Teori Kelainan vaskularisasi plasenta.
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan
menjadi arteri arkuata yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteri spiralis. Pada kehamilan, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada pre-eklampsia berat terjadi kegagalan
remodeling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
5
akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH)
yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel,
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Preoksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
Disfungsi endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
disfungsi endotel, yang akan mengakibatkan terjadinya: (1) Gangguan
metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2)
yang merupakan suatu vasodilator kuat. (2) Agregasi sel-sel trombosit pada
daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal,
kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre-
eklampsia kadar tromboksan lebih banyak dari prostasiklin, sehingga
menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah, (3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, (4)
Peningkatan permeabilitas kapiler, (5) Peningkatan produksi bahan-bahan
vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun, sedangkan endotelin
meningkat, (6) Peningkatan faktor koagulasi.
Teori intorelansi imunologik antara ibu dan janin.
Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami
pre-eklampsia, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, yang akan mengakibatkan
terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua.
Teori adaptasi kardiovaskular.
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya
sintesis prostaglandin oleh sel endotel. Pada pre-eklampsia terjadi kehilangan
kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor, sehingga pembuluh darah
6
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah
akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam
kehamilan.
Teori Genetik.
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu
yang akan mengalami pre-eklampsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami pre-eklampsia pula.
Teori Defisiensi Gizi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko pre-
eklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,
dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Terori stimulus infalamasi.
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal, pelepasan debris trofoblas masih dalam batas wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas wajar. Berbeda dengan
proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada pre-eklampsia terjadi
peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang
besar juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag
yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang
menimbulkan gejala pre-eklampsia.
a. Patofisiologi
Etiologi pre-eklampsia tidak diketahui secara pasti tetapi semakin banyak
bukti bahwa gangguan ini disebabkan oleh gangguan imonologik dimana produksi
antibodi penghambat berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri sprialis
ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi plasenta.
Ketika kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta menginduksi proliferasi
7
sitotrofoblas dan penebalan membrane basalis trofoblas yang mungkin
mengganggu fungsi metabolik plasenta. Sekresi vasodilator prostasiklin oleh
selsel endotel plasenta berkurang dan sekresi trombosan oleh trombosit
bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron
menurun. Akibat perubahan ini terjadilah pengurangan perfusi plasenta sebanyak
50%, hipertensi ibu, penurunan volume plasma ibu. Jika vasospasmenya
menetap,mungkin akan terjadi cedera sel epitel trofoblas, dan fragmen-fragmen
trofoblas dibawa ke paru-paru dan mengalami destruksi sehingga melepaskan
tromboplastin. Selanjutnya tromboplastin menyebabkan koagulasi intravascular
dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal yang menurunkan laju filtrasi
glomerulus dan secara tidak langsung meningkatkan vasokonstriksi.
Menurut Roeshadi, pada pre-eklampsia ada dua tahap perubahan yang
mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena
kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan
dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar
dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus
di plasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.
Pada tahap kedua adalah stress oksidatif bersama dengan zat toksin yang
beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel
8
Pada preklampsia aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas
normal.
Plasenta dan rahim.
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan ke plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin. Pada pre-eklampsia dan
eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
Ginjal.
Filtrasi gromerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini
menyebabkan filtrasi natrium melalui gromerulus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi gromerulus dapat turun
sampai 59% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oligouri
dan anuria.
Paru-paru.
Kematian ibu pada pre-eklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema yang meninbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya
aspirasi pneumonia, atau abses paru.
Mata.
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila
terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre-eklampsia berat.
9
2. Terjadi hingga 70% pada wanita molahidatidosa; terutama pada usia gestasi
24 minggu.
3. Kehamilan multiple
4. Terjadi lebih banyak pada primigravida meskipun jumlahnya juga meningkat
pada multipara, secara keseluruhan angka kejadian mencapai 30%.
5. Penyakit hipertensi vaskuler kronik
6. Penyakit renal kronik
7. Diabetes Mellitus
8. Edema pada janin
9. Usia maternal diatas 35 tahun
10. Pendidikan
11. Sosioekonomi
12. Nuliparitas
13. Kecenderungan keluarga
14. Riwayat pre-eklampsia terdahulu
c. Gambaran Klinik
1. Pre-Eklamsia Ringan
1. Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam
2. Tekanan diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu
4. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif +1 sama +2 pada
urin kateter atau urin aliran pertengahan.
2. Pre-Eklamsia Berat
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mmHg
2. Proteinuria + > 5g/24 jam atau > 3 pada tes celup
3. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam)
4. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium dan ikterus
6. Edema paru atau sianosis
7. Trombositopenia
8. Pertumbuhan janin terhambat
10
d. Faktor Resiko
Pre-eklamsia hanya terjadi pada saat hamil, sehingga faktor resikonya,
antara lain :
1. Riwayat pre-eklamsia
Pasien riwayat keluarga menderita preeklamsia akan meningkatkan risiko
terkena preeklamsia.
2. Kehamilan pertama
Dikehamilan pertama, risiko mengalami preeklamsia jauh lebih tinggi.
3. Usia
Ibu hamil berusia diatas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita
preeklamsia
4. Obesitas
Preeklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas
5. Kehamilan kembar
Ibu yang mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko preeklamsia
6. Kehamilan dengan diabetes
Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki resiko preeklamsia seiring
perkembangan kehamilan
7. Riwayat hipertensi
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal
atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia. Penelitian tahun
2009 terhadap pasien kadar protein tinggi, diketahui mempengaruhi
perkembangan dan fungsi pembuluh darah. Kesimpulan ini membantah teori
pre-eklamsia yang disebabkan akibat ketidaknormalan pembuluh darah menuju
plasenta. Tetapi pemeriksaan darah tetap merupakan alat yang efektif untuk
mendiagnosa preeklamsia.
e. Diagnosis
1. Kehamilan lebih 20 minggu
2. Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali
selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan
2 kali setelah istirahat 10 menit)
11
3. Edema tekan pada tungkai (pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau
tungkai
4. Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24 jam, kualitatif (++)
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah
sakit ialah :
a) Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah
diastolik 90 mmHg atau lebih
b) Proteinuria 1+ atau lebih.
c) Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu berulang.
d) Penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba.
12
terhambat yang jauh lebih tinggi. Aktivitas fisik selama hamil : istirahat baring
yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan / insidens hipertensi dalam
kehamilan
8. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
13
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita pre-eklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika
mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan
membentuk hematom subkapsular.
6. Ginjal
Lesi khas pada ginjal pasien pre-eklampsia terutama
glomeruloendoteliosis, yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular
yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam
urat plasma biasanya meningkat terutama pada pre-eklampsia berat. Pada
sebagian besar wanita hamil dengan pre-eklampsia, penurunan ringan sampai
sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa
kasus preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari
nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan
perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat. Kelainan ginjal yang
dapat dijumpai berupa glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya:
hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein – protein molekul ini tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus.
7. Darah
Kebanyakan pasien pre-eklampsia mengalami koagulasi intravaskular
(DIC) dan destruksi pada eritrosit. Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl ditemukan pada 15 –
20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien pre-eklampsia
dibandingkan dengan pasien tekanan darah normal. Jika ditemukan level
fibrinogen yang rendah pada pasien pre-eklampsia, biasanya berhubungan
dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (plasental abruption). Pada 10
% pasien dengan pre-eklampsia berat dapat terjadi HELLP syndrome yang
ditandai dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah
platelet rendah.
8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
14
Pada pre-eklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang,
proses sekresi aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar
aldosteron didalam darah. Pada pasien pre-eklampsia kadar peptida natriuretik
atrium juga meningkat. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume yang
menyebabkan peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskular
perifer. Pada pasien pre-eklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler
ke interstisial yang disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas
darah dan penurunan volume plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
15
BAB III
FAKTOR IMUNOLOGI
- - Hubungan Seksual tidak
terlindungi
- Paritas Preeklamsi Pada
- Gravida ibu Hamil
- Riwayat aborsi
- Riwayat preeklamsi
FAKTOR PERILAKU
- Merokok
- Stress
- Aktivitas Fisik
- Pelayanan Antenatal care
16
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori ada beberapa hal yang menjadi faktor risiko
kejadian preeklamsi berat pada ibu hamil. Penelitian ini hanya melihat
variabel yang berasal dari riwayat obstetrik dan riwayat penyakit saja yang
didapatkan dari catatan rekam medis.
Variabel yang diambil terdiri dari dua jenis, yaitu variabel terikat
(dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel
independen terdiri atas umur ibu, jumlah kehamilan, jumlah kelahiran,
riwayat aborsi, jarak kehamilan, kehamilan kembar, riwayat pekerjaan dan
riwayat pendidikan. Dalam penelitian ini kejadian preeklamsi berat sebagai
variabel dependen. Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Umur Ibu
Riwayat Aborsi
Kejadian Preeklamsi berat
Jarak Kehamilan
pada ibu hamil
Kehamilan Kembar
Riwayat Pekerjaan
Riwayat Pendidikan
17
BAB IV
METODE PENELITIAN
data yang diperlukan adalah data sekunder data diambil dari Rumah Sakit
M.NATSIR SOLOK dilakukan secara total sampling dari Januari 2017 sampai
Desember 2018.
Pada penelitian ini data yang diambil adalah data sekunder, yang mana
data sekunder ini meliputi umur ibu, jumlah kehamilan, jumlah kelahiran,
Pada penelitian ini data diambil dari Rekam Medis Rumah Sakit di
18
dari rumus penelitian desktiptif kategorik dengan prevalensi yang sudah
diketahui berdasarkan kepustakaan.
𝑍𝛼2 𝑃𝑄
N = 𝑑2
1.962 ×0,18×0,82
N = (0.1)2
1,2792528 𝑥 0.667
= 0.01
0.85326162
= 0.01
= 85,32
Keterangan :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah ibu hamil yang melakukan
19
Obstetri dan Ginecology RSUD M.Natsir Solok tahun 2017-2018, usia
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eklusi dari penelitian ini adalah ibu hamil yang memiliki
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen (bebas) dan
20
4.7 Definisi Operasional
dengan aborsi,
baik dalam
ataupun lahir
hidup
keadaam lahir
hidup.
21
Riwayat Jumlah aborsi baik Melihat Formulir 1. Pernah Nominal
oleh ibu
responden. 5. Diploma
6. Magister
7. Doktor
pencaharian 5. Pensiunan
masyarakat yg 6. Wiraswasta/
atau pekerjaan
sehari-hariakan
memiliki waktu yg
lebih untuk
memperoleh
informasi
22
4.8 Manajemen Data
Memenuhi Kriteria
di Rekam Medis
23
4.8.2 Prosedur dan Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang
diperoleh dari formulir catatan rekam medis ibu hamil di kamar bersalin
idibagian obstetri dan ginekology RSUD M.Natsir Solok pada tahun 2017-
2018, semua rekam medis yang tercatat dibangsal kebidanan bagian obstetri
dan ginecology RSUD M.Natsir Solok pada tahun 2017-2018 dijadikan
populasi dan pemilihan subjek berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
24