Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

a. Pengertian

Menurut Komite Nasional Pengkajian Penanggulangan KIPI (KN

PP KIPI) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian sakit dan

kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. KIPI bisa

mencapai 42 hari (Proverawati, 2010:82).

KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi

baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi

sensitivitas, efek farmakologi atau kesalahan program koinsidensi, reaksi

suntikan atau hubungan kausal tidak dapat ditentukan (Depkes, 2008: 52).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan KIPI adalah

Reaksi efek samping dari pemberian vaksin yang berasal dari vaksin itu

sendiri maupun teknik pemberian vaksin dan dapat menyebabkan kejadian

sakit bahkan kematian pada masa 42 hari setelah pemberian vaksin.


b. Klasifikasi KIPI

1) Kesalahan Program

Kasus KIPI berhubungan dengan kesalahan teknik pelaksanaan

vaksinasi, misalnya kelebihan dosis, kesalahan memilih lokasi,cara

menyuntik, sterilisasi dan penyimpanan vaksin. Semakin membaiknya

pengolahan vaksin, pengetahuan dan keterampilan petugas pemberi

vaksinasi, maka kesalahan tersebut dapat diminimalisasi (Suharjo,

2010:11).

2) Reaksi Suntikan

Reaksi suntikan yang terjadi tidak berhubungan dengan

kandungan vaksin. Tetapi lebih karena trauma akibat tusuk jarum

misalnya: bengkak, nyeri dan kemerahan tempat suntikan. Kecemasan,

pusing atau pingsan karena takut terhadap jarum suntik juga dapat

menyebabkab reaksi suntikan. Reaksi suntikan dapat dihindari dengan

melakukan teknik penyuntikan secara benar dan komunikasi terlebih

dahulu (Cahyono, 2010:79).

3) Induksi Vaksin

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin sudah dapat

diperiksa terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin

secara klinis biasanya ringan. Meskipun demikian dapat saja terjadi

gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan resiko

kematian. Reaksi simpang ini diidentifikasi dengan baik dan tercantum


dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi

kontra, indikasi khusus, perhatian khusus atau sebagai tindakan dan

perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat

atau vaksin lain. Petunjuk yang ada harus diperhatikan dan ditanggapi

dengan baik oleh pelaksana imunisasi

(Proverawati, 2010:86).

4) Penyebab tidak diketahui

Kejadian atau masalah yang dilaporkan dan belum dapat

dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab. Maka untuk sementara

dimasukkan ke dalam kelompok lain sambil menunggu informasi lebih

lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat

ditentukan kelompok penyebab KIPI (Ranuh dkk, 2011: 227).

c. Kelompok Resiko

Kriteria yang termasuk dalam kelompok resiko adalah sebagai berikut:

1) Anak yang mendapat reaksi simpang dari imunisasi terdahulu

2) Bayi berat lahir rendah

3) Pasien imunokompromais

4) Pada pasien yang mendapat human immunoglobulin (Proverawati,

2010:80)
d. Gejala Klinis KIPI

Tabel 2.1 Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

NO Reaksi KIPI Gejala KIPI


1 Lokal Abses pad tempt suntikan
Limfadinetis
Reaksi local lain yang berat, misalnya selulitis
SSP Kelumpuhan akut
2 Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain Reaksi Alergi: urtikaria, dermatitis, edema,
3 Reaksi anafilaktis
Syok anafilaksis
Arthalgia
Demam tinggi> 38,5 derajat C
Episode hipotensif-hiporesensif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus selama
(3 jam)
Sidrom syok septic
Dikutip dari artikel fakultas kedokteran UNAIR, 2006

e. Macam-Macam Efek Samping Vaksinasi

Berikut ini adalah macam-macam efek samping yang ditimbulkan dari

vaksin:

1) Hepatitis B

Pencegahan penyakit hepatitis B ditempuh melalui upaya

preventif umum dan khusus. Imunisasi preventif khusus hepatitis B

ditempuh dengan imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi

hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir untuk memutuskan

rantai transmisi maternal ibu ke bayi. Reaksi KIPI yang umumnya


terjadi adalah reaksi lokal ringan dan sementara, Terkadang bisa terjadi

demam ringan 1-2 hari (Muslihatun, Wafi, 2010: 222).

2) DPT

Pemberian imunisasi DPT dapat memberikan efek samping

ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan, nyeri pada

tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat yang timbul

dari pemberian vaksin ini adalah bayi menangis hebat lebih dari empat

jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan syok

(Proverawati, 2010: 49)

3) BCG

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya

penyakit TBC yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah

diimunisasi. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah

terjadinya ulkus pada daerah suntikan, regionalis dan reaksi panas

(Hidayat, 2008: 19).

4) Polio

Vaksinasi ini tidak menyakitkan bagi anak. Infeksi yang

mengikuti pemberian imunisasi polio adalah sangat jarang, lebih

kurang delapan kasus paralisis terjadi setiap tahunnya di Amerika

Serikat (Atikah, 2011:40). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ani

Mashanatul dan Ai Susilowati dengan judul “ Hubungan Tingkat


Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Polio dan Tingkat Kecemasan

Pasca Imunisasi Polio di Posyandu Margasari, Tasik Malaya tahun

2007” menyebutkan bahwa ibu yang mengalami kecemasan rendah

sebanyak 21 ibu dari 37 ibu yang mengimunisasikan polio anaknya di

Puskesmas Margasari, Tasik Malaya. Kecemasan ibu rendah pasca

imunisasi polio dikarenakan adanya penjelasan dari kader tentang

imunisasi dan setelah dilakukan imunisasi polio, tidak ada efek

samping yang berarti pasca imunisasi polio sehingga ibu mau

melakukan imunisasi ulang sesuai jadwal yang sudah ditentukan.

5) Campak

Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari

virus campak hidup yang dilemahkan dan vaksin yang berasal dari

virus campak yang dimatikan. Vaksin campak diberikan dalam satu

dosis 0,5 ml melalui suntikan subkutan pada umur 9 bulan. Reaksi

KIPI akibat imunisasi campak tersebut antara lain : demam lebih dari

39,5 C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat merangsang

terjadinya kejang demam, ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari,

serta gangguan sistem syaraf pusat (Muslihatun, Wafi, 2010: 226).

6) MMR

Reaksi terhadap vaksin MMR sangat umum terjadi, tetapi

biasanya sangat ringan dan tidak timbul reaksi dalam satu atau 2

minggu setelah suntikan. Reaksi yang lebih jarang terjadi adalah nyeri
pada tangan dan kaki. Semua ini sulit untuk dilihat pada bayi juga

reaksi alergi (Arlene, 2000:185).

7) Varisella (Cacar air)

Pada bulan maret 1995, telah diijinkan sebuah vaksin

sebagai imunisasi terhadap varisella pada individu berusia satu tahun

atau lebih. Pada anak usia 12 bulan sampai 12 tahun sebaiknya

diberikan dengan dosis tunggal sebanyak 0,5 ml secara subkutan.

Remaja dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang lebih tua

sebaiknya mendapatkan dosis sebesar 0,5 ml secara subkutan 2 dosis

ke 2 sebesar 0,5 ml diberikan 4-8 minggu kemudian. Vaksin reaksi

merugikan dapat berupa demam, reaksi lokal dan ruam (William,

2005:56).

2. Karakteristik Responden

a. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan- kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional kea rah alam dan manusia (

Hasbullah, 2005). Pendidikan membuat seseorang terdorong untuk ingin

tahu, mencari pengalaman sehingga infornasi yang diterima akan menjadi

pengetahuan (Dini, 2009).

Status pendidikan akan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan

seseorang. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi

terlaksananya sebuah kegiatan yang diperoleh baik pendidikan forma


lmaupun non formal (Notoatmojo, 2008). Salah satu faktor yang

mempengaruhi kecemasan adalah Pendidikan dan status ekonomi.

Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

berpikir (Stuart 2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin

mudah berpikir rasional serta menangkap informasi baru termasuk

menguraikan masalah. Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 jalur pendidikan

sekolah terdiri dari:

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan selama 9 tahun

pertama pada masa sekolah anak yang melandasi jenjang pendidikan.

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan dasar. Pendidikan

menengah dibagi menjadi:

a) Pendidikan Menengah Umum

Pendidikan menengah di selenggarakan oleh SMA (Sekolah

Menengah Atas) atau MA (Madrasah Aliyah). Pendidikan menengah

umum dikelompokkan dalam program sesuai dengan kebutuhan

untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

b) Pendidikan Menengah Kejuruan

Pendidikan Menengah Kejuruan diselenggarakan oleh SMK

(Sekolah Menengah Kejuruan) dan MAK (Madrasah Aliyah


Kejuruan). Pendidikan Menengah Kejuruan didasarkan pada

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dunia industry,

tenaga kerja baik secara nasional maupun global regional.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan Tinggi adala jenjang setelah pendidikan menengah.

Pendidikan tinggi diselenggarakan oleh akademi, institusi, Sekolah

Tinggi dan Universitas.

b. Umur

Status umur berpengaruh terhadap tingkat kecemasan ibu. Semakin

bertambah umur maka penalaran dan pengetahuan semakin bertambah.

Tingkat kematangan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi tingkat kecemasan dimana individu yang matang

mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap stresor yang muncul.

Sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matang akan bergantung

dan peka terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami

gangguan kecemasan (Maslim, 2004).

Berikut kategori umur menurut Depkes RI (2009):

1) Masa balita : 0-5 tahun

2) Masa kanak- kanak : 5-11 tahun

3) Masa remaja awal : 12-16 tahun

4) Masa remaja akhir : 17-25 tahun

5) Masa dewasa awal : 26-35 tahun


6) Masa dewasa akhur : 36-45 tahun

7) Masa Lansia Awal : 46-55 tahun

8) Masa lansia akhir : 56-65 tahun

9) Masa manula : > 65 tahun

c. Sosial Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan

sekunder diperlukan pekerjaan mapan yang akan berpengaruh terhadap

status ekonomi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

pekerjaan responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), dapat dikatakan

walaupun bekerja sebagai IRT, diharapkan lebih banyak waktu untuk

mengurus diri sendiri dan bayinya sehingga responden akan lebih peka

terhadap apa yang terjadi pada anaknya dan pendapatan yang diterima

hanya berasal dari kepala keluarga. Pendidikan dan status ekonomi yang

rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah

mengalami kecemasan (Stuart, 2006).

2. Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan atau Ansietas merupakan hasil dari proses psikologi

dan proses fisiologi pada tubuh manusia yang menunjukkan reaksi

terhadap bahaya yang memperingatkan orang dari dalam secara naluri

bahwa ada bahaya dan orang yang bersangkutan mungkin kehilangan

kendali dalam situasi tersebut (Ramaiah, 2003 : 6). Kecemasan adalah


suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa suatu hal yang buruk

akan segera terjadi (Spancer, dkk, 2005:162).

Menurut Destiana (2010:60) Kecemasan merupakan reaksi

normal terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan dan akan

membawa perasaan yang tak senang atau tidak nyaman pada diri seorang.

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara

subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati,

2005:50).

Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan kecemasan adalah

suatu keadaan emosi yang merupakan reaksi normal sebagai hasil dari

proses psikologi dan proses fisiologi tubuh terhadap perubahan yang terjadi

pada lingkungan.

b. Faktor Predisposisi kecemasan:

1) Pandangan Psikoanalitik: Kecemasan merupakan suatu sinyal ego

bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima untuk mendapatkan

perwakilan dan pelepasan sadar (Kaplan, 2000:89).

2) Pandangan Interpersonal: Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap

tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. kecemasan

berhubungan dengan perkembangan trauma seperti, perpisahan dan

kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik (Direja, A,

2011:65). Resiko dari efek samping vaksin umumnya sangat kecil.

Resiko imunisasi bagi bayi membuat ibu menjadi ketakutan. Orang tua
dalam melindungi anaknya dari efek samping dan risiko vaksinasi,

memutuskan untuk tidak mengimunisasikan anaknya ( Penny, dkk

:2009 :364).

Timbulnya KIPI membuat masyarakat selalu bersikap

menolak untuk pemberian imunisasi berikutnya, mengakibatkan anak

tersebut akan rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi, sehingga timbul kecacatan bahkan kematian (Ranuh, dkk,

2012:248).

3) Pandangan perilaku: Ansietas merupakan hasil dari frustasi yaitu

segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk

mencapai apa yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai

dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari

kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan

pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan dalam

kehidupannya (Direja,S, 2010:65).

4) Kajian Keluarga, merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu

keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara

gangguan ansietas dengan depresi (Liza, 2010:70).

c. Faktor Presipitasi

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan

fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari.


2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat menimbulkan bahaya

identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang

(Direja, S, 2011).

d. Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan

berkaitan dengan krisis yang dialami dalam individu baik krisis

perkembangan atau situasional. Peristiwa traumatik pada KIPI adalah

terjadinya reaksi suntikan baik langsung maupun tidak langsung.

Reaksi suntikan langsung misalnya nyeri sakit, bengkak dan

kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak

langsung misalnya rasa takut, pusing, mual sampai sinkop (Suliswati,

2005:40).

2) Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi pada individu tidak

mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan dalam lingkungan

personal ini dengan benar terutama jika anda menekan rasa marah atau

frustasi dalam jangka waktu yang lama (Ramaiah, 2003: 10).

3) Pendidikan dan status ekonomi. Pendidikan dan status ekonomi yang

rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah

mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang dapat

berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat

pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional serta menangkap

informasi baru termasuk menguraikan masalah baru (Stuart, 2006:77).


4) Lingkungan : Kecemasan dapat terjadi jika merasa tidak aman

terhadap lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara

berpikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa disebabkan

pengalaman dengan keluarga, dengan sahabat, dengan rekan kerja dan

lain-lain (Ramaiah, 2003:58).

5) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak dapat diselesaikan

dengan baik. Konflik antara id dan superego atau keinginan dan

kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu (Suliswati,

2005:61).

6) Keadaan fisik Individu yang mengalami gangguan fisik, seperti cidera,

bekas operasi, kelelahan fisik dan kecacatan cenderung lebih mudah

stres (Maslim, 2004:42).

e. Tingkat kecemasan

Menurut Stuart (2006) tingkat kecemasan dapat dikategorikan kedalam 4

kategori, yaitu:

1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seorang menjadi waspada dan

meningkatkan persepsinya. Kecemasan ringan dapat membuat individu

untuk memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan,


iritabel, persepsi meningkat, kesadaran tinggi,mampu untuk belajar,

motivasi meningkat dan tingkahlaku sesuai situasi (Stuart 2006:30).

2) Kecemasan sedang

Individu dapat fokus pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang

persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak

perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area

jika diarahkan untuk melakukannya (Direja, S, 2010: 64).

3) Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang.

Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Seseorang

cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik

sehingga tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut

memerlukan banyak pengarahan agar dapat memusatkan pada hal lain

(Stuart, 2002:92).

4) Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan

terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan

kendali, remaja yang mengalami panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan

peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan


kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak

sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung dalam waktu yang

lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Stuart dan

Laira 2001:79).

f. Alat Ukur Kecemasan

Alat ukur tingkat kecemasan yang dikembangkan oleh beberapa

peneliti sebelumnya adalah kecemasan berdasarkan HRS-A, Demikian

halnya dengan penelitian ini, karena kecemasan berdasarkan HRS-A telah

terbukti dan banyak digunakan sebagai referensi untuk penelitian-

penelitian yang berkaitan dengan kecemasan maka dalam penelitian ini

untuk mengukur kecemasan ibu juga menggunakan standar HRS-A

(Hidayat, 2007).

Alat ukur Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) ini terdiri

dari 14 kelompok gejala dan masing-masing kelompok dirinci lagi

dengan gejala-gejala yang lebih spesifik, gejala tersebut terdiri dari: 1)

perasaan cemas, 2) ketegangan, 3) ketakutan, 4) gangguan tidur, 5)

gangguan kecerdasan, 6) perasaan depresi (murung), 7) gejala

somatik/fisik (otot), 8) gejala somatik/fisik (sensorik), 9) gejala

kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah); 10) gejala respiratori

(pernapasan), 11) gejala gastrointestinal (pencernaan), 12) gejala

urogenital (perkemihan dan kelamin), 13) gejala autonom dan 14) tingkah

laku (sikap) (Hawari, 2001:39).


g. Kerangka Teori

Kerangka teori atau kerangka pikir adalah kesimpulan dari

tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang digunakan

atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan (silalahi,

2003).

Faktor Predisposisi

1. 1. Pandangan
psikoanalitk
2. 2. Pandangan
Interpersonal
3. 3. Pndangan perilaku
4. 4. Kajian Keluarga Kecemasan
Faktor Presipitasi
5. Ibu Tentang
1. Ancaman terhadap KIPI
Integritas
2. Ancaman terhadap
system diri

Faktor Lain

6. 1. Peristiwa Traumatik
7. 2. Emosi yang ditekan
8. 3. Pendidikan dan status
ekonomi
9. 4. Lingkungan
10. 5. Konflik emosional
11. 6. Keadaan Fisik

Keterangan:Bagian yang ditulis tebal adalah yang akan diteliti


Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber Stuart dan Laira (1998 dalam Direja, 2011:42), Suliswati, dkk (2005)
h. Kerangka Konsep

Variabel Terikat

Kecemasan ringan

Kecemasan Ibu Tentang


Kejadian Ikuatn Pasca Kecemasan sedang
Imunisasi
Kecemasan berat

Panik

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai