Anda di halaman 1dari 16

Case Report Session

Cutaneous Larva Migrans

Oleh :
Mentari Brillianti Permataranny 1840312612

Satia Bama 1840312642

Preseptor:
Dr. dr. Qaira Anum, Sp. KK (K), FINSDV, FAADV
dr.Ennesta Asri, Sp.KK, FINSDV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang
sudah dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah-daerah tropikal
dan subtropikal beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh
bagian dunia, penyakit ini tidak lagi dikhususkan pada daerah-daerah tersebut.
Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari
CLM. Pemeliharaan hewan kesayangan seperti anjing dan kucing jika tidak
diimbangi dengan pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit dapat
meningkatkan resiko penularan penyakit dari hewan ke hewan lain atau ke manusia
lain. Ditambah lagi dengan banyak nya hewan yang hidup liar dan tidak mempunyai
majikan, sehingga angka penularan penyakit akan meningkat.
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
alas kaki,atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Demikian pula
para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak
terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab misalnya di Afrika,
Amerika Selatan dan Barat di Indonesia pun banyak dijumpai.
Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau
berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing. Penyakit ini
lebih sering dijumpai pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada orang
dewasa, faktor resiko nya adalah pada tukang kebun, petani, dan orang-orang
dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir.
CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik
(oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada terapi sistemik
merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada
terapi topikal.

1
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiopatogenesis,
manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari
Cutaneous Larva Migrans.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan makalah Case Report Session ini bertujuan untuk mengetahui
definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, dan prognosis dari Cutaneous Larva Migrans.

1.4. Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang Cutaneous Larva Migrans

1.5. Metode Penulisan


Penulisan Case Report Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka
dengan mengacu pada berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing tambang yang seharusnya
hidup di pada hewan, contohnya Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum,
Uncinaria stenocephala, Bunostonum phlebotonum.1 Istilah ini digunakan pada
kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok,
menimbul progresif, disebabkan oleh cacing tambang yang berasal dari kucing dan
anjing.2

2.2. Epidemiologi
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa
menggunakan alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir.
Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit
ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab,
misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia pun banyak dijumpai.2

2.3. Etiopatogenesis
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang
anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Di
Asia Timur umumnya disebabkan oleh gantostoma babi dan kucing. Pada beberapa
kasus Echonococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, dan Lucilia
Caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat,
misalnya Castrophilus dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga
siklus hidupnya. Nematoda hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran
binatang dan karena kondisi lembab berubah menjadi larva yang mampu
mengadakan penetrasi ke kulit. Larva ini tinggal di kulit, berjalan-jalan tanpa tujuan
sepanjang dermo-epidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di
kulit.2

2.4. Gejala Klinis2


3
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mulanya
akan timbul kemudian akan diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear
atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan.
Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah
berada di kulit selama beberapa jam atau hari.
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang
berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan,
mencapai panjang beberapa sentimeter. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam
hari.
Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, dan
paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva
berada.

2.5. Diagnosis1
1. Lesi kulit biasanya muncul 1-5 hari setelah pajanan, berupa plak
eritematosa, vesikular berbentuk linear dan serpiginosa. Lebar lesi kira-kira
3 mm dengan panjang 15-20 cm. Lesi dapat tunggal atau multiple yang
terasa gatal bahkan nyeri.
2. Predileksi kelainan ini di kaki dan bokong.
3. Karena infeksi ini memicu reaksi eosinofilik, pada beberapa pasien dapat
disertai wheezing, urtikaria, ataupun batuk kering.

2.6. Diagnosis Banding2


Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies, pada
scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang pada penyakit ini. Bila
melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada
permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insect bites. Bila invasi larva
yang multiple timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes
zoster stadium permulaan.

4
2.7. Pengobatan2
Prinsip pengobatan pada penyakit ini yaitu mematikan larva cacing. Sejak
tahun 1963 telah diketahui bahwa antihelminthes spectrum luas misalnya
tiabendazol ternyata efektif. Dosisnya 50 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
berturut turut selama 2 hari dengan dosis maksimum 3 grma dalam sehari. Jika
belum sembuh dapa diulangi setelah beberapa hari. Obat ini sukar didapat dan efek
samping yang dapat timbul yaitu mual, pusing, dan muntah.
Obat lain ialah albendazol dengan dosis sehari 400 mg sebagai dosis tunggal
diberikan 3 hari berturut-turut.
Cara terapi lain yaitu dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow
dengan penekanan selama 45 detik hingga 1 menit, 2 hari berturut-turut.
Penggunaan N2 juga dicobakan. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil
sepanjan lesi.

2.8. Prognosis1
Penyakit ini sebenarnya bersifat swasirna setelah 1-3 bulan. Karena rasa
gatal yang lama dan berat jika digaruk beresiko terjadi infeksi sekunder.1

5
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS

Nama : Nn. P
Umur : 19 tahun
Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswi IAIN Jurusan Ilmu Fisika
Alamat : Lubuk Lintah, Anduring, Padang
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Melayu
Negara Asal : Indonesia
Tgl Pemeriksaan : 6 Desember 2019

3.2. ANAMNESIS
Seorang pasien perempuan berusia 19 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 6 Desember 2019 dengan :

3.2.1. Keluhan Utama:


Bercak kemerahan hingga kecoklatan yang berkelok-kelok dan terasa
semakin gatal sejak 3 hari yang lalu di punggung kaki kiri.

3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


 Bercak kemerahan hingga kecokelatan yang berkelok-kelok dan terasa
semakin gatal sejak 3 hari yang lalu di punggung kaki kiri. Awalnya timbul
bintik yang terasa gatal di sela jari tengah dan jari manis kaki kiri 2 minggu
yang lalu, lama kelamaan bintik tersebut semakin banyak, semakin gatal,
menjalar dan memanjang serta berkelok-kelok. Pasien sering menggaruk
bintik gatal hingga kulit mengelupas dan mengeluarkan sedikit cairan
jernih. Pasien membeli obat salep berwarna putih di apotek yaitu
Deksametason 0,25%, diaplikasikan ke bintik dan bercak kemerahan yang
6
gatal 2 kali sehari setelah mandi. Rasa gatal menghilang selama beberapa
hari namun timbul kembali dan gatal semakin meningkat sejak 3 hari yang
lalu, selain bercak yang gatal semakin bertambah panjang.
 Gatal dirasakan terutama pada malam hari.
 Tidak ada keluhan terasa ada yang bergerak-gerak di bagian bercak yang
berkelok-kelok tersebut. Rasa panas dan nyeri dirasakan pada bagian bercak
yang luka karena digaruk.
 Dua minggu yang lalu pasien mengikuti kegiatan dari kampus di lahan
terbuka di sekitar kampus pasien di IAIN, Anduring, Padang. Pasien tidak
menggunakan alas kaki saat melakukan kegiatan di lapangan berlumpur.
Setelah berkegiatan, pasien hanya membersihkan kaki dengan air bersih
tanpa menggunakan sabun.
 Keluhan di tempat lain tidak ada.
 Riwayat digigit serangga disangkal.
 Riwayat kontak dengan binatang seperti kucing atau anjing disangkal.
 Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya mengenai keluhan yang
dialami.

3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.

3.2.4. Riwayat Pengobatan


Pasien membeli obat salep berwarna putih di apotek yaitu Deksametason
0,25%, diaplikasikan ke bintik dan bercak kemerahan yang gatal 2 kali
sehari setelah mandi. Rasa gatal menghilang selama beberapa hari namun
timbul kembali dan gatal semakin meningkat sejak 3 hari yang lalu, selain
bercak yang gatal semakin bertambah panjang.

3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga / Atopi / Alergi


 Tidak anggota keluarga/teman pasien yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien.
 Riwayat alergi cuaca, makanan, obat, debu/bulu binatang pada pasien dan
7
keluarga pasien tidak ada.

3.2.6. Riwayat sosio-ekonomi dan kebiasaan


 Pasien seorang mahasiswa IAIN jurusan Ilmu Fisika

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


3.3.1. Status generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 70 kg
Indeks massa tubuh : 26,34 kg/m2
Status gizi : Sedang
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : afebris
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening
Pemeriksaan thoraks : tidak ada kelainan
Pemeriksaan abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan

3.3.2. Status Dermatologikus


Lokasi : punggung kaki kiri
Distribusi : terlokalisir
Bentuk : berkelok-kelok
Susunan : serpiginosa
Batas : tegas
Ukuran : plakat

8
Efloresensi : plak eritem serta plak hiperpigmentasi yang
berkelok-kelok.

Gambaran Klinis

9
10
3.3.3. Status venereologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan.
3.3.4. Kelainan selaput : Tidak ada kelainan.
3.3.5. Kelainan rambut : Tidak ada kelainan.
3.3.6. Kelainan kuku : Tidak ada kelainan.

3.4. Resume
Seorang pasien perempuan berusia 19 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 6 Desember 2019 dengan :
Bercak kemerahan hingga kecokelatan yang berkelok-kelok dan terasa
semakin gatal sejak 3 hari yang lalu di punggung kaki kiri. Awalnya timbul bintik
yang terasa gatal di sela jari tengah dan jari manis kaki kiri 2 minggu yang lalu,
lama kelamaan bintik tersebut semakin banyak, semakin gatal, menjalar dan
memanjang serta berkelok-kelok. Pasien sering menggaruk bintik gatal hingga kulit
mengelupas dan mengeluarkan sedikit cairan jernih. Pasien membeli obat salep
berwarna putih di apotek yaitu Deksametason 0,25%, diaplikasikan ke bintik dan
bercak kemerahan yang gatal 2 kali sehari setelah mandi. Rasa gatal menghilang
selama beberapa hari namun timbul kembali dan gatal semakin meningkat sejak 3
hari yang lalu, selain bercak yang gatal semakin bertambah panjang. Gatal
dirasakan terutama pada malam hari. Tidak ada keluhan terasa ada yang bergerak-
gerak di bagian bercak yang berkelok-kelok tersebut. Rasa panas dan nyeri
dirasakan pada bagian bercak yang luka karena digaruk. Dua minggu yang lalu
pasien mengikuti kegiatan dari kampus di lahan terbuka di sekitar kampus pasien
di IAIN, Anduring, Padang. Pasien tidak menggunakan alas kaki saat melakukan
kegiatan di lapangan berlumpur. Setelah berkegiatan, pasien hanya membersihkan
kaki dengan air bersih tanpa menggunakan sabun. Keluhan di tempat lain tidak ada.
Riwayat digigit serangga disangkal. Riwayat kontak dengan binatang seperti kucing
atau anjing disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi berlokasi di punggung kaki kiri,
distribusi terlokalisir, bentuk berkelok-kelok, susunan serpiginosa, batas tegas,
ukuran plakat, dan efloresensi berupa plak eritem serta plak hiperpigmentasi yang
berkelok-kelok.

11
3.5. Diagnosis Kerja
Cutaneous Larva Migrans

3.6. Diagnosis Banding


Tidak ada diagnosis banding

3.7. Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan penunjang

3.8. Diagnosis
Cutaneous Larva Migrans

3.9. Tatalaksana :
 Tatalaksana Umum
o Menjaga kebersihan kulit dengan mandi 2 kali sehari digosok
dengan sabun. Begitu pula setelah beraktivitas di luar ruangan dan
berkontak dengan tanah atau pasir segera membersihkan bagian
tubuh yang berkontak dengan menggunakan sabun.
o Menggunakan pelindung berupa sepatu ketika beraktivitas di
tempat bertanah atau berlumpur atau berpasir.
o Tidak duduk secara langsung di atas tanah atau pasir, gunakan alas
duduk yang terbuat dari bahan yang cukup tebal.
 Tatalaksana Khusus
Tab albendazol 400 mg sekali sehari diminum selama 3 hari berturut-
turut.

3.10. Prognosis
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad kosmetikum : bonam

12
Resep :
dr. Mentari
dr. Satia
SIP. 15/120/2019
Praktek Umum Bersama
Praktik hari Senin- Jumat
Pukul 19.00-21.00
Jalan Abdul Muis No. 19, Padang
Telp 0751-321456

Padang, 6 Desember 2019

R/ Tab Albendazol 400 mg No. III

S 1 d d tab I ℓ

Pro : Nn. P
Umur : 19 tahun
Alamat : Lubuk Lintah, Anduring, Padang

13
BAB III
DISKUSI

Telah diperiksa seorang perempuan berusia 20 tahun pada tanggal 28


Febuari 2019 dengan diagnosis Cutaneous Larva Migrans.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pada Dua minggu yang lalu pasien
mengikuti kegiatan dari kampus di lahan terbuka di sekitar kampus pasien di IAIN,
Anduring, Padang. Pasien tidak menggunakan alas kaki saat melakukan kegiatan di
lapangan berlumpur dan keesokan harinya muncul bintik di sela jari kaki pasien
yang terasa gatal, semakin lama bitnik semakin banyak, membentuk garis panjang
dan berkelok, serta terasa semakin gatal. Sumber infeksi pada pasien ini adalah
kontak langsung dengan tanah atau lumpur, dimana cutaneous larva migrans ini
disebabkan terutama oleh larva cacing tambang yang mampu mengalami penetrasi
ke kulit dari tanah atau pasir yang basah dan lembab. Dari pemeriksaan fisik pada
status dermatologikusnya didapatkan lesi berlokasi di punggung kaki kiri, distribusi
terlokalisir, bentuk berkelok-kelok, susunan serpiginosa, batas tegas, ukuran plakat,
dan efloresensi berupa plak eritem serta plak hiperpigmentasi yang berkelok-kelok.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien di diagnosis
dengan cutaneous larva migrans dan diterapi dengan pemberian antihelminthes
yaitu albendazol 400 mg sebagai dosis tunggal dan diberikan 3 hari berturut-turut.
Prognosis pada pasien ini baik. Cutaneous larva migran tidak mengncam nyawa
dan umumnya sembuh dengan terapi albendazol.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSKI. Panduan praktik klinis bagi dokter spesialis kulit dan kelamin
di indonesia. 2017. p.47-49.
2. Aisah S. Creeping eruption. Dalam: Djuanda A, Hmazah M, Aisah S. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: 2010. p. 125-6.

15

Anda mungkin juga menyukai