Anda di halaman 1dari 104

HALAMAN JUDUL

PENERAPAN TEHNIK PERAWATAN LUKA MODERN


TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA DIABETIK
PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN ULKUS DIABETIK
DI KLINIK AWCC POSO

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program


Diploma III Kesehatan Politekknik Kesehatan Kemenkes Palu
Jurusan Keperawatan Prodi D-III Keperawat Poso

Oleh:

MOH FARHAN SYAFII


PO0220216029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


J U R U S A N K E P E R A W A T A N
PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
T.A 2019

i
i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk diuji oleh tim Penguji Poltekkes

Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Keperawatan Poso.

Nama: Moh Farhan Syafii


NIM: PO0220216029

Poso, 07 Juli 2019


Pembimbing I

Tasnim. S.Kep, Ns.,MM


NIP : 196301041984032001

Poso, 07 Juli 2019


Pembimbing II

Dafrosia Darmi Manggasa, S.Kep.,M.


NIP : 198106082005012003

Mengetahui
Ketua Program Studi

Abdul Malik Lawira,.S.Kep,Ns,M.Kes


NIP : 197111021996031001
ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Karya tulis ilmiah studi kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Penguji

Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Keperawatan

Poso. selasa pada tanggal 15 Juli 2019.

Nama: Moh Farhan Syafii


NIM: PO0220216029
Poso, Juli 2019
Penguji 1

I Made Nursana, S,Kep. Ns. M. Kes


NIP.197106231995031002

Penguji 2

Nirva Rantesigi, S.Kep


NIP. 19710427199002001

Penguji 3

Dewi Nurviana Suharto, S.Kep.Ns.M.Kes.Sp.Kep.MB


NIP.198511102010122003

Mengetahui Menyetujui
Direktur Poltekkes Kemenkes Palu Ketua Jurusan Keperawatan

Nasrul SKM,M.KES Selvi Alfrida Mangundap,S.Kp.M,Si


NIP.196804051988021001 NIP. 196604191989032002
iii

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSANKEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
Moh Farhan Syafii , 2019,Penerapan tehnik perawatan luka modern Terhadap
penyembuhan luka diabetik Pada asuhan keperawatan pasien Dengan
ulkus diabetik Di klinik AWCC POSO,Pembimbing : (1) Tasnim (2)
Dafrosia Darmi Manggasa

ABSTRAK

(xii + 87 Halaman + 7 Tabel + 9 Lampiran)

Latar Belakang: Kurang dari 25% ulkus diabetes sembuh setelah 12 minggu jika
dilakukan penatalaksanaan perawatan luka konvensional, beberapa ulkus diabetes
sulit sembuh dikarenakan antara lain penatalaksaan luka konvensional
menggunakan teknik lingkungan luka yang kering, sedangkan pada perawatan luka
modern presentase perbaikan luka berkisar 86,67% dan lama perawatan berkisar
kurang dari 12 minggu sudah mengalami penurunan pada ukuran luka, jumlah
nekrotik, kedalaman luka, jumlah eksudat, dan bau, dibandingkan perawatan luka
konvensional.Prinsip perawatan luka modern yaitu menciptakan lingkungan moist
wound healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Dalam
kondisi lembab luka mengalami pertumbuhan yang baik. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui penerapan teknik perawatan luka modern terhadap granulasi
jaringan pada asuhan keperawatan dengan ulkus diabetik. Metode Penelitian:
Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan metode pendekatan
deskriptif desain penelitian yaitu studi kasus yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengekplorasi suatu masalah keperawatan pasien dengan Ulkus diabetik selama 2
minggu Hasil: Pada saat implementasi akhir diperoleh bau luka hilang, eksudat
berkurang, luka lembab, penurunan odema, nekrotik hilang, kulit sekitar luka
berwarna ungu kemerahan panjang luka 4 cm, lebar 9 cm dan kedalaman luka 1
mm, luka berwarna merah muda, luka mulai berepitelisasi. Kesimpulan: Ada
pengaruh pemberian perawatan luka modern terhadap granulasi jaringan pada
asuhan keperawatan dengan ulkus diabetik. Pemberian perawatan luka modern
dapat mempercepat pertumbuhan granulasi jaringan.

Kata Kunci : Perawatan Luka Modern, Ulkus Diabetik


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT,

karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nyalah sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Proposal penelitian ini. Adapun judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Penerapan

Tehnik Perawatan Luka Modern Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik

Pada Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ulkus Diabetik Di Klinik Awcc

Poso”, yang diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan

Program Diploma III Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Palu Program Studi Keperawatan Poso.

Peneliti menyadari bahwa Proposal ini masih jauh dari sempurna karena

dalam penyusunan Proposal penelitian ini peneliti banyak menemukan kesulitan

dan hambatan, namun berkat bantun dan masukkan saran dari semua pihak akhirnya

peneliti dapat menyelesaikan Proposal ini. Untuk itu peneliti mengucapkan banyak

terima kasih kepada ayah dan ibu selaku orang tua yang tercinta yang telah banyak

berkorban dan selalu memberi nasehat, arahan serta mendoakan peneliti sehingga

dapat menyelesaikan pendidikan ini, dan pada kesempatan ini peneliti

menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:

1. Nasrul, SKM,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Palu.

2. Selvi Alfrida M, S.Kp.M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Palu.
3. Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku Ketua Program Studi

Keperawatan Poso.
v

4. Tasnim. S.Kep, Ns.,MM selaku Pembimbing utama yang telah meluangkan

waktu dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan arahan serta saran-saran

kepada peneliti dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Dafrosia Darmi Manggasa, S.Kep.,M.Biomed selaku Pembimbing

pendamping yang telah memberikan arahan dalam pembuatan Karya Tulis

Ilmiah ini.

Peneliti menyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki peneliti maka Proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat

diharapkan peneliti untuk perbaikan penyusunan di masa akan datang.

Akhirnya peneliti berharap semoga Proposal ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada peneliti baik

moril dan materil, dorongan, dan perhatian akan mendapat imbalan dari Tuhan

Yang Maha Esa, Amin.

Poso, 06 Februari 2019

Peneliti
vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Inform Consert


Lampiran 2: Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 3: Penjelasan Sebelum Penelitian
Lampiran 4: SOP
Lampiran 5: Persyaratan Keaslian Penulisan
vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Prosedur Tindakan Perawatan Luka.......................................Hal 36

Tabel 2.2 Intevensi Keperawatan Ulkus Diabetik....................................Hal 43


viii

Lampiran

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN

UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Moh Farhan Syafii

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 20 tahun

Alamat : Jl.H.Agus Salim kelurahan Bonesompe

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa:

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti dan memahami


tentang tujuan, manfaat dan resiko yang mungkin timbul dalam penelitian ini, maka
saya ikut serta dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Tehnik Perawatan Luka
Modern Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Asuhan Keperawatan Pasien
Dengan Ulkus Diabetik Di Klinik Awcc Poso”.
”.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa

paksaan dari pihak manapun.

Poso, Juli 2019

Yang menyatakan

(.................................)
ix

Lampiran 2

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

Januari Februari Maret April Mei


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1
judul
Penyusunan
2
proposal
3 Konsultasi

4 Perbaikan

5 Persetujuan
6
Ujian proposal
7
Perbaikan
8 Perizinan
penelitian
9
Penelitian
10 Pengelolaan
data
11
Konsultasi hasil
12
Ujian KTI
13
Perbaikan
14
Penyetoran KTI
x

Lampiran 3

PENJELASAN SEBELUM PENELITIAN

1. Saya adalah Moh Farhan Syafii, mahasiswa dari Poltekkes Kemenkes Palu

Jurusan Keperawatan Prodi DIII Keperawatan Poso yang sedang melakukan

penelitian tugas akhir, dengan ini meminta bapak/ibu untuk berpartisipasi

dengan sukarela dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Tehnik Perawatan

Luka Modern Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Asuhan

Keperawatan Pasien Dengan Ulkus Diabetik Di Klinik Awcc Poso”.

2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan “Penerapan Tehnik

Perawatan Luka Modern Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Asuhan

Keperawatan Pasien Dengan Ulkus Diabetik Di Klinik Awcc Poso”

3. Manfaat bagi bapak/ibu klien adalah akan memperoleh pelayanan kesehatan

yang lebih memuaskan khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan dan

tindakan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan

serta meningkatkan pengetahuan terutama mengenai penyakit yang diderita.

4. Tindakan yang akan dilakukan adalah Perawatan luka modern dengan

penggunaan moist dressing pada penderita ulkus diabets guna menurunkan

angka amputasi pada penderita ulkus diabetes. Tindakan tersebut dilakukan

selama 30-45 menit sehari.

5. Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela, dan tidak ada paksaan.


xi

6. Semua data yang telah diberikan selama penelitian disimpan dan dijaga

kerahasiaannya. Peneliti akan merahasiakan data bapak/ibu dengan cara

memberikan inisial sebagai pengganti nama klien yang berarti identitas

bapak/ibu hanya diketahui oleh peneliti.

Poso, ..... Juli 2019

Penulis

(Moh Farhan Syafii)


xii

Lampiran 4

SOP Perawatan LukaModern pada pasien ulkus diabetes

Pengertian Perawatan luka adalah melakukan tindakan


perawatan terhadap luka, mengganti balutan dan
membersihkan luka
Tujuan 1. Mencegah infeksi
2. Membantu penyembuhan luka
3. Meningkatkan harga diri klien
Alat dan bahan 1. 2 buah pinset anatomi
2. 2 buah pinset chirugis
3. Gunting jaringan
4. Kassa steril
5. 1 pasang sarung tangan bersih
6. 1 pasang sarung tangan steril
7. Kassa gulung
8. Plester
9. Bak instrument
10. Dressing/balutan luka seperti, film dressing,
calcium alginate (tergantung jenis luka)
11. Air bersih/air mengalir
12. Sabun dengan PH rendah
13. Kantong plastik
Prosedur A. Tahap Pra Interaksi
pelaksanaan 1. Melakukan verifikasi program terapi
2. Mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan bersih
4. Menempatkan alat kedekat pasien
B. Tahap Orientasi
1. Megucapkan salam dan menyapa klien
2. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
yang akan dilakukan pada klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan
4. Memberi kesempatan bertanya pada klien
sebelum tindakan
C. Tahap Kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Buka balutan luka klien, sebelumnya
basahi dulu plester atau hipafix dengan air
agar mudah dilepas
3. Masukan balutan bekas pakai kedalam
kantong plastik
xiii

4. Cuci luka menggunakan air yang mengalir


dan sabun PH rendah, serta bersihkan luka
sampai bagian yang berlubang agar debris
debris yang ada didalamnya terangkat
5. Observasi keadaan luka klien, jenis luka,
adanya pus atau tidak dan kedalaman luka
6. Buang jaringan yang sudah membusuk
(bila ada) menggunakan gunting jaringan,
pinset cirugis, dan pinset anatomis
7. Ganti sarung tangan bersih dengan sarung
tangan steril
8. Berikan obat luka atau zinc cream (jike
ada)
9. Tutup menggunakan balutan hidrocoloid
atau hidrofobik
10. Lakukan pembalutan akhir dengan kassa
yang cukup tebal agar dapat menampung
11. eksudat minimal dan fiksasi menggunakan
kassa gulung
12. Lakukan masase bagian atas luka
D. Tahap Terminasi
1. Bereskan peralatan
2. Sampaikan kepada pasien bahwa tindakan
telah selesai
3. Sampaikan terima kasih
4. Lepas sarung tangan
5. Cuci tangan Dan pendokumentasian
xiv

Lampiran 5

Persyaratan Keaslian Penulisan

Yang bertanda tangn di bawah ini:

Nama : Moh Farhan Syafii

NIM : PO0220216029

Jurusan/Prodi : Keperawatan Poso

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pikiran yang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila kemudian hari terbukti atau dibuktikan bahwa karya tulis ilmiah ini hasil
ciplakan maka saya bersedia menerima sanksi perbuatan tersebut.

Poso, ......Juli 2019


Yang Membuat Pernyataan

Moh Farhan Syafii


iv

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vii
Lampiran ........................................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah .................................................................................................. 5
C. Tujuan penelitian ................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 8
A. Tinjauan Diabetes Mellitus ................................................................................... 8
1. Definisi Diabetes melitus .................................................................................... 8
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus .............................................................................. 8
3. Manifestasi ........................................................................................................ 10
4. Patifisiologis ..................................................................................................... 11
5. Penatalakasanaan Diabetes Mellitus ................................................................. 12
6. Komplikasi Diabetes Melitus ............................................................................ 15
B. Ulkus diabetik ....................................................................................................... 18
1. Pengertian ............................................................................................................. 18
2. Etiologi.................................................................................................................. 18
3. Tanda dan gejala ................................................................................................... 19
4. Klasifikasi ............................................................................................................. 19
5. Patofisologi ........................................................................................................... 20
6. Pathway ................................................................................................................. 23
7. penatalaksanaan .................................................................................................... 24
C. Tinjauan Tentang perawatan luka modern ......................................................... 24
1. Pengertian Luka .................................................................................................... 24
2. Proses penyembuhan luka ..................................................................................... 26
3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka ................................................... 27
4. Manajemen Perawatan Luka Modern ................................................................... 29
v

Tabel 2.1 Penanganan Luka secara Tradisional dan Modern .................................... 34


1. Batasan prosedur ................................................................................................... 37
2. Prosedur tindakan.................................................................................................. 39
D. Konsep asuhan keperawatan ulkus diabetik....................................................... 41
1. Pengkajian ............................................................................................................. 41
2. Diagnosa................................................................................................................ 45
3. Intervensi keperawatan ........................................................................................ 47
4. Implementasi ........................................................................................................ 53
5. Evaluasi ................................................................................................................. 53
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 54
A. Jenis penelitian ........................................................................................................ 54
B. Lokasi dan waktu penelitian .................................................................................... 54
C. Subyek Studi Kasus................................................................................................... 54
D. Fokus Studi ............................................................................................................... 54
E. Definisi Operasional ................................................................................................. 54
F. Cara pengumpulan data ........................................................................................... 56
G. Etika penelitian ........................................................................................................ 56
BAB IV HASIL DAN PENELITIAN .......................................................................... 57
A. Gambaran Umum Lokasi penelitian ........................................................................ 57
B. Hasil Penelitian......................................................................................................... 57
C. Pembahasan ............................................................................................................. 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 85
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 87
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang ditandai dengan

kenaikan kadar gula darah (hyperglycemia) kronik yang dapat menyerang

banyak orang dari semua lapisan masyarakat Jumlah penderita DM dari tahun

ke tahun terus mengalami peningkatan dan perubahan gaya hidup menjadi salah

satu penyebab tingginya angka penderita DM di negara-negara berkembang,

Rukmi, 2018).

World Health Organization (WHO) memperkirakan ditahun 2025

penderita diabetes pada usia diatas 20 tahun adalah 300 juta orang dengan

peningkatan dua kali lipat dari tahun 2000 yaitu 150 juta orang (Hidayat, 2018),.

Pada tahun 2012 WHO menyebutkan diabetes merupakan penyebab kematian

kedelapan pada kedua jenis kelamin dan penyebab kematian kelima pada jenis

kelamin perempuan dan diabetes bertanggung jawab atas kematian 3,7 juta jiwa

di dunia dan di indonesia diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab

kematian tertinggi ke tiga setelah stroke dan penyakit jantung, presentase

kematian akibat diabetes di indonesia merupakan yang tertinggi ke dua setelah

SriLangka. (Rukmi, 2018).

Menurut International Diabetes Federation (2015) Indonesia sendiri

merupakan negara ke 7 penderita DM terbesar di dunia setelah Cina, India,

Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Mexico dengan 8,5 juta penderita pada

kategori dewasa. (Rukmi. 2018)

1
2

Laporan dari Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan kementrian

Kesehatan (Riskesdas) menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada

penderita Diabetes Mellitus yang diperoleh berdasarkan pemeriksaan darah

pada penduduk umur ≥15 tahun 2013-2018 sebanyak 6,9% di tahun 2013 dan

meningkat sebanyak 8,5% pada tahun 2018 (konsensus Perkeni 2011) sedangkan

Prevalensi DM menurut Konsensus Perkeni 2015 pada penduduk umur ≥15

tahun adalah sebanyak 10,9% di tahun 2018 .(Riskesdas, 2018).

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten poso tercatat tahun 2016 kasus

DM sebanyak 350 kasus. Di tahun 2017 sebanyak 2.390 kasus dan di tahun 2018

sebanyak 3.168 jiwa dengan penyakit Diabetes Mellitus (DinKes Kabupaten

Poso, 2018)

Data dari Klinik AWCC Poso didapatkan pada tahun 2016 terdapat 219

pasien yang masuk dengan kasus ulkus diabetik dengan total 1600 kunjungan,

kemudian pada tahun 2018 jumlah pasien mengalami penurunan dengan 160

kasus dalam 1034 kunjungan dan pada tahun 2017 jumlah penderita sebanyak

102 dalam 952 kunjungan (Klinik AWCC,2019)

Seiring dengan peningkatan jumlah penderita Diabetes Melitus, maka

komplikasi yang terjadi juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah

ulserasi yang mengenai tungkai bawah, dengan atau tanpa infeksi dan

menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang selanjutnya disebut dengan

ulkus diabetik. Ulkus diabetik merupakan masalah yang kompleks dan menjadi

alasan utama mengapa penderita DM menjalani perawatan di rumah sakit yang


3

selama perawatan membutuhkan biaya sangat mahal dan sering tidak terjangkau

oleh kebanyakan masyarakat umum (Trisunaryo, 2014)

Menurut data dari Rekam Medik RSUD poso menunjukan bahwa

penderita ulkus diabetik yang mengalami komplikasi merupakan penyebab

tersering dilakukannya amputasi, risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada

penderita diabetes melitus dibandingkan dengan non-diabetes. di Ruangan bedah

pada tahun 2016 sebanyak 49 orang dan diamputasi sebanyak 14 orang,

kemudian pada tahun 2017 sebanyak 70 orang dan diamputasi sebanyak 10

orang dan pada tahun 2018 sebanyak 66 orang dan di amputasi sebanyak 11

orang (Rekam medik RSUD,2018)

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ulkus diabetes,

yaitu: aterosklerosis (makroangiopati dan mikroangiopati), neuropati,

deformitas kaki, dan pressure. Apabila beberapa faktor tersebut tidak segera

ditangani maka akan mengakibatkan pembentukan luka diabetes yang akan

beresiko meningkatkan biaya perawatan, amputasi, mordibitas, penurunan

kualitas hidup, sebuah penelitian menyatakan dalam penelitian klinis lima tahun

setelah amputasi, angka kematian penderita menjadi meningkat yaitu sekitar 50-

68% angka ini bahkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka kematian

karena penyakit dengan keganasan seperti kanker (Armstrong D,2007)

Kurang dari 25% ulkus diabetes sembuh setelah 12 minggu jika

dilakukan penatalaksanaan perawatan luka konvensional, beberapa ulkus

diabetes sulit sembuh dikarenakan antara lain penatalaksaan luka konvensional

menggunakan teknik lingkungan luka yang kering. Sedangkan pada perawatan


4

luka modern presentase perbaikan pada luka berkisar 86,67% dan lama

perawatan berkisar kurang dari 12 minggu sudah mengalami penurunan pada

ukuran luka, jumlah nekrotik, kedalaman luka, jumlah eksudat, dan bau,

dibandingkan perawatan luka konvensional. Maka dari itu perlu perawatan luka

modern untuk menangani ulkus diabetik (Hendrickson, 2005 dan Ronald, 2017)

Menurut penelitian Nuraida tahun 2015 Menunjukan bahwa hasil

perawatan luka pada suasana lembab sangat membantu dalam proses

penyembuhan luka. Penelitian lain oleh Anik Maryunani tahun 2013

menyebutkan bahwa perawatan luka modern dengan konsep lembab (Moist

Wound Healing) mampu mempercepat proses penyembuhan luka, data ini dapat

di lihat pada tinjauan pustaka penelitian yang menyatakan bahwa luka akan lebih

cepat sembuh dalam suasana lembab karena dapat mengurangi infeksi

dibandingkan dengan perawatan luka kering dengan persentase (2,6%-7,2%).

Alasan ini muncul karena terapi Modern Dressing menggunakan konsep lembab

dengan perawatan luka tertutup tanpa terkecuali, semua jenis luka kronik dan

akut menggunakan perawatan luka dengan tertutup.

Perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang

adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang

komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan,

evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang

sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan

dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat

mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya


5

inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam

merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk

tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang

sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat

harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan

(safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih

ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu

dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan social.

Komplikasi DM berupa ulkus diabetik yang semakin tinggi

membutuhkan perawatan yang tepat yaitu dengan teknik perawatan luka modern

untuk menunjang kesembuhan luka dan mencegah amputasi, selain penggunaan

metode perawatan luka medern dapat mempercepat penyembuhan luka

dikarenakan penggunaan balutan yang lembab lebih efektif di bandingkan

dengan metode konvesional yang menggunakan balutan kering dan harus selalu

di ganti,berbeda dengan moist dressing pada tehnik perawatan luka modern yang

tidak harus selalu di ganti setiap hari dapat lebih menghemat biaya perawatan

sehingga penulis tertarik untuk melakukan studi kasus mengenai penerapan

tehnik perawatan luka modern terhadap penyembuhan luka diabetik pada asuhan

keperawatan pasien dengan ulkus diabetik di klinik AWCC Poso.

B. Rumusan masalah

Berdasarhan Data di atas di rumuskan masalah tentang “Bagaimana

penerapan tehnik perawatan luka modern terhadap penyembuhan luka diabetik


6

pada asuhan keperawatan pasien dengan ulkus diabetik di klinik Aditya Wound

Care Center (AWCC) poso?”

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Mampu menerapkan tehnik perawatan luka modern terhadap

penyembuhan luka diabetik pada asuhan keperawatan pasien dengan ulkus

diabetik di klinik AWCC poso

2. Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien dengan kasus

ulkus diabetik

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pasien ulkus diabetik

c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien ulkus diabetik

d. Menerapkan Implementasi perawatan luka modern pada asuhan

keperawatan klien dengan ulkus diabetik

e. mengevaluasi perawatan luka modern terhadap penyembuhan luka

diabetik pasien ulkus diabetik

D. Manfaat Penelitian

1. Klinik

klinik menjadikan tehnik perawatan luka modern terhadap

penyembuhan luka diabetik sebagai prosedur tetap dalam penanganan

keperawatan pasien dengan ulkus diabetik


7

2. Institusi

Institusi pendidik menjadikan penelitian sebagai bahan bacaan bagi

setiap mahasiswa Poltekkes Kemenkes Palu Prodi Poso

3. Peneliti

Menjadi pengalaman Peneliti dalam penerapan tehnik perawatan

luka modern terhadap penyembuhan luka diabetik pada asuhan keperawatan

pasien dengan ulkus diabetik di klinik awcc poso


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Diabetes Mellitus

1. Definisi Diabetes melitus

Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis adalah

sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa dalam

darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan

tubuh untuk berespons terhadap insulin atau penurunan atau tidak terdapatnya

pembentukan insulin oleh pankreas. Kondisi ini mengarah pada

hiperglikemia, yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolik

akut seperti ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperglikemik hiprosmolar

non-ketosis (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat menunjang

terjadinya komplikaso mikrovaskular kronis (penyakit gagal ginjal dan mata)

serta komplikasi neuropati. Diabter juga berkaitan dengan suatu peningkatan

kejadian penyakit makrovaskular, termasuk infark miokard, stroke, dan

penyakit vaskular perifer. (Brunner dan Sudarta, 1992)

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan metabolik yang

diakibatkan oleh adanya kenaikan kadar glukosa darah dalam

tubuh/hiperglikemia (smeltzer,2010)

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi diabetes melitus telah disahkan oleh World Health

Organization (WHO) dan telah dicapai oleh seluruh dunia. Empat klasifikasi

gangguan toleransi glukosa:

8
9

a. Diabetes mellitus tipe 1

Dikenal dengan tipe Juveniloenset dan tipe dependent insulin.

Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan

dibagi oleh 2 subtipe : a). Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan

kerusakan sel-sel beta dan b) idiopatik, tanpa buktiadanya autoimun dan

tidak diketahui oleh sumbenya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik

keturunan Afrika, Amerika dan Asia

b. Diabetes Mellitus tipe 2

Diabetes Mellitus tipe 2 dikenal sebagai tipe omset maturitas dan

tipe non-dependent insulin. Insiden Diabetes Mellitus tipe 2 sebesar

650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan

penyakit ini.

c. Diabetes Gestasional (GDM)

Diabetes Gestasional dikenal pertama kali setelah kehamilan dan

mempengaruhui 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya

GDM ada usia tua, etnik dan obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan

riwayat diabets gestasional terlebuh dahulu. Diabetes kehamilan berisiko

tinggi mengalami mordibitas dan motalitas perinatal dan mempunyai

frekuensi kematian janin yang lebih tinggi. Kebanyakan perempuan

hamil menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24-28

minggu.

d. Diabetes tipe lain


10

DM tipe lain, disebabkan karena kelainan genetik fungsi sel beta,

kelainan genetik kerja insulin,karena obat atau zat kimia, infeksi dan

sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM. Beberapa hormon

seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon dan epineprine bersifat

antagonis dan melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah hormon-hormon

tersebut dapat mengakibatkan DM. Terjadi sebanyak 1-2% dari semua

DM (Black & Hawks,2006)

3. Manifestasi

Menurut (Restyana, 2015) gejala Diabetes Mellitus dibedakan menjadi

akut dan kronik:

a. Gejala akut diabetes melitus

Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria

(banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah

namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4

minggu), mudah lelah.

b. Gejala kronik diabetes melitus

Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum,

rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai

kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun

bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi

keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat

lahir lebih dari 4kg


11

4. Patifisiologis

Hiperglikemia yang dialami penderita diabetes disebabkan oleh

beberapa faktor, sesuai dengan tipe dari diabetes secara umum. DM Tipe I

biasanya ditandai oleh deiisiensi insulin absolut karena kerusakan sel betha

pankteas akibat serangan autoimun. Diabetes ini paling sering berkembang

pada anak-anak, bermanifestasi pada pubertas dan memburuk sejalan dengan

bertambahnya usia. Untuk bertahan hidup diabetes tipe ini memerlukan

insulin eksogen seumur hidupnya.

Diabetes tipe II disebabkan oleh gabungan dari resistansi perifer

terhadap kerja insulin dan respons sekresi insulin yang tidak adekuat oleh sel

beta pankrcas (defisiensi insulin relatif). Kondisi tersebut dapat terjadi karena

beberapa faktof di antaranya genetik, gaya hidup, dan diet yang mengarah

pada obesitas. Resistansi insulin dan gangguan sekresi insulin akan

menyebabkan toleransi glukosa terganggu yang akan mengawali kondisi DM

tipe II dcngan manifestasi hiperglikemia (Gambar 5.2) (Ozougwu, Obimba,

Belonwu 8C Unakalamba, 2013).

Kondisi hiperglikemia pada pasien DM terscbut bermanifestasi pada

tiga gejala klasik diabetes yaitu 3P (poliuria, polidz'psia, dan polifagia).

Poliurz'a (scring buang air kecil), akibat kondisi hiperglikemia melampaui

ambang reabsorpsi ginjal sehingga menimbulkan glukosuria. Kondisi

glukosuria selanjutnya menyebabkan diuresis osmotik sehingga timbul

manifestasi banyak buang air kecil.


12

Polidipsia (sering merasa haus), kondisi polidipsia sangat berkaitan erat

dengan poliuria, katena banyaknya pengeluaran cajran tubuh melalui ginjal

ditambah kondisi tubuh mengalami Hiperosmolar akibat peningkatan glukosa

dalam tubuh menyebabkan kondisi tubuh akan mengalami penurunan cairan

intrasel. Selanjutnya kondisi tersebut menyebabkan stimulasi osmoreseptor

pusat haus di otak sehingga pendcrita diabetes melitus sering mcngeluh haus.

Polifagia (peningkatan nafsu makan), kondisi ini disebabkan

penurunan insulin mengakibatkan penggunaan glukosa oleh sel menurun,

sehingga menimbulkan pembentukan glukosa dari non-karbohidrat, yaitu dari

protein dan lemak (lipolisis). Peningkatan lipolisis dan katabolisme protein

akan menyebabkan keseimbangan cnergi negatif yang kemudian akan

meningkatkan nafsu makan.

5. Penatalakasanaan Diabetes Mellitus

Menurut (Restyana, 2015) Prinsip penatalaksanaan diabates melitus

secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus Pengelolaan DM di

Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM.

Terapi DM pada prinsipnya bertujuan sebagai berikut:

a. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa

nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

b. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas

Diabetes Mellitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan


13

pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil

lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan

perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

1). Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir

sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan

yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-

masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan

pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan

jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat

penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah

makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-

70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,

dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT)

atau Body Mass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang

sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang

berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

2). Latihan dan olahraga

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali dalam seminggu)

selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous,

Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance, Training sesuai dengan

kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olahraga ringan jalan kaki

biasa selama 30 menit


14

3). Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan.

Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada

kelompok masyarakat resiko tinggi, pendidikan kesehatan sekunder

terhadap pasien Diabetes mellitus, pendidikan kesehatan tersier

terhadap pasien dengan penyakit Diabetes mellitus yang telah

menahun.

4). Obat

Obat yang dipakai adalah presensitif insulin dan sulfonilurea.

Dua tipe persensitif yang tersedia adalah metformin dan

tiazolidinedion. Metformin diberikan sebagai terapi tunggal dengan

dosis 500 hingga 1700 mg perhari. Metformin menurunkan kadar

produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa pada usus dan

meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati, tiazolidinedion

meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan glukosa

hepatik . tiazolidinedion yaitu roziglitazon dengan dosis 4 mg hingga

8 mg perhari dan pliaglitazon dengan dosis 30 mg hingga 45 mg perhari

dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan

metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat ini menyebabkan retensi air

sehingga tidak cocok untuk diberikan pada pasien dengan gagal jantung

kongesti.
15

6. Komplikasi Diabetes Melitus

Akibat adanya gangguan pada sekresi hormon insulin, kerja insulin atau

oleh keduanya pada pasien diabetes melitus Tipe II dan kerusakan sel beta

pulau Langerhans pada DM tipe I, pasien DM akan mengalami kondisi

hiperglikemia akibat penurunan uptake glukosa kc dalam sel yang diikuti

peningkatan lipolisis, glukoneogenesis di hepar dan pemecahan protein.

Peningkatan lipolisis dapat mengakibatkan peningkatan oksidasi asam lemak

bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan

aseton), benda keton keluar melalui urine (ketonuria), peningkatan aseton

dalam tubuh akan menyebabkan bau napas seperti buah (aseton).

Selain itu, kondisi hiperglikemik diperparah dengan peningkatan

glukosa dari proses glukoneogcnesis di hepar. Kekurangan insulin juga akan

mengakibatkan pemecahan protein. Protein akan dikonversi menjadi glukosa

sehingga menyebabkan peningkatan BUN (blood urea nitrogen).

Peningkatan BUN dan peningkatan benda keton akan menyebabkan suatu

kondisi yang dikenal dengan asidosis metabolik. Manifestasi asidosis

metabolik di antaranya penurunan pH (pH turun di bawah 7,3) dan kadar

bikarbonat.

Mekanisme tubuh dalam mengatasi asidosis metabolik di atas dengan

cara meningkatkan frekuensi pernapasan dalam upaya mengeluarkan

kelebihan CO2 yang dibentuk sebagai upaya tubuh membentuk ekuilibrium

asambasa. Pernapasan tersebut dikenal dengan pernapasan Kusmaul. Kondisi

di atas apabila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma


16

bahkan kematian. Kondisi hiperglikemik yang terjadi pada pasien juga akan

menyebabkan syok hipovolemik akibat diuresis osmotik yang tidak

tertangani . Ketoasidosis/ketoasidosis diabetik sering kali ditemukan pada

DM tipe I dibanding tipe II, karena pada DM tipe I kekurangan insulin lebih

bersifat absolut.

a. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNK)


Komplikasi yang banyak dijumpai pada penderita diabetes tipe II

adalah sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, peningkatan glukosa

darah yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, resistansi insulin

ataupun dapat mengakibatkan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah

lebih dari 300 mg/IOO mL. Peningkatan glukosa ini akan menyebabkan

ambang batas ginjal untuk glukosa, sehingga muncul manifestasi glukosuria

yang diikuti dengan diuresis osmotik.

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan kc dalam urine

(glukosuria), ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan, pasien akan mengalami

dehidrasi dan kebilangan banyak elektrolit, pasien dapat menjadi hipotensi dan

mengalami syok. Selanjutnya pasien dapat mengalami penurunan perfusi

serebral sehingga tanpa penangan yang cepat dan tepat pasien bias mengalami

koma dan meninggal (Price & Wilson, 1997)

b. Gangguan mikrovaskular dan mékrovaskular


Kekurangan insulin akan mengganggu jalur poliol (glukosa, sorbitol,

fruktosa), yang akhirnya mcnyebabkan penimbunan sorbitol. Penimbunan


17

sorbitol dalam lensa menyebabkan katarak dan kebutaan. Sedangkan pada

jaringan saraf penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar

mioinositol dapat berefek pada kondisi neuropati. Perubahan biokimia dalam

jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel Schwan dan

menyebakan kehilangan akson. Pada tahap dini kecepatan konduksi motorik

akan berkurang selanjutnya muncul keluhan nyeri, parestesia, berkurang

sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik yang disertai hilangnya

refleks tendon, kelemahan otot, dan atrofi.

Neuropati dapat menyerang saraf perifer, saraf kranial, atau saraf

otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,

keterlambatan pengosongan lambung, hipotensi postural dan impotensi.

Akibat peningkatan glukosa dapat menyebabkan beberapa keadaan seperti

peningkatan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan

kelainan pembekuan darah. Akibatnya kerusakan pada pembuluh darah bcsar

atau dikenal dengan makroangiopati. Makroangiopati akan mengakibatkan

penyumbatan vaskular. Jika menyumbat pada arteri perifer maka dapat

mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio

intermiten dan gangren ekstremitas, jika pembuluh darah arteri koronarioa dan

aorta yang terkenan maka pasien dapa mengalami infark dan angina (Price 8C

Wilson, 1997).
18

B. Ulkus diabetik

1. Pengertian

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit

diabetes melitus. Adanya lapisan terbuka pada lapisan kulit sampai kedalam

dermis yang terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh darah di

tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga

pasien tidak menyadari adanya luka (Waspadji, 2006).Menurut (Maryunani,

2013), ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik

yang melibatkan gangguan pada saraf periferal dan autonomik.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, ulkus diabetik

merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi

makroangiopati dari penyakit diabetes melitus sehingga terjadi vaskuler

insusifiensi dan neuropati yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang

sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi.

2. Etiologi

Menurut (Ronald, 2017) proses terjadinya ulkus diabetik diawali oleh

angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik

yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus

dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot

tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki.

Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki penderita dapat merasa

nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan

komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik


19

bisa menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita DM

adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan

menghasilkan gas, yang disebut gas gangren

3. Tanda dan gejala

Menurut (Maryunani, 2013) tanda dan gejala ulkus diabetik dapat

dilihat berdasarkan stadium antara lain :

a. Stadium I menunjukkan gejala kesemutan

b. Stadium II menunjukkan jarak tempuh menjadi pendek atau penderita tak

mampu berjalan jauh

c. Stadium III menunjukkan nyeri pada saat istirahat

d. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan atau nekrosis

4. Klasifikasi

Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an,

digunakan secara luas untuk mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes.

Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner- Meggit , yaitu :

a. Derajat 0 Simptom pada kaki seperti nyeri

b. Derajat 1 Ulkus superfisial terbatas pada kulit

c. Derajat 2 Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

d. Derajat 3 Ulkus sampai mengenai tulang

e. Derajat 4 Gangren telapak kaki

f. Derajat 5 Gangren seluruh kaki


20

5. Patofisologi

Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias,

yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali

akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati

sensorik, motorik, dan autonom

a. Neuropati sensorik

Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan

sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal,

sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu

sensasi posisi kaki juga hilang.

b. Neuropati motorik

Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan

penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas

khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Deformitas kaki menimbulkan
21

terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar kaki

dan mudah terjadi ulkus (Carine, et.al, 2004)

c. Neuropati autonom

Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat,

dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus

kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki

rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena

penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang,

kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan

atrofi otot. Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa

iskemi. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya

sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki

menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis

jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau

tungkai. Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat

dengan aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal

dan menyempit karena penumpukan lemak di dalam pembuluh darah.

Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena

berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam

jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan

berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita

DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer


22

tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai

berkurang. DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika

intima (hiperplasia membran basalis arteri) pembuluh darah besar dan

kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis

yang mengakibatkan ulkus diabetikum Peningkatan HbA1C menyebabkan

deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu,

sehingga

terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen

mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus.

Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit

meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan

memudahkan terbentuknya trombus (gumpalan darah) pada dinding

pembuluh darah yang akan mengganggu aliran darah ke ujung kaki


23

6. Pathway

Gambar 2.1 pathway


24

7. penatalaksanaan

a. Pencegahan Primer

Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus

selalu dilakukan setiap saat. Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan

tingkat risiko dengan melakukan pemeriksaan dini setiap ada luka pada

kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2 dan

5) perlu sepatu/alas kaki khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada

kaki (Ronald,2017).

b. Pencegahan Sekunder

Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik Kerjasama

multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal harus ditangani dengan

baik dan dikelola bersama, meliputi: Wound control, Microbiological

control-infection control, Mechanical controlpressure control,

Educational control (Ronald,2017).

C. Tinjauan Tentang perawatan luka modern

1. Pengertian Luka

Definisi luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera

atau pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,

sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan (Ronald, 2015)

a. Berdasarkan sifat abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi,

puncture, sepsis, dan lain-lain klasifikasi berdasarkan struktur lapisan

kulit, meliputi: superfi sial, yang melibatkan lapisan epidermis partial

thickness yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis dan full


25

thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia, dan

bahkan sampai ke tulang.

b. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga,

yaitu :

1) Penyembuhan primer

Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada

jaringan yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi.

Penyembuhan luka berlangsung dari internal ke eksternal

2) Penyembuhan sekunder

Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan berlangsung

mulai dari pembentukan jaringan granulasi di dasar luka dan

sekitarnya

3) Delayed primary healing (tertiary healing)

Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi,

diperlukan penutupan luka secara manual.

c. Berdasarkan lama penyembuhan

Bisa dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika

penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu, sedangkan luka kronis adalah

segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam jangka lebih

dari 4-6 minggu Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses

penyembuhan berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal,

tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika penyembuhan terlambat

(delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi


26

2. Proses penyembuhan luka

Menurut (Ronald, 2015) luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik yang

dapat terjadi tumpang tindih fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase,

yaitu :

a. Fase inflamasi

1) Hari ke-0 sampai 5

2) Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk

mencegah kehilangan darah

3) Karakteristik yaitu tumor, rubor, dolor, color, functio laesa

4) Fase awal terjadi hemostasis

5) Fase akhir terjadi fagositosis

6) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi

b. Fase proliferasi atau epitelisasi

1) Hari ke-3 sampai 14

2) Disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan jaringan

granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat

3) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inflamasi,

pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat

4) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan

lapisan epidermis pada tepian luka

5) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi

c. Fase maturasi atau remodelling

1) Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun


27

2) Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan

kekuatan

3) jaringan (tensile strength)

4) Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan

jaringan sebelumnya

5) Pengurangan bertahap aktivitas seluler dan vaskulerisasi jaringan yang

mengalami perbaikan

3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

a. Status imunologi atau kekebalan tubuh

Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks, terdiri

dari serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk memperbaiki

jaringan yang terluka. Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses ini tidak

hanya untuk mengenali dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga

untuk proses regenerasi sel (Ronald, 2015).

b. Kadar gula darah

Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada

penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk

ke dalam sel akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori tubuh (Ronald,

2015).

c. Rehidrasi dan pencucian luka

Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka jumlah bakteri di

dalam luka akan berkurang sehingga, jumlah eksudat yang dihasilkan

bakteri akan berkurang (Ronald, 2015).


28

d. Nutrisi

Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka.

Misalnya vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A

meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan

proliferasi sel. Semua nutrisi termasuk :protein, karbohidrat, lemak,

vitamin, dan mineral baik melalui dukungan parenteral maupun enteral,

sangat dibutuhkan malnutrisi menyebabkan berbagai perubahan metabolik

yang mempengaruhi penyembuhan luka (Ronald, 2015).

e. Kadar albumin darah

Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan

besar dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target albumin

dalam penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl .,(Ronald, 2015)

f. Suplai oksigen dan vaskulerisasi

Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif seperti

proliferasi sel pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen.

Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi hipoksia jaringan (Ronald,

2015).

g. Nyeri

Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon

glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka (Ronald,

2015).

h. Kortikosteroid

Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor pertumbuhan

dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid juga menekan


29

sistem kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat dibutuhkan dalam

penyembuhan luka (Ronald, 2015).

4. Manajemen Perawatan Luka Modern

a. Manajemen perawatan luka modern

Manajemen dan tindakan dalam perawatan luka telah berubah secara

drastis selama beberapa dekade terakhir, trend utama dalam manajemen

perawatan luka terkini adalah dengan menciptakan lingkungan dalam

kondisi lembab (moisture balance). Karena, lingkungan luka yang lembab

berguna untuk mempercepat fibrinolisis, angiogenesis, menurunkan

resiko infeksi, mempercepat pembentukan growth factor, dan

mempercepat terjadinya pembentukkan sel aktif (maryunani. 2013)

b. Tujuan manajemen luka

Menurut (Made Arsana, 2007) tujuan dari manajemen luka adalah

penutupan luka. Komponen manajemen yaitu:

1) Mengobati

2) Membuat aliran darah menjadi lancar

3) Meniadakan tekanan yang lebih pada luka

4) Perawatan luka

c. Manajemen perawatan luka diabetik

Inti dari perawatan luka diabetik adalah aktivitas pencucian luka,

debridement, dan pemilihan balutan luka yang tepat, yang masingmasing

diuraikan di bawah ini (Maryunani, 2013).


30

1) Pencucian luka

a) Pencucian luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan,

memperbaiki, mempercepat penyembuhan luka dan menghindari

kemungkinan terjadinya infeksi.

b) Tujuan pencucian luka :

(1) Membuang jaringan nekrosis

(2) Membuang cairan luka yang berlebihan

(3) Membuang sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik

tubuh pada permukaan luka

c) Pencucian luka dilakukakn setiap ganti balutan

d) Cairan pencuci luka

(1) Cairan terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah cairan

fisiologis yang non-toksik pada proses penyembuhan luka,

misalnya cairan normal salin (NaCl 0,9%)

(2) Untuk perawatan luka luka dirumah, bisa menggunakan air

matang suam-suam kuku, sesuai fisiologis cairan tubuh

(3) Bisa juga menggunakan rebusan daun jambu biji, suam suam

kuku digunakan untuk perendaman luka

(4) Hindari penggunaan Hidrogen peroksida, cairan hipokloroit,

atau cairan debridement lainnya untuk jaringan yang telah

bergranulasi dan jaringan yang sehat

(5) Penggunaan cairan povidone iodine sebaiknya hanya digunakan

saat terdapat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan

imunitas (namun, setelah itu langsung lakukan pembilasan


31

kembali dengan normal saline, karena povidone iodine yang

berkonsentrasi tinggi bisa menyebabkan toksisitas pada

kulit/luka)

(6) Penggunaan sabun dengan pH rendah pada saat pencucian luka

untuk membersihkan debris-debris yang melekat pada luka

diperkenankan dipergunakan, karena kadar pH yang sedikit

asam dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan menstimulasi

proliferasi fibroblast (Tsukada, dkk, 1992).

e) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencucian luka :

(1) Jika kondisi jaringan luka ditutupi oleh nekrotik sepenuhnya

keras atau lembut : luka dapat dibersihkan dengan

menggunakan sabun atau cairan antiseptik yang aman untuk

luka dari luar dan dalam luka.

(2) Jika kondisi jaringan luka terdapat granulasi atau epitelisasi,

maka :

(a) Hindari penggunaan antiseptik yang dapat merusak jaringan

(b) Hindari penggunaan sabun yang sifatnya mengiritasi

(c) Hindari terjadinya trauma jaringan

2) Debridement luka

a) Pengertian debridement :

(1) Debridement adalah membuang jaringan nekrosis/slough pada


luka
32

(2) Debridement adalah mengangkat jaringan nekroti, eksudat dan

sisa-sisa zat metabolik pada luka untuk perbaikan memfasilitasi

proses penyembuhan luka

b) Alasan perlunya dilakukan Debridement luka :

Debridement biasanya dilakukan untuk menghindari

terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu

berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri, jumlah

bakteri akan menurun dengan sendirinya, yang diikuti dengan

kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi, setelah

dilakukan tindakan debridement. Apabila kondisi luka masih

diselimuti oleh jaringan nekrotik, maka oksigen dan nutrisi tidak

akan masuk dengan adekuat kedalam jaringan luka, dalam hal ini,

lingkungan luka harus terbebas dari jaringan mati/nekrosis yang

dapat memicu daerah luka tersebut untuk pertumbuhan bakteri.

Dengan demikian, luka dikondisikan dalam proses penyembuhan

yang tidak ada hambatannya (hambatannya adalah jaringan

nekrosis tersebut) (Maryunani,2013).

c) Jenis-jenis Debridement luka :

(1) Debridement mekanis

Debridement mekanis adalah cara debridement dengan

menggunakan kekuatan fisik untuk mengambil jaringan

nekrotik. Tipe debridement ini cepat untuk dilakukan, namun

dapat menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada

pasien (Yunita, 2015).


33

(2) Debridement bedah

Debridement bedah sering kali disebut sebagai

debridement alat karena mnggunakan alat-alat untuk

menghilangkan jaringan mati, seperti pisau bedah atau

gunting jaringan. Jenis debridement ini memerlukan

keterampilan yang memadai (Yunita, 2015).

(3) Debridement autolitik

Merupakan debridement yang lebih lambat, namun

mudah untuk dilakukan, dan menimbulkan rasa nyeri yang

lebih sedikit bila dibandingkan dengan tipe debridement

yang lain. Luka yang lembab menghasilkan suatu enzim

yang dapat memecah jaringan mati. Oleh karena itu karena

itu luka perlu diberikan balutan yang memiliki suasana yang

lembab, luka yang lembab akan menjadikan enzim-enzim

dalam luka dapat mencerna jaringan mati (Yunita, 2015).

(4) Debridement enzim

Merupakan cara debridement dengan menggunakan

enzim yang dibuat secara kimiawi untuk dapat mencerna

jaringan mati atau dapat melonggarkan ikatan antara jaringan

yang telah mati dan hidup, contoh dari debridementt enzim

yaitu : Kolagenase bakterial, papain-urea, tripsin,

streptokinase-streptodornase

(5) Debridement biologi


34

Debridement biologi dapat dilakukan dengan

menggunakan belatung yang sudah steril. Jenis belatung

yang digunakan adalah spesies Lucia Cerrata atau Phaenica

Sericata. Belatung ini diletakkan didasar luka selama 1-4

hari. Belatung ini mensekresikan enzim proteolitik yang

dapat memecah jaringan nekrotik dan mencerna jaringan

yang sudah dipecah, sekresi dari belatung ini juga memiliki

efek anti mikrobial yang membantu dalam mencegah

pertumbuhan dan poliferasi bakteri, selain itu belatung ini

juga mensekresikan berbagai jenis sitokin dan faktor

pertumbuhan yang dapat meningkatkan oksigenasi lokal

jaringan (Yunita, 2015)

3) Pemilihan balutan luka (dressing)

1) Perbedaan penangangan luka secara tradisional dan secara modern

(Maryunani, 2013)

Tabel 2.1 Penanganan Luka secara Tradisional dan Modern


Penanganan Luka Secara Penanganan Luka Secara
Tradisional Modern
1. Penanganan luka secara 1. Penanganan luka secara
tradisional meliputi modern
penggunaan antiseptik,zat 2. Menggunakan wound
perwarna(dye),antibiotik modern woun dressing
yang biasanya diberikan terdiri hidrogel, hidrocolloid,
secara topikal, larutan absorbent dressing,
saline 0,9%, air,kassa calcium alginate, foam,
sederhana serta plester. transparent film, dan lain
2. kelemahan dari wound sebagainya.
dressing tradisional adalah 3. pada modern wound
dapat melekat pada luka dressing, hal-hal tersebut
serta menyebabkan dapat dihindari karena tidak
kerusakan dan kesakitan melekat dan tidak
35

ketika dilakukan menyebabkan kerusakan


penggantian balutan. pada luka
3. Kondisi ini akan membuat 4. Selain itu, prinsip yang perlu
luka kembali ke fase awal diingat saat ini adalah prinsip
dimana terjadi proses lembab, yaitu membuat luka
inflamasi yang kering menjadi lembab
4. Hal inilah yang seringk ali dan luka yang basah menjadi
membuat ketakutan apabila lembab
seseorang, terutama wanita 5. Dengan membuat luka
apabila akan dilakukan luka tetap
perawatan Luka maupun lembab (moist), maka di
penggantian balutan,sudah harapkan proses
membayangkan sebagai hal penyembuhan luka bisa
yang menyakitkan menjadi lebih cepat
6. Beberapa keunggulan
modern dressing
7. Sembuh lebih cepat 2-5 kali
dibanding metode
konvensional / tradisional
8. Pasien lebih nyaman karena
luka tidak bau dan bersih
9. Komplikasi infeksi lebih
kecil
10. Penggantian balutan tidak
tiap hari sehingga lebih
murah

2) Menurut Maryunani, 2013 Tujuan pemilihan jenis balutan, antara

lain untuk memilih jenis balutan, yang dapat :

(a) Mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan

lembab.

(b) Menyerap/mengabsorbsi eksuda/cairan luka yang keluar

berlebihan.

(c) Mempercepat proses penyembuhan luka.

(d) Membuang jaringan mati, dengan cara support

(e) autolysis.
36

(f) Mengendalikan terhadap resiko infeksi atau terhindar dari

kontaminasi.

(g) Nyaman digunakan oleh pasien.

(h) Menurunkan rasa sakit saat penggantian balutan. (h)

Menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan.

3) Jenis balutan berupa Topikal Therapi (Maryunani, 2013)

(a) Hidrogel

Merupakan jenis balutan topikal therapi yang dapat

membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh

sendiri (disebut ‘support autolisis debridement’.). dapat

digunakan terutama pada dasar luka yang berwarna kuning dan

hitam. Contoh Hidrogel : Duodenum hydroactive gel, Intrasite

gel, Purilon gel.

(b) Hidrocolloid

Merupakan jenis topikal therapi yang berfungsi untuk

mempertahankan luka dalam keadaan lembab, melindungi luka

dari trauma dan menghindari resiko infeksi, mampu mampu

menyerap eksudate minimal. Baik digunakan untuk luka

berwarna merah, abses atau luka yang terinfeksi, Contoh

hidrocolloid : Duoderm Extra-thin, Duoderm CGF, Comfell.

(c) Absorbent dressings

Merupakan jenis balutan, yang dapat menyerap jumlah

cairan luka paling banyak/berdaya serap tinggi dan dapat


37

digunakan oleh oleh semua dasar luka. Jenis dari absorbent

dressing yaitu : Calcium Alginate, Hidroselulosa, Foam

(d) Transparant Film

Merupakan jenis topikal therapi yang berfungsi untuk

mempertahankan luka akut atau bersih dalam keadaan lembab,

melindungi luka dari trauma dan menghindari resiko infeksi.

Kontradiksi topical ini adalah pada luka dengan eksudat banyak

dan sinus, Contoh Transparant Film : Tegaderm, Opsite,

Fixomul Tranparent.

(e) Dressing ‘Hidrofobik

Merupakan balutan jenis antimikrobial, disebut hidrofobik

karena ektivitas balutan ini didasari oleh interaksi hidrofobik.

Dimana bakteri pada luka juga memiliki karakteristik yang

sama, yaitu hidrofob sehingga secara fisika bakteri akan terikat

dengan balutan ini, Bentuk dari balutan Hidrofobik : Lembaran,

tupfer, rope

(f) Zincsidazole (Zinc cream)

Merupakan jenis topical therapi yang terbuat dari bahan

zinc dan metronidazole, berupa racikan paten buatan suatu

rumah sakit, bentuknya berupa pasta dan salep.

1. Batasan prosedur

a. Asuhan keperawatan pada studi kasus ini adalah proses atau rangkaian

kegiatan pada praktik keperawatan yang di berikan secara langsung


38

kepada pasien dengan ulkus diabetik di mulai dari tahap pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

b. Perawatan luka modern yaitu metode untuk mempertahankan

kelembaban luka dengan menggunakan balutan tertutup penahan

kelembapan sehingga penyembuhan luka dan granulasi jaringan dapat

terjadi secara alami. Di mulai dengan wound bed preparation

menggunakan metode TIME untuk untuk mendapatkan jaringan sehat

berwarna merah. TIME merupakan singkatan dar

1) Tissue adalah Tissue management dengan debridement jaringan

nekrotik untuk menjadikan dasar luka sehat berwarna merah (Red

Yellow Black)

2) Infection/Inflamasi adalah pengendalian infeksi dengan PHMB

antiseptik pencuci luka dan antimicrobal dressing untuk

mengkontrol infeksinya

3) Moisture adalah moisture balance dengan absorb dressing untuk

menyerap eksudat, atau melakukan hidrasi untuk luka yang kering

sehingga didapatkan keseimbangan kelembapan

4) Edge of Wound dengan mengevaluasi epitalisasi pada tepi luka,

tepi luka yang keras dan kering akan menghambat proses

epitalisasidalam penyebuhan luka, sehingga tepi luka harus

disiapkan sejak dini,luka yang sehat ditandai dengan adanya

epitalisasi pada tepi luka, bila dalam 2-4 minggu tidak ada

kemajuan tepi luka dilakuakan reassessment untuk TIME


39

c. Ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetes

melitus yang sudah mengalami infeksi dan nekrotik

2. Prosedur tindakan

1.1 Prosedur Tindakan Perawatan Luka


Pengertian Perawatan luka adalah melakukan tindakan
perawatan terhadap luka, mengganti balutan
dan membersihkan luka
Tujuan 1. Mencegah infeksi
2. Membantu penyembuhan luka
3. Meningkatkan harga diri klien
Alat dan bahan 1. 2 buah pinset anatomi
2. 2 buah pinset chirugis
3. Gunting jaringan
4. Kassa steril
6. 1 pasang sarung tangan bersih 1 pasang
sarung tangan steril
7. Kassa gulung
8. Plester
9. Bak instrument
10. Dressing/balutan luka seperti, film dressing,
calcium alginate (tergantung jenis luka)
11. Air bersih/air mengalir
12. Sabun dengan PH rendah
5. Kantong plastik

Prosedur A. Tahap Pra Interaksi


pelaksanaan 1. Melakukan verifikasi program terapi
2. Mencuci tangan
3. Memakai sarung tangan bersih
4. Menempatkan alat kedekat pasien
B. Tahap Orientasi
1. Megucapkan salam dan menyapa klien
2. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
yang akan dilakukan pada klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan
4. Memberi kesempatan bertanya pada
klien sebelum tindakan
C. Tahap Kerja
40

1. Menjaga privasi klien


2. Buka balutan luka klien, sebelumnya
basahi dulu plester atau hipafix dengan
air agar mudah dilepas
3. Masukan balutan bekas pakai kedalam
kantong plastik
4. Cuci luka menggunakan air yang
mengalir dan sabun PH rendah, serta
bersihkan luka sampai bagian yang
berlubang agar debris debris yang ada
didalamnya terangkat
5. Observasi keadaan luka klien, jenis luka,
adanya pus atau tidak dan kedalaman
luka
6. Buang jaringan yang sudah membusuk
(bila ada) menggunakan gunting
jaringan, pinset cirugis, dan pinset
anatomis
7. Ganti sarung tangan bersih dengan
sarung tangan steril
8. Berikan obat luka atau zinc cream (jike
ada)
9. Tutup menggunakan balutan hidrocoloid
atau hidrofobik
10. Lakukan pembalutan akhir dengan kassa
yang cukup tebal agar dapat menampung
11. eksudat minimal dan fiksasi
menggunakan kassa gulung
12. Lakukan masase bagian atas luka
D. Tahap Terminasi
1. Bereskan peralatan
2. Sampaikan kepada pasien bahwa tindakan
telah selesai
3. Sampaikan terima kasih
4. Lepas sarung tangan
5. Cuci tangan
6. Dan pendokumentasian
41

D. Konsep asuhan keperawatan ulkus diabetik

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2011)

Pengkajian terhadap pasien ulkus diabetik meliputi, identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial (ismail, 2014)

a. Identitas (identitas klien dan penanggung jawab)

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,

tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis

b. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka

serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya

c. Riwayat keluhan utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang

menurun, adanya luka yang tidak sembuh dan berbau, dan adanya nyeri

pada luka

d. Riwayat kesehatan dahulu

Merupakan pertanyaan tentang penyakit yang sebelumnya pernah

diderita dan memungkinkan berpengaruh pada kesehatan sekarang serta

riwayat penyakit Diabetes Melitus, atau penyakit penyakit lain yang ada
42

kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pangkreas.

Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas maupun arterosklerosis,

tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa

digunakan oleh penderita

e. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota

keluarga yang juga menderita penyakit Diabetes melitus atau penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misalya

hipertensi, jantung.

f. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyait penderita.

g. Pola kegiatan sehari hari

1) Pola persepsi kesehatan : pada pasien dengan ulkus diabetik terjadi

perubahan persepsi kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang

dampak ulkus diabetik dibentuk sehingga menimbulkan persepsi yang

negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi

prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu

adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien

2) Pola nutrisi dan metabolisme : akibat produksi insulin tidak adekuat

atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat

dipertahankan sehingga menimbulkan sering kencing, banyak makan,

banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan


43

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan

metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita

3) Pola eliminasi : adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya

diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri)

dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosaria). Pada eliminasi alvi

relatif tidak ada gangguan

4) Pola aktivitas dan latihan : adanya ulkus diabetik dan kelemahan otot

pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mau melaksanakan

aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami

kelelahan

5) Pola tidur dan istirahat : adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan

situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan

istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu penderita

mengalami perubahan

6) Pola sensori dan kognitif : pasien dengan ulkus diabetik cenderung

mengalami neuropati sehingga tidak peka dengan adanya trauma

7) Pola persepsi dan kosep diri : adanya perubahan fungsi dan struktur

tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada

gambar diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan,

banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien

mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self

esteem)

8) Pola reproduksi dan seksual : angiopati dapat terjadi pada sistem

pembuluh darah diorgan reproduksi sehingga menyebabkan pasien


44

mengalami kecemasan dan gangguan potensi seks , gangguan kualitas

maupun ekresi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi dan

orgasme

9) Pola mekanisme stres dan koping : lamanya waktu perawatan,

perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena

ketergantungan menyebabkan reaksi patologis yang negatif berupa

marah, kecemasan, mudah tersinggung dapat menyebabkan penderita

tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif atau

adaptif

10) Pola hubungan dan peran : ulkus diabetik yang sukar sembuh dan

berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan

11) Pola keyakinan dan spiritual : adanya perubahan status kesehatan dan

penurunan fungi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat

penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola

ibadah penderita

h. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi

badan, berat badan, dan tanda tanda vital;

2) Sistem pernapasan

Pada penderita diabetes melitus mudah terjadi infeksi seperti

sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada

3) Sistem kardiovaskuler
45

Perfusi jaringan menurun , nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia dan kardio megalis

4) Sistem pencernaan

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,

obesitas

5) Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi

badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya ulkus diabetik pada

ekstremitas

6) Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas

luka, kelembapan didaerah sekitar dan ganggren.

7) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parathesia, anastesia, letargi,

mengantuk, refleks lambat, kacau mental, disorientasi

2. Diagnosa

a. Pengertian

Diagnosa keperawatan adalah merupakan sebuah label singkat yang

menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dalam praktik.

(Nursalam, 2011).

b. Diagnosa keperawatan Ulkus Diabetik secara teori menurut (Judith M.

Wilkinson 2012).
46

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /

menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi

pembuluh darah.

2. kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi

3. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik

4. Resiko infeksi

5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif


3. Intervensi keperawatan

Tabel 2.2 Intevensi Keperawatan Ulkus Diabetik


No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan
hasil
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC NIC
perifer (00204) 1. Circulation status Menejemen sensasi perifer
Definisi : penurunan sirkulasi 2. Tissue perfusion : 1. Monitor adanya daerah
darah ke perifer yang dapat cerebral tertentu yang hanya peka
mengganggu kesehatan Kriteria hasil terhadap
Batasan karakteristik Mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tumpul
1. Tidak ada nadi status 2. Monitor adanya paretese
2. Perubahan fungsi motorik sirkulasi yang ditandai 3. Instruksikan keluarga
3. Peribahan karakteristik kulit dengan untuk mengobservasi kulit
(warna, elastisitas, rambut, 1. Tekanan sistol dan jika ada lesi atau laserasi
kelembapan, kuku, sensasi, diastol dalam rentang 4. Gunakan sarung tangan
suhu) yang untuk proteksi
4. Indeks angkel-brakhial <0,90 diharapkan 5. Batasi gerakan pada
5. Perubahan tekanan darah di 2. Tidak ada kepala, leher, dan
ekstremitas ortostatik punggung
6. CRT >3 detik hipertensi 6. Monitor kemampuan BAB
7. Klaudikasi 3. Tidak ada tanda 7. Kolaborasi pemberian
8. Warna tidak kembali tanda peningkatan analgetik
ditungkai saat tungkai tekanan intrakranial ( 8. Monitor adanya
diturunkan tidak lebih tromboplebitis
9. Kelambatan penyembuhan dari 15 mmHg) 9. Diskusikan
luka Mendemonstrasikan mengenai penyebab
perifer kemampuan kognitif perubahan sensasi
10. Penurunan nadi yang
11. Edema ditandai dengan
12. Nyeri diekstremitas 1. Berkomunikasi
13. Bruit femoral dengan jelas dan
14. Pemendekan jarak total yang sesuai dengan
di tempuh dalam uji berjalan kemampuan
enam menit 2. Menunjukkan
15. Pemendekan jarak bebas nyeri perhatian,
yang di tempuh dalam uji konsentrasi dan
berjalan dalam enam menit orientasi
16. Perestesia 3. Memproses
17. Warna kulit pucat saat elevasi informasi
Faktor yang berhubungan 4. Membuat keputusan
1. Kurang pengetahuan tentang dengan benar
faktor pemberat (misalnya : Mendemonstrasikan
merokok, gaya hidup fungsi sensorik
monoton, trauma, obesitas, motoricranial yang
asupan garam, imobilitas) utuh : tingkat
2. Kurang pengetahuan tentang kesadaran membaik,
proses penyakit (misalnya : tidak ada gerakan
gerakan involunter

47
48

diabetesmellitus,
hiperlipidemi)
3. diabetes melitus
4. Hipertensi
5. Gaya hidup monoton
6. Merokok

2 Kerusakan integritas jaringan NOC NIC


(00044) 1. Tissue integrity : Preassure ulcer prevention
Definisi : kerusakan jaringan skin and , mucous wound care
membran mukosa, kornea, 2. Wound healing : 1. Anjurkan pasien umtuk
integumen, atau subkutan primary and menggunakan pakaian
Batas karakteristik secondary intention yang longgar
1. Kerusakan jaringan (misalnya : Kriteria hasil 2. Jaga kulit agar tetap
kornea, membran mukosa, 1. Perfusi jaringan bersih dan kering
integumen,subkutan) normal 3. Mobilisasi pasien setiap 2
2. Kerusakan jaringan 2. Tidak ada jam sekali
Faktor yang berhubungan tanda-tanda 4. Monitor kulit akan adanya
1. Gangguan sirkulasi infeksi kemerahan
2. Iritan zat kimia 3. Ketebalan dan 5. Oleskan lotion pada
3. Defisit cairan tekstur jaringan daerah yang tertekan
4. Kelebihan cairan normal 6. Monitor aktivitas dan
5. Hambatan mobilitas fisik 4. Menunjukkan mobilisasi pasien
6. Kurang pengetahuan pemahaman dalam
7. Monitor status nutrisi
7. Faktor mekanik (misalnya : proses perbaikan
kulit dan mencegah pasien
tekanan , koyakan, robekan, 8. Observasi : luka, dimensi,
friksal) terjadinya cidera
berulang kedalaman luka, jaringan
8. Faktor nutrisi (misal : nekrotik, tanda tanda
kekurangan atau kelebihan) Menunjukkan
infeksi lokal, formasi
9. Radiasi terjadinya proses
traktus
10. Suhu ekstrem penyembuhan luka
9. Ajarkan keluarga tentang
luka dan perawatan luka
10. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian diet
TKTP
11. Lakukan tekhnik
perawatan luka dengan
steril
12. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
3 Resiko infeksi NOC NIC
(00004) 1. Immune status Kontrol infeksi
2. Knowledge : 1. Bersihkan lingkungan
infection control setelah dipakai pasien lain
49

Definisi : mengalami peningkatan 3. Risk control 2. Pertahankan teknik


resiko terserang organisme isolasi
patogenik Kriteria hasil 3. Intruksikan kepada
Faktor-faktor resiko 1. Klien bebas dari pengunjung untuk
1. Penyakit kronis tanda dan gejala mencuci tangan saat dan
a. Diabetes melitus infeksi setelah berkunjung
b. Obesitas 2. Mendeskripsikan 4. Gunakan sabun
2. Pengetahuan yang tidak penularan penyakit, mikroba untuk cuci
cukup untuk menghindari faktor yang tangan
pemanjanan patogen mempengaruhi 5. Cuci tangan sebelum
3. Pertahanan tubuh primer yang penularan serta dan sesudah tindakan
tidak adekuat penatalaksanaanny keperawatan
a. Gangguan peritalsis a 6. Gunakan APD
b. Kerusakan integritas kulit 3. Menunjukkan 7. Pertahankan
( pemasangan IV kateter) kemampuan untuk lingkungan aseptik
c. Perubahan sekresi PH mencegah selama pemasangan alat
d. Penurunan kerja siliaris timbulnya infeksi 8. Tingkatkan intake
e. Pecah ketuban dini 4. Jumlah leukosit nutrisi
f. Pecah ketuban lama dalam batas normal 9. Berikan teraphy
g. Merokok 5. Menunjukkan antibiotik
h. Statis cairan tubuh perilaku hidup 10. Monitor tanda dan
i. Trauma jaringan sehat gejala infeksi sistemik
(misalnya : trauma lokal
destruksi jaringan 11. Monitor granulosit
4. Ketidak adekuatan pertahanan WCB
sekunder 12. Monitor kerentanan
a. Penurunan hemoglobin terhadap infeksi
b. Imunosupresi
13. Batasi pengunjung
(misalnya : imunitas
14. Pertahankan teknik
didapat tidak adekuat,
asepsis pada pasien yang
antibody monoklonal,
beresiko
imunomudulator)
15. Berikan perawatan
c. Supresi respon inflamasi kulit pada bagian yang
5. Vaksinasi tidak adekuat epidema
6. Pemajanan terhadap patogen 16. Inspeksi kondisi luka
7. Wabah 17. Dorong masukan
8. Prosedur invasif nutrisi yang cukup
9. Malnutrisi 18. Dorong masukan
cairan
19. Dorong istirahat
20. Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
21. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
50

22. Laporkan kecurigaan


infeksi
23. Laporkan kultur
positif
4 Nyeri akut NOC NIC
00132 1. Pain level Pain management
Definisi : pengalaman sensori dan 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
emosioal dan tidak 3. Comfort level nyeri secara komprhensif
menyenangkan yang muncul termasuk lokasi.
akibat kerusakan jaringan yang Kriteria hasil Karakteristik, durasi,
aktual atau potensial atau 1. Mampu frekuensi, kualitas, dan
digambarkan dalam hal kerusakan mengontrol faktor presipitasi
sedemikian rupa nyeri (tahu 2. Observasi reaksi
(international association for the penyebab nyeri, nonverbal dari
study of pain) : awitan yang tiba mampu ketidaknyamanan
tiba atau lambat dari intensitas menggunakan 3. Gunakan teknik
ringan hingga berat dengan akhir tekhnik komunikasi terapeutik
yang dapat di antisipasi atau farmakologi untuk mengetahui
diprediksi atau berlangsung <6 untuk pengalaman nyeri pasien
bulan. mengurangi 4. Kaji kultur yang
Batasan karakteristik nyeri, mencari mempegaruhi respon nyeri
1. Perubahan selera makan bantuan) 5. Evaluasi pengalaman
2. Perubahan tekanan darah 2. Melaporkan nyeri masa lampau
3. Perubahan frekwensi jantung bahwa nyeri 6. Evaluasi bersama pasien
4. Perubahan frekwensi berkurang dan tim kesehata yang lain
pernapasan dengan tentang ketidakefektifan
5. Laporan isyarat menggunakan kontol nyeri masa lampau
6. Diaforesis manajemen 7. Bantu pasien dan keluarga
7. Perilaku distraksi (misalnya : nyeri untuk mencari dan
berjalan mondar madir 3. Mampu menemukan dukungan
mencari orang lain atau mengenali skala 8. Kontrol lingkungan yang
aktivitas yag berulang nyeri , dapat mempengaruhi nyeri
8. Mengekspresikan perilaku intensitas, seperti suhu ruangan,
(misalnya gelisah, mere ngek, frekuensi dan pencahayaan dan
menagis) tanda nyeri kebisingan
9. Masker wajah (misalnya : 4. Menyatakan 9. Kurangi faktor presipitasi
mata kurang bercahaya, rasa nyaman nyeri
tampak kacau, gerakan mata setelah nyeri 10. Pilih dan lakukan
berpencar, atau tetap pada berkurang penangan nyeri
satu fokus yaitu meringis) (farmakologi,
10. Sikap melindungi area nyeri nonfarmakologi, dan
11. Fokus menyempit (misalnya : interpersonal)
gangguan persepsi nyeri, 11. Kaji tipe dan sumber nyeri
hambatan proses berfikir, untuk menentukan
penurunan interaksi dengan intervensi
orang dan lingkungan) 12. Ajarkan tentang teknik
12. Indikasi nyeri yang dapat nonfarmakologi
diamati 13. Berikan analgetik untuk
13. Perubahan posisi untuk mengurangi nyeri
51

menghindari nyeri 14. Evaluasi keefektifan


14. Sikap tubuh melindungi kontrol nyeri
15. Dilatasi pupil 15. Tingkatkan istirahat
16. Melaporkan nyeri secara 16. Kolaborasikan dengan
verbal dokter jika ada keluhan
17. Kesulitan tidur dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri Analgesic
administration
18. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
19. Cek instruksi dokter
tentang jenis, dosis, dan
frekuensi obat
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
22. Tentuka piliha analgesik
tergatung tip dan beratnya
nyeri
23. Tentukan pilihan
analgesik, rute pemberian
dan dosis optimal
24. Pilih rut secara IV, IM
untuk pengobata nyeri
secara teratur
25. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
26. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
27. Evaluasi efektivitas
analgesik , tanda dan
gejala
5 Defisensi pengetahuan NOC NIC
(00126) 1. Knowledge : Teaching : disease
Definisi : ketiadaan atau defisiensi disease process process
informasi kognitif yang berkaitan 2. Knowledge : health 1. Berikan penilaian tentang
dengan topik tertentu behavior tingkat pengetahuan
Batasan karakteristik : Kriteria hasil pasien tentang proses
1. Perilaku hiperbola 1. Pasien dan penyakit yang spesifik
keluarga
52

2. Ketidakakuratan mengikuti menyatakan 2. Jelaskan patofisiologi dari


perintah pemahaman penyakit dan bagaimana
3. Ketidakakuratan melakuka tes tentang penyakit, hal ini berhubungan
4. Perilaku tidak tepat kondisi, prognosis dengan anatomi dan
(misalnya: dan program fisiologi, dengan cara
histeria, bermusuhan, agitasi, pengobatan yang tepat
apatis) 2. Pasien dan 3. Gambarkan tanda dam
5. Pengungkapan masalah keluarga mampu gejala yang biasa muncul
menjelaskan pada penyakit, dengan
Faktor yang berhubungan
kembali apa yang cara yang tepat
1. Keterbatasan kognitif
dijelaskan 4. Gambarkan proses
2. Salah interpretasi informasi perawat/tim penyakit dengan cara
3. Kurang pajanan kesehatan lainnya yang tepat
4. Kurang minat dalam belajar 5. Identifikasi kemungkinan
Kurang dapat mengingat penyebab, dengan cara
5. Tidak familier dengan sumber yang tepat
6. Sediakan informasi
kepada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang
tepat
7. Hindari jaminan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
dan informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan
perubahan gaya hidup
yang mungkin di
perlukan untuk
mencegah komplikasi
dimasa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan peyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan secon
opinion dengan cara yang
tepat
12. Rujuk pasien pada grup
atau agensi komunitas
lokal
13. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
53

4. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dan rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik, tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan beberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana

tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap

evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.

Tujuan adalah intervensi di evaluasi adalah hal untuk menentukan apakah

tujuan tersebut dapat di capai secara efektif (Nursalam, 2011).

Komponen evaluasi :

a. Menentukan kriteria, standart dan pertanyaan evaluasi

b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru

c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar

d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan metode pendekatan

deskriptif desain penelitian studi kasus, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan

tujuan untuk mengekplorasi suatu masalah keperawatan pasien dengan Ulkus diabetik,

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian Perawatan

Penelitian ini dilaksanakan dilaksanakan di klinik Wound Care Centre Poso.

2. Waktu penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan maret 2019 selama 2 minggu

C. Subyek Studi Kasus

Subyek penelitian pasien yang mengalami ulkus diabetik dan dilakukan

perawatan luka modern

D. Fokus Studi

Fokus tindakan dan penelitian ini adalah Penerapan Tehnik Perawatan Luka

Modern Terhadap Penyembuhan Luka Diabetik Pada Asuhan Keperawatan Pasien

Dengan Ulkus Diabetik Di Klinik Awcc Poso

E. Definisi Operasional

1. Studi kasus penerapan prosedur keperawatan :

a) Asuhan keperawatan pada studi kasus ini adalah proses atau rangkaian kegiatan

pada praktik keperawatan yang di berikan secara langsung kepada pasien dengan

ulkus diabetik di mulai dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi

dan evaluasi.

54
55

b) Perawatan luka modern yaitu metode untuk mempertahankan kelembaban luka

dengan menggunakan balutan tertutup penahan kelembapan sehingga

penyembuhan luka dan granulasi jaringan dapat terjadi secara alami. Perawatan

luka. Di mulai dengan wound bed preparation menggunakan metode TIME untuk

untuk mendapatkan jaringan sehat berwarna merah.

c) Ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetes melitus yang

sudah mengalami infeksi dan nekrotik

d) Granulasi jaringan adalah pertumbuhan jaringan baru pada luka yang ditandai

dengan luka berwarna dan pengurangan diameter serta kedalaman luka.

e) Perawatan luka modern yaitu metode untuk mempertahankan kelembaban luka

dengan menggunakan balutan tertutup penahan kelembapan sehingga

penyembuhan luka dan granulasi jaringan dapat terjadi secara alami. Perawatan

luka. Di mulai dengan wound bed preparation menggunakan metode TIME untuk

untuk mendapatkan jaringan sehat berwarna merah.

f) Ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetes melitus yang

sudah mengalami infeksi dan nekrotik

g) Granulasi jaringan adalah pertumbuhan jaringan baru pada luka yang ditandai

dengan luka berwarna dan pengurangan diameter serta kedalaman luka.

h) Perawatan luka modern yaitu metode untuk mempertahankan kelembaban luka

dengan menggunakan balutan tertutup penahan kelembapan sehingga

penyembuhan luka dan granulasi jaringan dapat terjadi secara alami. Perawatan

luka. Di mulai dengan wound bed preparation menggunakan metode TIME untuk

untuk mendapatkan jaringan sehat berwarna merah.

i) Ulkus diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetes melitus yang

sudah mengalami infeksi dan nekrotik


56

j) Granulasi jaringan adalah pertumbuhan jaringan baru pada luka yang ditandai

dengan luka berwarna dan pengurangan diameter serta kedalaman luka.

F. Cara pengumpulan data

1. Wawancara

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

3. Studi dokumentasi

G. Etika penelitian

1. Prinsip otonomy

Prinsip otonomi adalah menghormati harkat dan martabat manusia dengan

memberikan kebebasan pada partisipan untuk membuat keputusan atas dirinya sendiri

secara sadar, bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian (Strubert &

Carpenter, 2003; Polit & Hungler, 2001). Bentuk tindakan terkait dengan ini dilakukan

pemberian informed concent

2. Prinsip Beficience dan Malefeicience

Prinsip ini bertujuan untuk mencegah kerugian, ketidaknyamanan dan menjaga

kerahasiaan data partisipan (Streubert & Carpenter, 2003; Polit & Hungler, 2001).

3. Prinsip Justice

Prinsip keadilan adalah tidak membeda-bedakan partisipan satu dengan

partisipan yang lainnya (Strubert & Carpenter, 2003; Polit & Hungler, 2001; KNEPK,

2006).
BAB IV

HASIL DAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi penelitian

Penelitian ini telah dilakukan selama 2 minggu dari tanggal 16 sampai 30 mei

2019 di Klinik Aditya Wound Care Centre Poso yang merupakan satu-satunya klinik

perwatan luka modern yang berada di kabupaten poso dengan tehnik perawatan luka

modern pada luka akut dan kronis seperti luka diabetes, kanker, luka lecet, sampai luka

bakar, Klinik Aditaya Wound Care Centre Poso sudah berdiri sejak 2013 dan ini

memiliki 2 tenaga perawat profesi yang sudah tersertifikat dalam perawatan luka

modern.

B. Hasil Penelitian

1. Identitas Klien

Pengkajian dimulai pada hari minggu tanggal 16 mei 2019 pukul 16.00 WITA

di Klinik Aditya Wound Care Centre Poso Sulawesi tengah, dengan metode

wawancara kepada klien dan keluarga, observasi langsung, dan pemeriksaan fisik.

Penulis mendapat data sebagai berikut.

Klien bernama Tn.Y usia 44 tahun berjenis kelamin Laki-Laki, berstatus

menikah, agama kristem, suku Pamona dan alamat di kelurahan kauwa Tn. Y

datang berobat di klinik Aditya Wound Care Centre Poso pada tanggal 29 april

2019 dengan diagnosa Ulkus Diabetik

2. Pengkajian

a. Keluhan utama

Luka pada leher bagian belakang

57
58

b. Riwayat keluhan utama

klien masuk rumah sakit dengan diagnosa abses di area leher bagian

belakang, setelah dilakukan operasi (insisi) klien di rawat di rumah sakit

selama 3 minggu namun luka tidak kunjung sembuh dan semakin besar,

nekrotik, eksudat dalam jumlah banyak dan berbau dengan panjang luka 7 cm

dan lebar 15 cm dengan kedalaman terdapat kawah / lubang superfisial, tepi

luka jelas, tidak menyatu dengan dasar luka, terdapat jaringan nekrosis slough

yang mudah di hilangkan, luka berbau dan mengeluarkan eksudat sehingga

klien memutuskan untuk berobat ke klinik perawatan luka agar mendapat

perawatan luka modern, sejak berobat di klinik klien mendapatkan perawatan

dengan tehnik moist dressing.

c. Riwayat penyakit

Klien sudah menderita diabetes melitus dari tahun 2010 dan selama sakit

klien sudah mengonsumsi obat metformin dan pada tahun 2019 Klien

mengalami ulkus diabetik diarea leher bagian belakang dan dirawat selama 3

minggu di rumah sakit, klien mengatakan di keluarga tidak ada yang menderita

penyakit diabetes dan penyakit keturunan lainya.

d. Pemeriksaan pola fungsi pada Tn.Y dilakukan melalui metode wawancara

langsung pada klien dan didapatkan hasil, persepsi kesehatan klien mengatakan

jika klien sakit klien akan pergi ketempat pelayanan kesehatan

1) Pola nutrisi pada Tn.Y didapatkan hasil sebelum sakit biasa makan 4-6 kali

sehari dan habis satu porsi, Klien sudah mengetahui kalau menderita DM,

namun klien kurang mengetahui cara perawatan untuk penyakitnya. Selama


59

sakit klien Mengalami penurunan nafsu makan. Klien makan 3 kali sehari

.dan berat badan klien selama satu tahun terakhir terus mengalami

penurunan ±10kg

2) Pola eliminasi urin pada Tn.Y sebelum sakit berkisar hingga 4-5 kali dalam

sehari. Sedangkan pada eliminasi fecal didapatkan hasil klien mengatakan

pada saat sehat adalah 2-3 kali sehari dengan konsentrasi padat dan warna

cokelat, pada saat sakit klien mengatakan buang air besar 2 hari sekali

dengan konsentrasi padat dan berwarna cokelat.

3) Pola aktivitas pada Tn,Y didapatkan hasil klien mengatakan pada saat

sehat klien bekerja sebagai petani dari pukul 08.00 sampai dengan pukul

13.00, Klien mengatakan bisa melakukan semua aktifitas secara mandiri

namun pada saat sakit, Klien memerlukan bantuan untuk melakukan

kegiatan.

4) Pola istirahat dan tidur pada Tn.Y didapatkan hasil klien mengatakan pada

saat sehat diwaktu malam hari 6 sampai 8 jam dalam sehari namun pada

saat sakit berkurang menjadi 4-5 jam karena sering terbangun tengah

malam karena merasa tidak nyaman dan sulit untuk tidur kembali

5) Data psikologi klien mengatakan tidak suka memikirkan apa yang orang

bicarakan tentang dirinya dan lebih mimilih untuk tidak menghiraukanya,

data sosiologis klien mengatakan mampu berhubungan dan berkomunikasi

dengan peneliti tanpa ada rasa sungkan dan malu terhadap penyakit yang

dideritanya, data seksual klien menikah hanya satu kali, dengan istrinya

klien mempunyai satu orang anak, klien merasa senang dan bahagia karena

istri dan anaknya selalu mensupportnya, data spiritual klien taat beribadah
60

saat sakitpun klien masih melaksanakan ibadah di gereja dan meyakini

apapun penderitaannya tuhan yang maha mengatur segalanya.

e. Pemeriksaan fisik pada Tn.Ydidapatkan hasil kesadaran composmentis ,

keadaan umum klien sedang dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda

vital didapatkan hasil TD : 130/80 mmHg, Suhu : 36.4 c, Nadi : 80 kali/menit

dan pernapasan 20 kali/menit, pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada

Tn.T melakukan metode persistem dan didapatkan hasil sebagai berikut:

1) Sistem Kardiovaskuler didapatkan bunyi jantung reguler,ictus kordis tidak

tampak, TD:130/80, Nadi:80x/m, CRT <2 detik

2) Sistem pencernaan didapatkan polidipsi, polifagia dan penurunan berat

badan selama 1 tahun terakhir.

3) pada Sistem pernafasan di dapatkan hasil suara napas Vasikuler, RR:20x/m,

tidak terdapat suara napas tambahan,tidak ada retraksi dinding dada.

4) Sistem musculoskeletal klien mudah kelelahan

5) Sistem integumen didapatkan terdapat ulkus diabetik grade 2 pada leher

bagian belakang, kulit sekitar luka berwarna ungu kehitaman, luka

berwarna merah, keadaan luka lembab, berbau, eksudat dalam jumlah yang

banyak, ukuran luka panjang 6 cm dan lebar 13cm dengan kedalaman 2

mm.

6) Sistem Perkemihan di dapatkan hasil Poliuri

f. Pemeriksaan penunjang didapatkan hasil gula darah puasa pada Tn.Y 233

mg/dl pada tanggal 16 Mei 2019

g. Bahan perawatan luka yang di berikan pada Tn.Y adalah Metcovazin,Calcium

alginate, Biocleaner,Sterobac
61

3. Analisa data

Tabel 3.1 Analisa Data

No Analisa Data Penyebab Masalah


1 DS: Nekrotik jaringan Kerusakan
1. Klien mengatakan memiliki intregitas jaringan
luka diabetes yang tidak
kunjung sembuh pada area
leher bagian belakang
2. Klien mengeluh luka berbau
3. Klien mengeluh luka
mengeluarkan cairan nanah
dalam jumlah yang banyak
Do :
1. Terdapat ulkus diabetik
pada area leher bagian
belakang
2. Keadaan luka lembab dan
berbau
3. Eksudat dalam jumlah yang
banyak
4. Ukuran luka panjang : 6 cm,
lebar : 13 cm, kedalaman: 2
mm
5. Kulit sekeliling luka tampak
ungu kehitaman
6. Terdapat jaringan nekrotik
berwarna kuning pada luka
2 Faktor resiko Resiko
1. Asupan diet ketidakstabilan
2. Kurangnya pengetahuan glukosa darah
tentang rencana
penatalaksanaan/ rencana
tindakan diabetes
3. Penurunan berat badan
4. Pemantauan glukosa yang
tidak adekuat
5. Tidak mematuhi rencana
penatalaksanaan
62

4. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn.Y adalah:

a. kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrotik jaringan. ditandai

dengan:

Data Subjektif:

1) Klien mengeluh memiliki luka diabetes yang tidak kunjung sembuh pada area

leher bagian belakang

2) Klien mengeluh luka berbau

3) Klien mengeluh luka mengeluarkan cairan nanah dalam jumlah yang banyak.

Data Objektif:

1) Terdapat ulkus diabetik pada area leher bagian belakang

2) Keadaan luka lembab dan berbau

3) Eksudat dalam jumlah yang banyak

4) Ukuran luka panjang : 13 cm, lebar : 6 cm, kedalaman: 2 mm

5) Kulit sekeliling luka tampak ungu kehitaman

6) Terdapat jaringan nekrotik berwarna kuning pada luka

b. Resiko ketidakstabilan glukosa darah

Faktor resiko:

1. Asupan diet

2. Kurangnya pengetahuan tentang rencana penatalaksanaan/ rencana tindakan

diabetes

3. Penurunan berat badan

4. Pemantauan glukosa yang tidak adekuat

5. Tidak mematuhi rencana penatalaksanaan


63

5. Intervensi Keperawatan

Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1. Angkat balutan


jaringan tindakan dan plester perekat
berhubungan dengan keperawatan 2. Monitor
nekrotik jaringan selama 2 minggu karakteristik luka
ditandai dengan diharapkan termasuk warna,
Ds: masalah kerusakan dan bau
1. Klien mengeluh integritas jaringan 3. Ukur luas luka
memiliki luka dapat teratasi 4. Singkirkan benda-
diabetes yang tidak dengan kriteria benda asing yang
kunjung sembuh hasil : terdapat pada luka
pada area leher 1. Menunjukkan dengan
bagian belakang terjadinya proses menggunakan air
2. Klien mengeluh penyembuhan luka mengalir dan
luka berbau 2. Eksudat dan bau sterobac dan sabun
3. Klien mengeluh berkurang/hilang dengan PH rendah
luka mengeluarkan 3. Terjadi proses 5. Berikan topikal
cairan nanah dalam granulasi dan terapi yang sesuai
jumlah yang banyak epitelisasi dengan luka
Do : 6. Berikan balutan
1. Terdapat ulkus primer yang sesuai
diabetik pada area dengan jenis luka
leher bagian 7. Berikan balutan
belakang sekunder yang
2. Keadaan luka sesuai dengan
lembab dan berbau jumlah eksudat
3. Eksudat dalam 8. Fiksasi
jumlah yang menggunakan
banyak kassa dan plester
4. Ukuran luka non alergi
panjang : 6 cm, 9. Lakukan masase
lebar : 13 cm, ringan pada kulit
kedalaman: 2 mm dibagian atas luka
5. Kulit sekeliling
luka tampak ungu
kehitaman
6. Terdapat jaringan
nekrotik berwarna
kuning pada luka
2 Resiko ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen diri
glukosa darah tindakan (glukosa)
keperawatan
64

Faktor Resiko: selama 2 minggu di 1. Kaji faktor yang


1. Asupan diet harapkan Faktor dapat
resiko dapat meningkatkan
2. Kurangnya terkendali di risiko
buktikan dengan: ketidakseimbangan
pengetahuan tentang 1. Diet sehat glukosa
2. Mematuhi 2. Pantau kadar
rencana regimen yang glukosa
tepat untuk 3. Pantau tanda dan
penatalaksanaan/ pemantauan gejala
kadar glukosa hiperglikemi
rencana tindakan darah 4. Beri informasi
3. Pengetahuan mengenai
diabetes diabetes yang penerapan diet dan
mendalam latihan fisik untuk
3. Penurunan berat 4. Perilaku kesimbangan
memperthankan kadar glukosa
badan berat badan 5. Beri informasi
5. Tidak ada mengenai
4. Pemantauan glukosa penyimpangan pemantauan secara
kadar glukosa mandiri kadar
yang tidak adekuat glukosa darah

5. Tidak mematuhi

rencana

penatalaksanaan
65

6. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.3 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan pada Tn.Y

Hari dan Implementasi Evaluasi


Tanggal
Kamis, 16 1. Pukul 16.30 WITA S:
Mei 2019 mengangkat balutan dan Klien mengatakan tidak
Dx-I plester perekat merasakan apa apa saat
hasil : klien mengatakan penggatian perban
tidak merasakan apa apa, O:
respon objektif saat 1. Saat penggantian perban
pengangkatan balutan tidak terjadi perdarahan
terdapat pengeluaran pus dan
2. Kulit sekitar luka
saat dilakukan pengangkatan
berwarna ungu
plester perekat tidak terjadi kehitaman
perdarahan
3. Luka berbau
2. Pukul 16.32 WITA
4. Terdapat jaringan
memonitor karakteristik luka
nerotik berwarna
termasuk warna, dan bau
kekuningan pada luka
hasil : kulit sekitar luka
5. Eksudat dalam jumlah
berwarna ungu kehitaman,
banyak
berbau, nekrotik, eksudat
6. Luka lembab
dalam jumlah banyak, luka
7. Panjang luka 6 cm, lebar
lembab
13 cm, kedalaman 2 mm
3. Pukul 16.35 WITA
A : Masalah belum teratasi
mengukur luas luka : panjang
luka 6 cm, lebar 13 cm, P : Pertahankan
kedalaman 2 mm intervensi1,2,3,4,5,6,7,8,9
4. Pukul 16.40 WITA
menyingkirkan benda asing
seperti eksudat dengan cara
mencuci menggunakan air
yang mengalir dan sterobac
dan dicuci menggunakan
sabun dengan PH yang
rendah yaitu biocleaner
5. Pukul 16.45 WITA
Memberikan topikal terapi
yang sesuai dengan kondisi
luka yaitu salep metcovazine
6. Pukul 16.50 WITA
memberikan balutan primer
yang sesuai dengan jenis luka
yaitu calcium alginate
7. Pukul 16.53 WITA
memberikan balutan sekunder
66

yang sesuai dengan jumlah


eksudat yaitu menggunakan
cutisorb
8. Pukul 16.55 WITA ditutup
menggunakan kassa steril dan
difiksasi menggunakan
plester non alergi
9. Pukul 16.57 WITA
Melakukan masase ringan
pada kulit dibagian atas luka

Kamis, 16 1. Pukul 17.00 WITA S:


Mei 2019 Mengkaji faktor yang dapat 1. Klien mengatakan
Dx-II meningkatkan risiko akan mengurangi
ketidakseimbangan glukosa mengkonsumsi
2. Pukul 17.05 WITA mekanan yang manis-
Pemeriksaan glukosa manis
3. Pukul 17.07 2. Pasien mengatakan
Memantau tanda dan gejala akan melakukan
hiperglikemi pemeriksaan glukosa
4. Pukul 17.09 darah di puskesmas
Memberi informasi mengenai secara rutin
penerapan diet dan latihan fisik 3. Pasien mengatakan
untuk kesimbangan kadar sering merasa haus
glukosa (banyak makan sayur 4. Pasien mengatakan
dan buah dan kurangi mkan akan melakukan diet
makanan berkarbohidrat glukosa
seperti nasi) O:
5. Pukul 17.15 1. Glukosa darah 233
Memberi informasi mengenai mg/dl
pemantauan secara mandiri A:
kadar glukosa darah Masalah teratasi
P:
Hentikan intervensi

Sabtu,18 1. Pukul 07.30 WITA S:


mei 2019 mengangkat balutan dan Klien mengatakan tidak
Dx-I plester perekat hasil : merasakan apa apa saat
klien mengatakan tidak penggatian perban
merasakan apa apa, respon O:
objektif saat pengangkatan 1. Saat penggantian
balutan terdapat pengeluaran perban tidak terjadi
pus dan saat dilakukan perdarahan
pengangkatan plester perekat 2. Kulit sekitar luka
tidak terjadi perdarahan berwarna ungu
2. Pukul 07.32 WITA kehitaman
memonitor karakteristik luka 3. Luka berbau
67

termasuk warna, dan bau 4. Eksudat dalam jumlah


hasil : kulit sekitar luka banyak
berwarna ungu kehitaman, 5. Luka Lembab
berbau, nekrotik berkurang, 6. Panjang luka 6 cm,
eksudat dalam jumlah lebar 13 cm, kedalaman
banyak, luka lembab 2 mm
3. Pukul 07.35 WITA A : Masalah belum teratasi
mengukur luas luka yaitu: P : Pertahankan
panjang luka 6 cm, lebar 13 intervensi1,2,3,4,5,6,7,8,9
cm, kedalaman 2 mm
4. Pukul 07.40 WITA
menyingkirkan benda asing
seperti eksudat dengan cara
mencuci menggunakan air
yang mengalir dan sterobac
dan dicuci menggunakan
sabun dengan PH yang
rendah yaitu biocleaner
5. Pukul 07.44 WITA
mengoleskan topikal terapi
sesuai dengan kondisi luka
yaitu menggunakan
metcovazine
6. Pukul 07.47 WITA
memberikan balutan primer
yang sesuai dengan jenis luka
yaitu calcium alginate
7. Pukul 07.50 WITA
memberikan balutan sekunder
yang sesuai dengan jumlah
eksudat yaitu menggunakan
cutisorb
8. Pukul 07.55 WITA tutup
menggunakan kasa steril dan
difiksasi menggunakan elastis
perban
9. Pukul 08.00 WITA
Melakukan masase ringan
pada kulit dibagian atas luka

Senin, 20 1. Pukul 17.00 WITA S:


mei 2019 mengangkat balutan dan Klien mengatakan tidak
plester perekat merasakan apa apa saat
hasil : klien mengatakan penggatian perban
tidak merasakan apa apa, O:
respon objektif saat
68

pengangkatan balutan 1. Saat penggantian perban


terdapat pengeluaran pus dan tidak terjadi perdarahan
saat dilakukan pengangkatan 2. Kulit sekitar luka
plester perekat tidak terjadi berwarna ungu
perdarahan kehitaman
2. Pukul 17.02 WITA 3. Bau berkurang
memonitor karakteristik luka 4. jaringan nerotik
termasuk warna, dan bau berkurang
hasil : kulit sekitar luka 5. Eksudat dalam jumlah
berwarna ungu kehitaman, sedang
berbau, nekrotik, eksudat 6. Luka lembab
dalam jumlah banyak, luka 7. Panjang luka 5.5 cm,
lembab lebar 12 cm, kedalaman
3. Pukul 17.05 WITA 1.5 mm
mengukur luas luka yaitu: A : Masalah belum teratasi
panjang luka 5.5 cm, lebar 12 P : Pertahankan intervensi
cm, kedalaman 1.5 mm 1,2,3,4,5,6,7,8,9
4. Pukul 17.08 WITA
menyingkirkan benda asing
seperti eksudat dengan cara
mencuci menggunakan air
yang mengalir dan sterobac
dan dicuci menggunakan
sabun dengan PH yang
rendah yaitu biocleaner
5. Pukul 17.10 WITA
Memberikan topikal terapi
yang sesuai dengan kondisi
luka yaitu salep metcovazine
6. Pukul 16.50 WITA
memberikan balutan primer
yang sesuai dengan jenis luka
yaitu calcium alginate
7. Pukul 16.53 WITA
memberikan balutan sekunder
yang sesuai dengan jumlah
eksudat yaitu menggunakan
cutisorb
8. Pukul 16.55 WITA ditutup
menggunakan kassa steril dan
difiksasi menggunakan
plester non alergi
9. Pukul 16.57 WITA
Melakukan masase ringan
pada kulit dibagian atas luka
69

Rabu,22 1. Pukul 16.30 WITA S:


mei 2019 mengangkat balutan dan Klien mengatakan tidak
plester perekat merasakan apa apa saat
hasil : klien mengatakan penggatian perban
tidak merasakan apa apa, O:
respon objektif saat 1. Saat penggantian
pengangkatan balutan perban tidak terjadi
terdapat pengeluaran pus dan perdarahan
saat dilakukan pengangkatan 2. Kulit sekitar luka
plester perekat tidak terjadi berwarna ungu
perdarahan kehitaman
2. Pukul 16.32 WITA 3. Bau berkurang
memonitor karakteristik luka 4. jaringan nerotik
termasuk warna, dan bau berkurang
hasil : kulit sekitar luka 5. Eksudat dalam
berwarna ungu kehitaman, jumlah sedang
berbau, nekrotik, eksudat 6. Luka mulai
dalam jumlah sedang, luka berepitelisasi
lembab 7. Luka lembab
3. Pukul 16.35 WITA 8. Panjang luka 5.5
mengukur luas luka yaitu: cm, lebar 12 cm,
panjang luka 5.5 cm, lebar 12 kedalaman 1.5 mm
cm, kedalaman 1.2 mm A : Masalah belum teratasi
4. Pukul 16.40 WITA P : Pertahankan intervensi
menyingkirkan benda asing 1,2,3,4,5,6,7,8,9
seperti eksudat dengan cara
mencuci menggunakan air
yang mengalir dan sterobac
dan dicuci menggunakan
sabun dengan PH yang
rendah yaitu biocleaner
5. Pukul 16.45 WITA
Memberikan topikal terapi
yang sesuai dengan kondisi
luka yaitu salep metcovazine
6. Pukul 16.50 WITA
memberikan balutan primer
yang sesuai dengan jenis luka
yaitu: calcium alginate
7. Pukul 16.53 WITA
memberikan balutan sekunder
yang sesuai dengan jumlah
eksudat yaitu menggunakan
cutisorb
8. Pukul 16.55 WITA ditutup
menggunakan kassa steril dan
70

difiksasi menggunakan
plester non alergi
9. Pukul 16.57 WITA
Melakukan masase ringan
pada kulit dibagian atas luka
Sabtu, 25 1. Pukul 08.00 WITA S:
mei 2019 mengangkat balutan dan Klien mengatakan tidak
plester perekat hasil : merasakan apa apa saat
klien mengatakan tidak penggatian perban
merasakan apa apa, respon O:
objektif saat pengangkatan 1. Saat penggantian
balutan terdapat pengeluaran perban tidak terjadi
pus dan saat dilakukan perdarahan
pengangkatan plester perekat 2. Kulit sekitar luka
tidak terjadi perdarahan berwarna ungu
2. Pukul 08.02 WITA kehitaman
memonitor karakteristik luka 3. Bau hilang
termasuk warna, dan bau 4. jaringan nerotik
hasil : kulit sekitar luka hilang
berwarna ungu kehitaman, 5. Eksudat dalam
nekrotik hilang, eksudat jumlah sedang
dalam jumlah sedikit banyak, 6. Luka mulai
luka lembab berepitelisasi
3. Pukul 08.05 WITA 7. Luka berwarna
mengukur luas luka yaitu: merah muda
panjang luka 5.3 cm, lebar 11 8. Luka lembab
cm, kedalaman 1 mm 9. Panjang luka 5.3cm,
4. Pukul 08.08 WITA lebar 11 cm,
menyingkirkan benda asing kedalaman 1mm
seperti eksudat dengan cara A : Masalah belum teratasi
mencuci menggunakan air P : Pertahankan intervensi
yang mengalir dan sterobac 1,2,3,4,5,6,7,8,9
dan dicuci menggunakan
sabun dengan PH yang
rendah yaitu biocleaner
5. Pukul 08.10 WITA
mengoleskan topikal terapi
sesuai dengan jenis luka yaitu
salep metcovazine
6. Pukul 08.13 WITA
memberikan balutan primer
yang sesuai dengan jenis luka
yaitu menggunakan calcium
alginate
7. Pukul 08.15 WITA
memberikan balutan sekunder
71

yang sesuai dengan jumlah


eksudat yaitu cutisorb
8. Pukul 08.17 WITA tutup
menggunakan kasa steril dan
difiksasi menggunakan
plester non alergi
9. Pukul 08.20 WITA
Melakukan masase ringan
pada kulit dibagian atas luka

Senin,27 1. Pukul 18.30 WITA S:


mei 2019 mengangkat balutan dan Klien mengatakan tidak
plester perekat merasakan apa apa saat
hasil : klien mengatakan penggatian perban
tidak merasakan apa apa, O:
respon objektif saat 1. Saat penggantian perban
pengangkatan balutan dan tidak terjadi perdarahan
plester perekat tidak terjadi 2. Kulit sekitar luka
perdarahan dan pus berkurang berwarna ungu
2. Pukul 18.32 WITA kehitaman
memonitor karakteristik luka 3. Bau hilang
termasuk warna, dan bau 4. jaringan nerotik hilang
hasil : kulit sekitar luka 5. Eksudat dalam jumlah
berwarna ungu kehitaman, sedikit
eksudat dalam jumlah 6. Luka mulai
Sedikit, luka lembab berepitelisasi
3. Pukul 18.35 WITA 7. Luka lembab
mengukur luas luka yaitu: 8. Luka berwarna merah
panjang luka 5.2 cm, lebar 10 muda
cm, kedalaman 1 mm 9. Panjang luka 5.2 cm,
4. Pukul 18.37 WITA lebar 10 cm, kedalaman
menyingkirkan benda asing 1 mm
seperti eksudat dengan cara A : Masalah belum teratasi
mencuci menggunakan air P : Pertahankan intervensi
yang mengalir dan sterobac 1,2,3,4,5,6,7,8,9
dan dicuci menggunakan
sabun dengan PH yang
rendah yaitu biocleaner
5. Pukul 18.39 WITA
Memberikan topikal terapi
yang sesuai dengan luka yaitu
metcovazine
6. Pukul 18.44 WITA
memberikan balutan primer
yang sesuai dengan jenis luka
72

yaitu menggunakan calcium


alginate
7. Pukul 18.47 WITA
memberikan balutan sekunder
yang sesuai dengan jumlah
eksudat yaitu cutisorb
8. Pukul 18.50 WITA ditutup
menggunakan kassa steril dan
difiksasi menggunakan
plester non alergi
9. Pukul 18.52 WITA
Melakukan masase ringan
pada kulit dibagian atas luka
Kamis,30 1. Pukul 09.00 WITA S:
mei 2019 mengangkat balutan dan Klien mengatakan tidak
plester perekat hasil : merasakan apa apa saat
klien mengatakan tidak penggatian perban
merasakan apa apa, respon O:
objektif saat pengangkatan 1. Saat penggantian perban
balutan dan plester perekat tidak terjadi perdarahan
tidak terjadi perdarahan 2. Kulit sekitar luka
2. Pukul 09.02 WITA berwarna ungu
memonitor karakteristik luka kehitaman
termasuk warna, dan bau 3. Bau hilang
hasil : kulit sekitar luka 4. jaringan nerotik
berwarna ungu kehitaman, berkurang
nekrotik berkurang, eksudat 5. Eksudat dalam jumlah
dalam jumlah sedikit banyak, sedikit
luka lembab 6. Luka mulai
3. Pukul 09.05 WITA berepitelisasi
mengukur luas luka yaitu: 7. Luka lembab
panjang luka 4 cm, lebar 9 8. Luka berwarna merah
cm, kedalaman 1 mm muda
4. Pukul 09.08 WITA 9. Panjang luka 4 cm, lebar
menyingkirkan benda asing 9 cm, kedalaman 1 mm
seperti eksudat dengan cara A : Masalah teratasi
mencuci menggunakan air P : Pertahankan intervensi
yang mengalir dan sterobac
dan dicuci menggunakan
sabun dengan PH yang
rendah yaitu biocleaner
5. Pukul 09.10 WITA
mengoleskan topikal terapi
sesuai dengan kondisi luka
yaitu salep metcovazine
6. Pukul 09.13 WITA
memberikan balutan primer
73

yang sesuai dengan jenis luka


yaitu menggunakan calcium
alginate
7. Pukul 09.15 WITA
memberikan balutan sekunder
yang sesuai dengan jumlah
eksudat yaitu cutisorb
8. Pukul 09.17 WITA tutup
menggunakan kasa steril dan
difiksasi menggunakan
plester non alergi
9. Pukul 09.20 WITA
Melakukan masase ringan
pada kulit dibagian atas luka

C. Pembahasan

Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia

melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan implementasi

keperawatan dan evaluasi keperawatan. Penulis akan membahas tentang penerapan

tehnik perawatan luka modern terhadap penyembuhan luka diabetik pada asuhan

keperawatan pasien Tn.Y dengan ulkus diabetik di Aditya Wound Care Centre Poso.

1. Pengkajian

Dalam pengkajian penulis terhadap Tn.Y didapatkan data bahwa klien datang

dengan keluhan luka Diabetes di area leher, Luka di area leher bagian belakang

dengan panjang 7 cm dan lebar 15 cm dengan kedalaman terdapat kawah / lubang

superfisial, tepi luka jelas, tidak menyatu dengan dasar luka, terdapat jaringan

nekrosis slough yang mudah di hilangkan, luka berbau dan mengeluarkan eksudat,

sebelumnya klien pernah masuk rumah sakit dengan luka diabetes setelah 3 minggu

dirawat di rumah sakit luka tidak kunjung sembuh tetapi bertambah besar, nekrotik,
74

dan berbau, dan eksudat dalam jumlah yang banyak. Menurut ismail (2014) gejala

klinis pasien dengan ulkus diabetik adanya luka yang tidak sembuh dan berbau,

berdasarkan pengkajian pada Tn.Y dengan kasus ulkus diabetik sesuai dengan teori

yang telah ditemukan oleh peneliti berupa adanya luka yang tidak kunjung sembuh,

nekrotik, mengeluarkan eksudat dan berbau .

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan peneliti, masalah keperawatan

yang muncul yaitu kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrotik

jaringan ditandai dengan data subjektif klien mengeluh memiliki luka diabetes yang

tak kunjung sembuh pada area leher bagian belakang, klien mengeluh luka berbau,

dan klien mengeluh luka mengeluarkan cairan/nanah yang banyak. Data objektif

terdapat ulkus diabetik pada area leher bagian belakang, keadaan luka lembab,

nekrotik dan berbau, eksudat dalam jumlah yang banyak, kulit sekitar luka berwarna

ungu kehitaman ukuran luka panjang : 6 cm, lebar : 13 cm, kedalaman 2 mm,sejalan

dengan Judith M. Wilkinson (2016 bahwa diagnosa keperawatan yang muncul pada

klien dengan kasus Ulkus diabetik adalah ketidakefektifan perfusi jaringan, kerusakan

integritas jaringan, nyeri akut, resiko infeksi, defisiensi pengetahuan dan resiko

ketidakstabilan gulah darah,

Dan di pengkajian ke dua pada Tn, Y penulis mendapatkan masalah resiko

ketidakstabilan gulah darah yang mengacu pada teori NANDA (2012) diagnosa

bahwa diabetes melitus adalah suatu kondisi dimana pankres tidak lagi memproduksi

cukup insulin atau sel berhenti merespon insulin sehingga glukosa dalam darah tidak

lagi diserap ke dalam sel-sel tubuh dan glukosa darah menjadi tidak stabil,
75

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang sesuai dengan diagnosa keperawatan pada Tn.Y adalah sebagai

berikut : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrotik jaringan. Tujuan

yang ingin dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 minggu,

kerusakan integritas jaringan dapat teratasi dengan kriteria hasil menunjukkan proses

terjadinya penyembuhan luka, eksudat dan bau berkurang, dan terjadi proses granulasi

dan epitelisasi. Intervensi yang di lakukan yaitu menggunakan tehnik moist

dressing,kondisi yang lembab pada kulit dapat meningkatkan proses perkembangan

luka, mencegah dehidrasi jaringan dan kemayian sel, kondisi ini juga dapat

meningkatkan interaksi antara sel dan faktor pertumbuhan, oleh karena itu metode

perawatan harus bersifat menjaga kelembaban dan mempertahankan kehangatan pada

luka dengan menggunakan dressing modern yaitu metcovazine, calcium alginate,

biocleaner, sterobac. Menurut penelitian Deddy (YP tahun 2017) adanya linkungan

yang kelembapanya seimbang dapat memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi

kolagen dalam matriks nonseluler yang sehat, beberapa studi juga telah menunjukan

bahwa lingkungan lembab mempercepat proses epitalisasi dan untuk menciptakan

lingkungan lembab dapat dilakukan dengan menggunakan balutan semi occlusive, full

occlusive, dan impermeable dressing.

Kemudian diagnosa kedua adalah Resiko ketidakstabilan glukosa darah

berhubungan hiperglikemia, tujuan yang akan di capai Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 minggu di harapkan Faktor resiko dapat terkendali di buktikan

dengan,Diet sehat,Mematuhi regimen yang tepat untuk pemantauan kadar glukosa

darah,Pengetahuan diabetes yang mendalam,Perilaku mempertahankan berat


76

badan,Tidak ada penyimpangan kadar glukosa, intervensi yang dilakukan adalah

Manajemen diri (glukosa) dengan mengkaji faktor yang dapat meningkatkan risiko

ketidakseimbangan glukosa untuk mengetahui mencegah terjadinya peningkatan

glukosa darah, kemudian melakukan pemantauan kadar glukosa dan tanda dan gejala

hiperglikemi untuk mengetahui resiko peningkatan glukosa darah, memberi informasi

mengenai penerapan diet dan latihan fisik untuk mengontrol keseimbangan glukosa

darah dan memberi informasi mengenai pemantauan secara mandiri kadar glukosa

darah bertujuan mengurangi resiko peningkatan glukosa darah.

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh peneliti dalam mengatasi diagnosa

keperawatan pada Ny. K sebagai berikut :

Di mulai pada hari Kamis 16 juli 2019 pukul 16.30 WITA sampai dengan

selesai. hari pertama yang dilakukan peneliti yaitu mengangkat balutan dan plester

perekat hasil : klien mengatakan tidak merasakan apa apa, respon objektif saat

pengangkatan balutan dan plester perekat tidak terjadi perdarahan. Menurut Ronald

(2017) diabetes dalam waktu yang lama akan mengalami neuropati sehingga klien

kehilangan sensasi rasa pada tungkai bawah, memonitor karakteristik luka termasuk

warna, dan bau hasil : kulit sekitar luka berwarna ungu kehitaman, berbau, nekrotik,

eksudat dalam jumlah banyak, odema, luka lembab. Menurut Ronald (2015) ulkus

diabetik termasuk dalam proses penyembuhan luka yang lambat karena dengan

adanya tanda-tanda infeksi seperti bau pada luka, nekrotik pada luka, odema, dan

eksudat dalam jumlah banyak menandakan luka terinfeksi, mengukur luas luka

didapatkan hasil dari respon objektif panjang luka 6 cm, lebar 13 cm, kedalaman 2

mm. Menurut Yunita (2015) ukuran luka berdampak pada keberhasilan perawatan
77

yang diberikan pada klien, menyingkirkan benda asing seperti eksudat dengan cara

mencuci menggunakan air yang mengalir dan dicuci menggunakan sabun dengan pH

yang rendah yaitu biocleaner.

Menurut Maryunani (2013) pencucian luka menggunakan air bersih dan sabun

dengan pH rendah dapat meminimalkan penyebaran infeksi pada luka serta

mempercepat penyembuhan luka, Dan setelah dilakukan pemeriksaan kulit pada klien

dengan luka diabetik ,didapatkan klien memiliki jaringan granulasi yang baik.

memberikan topikal terapi yang sesuai dengan jenis luka didapatkan hasil dalam

perawatan luka klien diberikan salep metcovazine untuk menjaga kelembaban luka

dan sebagai debridement alami. Menurut gitarja (2008) Metcovazine merupakan

terapi topikal yang terbuat dari zinc, nistatin, chitosan dan metronidazole yang telah

diuji coba sebelumnya di rumah sakit kanker “Dharmais” dan home nursing Wound

Care Center dan hasilnya sebanyak 87 pasien penderita ulkus dengan nekrotik

diberikan metcovazine selama perawatan didapatkan 76 pasien yang mengalami

kemajuan pada luka, memberikan balutan primer yang sesuai dengan jenis luka

didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan cutimed alginate. Menurut

maryunani (2013) cutimed alginate dapat menyerap jumlah cairan luka yang

berlebihan dan menstimulasi proses pembekuan darah jika terjadi perdarahan minor

serta barier terhadap kontaminasi oleh pseudomonas, memberikan balutan sekunder

yang sesuai dengan jumlah eksudat didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan

balutan cutisorb. Menurut maryunani (2013) cutisorb terbuat dari selulosa dengan

daya serap amat tinggi melebihi kemampuan daya serap cutimed alginate sehingga

baik digunakan sebagai balutan sekunder, ditutup menggunakan kasa steril dan
78

difiksasi menggunakan plester non alergi, melakukan masase ringan pada kulit

dibagian atas luka

Manajemen diri (glukosa) mengkaji faktor yang dapat meningkatkan risiko

ketidakseimbangan glukosa klien mengatakan akan mengurangi mengkonsumsi

makanan yang manis- manis, menurut Susanti (2018) asupan makanan sperti

karbohidrat/ gula, protein, lemak yang berlebihan dapat menjadi faktor resiko

peningkatan kadar gulah darah, memantau kadar glukosa di dapatkan hasil 233 mg/dl,

menurut wilkinson (2016) kadar glukosa di atas 300 mg/dl menunjukan hiperglikemi,

memantau tanda dan gejala hiperglikemi klien mengatak sering merasa haus dan sesak

napas, menurut wilkinson (2016) hiiperglikemia ditandai dengan glukosa >300 mg/dl,

napas bau keton, sakit kepala, poliuria,polidipsia, polifagia, kelemahan, pernapasan

kusmaul, memberi informasi mengenai penerapan diet dan latihan fisik untuk

kesimbangan kadar glukosa klien mengatakan akan melakukan diet glukosa,menurut

leila et al.,(2011)diet rendah karbohidrat dapat menurunkan menurunkan kadar

glukosa darah dan memperbaiki sensitifitas insulin, memberikan informasi mengenai

pemantauan secara mandiri kadar glukosa darah kien mengatakan akan melakukan

pemeriksaan glukosa darah di puskesmas secara rutin, menurut Ni Putu et al.,(2014)

mayoritas keluarga berperan sebagai motivator yaitu sebanyak 56% yang berarti

peran keluarga sangat penting dalam mendorong, memotivasi, mempengaruhi dan

menyemangati anggota keluarga yang sakit DM agar mau memeriksakan diri secara

rutin untuk melakuakn pemantauan kadar gulah darah.

Pada hari Sabtu 18 mei 2019 pukul 07.30 WITA sampai dengan selesai yang

dilakukan peneliti yaitu : mengangkat balutan dan plester perekat hasil : klien
79

mengatakan tidak merasakan apa apa, respon objektif saat pengangkatan balutan dan

plester perekat tidak terjadi perdarahan, memonitor karakteristik luka termasuk warna,

dan bau hasil kulit sekitar luka berwarna ungu kehitaman, berbau, nekrotik berkurang,

eksudat dalam jumlah banyak, odema, luka lembab, mengukur luas luka didapatkan

hasil dari respon objektif panjang luka 6 cm, lebar 13 cm, kedalaman 2 mm,

menyingkirkan benda asing seperti eksudat dengan cara mencuci menggunakan air

yang mengalir dan sterobac dan dicuci menggunakan sabun dengan pH yang rendah

yaitu biocleaner, memberikan topikal terapi yang sesuai dengan jenis luka didapatkan

hasil dalam perawatan luka klien diberikan salep metcovazine untuk menjaga

kelembaban luka dan sebagai debridement alami, memberikan balutan primer yang

sesuai dengan jenis luka didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan

cutimed alginate, memberikan balutan sekunder yang sesuai dengan jumlah eksudat

didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan calcium alginate, di tutup

menggunakan kasa steril dan difiksasi menggunakan plester non alergi, melakukan

masase ringan pada kulit dibagian atas luka. Pada pemberian perawatan luka yang

kedua ini mengalami peningkatan ditandai dengan jaringan nekrotik berkurang

Pada hari senin 20 mei 2019 dimulai pukul 17.00 WITA sampai dengan selesai

hal yang dilakukan peneliti mengangkat balutan dan pleste perekat hasil : klien

mengatakan tidak merasakan apa apa, respon objektif saat pengangkatan balutan dan

plester perekat tidak terjadi perdarahan, memonitor karakteristik luka termasuk warna,

ukuran dan bau hasil : kulit sekitar luka berwarna ungu kehitaman, bau berkurang,

nekrotik berkurang, eksudat dalam jumlah sedang, luka lembab, mengukur luas luka

didapatkan hasil dari respon objektif panjang luka 5.5 cm, lebar 12 cm, kedalaman 1.5

mm, menyingkirkan benda asing seperti eksudat dengan cara mencuci menggunakan
80

air yang mengalir dan sterobac dan dicuci menggunakan sabun dengan pH yang

rendah yaitu biocleaner, memberikan topikal terapi yang sesuai dengan jenis luka

didapatkan hasil dalam perawatan luka klien diberikan salep metcovazine untuk

menjaga kelembaban luka dan sebagai debridement alami, memberikan balutan

primer yang sesuai dengan jenis luka didapatkan hasil dalam perawatan klien

diberikan balutan cutimed alginate, memberikan balutan sekunder yang sesuai dengan

jumlah eksudat didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan cutisorb,

ditutup menggunakan kasa steril dan difiksasi menggunakan plester non alergi,

melakukan masase ringan pada kulit dibagian atas luka Pada pemberian perawatan

luka yang ketiga mengalami kemajuan di tandai dengan bau berkurang, nekrotik

berkurang,dan eksudat dalam jumlah sedang.

Pada hari rabu 22 mei 2019 pukul 16.30 WITA sampai dengan selesai hal yang

dilakukan oleh peneliti mengangkat balutan dan plester perekat hasil : klien

mengatakan tidak merasakan apa apa, respon objektif saat pengangkatan balutan dan

plester perekat tidak terjadi perdarahan, memonitor karakteristik luka termasuk warna,

ukuran dan bau hasil : kulit sekitar luka berwarna ungu kemerahan, bau berkurang,

nekrotik berkurang, eksudat dalam jumlah sedang, luka lembab,luka berwarna merah

muda, dan luka mulai berepitelisasi mengukur luas luka didapatkan hasil dari respon

objektif panjang luka 5,5 cm, lebar 12 cm, kedalaman 1.2 mm, menyingkirkan benda

asing seperti eksudat dengan cara mencuci menggunakan air yang mengalir dan

sterobac dan dicuci menggunakan sabun dengan pH yang rendah yaitu biocleaner,

memberikan topikal terapi yang sesuai dengan jenis luka didapatkan hasil dalam

perawatan luka klien diberikan salep metcovazine untuk menjaga kelembaban luka

dan sebagai debridement alami, memberikan balutan primer yang sesuai dengan jenis
81

luka didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan cutimed alginate,

memberikan balutan sekunder yang sesuai dengan jumlah eksudat didapatkan hasil

dalam perawatan klien diberikan kasa steril dan di tutup menggunakan plester non

alergi, melakukan masase ringan pada kulit dibagian atas luka. Pada pemberian

perawatan luka yang keempat kali luka mengalami kemajuan yang ditandai dengan

kulit sekita luka berwarna ungu kemerahan, bau berkurang, nekrotik berkurang,

eksudat dalam jumlah sedang, luka berwarna merah muda, luka mulai berepitelisasi

saat di lakukan pengukuran panjang luka menjadi 5,5 cm, lebar 12 cm, dan kedalaman

1.2 mm.

Pada hari Sabtu 25 mei 2019 pukul 19.00 WITA sampai dengan selesai,

peneliti : mengangkat balutan dan plester perekat hasil : klien mengatakan tidak

merasakan apa apa, respon objektif saat pengangkatan balutan dan plester perekat

tidak terjadi perdarahan, memonitor karakteristik luka termasuk warna, ukuran dan

bau hasil : kulit sekitar luka berwarna ungu kemerahan, bau tidak tercium, nekrotik

hilang, eksudat dalam jumlah sedang, luka lembab,luka berwarna merah muda,dan

luka mulai berepitelisasi, mengukur luas luka didapatkan hasil dari respon objektif

panjang luka 5,3 cm, lebar 11 cm, kedalaman 1mm, menyingkirkan benda asing

seperti eksudat dengan cara mencuci menggunakan air yang mengalir dan sterobac

dan dicuci menggunakan sabun dengan PH yang rendah yaitu biocleaner, memberikan

topikal terapi yang sesuai dengan jenis luka didapatkan hasil dalam perawatan luka

klien diberikan salep metcovazine untuk menjaga kelembaban luka dan sebagai

debridement alami, memberikan balutan primer yang sesuai dengan jenis luka

didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan cutimed alginate,

memberikan balutan sekunder yang sesuai dengan jumlah eksudat didapatkan hasil
82

dalam perawatan klien diberikan balutan calcium alginate, ditutup menggunakan kasa

steril dan difiksasi menggunakan elastis perban, melakukan masase ringan pada kulit

dibagian atas luka. Pada pemberian perawatan luka yang kelima didapatkan hasil :

kulit sekitar luka berwarna ungu kemerahan, bau tidak tercium, nekrotik hilang,

eksudat dalam jumlah sedang, luka berwarna merah muda, luka mulai berepitelisasi,

ketika dilakukan pengukuran luka, ukuran luka berkurang menjadi panjang luka 5,3

cm, lebar 11 cm, dan kedalaman 1 mm

Pada senin 27 mei 2019 dimulai pada pukul 18.30 WITA sampai dengan selesai

mengangkat balutan dan plester perekat hasil : klien mengatakan tidak merasakan apa

apa, respon objektif saat pengangkatan balutan dan plester perekat tidak terjadi

perdarahan, memonitor karakteristik luka termasuk warna, ukuran dan bau hasil :

kulit sekitar luka berwarna ungu kemerahan, bau tidak tercium, nekrotik hilang,

eksudat dalam jumlah sedang, luka lembab,luka berwarna merah muda, jaringan

berepitelisasi, mengukur luas luka didapatkan hasil dari respon objektif panjang luka

5.2 cm, lebar 10 cm, kedalaman 1 mm, menyingkirkan benda asing seperti eksudat

dengan cara mencuci menggunakan air yang mengalir dan sterobac dan dicuci

menggunakan sabun dengan PH yang rendah yaitu biocleaner, memberikan topikal

terapi yang sesuai dengan jenis luka didapatkan hasil dalam perawatan luka klien

diberikan salep metcovazine untuk menjaga kelembaban luka dan sebagai

debridement alami, memberikan balutan primer yang sesuai dengan jenis luka

didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan calcium alginate,

memberikan balutan sekunder yang sesuai dengan jumlah eksudat didapatkan hasil

dalam perawatan klien diberikan kasa steril dan difiksasi menggunakan plester non

alergi, melakukan masase pada kulit dibagian atas luka. Pada pemberian perawatan
83

luka yang keenam didapatkan hasil : kulit sekitar luka berwarna ungu kemerahan, bau

hilang, nekrotik hilang, eksudat dalam jumlah sedang, luka berwarna merah muda,

penurunan odema, luka berepitelisasi, ukuran luka menjadi panjang 5.2 cm, lebar 10

cm, kedalaman 1 mm.

Pada kamis 30 mei 2019 dimulai pada pukul 09.00 WITA sampai dengan

selesai mengangkat balutan dan plester perekat hasil : klien mengatakan tidak

merasakan apa apa, respon objektif saat pengangkatan balutan dan plester perekat

tidak terjadi perdarahan, memonitor karakteristik luka termasuk warna, ukuran dan

bau hasil : kulit sekitar luka berwarna ungu kemerahan, bau tidak tercium, nekrotik

hilang, eksudat dalam jumlah sedang, luka lembab,luka berwarna merah muda,

jaringan berepitelisasi, mengukur luas luka didapatkan hasil dari respon objektif

panjang luka 5.2 cm, lebar 10 cm, kedalaman 1 mm, menyingkirkan benda asing

seperti eksudat dengan cara mencuci menggunakan air yang mengalir dan sterobac

dan dicuci menggunakan sabun dengan PH yang rendah yaitu biocleaner, memberikan

topikal terapi yang sesuai dengan jenis luka didapatkan hasil dalam perawatan luka

klien diberikan salep metcovazine untuk menjaga kelembaban luka dan sebagai

debridement alami, memberikan balutan primer yang sesuai dengan jenis luka

didapatkan hasil dalam perawatan klien diberikan balutan cutimed alginate,

memberikan balutan sekunder yang sesuai dengan jumlah eksudat didapatkan hasil

dalam perawatan klien diberikan balutan cutisorb, ditutup menggunakan kasa steril

dan difiksasi menggunakan elastis perban, melakukan masase pada kulit dibagian atas

luka. Pada pemberian perawatan luka yang ketujuh didapatkan hasil : kulit sekitar luka

berwarna ungu kemerahan, bau hilang, nekrotik hilang, eksudat dalam jumlah sedang,
84

luka berwarna merah muda, penurunan odema, luka berepitelisasi, ukuran luka

menjadi panjang 4 cm, lebar 9 cm, kedalaman 1 mm.

1. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan yang didapat pada Tn.Y. selama 2 minggu untuk

diagnosa kerusakan integritas jaringan dilaporkan hasil evaluasi akhir pada hari kamis

tanggal 30 mei 2019 pukul 09.00 WITA didapatkan hasil bau hilang, eksudat dalam

jumlah sedang, luka lembab, nekrotik hilang, kulit sekitar luka berwarna ungu

kemerahan panjang luka 4 cm, lebar 9 cm dan kedalaman luka 1 mm, luka berwarna

merah muda, luka mulai berepitelisasi. Dan untuk diagnosa resiko ketidakstabilan

glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia di laporkan hasil evaluasi Klien

mengatakan akan mengurangi mengkonsumsi mekanan yang manis-manis,Pasien

mengatakan akan melakukan pemeriksaan glukosa darah di puskesmas secara rutin,

Pasien mengatakan sering merasa haus, Pasien mengatakan akan melakukan diet

glukosa, Glukosa darah 233 mg/dl


85

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah menerapkan teknik perawatan luka modern terhadap kerusakan

integritas jaringan pada asuhan keperawatan Tn.Y di Aditya Wound Care Centre Poso,

maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian pada Tn.Y dengan ulkus diabetik didapatkan data luka berbau, kulit

sekitar luka berwarna ungu kehitaman, nekrotik, luka lembab, eksudat dalam

jumlah banyak, ukuran luka panjang 6 cm, lebar : 13 cm, kedalaman 2 mm.

2. Diagnosa keperawatan prioritas pada Tn.Y adalah kerusakan integritas jaringan

berhubungan dengan nekrotik jaringan

3. Intervensi keperawatan utama pada Tn.Y dengan ulkus diabetik adalah penerapan

teknik perawatan luka modern

4. Implementasi keperawatan pada Tn.Y berdasarkan dengan teknik perawatan luka

modern yang telah dilaksanakan yaitu mencuci luka menggunakan air yang

mengalir dan sabun dengan PH rendah, memberikan topikal terapi dengan salep

metcovazine, dressing primer dengan menggunakan cutimed alginate dan dressing

sekunder dengan menggunakan cutisorb

5. Evaluasi keperawatan pada Tn.Y yaitu setelah dilakukan perawatan luka modern

selama 7 kali dalam kurun waktu 2 minggu didapatkan hasil luka tidak berbau,

kulit sekitar luka berwarna ungu kemerahan, nekrotik hilang, eksudat dalam jumlah

sedang, luka lembab, ukuran luka panjang 4 cm, lebar 9 cm dan kedalaman luka 1

mm, luka berwarna merah muda, luka mulai berepitelisasi

6. Ada pengaruh pemberian perawatan luka modern terhadap granulasi jaringan pada

asuhan keperawatan dengan ulkus diabetik


86

B. Saran

1. Klien diharapkan dapat mampu mengenali tanda dan gejala, serta mampu tertib

dalam perawatan luka

2. Praktisi keperawatan dapat menerapkan prinsip perawatan luka modern pada

pasien dengan ulkus diabetik untuk mempercepat penyembuhan luka

3. Klinik perawatan luka modern diharapkan mempertahankan dalam pemberian

asuhan keperawatan luka modern pada pasien dengan ulkus diabetik

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan sampel yang

lebih besar dan kasus yang bervariasi


87

DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson,judith,2016.Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC

Deni yasmara,Nursiswati,Rosyidah,2016.Rencana asuhan keperawatan medikal-


bedah: diagnosis NANDA-I 2015-2017, Jakarta : EGC
Priscilla Lemone, Karen M Burke, Gerene Bauldoff,2015.Keperawatan medikal bedah
Edisi 5, Vol 2. Jakarta : EGC
Dwi kartika rukmi, arip hidayat, (2018). Pengaruh implementasi modern dressing
terhadap kualitas hidup pasien ulkus diabetikum. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta, 5(Suppl 1), 2018, 19-23
Luh titi handayani, (2016). Studi meta analisis perawatan luka kaki diabetes dengan
modern dressing . The Indonesian Journal Of Health Science, Vol 6, No. 2, Juni
2016
Djamal, F. 2012. Gambaran Kondisi Luka Sebelum Dan Setelah Perawatan dengan
Menggunakan Teknik Modern Dressing pada Penderita Ulkus diabetic di
Makassar.[Skripsi] Psik Fk Unhas [serial online]
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta EGC
Ronald. 2015. Perawatan Luka dengan Modern Dressing. Luka Kronis, Penyembuhan
Luka, Balutan Luka modern. Vol. 42 no. 7. 546-550
Maryunani, Anik. 2013. Perawatan Luka Modern Praktis Pada Wanita dengan Luka
Diabetes. Jakarta. Trans Info Media.
Tsukada, kerlyn Carville, (1992). Wound Care manual, Second Edition. Silver Chain
Foundation
Sari, Yunita. 2015. Perawatan Luka Diabetes. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ismail Kumara. 2014. Keefektifan Perawatan Luka dengan Menggunakan Metode
Modern dressing. Vol. 11 no. 3. 234-239
Amstrong David, Lawrence A. Lavery, 2004. Diabetic Foot Ulcers: Prevention,
Diagnosis and Classification. American Family Physician. Diakses pada 20 Mei
2018.http://www.aafp.org/afp/1998/0315/p1325.html
Tri Sunaryo, S., 2014. Diabetic Exercise, Diabetic Foot Ulcers. Pengaruh Senam
Diabetik Terhadap Penurunan Risiko Ulkus Kaki Diabetik pada Pasien DM Tipe
2, Volume III, p. 2.
Amstrong David, Lawrence A. Lavery, 2004. Diabetic Foot Ulcers: Prevention,
Diagnosis and Classification. American Family Physician. Diakses pada 20 Mei
2018.http://www.aafp.org/afp/1998/0315/p1325.html
Hendrickson, D. A (2005). Wound Care For The Equine Practioner. South Hny: Teton
New Media

Anda mungkin juga menyukai