LP NHS
LP NHS
I. KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral,
baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari
24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada
gangguan vaskuler.
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) . Menurut Price,
(2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang
dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus,
embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang
mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal
Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis
dan embolus.
B. Klasifikasi
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
4. Stroke in Resolution
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis
beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang
pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak
juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam
beberapa hari, minggu atau bulan.
C. Etiologi
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik
3. Iskemia
D. Manifestasi Klinis
neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat
dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara
lain :
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks
tendon dalam
4. Dysphagia
5. Kehilangan komunikasi
6. Gangguan persepsi
c. Ataksia sama.
2. Disfagia kaki.
perasaan isolasi.
E. Patofisiologi
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular)
atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-
6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008).
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi
(Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih
dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam
Muttaqin, 2008).
F. Faktor Resiko
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu:
a) Hipertensi
jantung kongestif.
d) Kolesterol tinggi
e) Infeksi
f) Obesitas
h) Diabetes
estrogen tinggi
k) Konsumsi alkohol
b) keturunan / genetic
G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Phase Akut :
emobolik.
dexamethason.
b) Program fisiotherapi
H. Pemeriksaan Penunjang
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
2. Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
6. EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium:
4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
dan konia.
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah,
dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami
biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak
stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Oleh karena klien
harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi dampak pada
status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan
dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.
emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian
dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang
individu.
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
d. Lobus Frontal: Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
kranial I-XII.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
mulut.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
11. Pengkajian Sistem Motorik: Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN)
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari
otak
12. Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Menurut Doenges (2012) data dasar pengkajian pada pasien NHS yaitu:
1. Aktivitas/ istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
4. Eliminasi
5. Makanan/ cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual selama fase akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorok, disfagia, ada
6. Neurosensori
Gejala : sinkope/ pusing, sakit kepala, kelemahan/ kesemutan/ kebas, sisi yang
Tanda: status mental/ kesadaran; biasanya terjadi koma pada tahap awal
visual, apraksia
7. Nyeri/ kenyamanan
8. Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan napas
9. Kemanan
melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan), kesulitan menelan, tidak
B. Diagnosa
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Doengoes
(2012) adalah :
vital.
struktur atau fungsi, perasaan negatif tentang tubuh, perasaan tidak berdaya,
neuromuskular.
C. Intervensi
vital.
Kriteria hasil:
peningkatan TIK
Intervensi:
peningkatan TIK.
SSP.
c. Pantau tanda- tanda vital, seperti catat: adanya hipertensi, frekuensi irama
Rasional: adanya variasi mungkin terjadi, namun tanda- tanda vital harus
dilakukan.
gangguan serebral.
e. Letakkan kepala dalam posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
g. Kolaborasi:
vasodilatasi perifer)
Rasional: antikoagulasi meningkatkan memperbaiki aliran darah, anti
Kriteria hasil:
adanya kontraktur
Intervensi:
mengenai pemulihan.
memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu
menurunkan sensasi.
c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
mencegah kontraktur.
indikasi.
lengan.
terbentuknya edema.
Kriteria hasil:
a. Kaji tipe/ derajat disfungsi, seperti pasien tampak tidak memahami kata,
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses
komunikasi.
Kriteria hasil:
Intervensi:
kembali keterampilan.
membahayakan.
kecelakaan.
d. Anjurkan klien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
terabaikan.
kebutuhan.
Intervensi:
sehari- hari
individual
b. Anjurkan keluarga pasien untuk menghindari melakukan sesuatu untuk
pemulihan.
c. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas, beri pasien waktu yang cukup
struktur atau fungsi, perasaan negatif tentang tubuh, perasaan tidak berdaya,
Kriteria hasil:
Intervensi:
ketidakmampuannya.
marah.
Rasional: mendemontrasikan penerimaan/ membantu pasien untuk
diri.
neuromuskular.
Kriteria hasil:
aspirasi tercegah.
dengan mengontrol kepala, posisi tegak/ duduk setlama dan setelah makan,
Kriteria hasil:
Intervensi:
kompleksitas instruksi.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth . Jakarta : E G C.
Jakarta: Indeks.
Wilkinson, Judith . 2013 . Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC.
Jakarta: EGC .