Bronkiektasis
Bronkiektasis
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
B. Histologi
a. Hidung
Mukosa olfaktorius terletak di atap rongga hidung, di kedua sisi septum hidung,
dan di permukaan konka superior, salah satu struktur bertulang didalam rongga
hidung. Epitel olfaktorius dikhususkan untuk menerima rangsang bau. Dibawah epitel
olfktorius di jaringan ikat lamina propria terdapat pembuluh darah, saraf olfaktorius,
dan kelenjar olfaktorius (Bowman).4
b. Epiglotis
Kerangka epiglotis dibentuk oleh tulang rawan elastik epiglotis dibagian tengah.
Mukosa lingual (sisi anterior) dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk. Lamina propria dibawahnya menyatu dengan jaringan ikat perikondrium
tulang rawan elastic epiglotis. 4
c. Laring
Plika vokalis palsu (superior) juga disebut pita suara, dilapisi oleh mukosa yang
bersambungan dengan permukaan posterior epiglotis. Seperti di epiglotis, plika
vokalis palsu dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet.
Epitel laring bagian bawah berubah menjadi epitel bertingkat semu silindris bersilia,
dan lamina propria mengandung kelenjar campuran seromukosa. Tulang rawan hialin
krikoid adalah tulang rawan terbawah di laring.
d. Trakea
Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan
adventisia. Trakea dijaga tetap terbuka oleh cincin tulang rawan hialin bentuk c.
tulang rawan hialin dikelilingi oleh jaringan ikat padat perikondrium, yang menyatu
dengan submukosa di satu sisi dan adventisia di sisi yang lain. Banyak saraf,
pembuluh darah, dan jaringan adipose terletak di adventisia. 4
Lumen trakea dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel
goblet. Lamina propria dibawahnya mengandung serat jaringan ikat halus, jaringan
limfoid difus, dan kadangkala nodulus limfoid soliter4
e. Bronkus intrapulmonal
Trakea bercabang diluar paru-paru dan membentukbronkus primer atau
ekstrapulmonal. Ketika masuk ke paru, bronkus primer bercabang dan membentuk
serangkaian bronkus intrapulmonal yang lebih kecil. 4
Bronkus intrapulmonal dilapisi oleh epitel bronkus bertingkat semu silindris
bersilia yang ditunjang oleh lapisan tipis lamina propria jaringan ikat halus dengan
serat elastik (tidak nampak) dan beberapa limfosit. Selapis tipis otot polos
mengelilingi lamina propria dan memisahkannya dari submukosa. Submukosa
mengandung banyak kelenjar bronkialis seromukosa. Sebuah duktus ekskretorius dari
kelenjar bronkialis berjalan melalui lamina propria untuk bermuara kedalam lumen
bronkus. Pada kelenjar bronkialis seromukosa, semiluna serosa mungkin terlihat. 4
Di paru, cincin tulang rawan hialin trakea diganti oleh lempen tulang rawan
hialin yang mengelilingi bronkus. Jaringan ikat perikondrium menutupi masing-
masing lempeng tulang rawan. Lempeng tulang rawan hialin makin kecil dan terletak
lebih berjauhan satu sama lain seiring dengan bercabangnya bronkus menjadi saluran
yang lebih kecil. Di antara lempeng tulang rawan, submukosa menyatu dengan
adventisia. Kelenjar bronkialis dan sel adipose terdapat disubmukosa bronkus yang
lebih besar. Pembuluh darah bronkus dan arteriol bronkus terlihat dijaringan ikat di
sekitar bronkus. Bronkus juga disertai oleh vena besar dan arteri. Bronkus
intrapulmonal, jaringan ikatnya, dan lempeng tulang rawan hialin dikelilingi oleh
alveoli paru.4
g. Bronkiolus Respiratorius
Bronkiolus terminalis membentuk bronkiolus respiratorius. Bronkiolus
respiratorius adalah zona transisi antara bagian konduksi dan respiratorik sistem
pernapasan. Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Silia
mungkin di jumpai di epitel bagian proksimal bronkiolus respiratorius namun
menghilang di bagian distal, di bagian ini terdapat sel clara. Selapis tipis otot polos
mengelilingi epitel. 4
h. Alveolus
Alveoli adalah evaginasi atau kantung luar bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, dan sakus alveolaris, ujung terminal duktus alveolaris. Alveoli di lapisi
oleh selapis tipis sel alveolus gepeng atau sel pneumosit tipe I. Alveoli yang
berdekatan dipisahkan oleh septum interalveolare atau dinding alveolus. 4
C. Fisiologi
Untuk fungsi utama yaitu melakukan pertukaran gas O2 dan CO2 dengan cara
inspirasi dan ekspirasi yang meliputi: 5
a. Tahap ventilasi paru, yaitu masuknya udara atmosfir kedalam paru sampai di
alveoli dan keluarnya udara alveoli paru ke udara bebas / atmosfer lagi.
b. Tahap difusi O2 dan CO2 antara darah kapiler paru & udara alveoli. Hal ini terjadi
karena ventilasi berlangsung terus-menerus yang dibarengi aliran perfusi darah ke
dalam kapiler alveoli yang juga terus-menerus mengalir.
Tahap transpor 02 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh (CES/ECF) ke dan
dari sel.
III. Epidemiologi
IV. Etiologi
A. Kelainan Kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dlaam kandungan.
Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peranan
penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut : 6
a. Hampir mengenai semua cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
b. Juga terkait dengan penyakit lain seperti: Mucoviscidosis (Cystic pulmonary
fibrosis), sindrom Kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan
situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia.
c. Sekiranya salah seorang anak kembar satu telur menderita bronkiektasis, maka
saudara kembarnya juga akan menderita bronkiektasis.
d. Bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut: tidak adanya
tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis congenital.
B. Kelainan Didapat: 6
a. Infeksi
Komplikasi dari pneumonia, influenza, tuberculosis paru dan sebagainya.
b. Obstruksi Bronkus
Disebabkan oleh korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar
lainnya terhadap bronkus.
V. Patofisiologi
Menurut hipotesis “Vicious Cycle” oleh Cole, gangguan jalan napas dan
infeksi menambah perkembangan bronkietasis. Yang terjadi adalah rusaknya epitel
silia dan glandula mukosa, terganggunya sistem pemberishan mukosiliaris dan itu
meningkatkan infeksi dan keparahan infeksi pulmonal dan menyebabkan vicious
cycle. Faktor host, seperti gangguan sekresi glanduler (pada fibrosis kistik), gangguan
fungsi siliar (diskinesia siliar) atau disfungsi sistemik, bisa menyebabkan infeksi dan
berkembang ke bronkiektasis.1
Patofisiologi molekuler dari bronkiektasis bersifat kompleks. Jalan napas
bedilatasi sebagai respon proses inflamasi yang sedang berlangsung, menyebabkan
rusaknya dinding jalan napas. Muncul kaskade sitokin yang menyebabkan infeksi
dengan stimulus sistem imun. Lalu neutrofil melepaskan elastase, protease dan radikal
bebas yang menyebabkan rusaknya jalan napas. Awalnya infeksi muncul karena
kerusakan pada epitel dan destruksi elastin pada dinding bronkus yang akhirya
berujung pada kelemahan otot dan kartilago. Tekanan intraluminal yag meningkat
disebabkan oleh batu kronik dan obstruksi jalan napas, meningkatkan remodeling
bronkus, yang membawa pada pelebaran bronkus progresif. Peningkatan sekresi
mukus, penurunan pembersihan mukosiliar, penebalan dinding jalan napas dan kolaps
sementara dari jalan napas lemah yang berdilatasi bisa berkontribusi terhadap
obstruksi kronik yang memberikan sifat pada bronkiektasis; folikel limfe subepitelial
melebar atau limfonodus peribronkus dan hilus yang meghasilkan penyempitan
bronkus bisa juga menyebabkan obstruksi.1
VI. Penegakan Diagnosis
A. Manifestasi Klinis
Gejala utama yaitu batuk kronik menghasilkan sputum (mukus). Gejala penting
lainnya termasuk sinusitis/inflamasi nasal dan kelelahan. Gejala yang jarang termasuk
nyeri dada, sesak napas dan batuk darah. Hal yang penting dari bronkiektasis adalah
periode gejala (biasanya didiagnosa oleh dokter sebagai eksaserbasi). Episode ini
dkaitkan dengan peningkatan infeksi dan inflamasi pada jalan napas. Beberapa pasien
dengan bronkiektasis mengalami batuk produktif sejak anak-anak tetapi bisa juga
didapat saat dewasa.2
Gejala dan tanda klinis yang muncul pada pasien bronkiektasis tergantung pada
luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan atau ada tidaknya komplikasi yang
lebih lanjut.6
B. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa muncul jika terjadi kolaps paru dan destruksi jaringan paru
yang terjadi akibat infeksi berulang (ISPA) yang biasanya menyebabkan fibrosis paru
dan emfisema paru yang menimbulkan sesak nafas dan kadang kadang menimbulkan
suara wheezing (mengi) akibat adanya obstruksi dari bronkus.6
C. Demam Berulang
Penyakit ini merupakan penyakit yang berjalan kronik, seing mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru sehingga sering timbul demam berulang.6
VII. Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan pasien mengalami batuk dengan
pengeluaran sputum, sesak nafas, sianosis, jari tabuh. Jika bagian paru yang terkena
amat luas dan kerusakannya sudah hebat, maka bisa terlihat retraksi dinding dada dan
berkurangnya gerakan dada pada paru yang terkena.
b. Palpasi
Saat perabaan terasa hangat jika pasien sedang mengalami demam.
c. Perkusi
Perubahan letak dari pada organ organ pada kelainan kongenital. Contohnya
didapatkan perubahan bunyi pekak jantung yang seharusnya terdapat pada bagian kiri
tubuh, tapi berpindah ke sebelah kanan.7
d. Auskultasi
Biasa terdapat ronki basah yang jelas pada bawah paru dan juga terdapat bunyi
wheezing jika terjadi obstruksi bronkus
- Pemeriksaan Penunjang :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Sering ditemukan anemia jika terdapat pendarahan, leukositosis jika terjadi
infeksi. Dapat juga diperiksa sputumnya untuk menentulan kuman apa yang terdapat
di dalam sputum. Perlu di curigai adanya infeksi sekunder apabila pada hari sebelum-
sebelumnya warna sputu putih jernih lalu berubah menjadi warna kuning atau hijau.
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax
Foto torax polos membantu untuk mengidentifikasi penyakit yang serius, dan
itu merupakan standar modalitas pencitraan. Namun, foto torax polos mungkin
menggambarkan tidak ada kelainan, atau temuan spesifik pada pasien dengan
penyakit kurang parah.9
1. Gambaran radiopak (tram track) yang sejajar disebabkan oleh dilatasi bronkus
yang terlihat sama panjang.
2. Cincin radiopak atau ruang kistik berdiameter 2 cm yang dihasilkan dari
bronkiektasis kistik, kadang-kadang dengan air fluid level.
3. Gambaran cincin sesuai dengan bronkus melebar segera berdekatan dengan arteri
pulmonalis pendamping yang lebih kecil
4. Gambaran radiopak tubular disebabkan oleh dilatasi, bronkus yang terisi cairan
ini dapat digambarkan sebagai bentuk Y atau V atau sebagai gambaran radiopak
"finger- in- gloves", yang memancar dari hilus paru
5. Peningkatan ukuran dan hilangnya gambaran pembuluh paru di tempat terjadinya
bronkiektasis sebagai akibat dari fibrosis peribronchial
6. Tanda vaskular paru yang ramai, biasanya disebabkan oleh sumbatan lendir
bronkus perifer
7. Oligemia sebagai akibat dari penurunan perfusi arteri pulmonalis (penyakit berat)
8. Tanda-tanda hiperinflasi kompensasi dari paru-paru tidak terpengaruh
Gambar 15
c. Patologi Anatomi
a. Dinding bronkus
b. Mukosa bronkus