Anda di halaman 1dari 10

Al Ba’i (Jual Beli)

A. Latar Belakang

Mu’amalah adalah satu aspek dari ajaran yang telah melahirkan


peradaban Islam yang maju di masa lalu. Ia merupakan satu bagian dari syari’at
Islam, yaitu yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungan dengan
manusia, masyarakat dan alam. Karena mu’amalah merupakan aspek dari ajaran
Islam, maka ia juga mengandung aspek teologis dan spiritual. Aspek inilah yang
merupakan dasar dari mu’amalah tersebut. Dalam mu’amalah tidak hanya
membahas apa yang telah menjadi ketetapan dalam arti mu’amalah yang secara
luas atau dengan kata lain yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat
timbal balik. Tetapi dalam perkembangan yang ada terjadi suatu hal yang harus
diketahui juga yang berhubungan mengenai mu’amalah yaitu tentang Al-Ba’i
atau sering kita menyebutnya jual beli.

Sehubungan dengan itu bimbingan mualamah menjadi penting, karena


masalahnya komplek, ia berkaitan dengan masalah rohani dan jasmani, manusia
dan alam, dunia akhirat. Disamping itu bimbingan mu’amalah akan
mengarahkan kehidupan duniawi, dan mendapatkan ganjaran diakhirat. Karena
dalam hal ini Al-Ba’i atau Jual beli adalah salah satu aspek terpenting yang
dapat menunjang berlangsungnya kegiatan mu’amalah. Jual beli adalah sebuah
kajian yang sangat penting karena juga melihat bahwa jual beli yang ada adalah
sebagai landasan pemicu dalam berinteraksi. Menukar suatu barang dengan
barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad) disebut sebagai jual beli.

Dalam makalah ini membahas mu’amalah tentang jual beli, dimana


manusia dijadikan Allah Swt sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan
antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia
harus berusaha mencari karunia Allah yang ada di muka bumi sebagai sumber
ekonomi.

Maka dari sebuah hal yang mendasari dasar bagian ini maka kami akan
membahas beberapa hal mengenai pengertian jual beli, dasar hukum jual beli,
rukun dan syarat jual beli, bentuk-bentuk jual beli, akad khiyar dalam jual beli,
pengertian khiyar, macam-macam khiyar dan akibat hukum khiyar.

B. Pengertian Jual Beli

Jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar secara mutlak.


Sedangkan menurut istilah jual beli adalah tukar menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain (‫ء‬ِ ‫) ُمقَابَلَةٌ الش َّْي ِء ِباالش َّْي‬.1 Berdasarkan pengertian
tersebut maka jual beli adalah tukar menukar apa saja, baik antara barang
dengan barang, barang dengan uang atau uang dengan uang.

Sedangkan menurut para ulama fiqih, jual beli diartikan sebagai


berikut:2

1. Menurut Hanafiah sebagaimana dikemukakan oleh Ali Fikri, menyatakan


bahwa jual beli adalah ukar menukar harta dengan harta menurut cara yang
khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang.
2. Menurut syafi’iyah memberikan definisi jual beli adalah suatu akad yang
mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan
diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat
untuk waktu selamanya.
3. Menurut Hanabilah jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta tukar
menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu
selamanya, bukan riba dan bukan hutang.
4. Menurut Hasbi ash-shiddiqie adalah akad yang tegak atas dasar pertukaran
harta dengan harta, maka jadilah harta penukaran milik secara tetap.

C. Dasar Hukum Jual Beli


 Surah Al Baqarah ayat 275, yaitu: ‫الر َبا‬
ِّ ‫َّللاُ ْال َب ْي َع َو َح َّر َم‬
َّ ‫( َوأ َ َح َّل‬Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba).3
 Surah An Nisa ayat 29, yaitu: ‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ال َّ ِّذ ي َن آ َم ن ُوا ََل ت َأ ْك ُ ل ُوا‬
‫اض‬ٍ ‫ار ة ً عَ ْن ت َ َر‬ ِّ ‫أ َ ْم َو ا ل َ كُ ْم ب َ يْ ن َ كُ ْم ب ِّ الْ ب َ ا‬
َ ‫ط ِّل إ ِّ ََّل أ َ ْن ت َكُ و َن ت ِّ َج‬
‫ِّم نْ كُ ْم‬
(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu).4
 Surah Al Jumu’ah ayat 10, yaitu: ‫ص ََل ة ُ ف َ ا نْ ت َ ِّش ُر وا‬
َّ ‫ت ال‬ ِّ ُ ‫ف َ إ ِّذ َا ق‬
ِّ َ ‫ض ي‬
‫ير ا ل َ ع َ ل َّ كُ ْم‬ َّ ‫َّللا ِّ َو ا ذْ ك ُ ُر وا‬
ً ِّ ‫َّللا َ كَ ث‬ َّ ‫ض ِّل‬ ْ َ ‫ض َو ا بْ ت َغ ُ وا ِّم ْن ف‬ ِّ ‫اْل َ ْر‬
ْ ‫ف ِّ ي‬
‫ ( ت ُفْ لِّ ُح و َن‬Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi

1
Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 173
2
Ahmad Wardi Muslich, h. 173-176.
3
Dapatemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2000), h. 48
4
Dapatemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 84.
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung).5
 Rasulullah saw, bersabda: ْ ‫َواِّنَّ َم‬
ٍ ‫االبَ ْي ُع َع ْن ت َ َر‬
‫اض‬ jual beli harus
dipastikan harus saling meridhai(H.R. Baihaqi dan Ibnu Majah).6
 Ijma’ Ulama telah menayatakan bahwa jual beli diperbolehkan dengan
alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya,
tanpa bantuan orang lain.7

D. Syarat dan Rukun Jual Beli

Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang
beraqad dan (barang) yang diaqadkan, apabila salah satu dari syarat tersebut
hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Adapun syarat tersebut
adalah sebagai berikut:8

a. Bagi yang Berakad


1. Adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli)
2. Yang beraqad adalah orang yang diperkenankan (secara syariat)
untuk melakukan transaksi(berakal dan mumayyiz).
3. Yang beraqad memiliki penuh atas barang yang diaqadkan atau
menempati posisi sebagai orang yang memiliki
b. Bagi barang yang diakadkan
1. Barang tersebut adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya
secara mutlaq
2. Yang diaqad baik berupa harga atau sesuatu yang dihargai mampu
untuk didapatkan (dikuasai), karena sesuatu yang tidak dapat
didapatkan (dikuasai) menyerupai sesuatu yang tidak ada, maka
tidak sah jual belinya
3. Barang yang diaqadi tersebut diketahui ketika terjadi aqad oleh yang
beraqad.
c. Syarat Akad
1. Adanya ahli akad
2. Qobul harus sesuai dengan ijab
3. Ijab dan qobul harus bersatu

Selain syarat, ada juga rukun yang harus ada dalam jual beli. Adapun
rukun jual beli menurut Jumhur Ulama, yaitu:9

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 553
6
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah,(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), h. 75
7
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, h. 75.
8
Daud Ali, Asas-Asas Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), h. 144
9
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, h. 75-76.
1. Bai’ (penjual)
2. Mustari (pembeli)
3. Shighat (ijab dan qobul)
4. Ma’qud ‘alaih (benda atau barang)

E. Bentuk-Bentuk Jual Beli


1. Murabahah10

Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana


penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian
menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang
diharapkan sesuai jumlah tertentu. Perbedaan antara harga beli dan harga
jual barang disebut dengan margin keuntungan.11

2. As Salam12

As-salam atau salaf adalah “jual beli barang secara tangguh dengan
harga yang dibayarkan dimuka” atau dengan kata lain “jual beli dimana
harga yang dibayarkan dimuka sedangkan barang dengan kriteria tertentu
akan diserahkan pada waktu tertentu”.

10
Ghufron A Mas'adi, Fiqh Muamalah Konstekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 47

12
Ghufron A Mas'adi, Fiqh Muamalah Konstekstual, h. 49
3. Isthishna13

Istishna’ adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan


pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu (misal:
spesifikasi, model, jumlah/takaran, harga dan tempat penyerahan barang
yang jelas) yang disepakati dengan pembayaran, serta cara pembayaran
sesuai dengan kesepakatan.

Isthisna’ adalah akad yang menyerupai salam, karena bentuknya


menjual barang yang belum ada, dan sesuatu yang akan dibuat itu pada
waktu akad ditetapkan dalam tanggungan pembuat sebagai penjual. Hanya
saja berbeda dengan salam karena:

a. Dalam isthisna’ harga atau alat pembayaran tidak wajib dibayar di


muka;
b. Tidak ada ketentuan tentang lamanya pekerjaan dan saat penyerahan;
c. Barang yang dibuat tidak mesti ada di pasar.

13
Ghufron A Mas'adi, Fiqh Muamalah Konstekstual, h.50
4. Sharf

Al-Sharf secara bahasa berarti al-ziyadah (tambahan) dan al-adl


(seimbang). Sedangkan menurut istilah fiqh, al-sharf “adalah jual beli antara
barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai”.

F. Akad Khiyar dalam Jual Beli dan Pengertian Khiyar

Khiyar secara bahasa memiliki arti pemilihan. Dalam jual beli,


pemilihan adalah hal alamiah yang dilakukan oleh pembeli terhadap penjual.
Hal ini ternyata dalam islam menjadi sebuah aturan tersendiri, mengenai
bagaimana etika atau hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses jual beli
khususnya pada aspek pemilihan.

Tentunya dalam bisnis, khiyar adalah hal yang perlu dipertimbangkan


dan juga dipahami, baik oleh penjual ataupun pembeli. Khiyar dalam konteks
jual beli bisa memiliki beberapa maksud. Hal ini diantaranya adalah hak
memilih yang diberikan kepada dua belah pihak (penjual dan pembeli). Penjual
dan pembeli memiliki hak yang sama untuk melangsungkan jual beli serta
mengikuti syarat-syarat jual beli.
Tujuan adanya khiyar adalah agar kedua belah pihak (baik penjual
ataupun pembeli) tidak akan mengalami kerugian atau penyesalan setelah
transaksi yang diakibatkan dari sebab-sebab tertentu dari proses jual beli yang
dilakukan. Atau hal yang terkait mengenai barang ataupun harga. Berikut
adalah penjelasan mengenai khiyar dalam jual beli.

Rasulullah saw, bersabda:

:‫ قَا َل‬،‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ َ ،ُ‫َّللاُ َع ْنه‬
َ ِّ ‫ع ِّن النَّ ِّبي‬ َّ ‫ي‬ ِّ ‫ع ْن َح ِّك ِّيم ب ِّْن ِّحزَ ٍام َر‬
َ ‫ض‬ َ
‫ار َما لَ ْم َي ْفتَ ِّرقَا‬
ِّ ‫الخ َي‬
ِّ ‫ان ِّب‬
ِّ ‫«ال َب ِّي َع‬
Dari Hakim bin Hizam dari Nabi saw bersabda :Sesungguhnya penjual
dan pembeli memliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah,. (HR.
Bukhori).

G. Macam-Macam Khiyar
1. Khiyar Majlis

Khiyar majlis adalah khiyar yg berlaku selama penjual dan pembeli


masih berada dalam satu majlis, artinya: Selama penjual dan pembeli masih
berada di tempat transaksi jual belinya, maka penjual dan pembeli masih
ada kesempatan atau hak untuk meng-cancell akad jual-beli itu; apabila
keduanya telah berpisah atau meninggalkan tempat transaksi, maka khiyar
majlis sudah tidak berlaku lagi.

Dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

ِّ ‫اح ٍد ِّم ْن ُه َما ِّب ْال ِّخ َي‬


‫ار َمالَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬ ِّ ‫الر ُج ََل ِّن فَ ُك ُّل َو‬
َّ ‫اِّذَا ت َ َبا َي َع‬
Artinya : “Apabila ada dua orang berjual beli, maka setiap orang dari
keduanya masih boleh khiyar (yakni jadi atau tidak jadi) asal kedua belah
pihak belum berpisah.” (HR Bukhari dan Muslim).
2. Khiyar Syarat

Yaitu kedua orang yang sedang melakukan transaksi jual beli


mengadakan kesepakatan menentukan syarat, atau salah satu di antara
keduanya menentukan hak khiyar sampai waktu tertentu, maka ini
dibolehkan meskipun rentang waktu berlakunya hak khiyar tersebut cukup
lama.

Dasar disyariatkannya hak pilih ini adalah hadits yang


diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
ِّ َ‫ان ِّب ْال ِّخي‬
َ َ ‫ار َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا أ َ ْو يَ ْخت‬
‫ارا‬ ِّ َ‫ْالبَ ِّيع‬
“Sesungguhnya dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak
khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya
dengan akad khiyar.” (Muttafaqun ‘alaih).

Seperti membeli pakaian, baju atau celana dengan perjanjian jika


cocok ukurannya, maka jadilah membeli akan tetapi kalau tidak cocok, dan
setelah dicoba dirumah memang tidak cocok, maka boleh dikembalikan atau
ditukar dengan yang lainnya. Khiyar Syarat boleh dilakukan segala macam
jual beli. contohnya : “menjual barang dengan harga sekian, dengan syarat
khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga hari”.

3. Khiyar Aibi

Artinya boleh khiyar kalau membeli barang lalu terdapat cacat yang
tidak diketahui oleh pembeli pada waktu melakukan akad jual beli. pembeli
boleh mengembalikan barang tersebut, dan penjual harus menerima barang
pengembaliannya itu.

Dari Ibnu Umar ra, Nabi saw bersabda: ‫صلَّى‬َ ‫ذَ َك َر َر ُج ٌل ِّللنَّ ِّب ِّى‬
َ ‫ع فِّى ْالبُيُ ْوعِّ فَقَا َل اِّذَا َبا َي ْع‬
َ‫ت فَقُ ْل ََل ِّخ ََل َبة‬ ُ َ‫سلَّم اَنَّهُ يُ ْجد‬
َ ‫هللاُ َعلَ ْي ِّه َو‬
Artinya : ”Seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah Saw,
bahwa ia tertipu dalam jual beli, maka Rasulullah Saw bersabda : “Apabila
kamu jual beli, katakanlah : jangan ada tipuan”.(HR. Bukhari dan Muslim).

H. Akibat Hukum Khiyar

Khiyar ini sangat penting dalam transaksi untuk menjaga kepentingan,


kemaslahatan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan kontrak serta
melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi
mereka. Dengan demikian khiyar disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi
kepentingan yang timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia. Akibat
hukum melakukan khiyar, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:

1. Membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang


terikat dalam perjanjian
2. Supaya pihak penjual dan pembeli merasa puas dalam urusan jual beli
3. Untuk menghindarkan terjadinya penipuan dalam urusan jual beli
4. Untuk menjamin kesempurnaan dan kejujuran bagi pihak penjual dan
pembeli.
I. Kesimpulan

Jual beli adalah tukar menukar apa saja, baik antara barang dengan
barang, barang dengan uang atau uang dengan uang. Dasar hukum jual beli
terdapat dalam Al Quran Surah Al Baqarah ayat 275, An Nisa 29 dan Al
Jumuah ayat 10. Sahnya suatu jual beli bila ada dua unsur pokok yaitu bagi yang
beraqad dan (barang) yang diaqadkan, apabila salah satu dari syarat tersebut
hilang atau gugur maka tidak sah jual belinya. Bentuk-bentuk jual beli ada
beberapa yaitu: jual beli Murobahah, jual beli Isthisna, jual beli As Salam dan
jual beli Sharf.

Khiyar adalah hal yang perlu dipertimbangkan dan juga dipahami, baik
oleh penjual ataupun pembeli. Tujuan adanya khiyar adalah agar kedua belah
pihak (baik penjual ataupun pembeli) tidak akan mengalami kerugian atau
penyesalan setelah transaksi yang diakibatkan dari sebab-sebab tertentu dari
proses jual beli yang dilakukan. Macam-macam khiyar yaitu: Khiyar Majelis,
Khiyar Syarat dan Khiyar Aibi.

Khiyar ini sangat penting dalam transaksi untuk menjaga kepentingan,


kemaslahatan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan kontrak serta
melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi
mereka. Dengan demikian khiyar disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi
kepentingan yang timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Wardi Muslich, 2010, Fiqih mua’malah, Jakarta: Amzah.

Dapartemen Agama RI, 2010, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV. Penerbit
Deponegoro.

Rahmat Syafie’, 2001, Fiqih Mu’amalah, Bandung: CV. Pustaka Setia.

Daud Ali, 1991, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta : Rajawali Press.

Ghufron A Mas’adi, 2002, Fiqh Mua’malah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai