Anda di halaman 1dari 6

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 39

Tinjauan Pustaka

Kriptokokal meningitis: Aspek klinis dan diagnosis laboratorium


Efrida, Desiekawati

Abstrak
Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, infeksi ini secara
luas ditemukan di dunia dan umumya dialami oleh penderita dengan sistem imun yang rendah. Munculan klinis
terutama adalah meningitis dan meningoensefalitis yang dikenal dengan kriptokokal meningitis.
Sejalan dengan infeksi HIV yang menjadi pandemi, kriptokokosis sebagai infeksi oportunistik juga semakin
berkembang di dunia. Kriptokokal meningitis merupakan infeksi oportunistik kedua paling umum yang terkait
dengan AIDS di Afrika dan Asia Selatan dengan kejadian kriptokokosis 15%-30% ditemukan pada pasien dengan
AIDS. Tanpa pengobatan dengan antifungal yang spesifik, mortalitas dilaporkan 100% dalam dua minggu setelah
munculan klinis kriptokokosis dengan meningoensefalitis pada populasi terinfeksi HIV. Di Indonesia, sebelum
pandemi AIDS kasus kriptokokosis jarang dilaporkan. Sejak tahun 2004, seiring dengan pertambahan pasien
terinfeksi HIV, Departemen Parasitologi FKUI mencatat peningkatan insidensi kriptokokal meningitis pada
penderita AIDS yaitu sebesar 21,9%.
Faktor yang terkait dengan virulensi Cryptococcus neoformans adalah adanya kapsul polisakarida, produksi
melanin dan sifat thermotolerance. Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan
pejamu terhadap Cryptococcus.
Pemeriksaan laboratorium penunjang untuk diagnosis adalah pemeriksaan mikroskopis langsung
menggunakan tinta India, deteksi antigen, metode enzyme immunoassay, kultur, dan metode molekular.

Kata kunci: kriptokokal meningitis, Cryptococcus neoformans,infeksi oportunistik

Abstract
Cryptococcosis is an infection caused by Cryptococcus neoformans, that is widely found worldwide and
generally experienced by patients with immunodeficiency. Meningitis and meningoencephalitis is the major clinical
symptoms in cryptococcal meningitis.
Coincide with the pandemic of HIV infection, cryptococcosis as an opportunistic infection is also growing in
the world. Cryptococcal meningitis is the second most common opportunistic infection associated with AIDS in
Africa and South Asia with the incidence of cryptococcosis is 15% -30% found in patients with AIDS. Without
specific antifungal treatment, 100% mortality reported within two weeks after clinical cryptococcosis with
meningoencephalitis in HIV-infected population. In Indonesia, before the AIDS pandemic, cryptococcosis cases are
rarely reported. Since 2004, by the increasing HIV-infected patients. Department of Parasitology Faculty of
Medicine, Indonesian University also reported an increase incidence of cryptococcal meningitis in AIDS patients
that is about 21.9%.
Associated factors with virulence of Cryptococcus neoformans is the polysaccharide capsule, melanin
production and thermotolerance. Cell-mediated immunity has an important role in host defense against
Cryptococcus.
Laboratory tests for cryptococcosis diagnosis is direct microscopic examination using India ink, antigen detection,
enzyme immunoassay, culture, and molecular methods.

Keywords: cryptococcal meningitis, Cryptococcus neoformans, opportunistic infection

Affiliasi penulis : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran HIV/AIDS didiagnosis sebagai kriptokokal
Universitas Andalas Padang.
meningitis.1,2
Korespondensi : Efrida, Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang. pdspatklin_pdg@yahoo.com Telp: Lima sampai sepuluh persen orang yang
0751-841514 terinfeksi HIV menderita kriptokokosis, insidensi
tahunan penyakit ini adalah 0,4-1,3 kasus perseratus
Pendahuluan ribu orang pada populasi umum, 2-7 kasus perseribu
Kriptokokosis merupakan infeksi yang pasien AIDS, dan 0,3-5,3 kasus perseratus pasien
disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans. yang menjalani transplantasi.2
Infeksi ini secara luas ditemukan di dunia dan Kriptokokal meningitis adalah manifestasi
umumnya dialami oleh penderita dengan sistem imun klinis yang paling sering ditemukan merupakan infeksi
yang rendah, seperti penderita human oportunistik kedua paling umum yang terkait dengan
immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency AIDS di Afrika dan Asia Selatan dengan kejadian
syndrome (HIV/AIDS), pasien dengan pengobatan kriptokokosis 15%-30% ditemukan pada pasien
kortikosteroid jangka panjang, transplantasi organ, dan dengan AIDS. Tanpa pengobatan dengan antifungal
keganasan limforetikuler. Infeksi oleh Cryptococcus yang spesifik, mortalitas dilaporkan 100% dalam dua
neoformans terutama menyebabkan meningitis dan minggu setelah munculan klinis kriptokokosis dengan
meningoensefalitis pada orang yang terinfeksi meningoensefalitis pada populasi terinfeksi HIV.1,3

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 40

Cryptococcus dikenal dengan istilah sleeping dalam bentuk sel ragi pada suhu 37°C atau
9,10,11
giant yang sekarang dibangunkan oleh pandemi AIDS. membentuk hifa dikariotik pada suhu 24°C.
Di Indonesia, sebelum pandemi AIDS kasus Secara mikroskopis Cryptococcus
kriptokokosis jarang dilaporkan. Sejak tahun 2004, neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal
seiring dengan pertambahan pasien terinfeksi HIV, berbentuk sferis sampai oval dengan diameter 3 µm-
Departemen Parasitologi FKUI mencatat peningkatan 10 µm, sering bertunas (budding) dan dikelilingi oleh
insidensi kriptokokal meningitis pada penderita AIDS kapsul yang tebal. Pada agar Sabouraud dengan suhu
yaitu sebesar 21,9%. Rumah Sakit Persahabatan kamar, koloni yang terbentuk berwarna kecoklatan,
12
Jakarta pada tahun 2006 mendiagnosis dua kasus mengkilat, dan mukoid.
pasien dengan kriptokokosis paru. Di Bandung, Cryptococcus neoformans diklasifikasikan
Akhmad tahun 2008 melaporkan 30% pasien AIDS kedalam lima serotipe (A, B, C, D, dan AD) dan tiga
dengan gangguan sistem saraf pusat terbukti varietas yaitu C. neoformans var. neoformans
menderita meningitis Cryptococcus. Di Padang kasus (serotipe D), C. neoformans var. grubii (serotipe A),
penderita AIDS dengan kriptokokosis yang dilaporkan dan C. neoformans var. gattii (serotipe B dan C).
adalah ditemukannya pertama kali satu kasus di Pembagian serotipe berdasarkan perbedaan epitop
Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran pada kapsulnya dan perbedaan reaksi aglutinasi pada
4,5,6
Universitas Andalas tahun 2007. kapsul sesuai dengan polisakaridanya. Perbedaan
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas varietas ini berdasarkan pada kemampuan varietas
patogenesis, diagnosis, dan pemeriksaan laboratorium gattii dalam menggunakan glisin atau prolin sebagai
kriptokokal meningitis. sumber nitrogen satu-satunya sedangkan varietas
neoformans/grubii tidak. Varietas gattii juga resisten
Cryptococcus neoformans terhadap canavanine sedangkan varietas
neoformans/grubii biasanya sensitif. Kesanggupan
1. Sejarah dalam menggunakan glisin dan ketahanan terhadap
Cryptococcus pertama kali ditemukan pada canavanine digunakan dalam membedakan varietas
tahun 1894 oleh Busse dan Buschke yang melaporkan gattii dengan varietas neoformans/grubii. Pada Tabel
satu kasus pada seorang perempuan usia 31 tahun berikut ditampilkan perbedaan C. neoformans varietas
yang mempunyai ulkus berukuran besar pada tibianya neoformans dan varietas gattii.7,13
dan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.
Tabel Perbedaan C. neoformans var. neoformans
Busse mengobservasi bentuk seperti jamur pada
dengan var. gatii 7
pemeriksaan lesi secara histologi dan kemudian
mengkultur jamur tersebut yang awalnya disebut Varietas Serotipe Resisten Glisin sbg Bentuk
sebagai Saccharomyces. Isolasi pertama Canava sumber basidiospora
Cryptococcus dari lingkungan dilaporkan pada tahun nine nitrogen
1894 sewaktu Sanfelice mengisolasi jamur dari buah
satu-satunya
persik dan dinamakan Saccharomyces neoformans.
neoformans A dan D Tidak Tidak berentetan
Pada tahun 1901 Vuillemin mengganti nama jamur itu
menjadi Cryptococcus hominis untuk membedakannya gattii B dan C Ya Ya bentuk elips
dari bentuk Saccharomyces spp. Pada tahun 1976,
Kwon-Chung menemukan dan menggolongkan KRIPTOKOKAL MENINGITIS
sebagai basidiomycete dan dinamakan Filobasidiella
neoformans. Akhirnya pada tahun 2003 seluruh 1. Definisi dan Transmisi Kriptokokal Meningitis
7,8
genom C. neoformans dapat ditentukan.
Kasus kriptokokal meningitis pertama yang a. Definisi
dipublikasi adalah pada seorang perempuan usia 29 Kriptokokal meningitis adalah infeksi jamur yang
tahun yang didiagnosis dengan gejala keterlibatan disebabkan oleh jamur berkapsul genus Cryptococcus
leptomeningen seperti digambarkan oleh Verse pada yaitu Cryptococcus neoformans yang mengenai sistem
tahun 1914. Dua kasus meningitis dilaporkan pada saraf pusat dengan gejala meningitis dan
tahun 1916 oleh Stoddard dan Cutler; pada meningoensefalitis . Penyakit ini muncul sebagai
pemeriksaan patologi jaringan sistem saraf pusat kasus sporadis yang tersebar di seluruh dunia,
postmortem didapatkan bentuk jamur dengan daerah merupakan infeksi oportunistik terutama terjadi pada
terang disekelilingnya.7,8 individu immunocompromised (umumnya pada
penderita HIV/AIDS), tetapi kasus dapat juga terjadi
13,14
2. Morfologi dan Serotipe C. neoformans pada individu yang imunokompeten.
Cryptococcus neoformans adalah organisme
dimorfik, merupakan basidiomisetes yang bersifat b. Transmisi Penyakit
saprofit, ditemukan di seluruh dunia karena habitatnya Transmisi penyakit ini terjadi secara inhalasi.
adalah pada kotoran burung dan tanah yang Basidiospora terhirup bersama debu lingkungan,
terkontaminasi kotoran burung. Basidiospora biasanya terdapat di sekitar tempat tenggeran merpati,
berukuran kecil yaitu 1,8 µm sampai 3,0 µm, dapat pada kayu yang lapuk, dan tanah yang terkontaminasi

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 41

kotoran burung. Penyakit ini tidak ditularkan langsung menyebabkan perluasan dan peningkatan kerusakan
8,15
dari orang ke orang melalui jalur respirasi atau dari sel/jaringan akibat infeksi.
binatang ke manusia. C. neoformans banyak terdapat
pada lingkungan yang tercemar kotoran burung atau a. Kapsul Polisakarida Sebagai Faktor Virulensi
kelelawar, tetapi burung tersebut tidak terinfeksi. Kapsul polisakarida berperan penting dalam
Transmisi terjadi melalui jalur pulmonal dan menyebar kemampuan bertahan hidup Cryptococcus terhadap
secara hematogen sampai ke target utamanya pada lingkungan dan menimbulkan penyakit pada manusia.
sistem saraf pusat.7,8 Kapsul ini mengandung hampir 90% polisakarida
glucuronoxylomannan (GXM), 9% galactoxylomannan
2. Epidemiologi (GalXM), dan 1% mannoprotein. Kapsul polisakarida
ini membantu organisme tersebut menghindar dari
Kriptokokosis tidak hanya merupakan penyakit infeksi
respons sistem imun, yaitu melindungi patogen dari
yang umumnya berakibat fatal pada individu yang
fagositosis dan penghancuran oleh neutrofil, monosit,
immunocompromised tetapi Cryptococcus juga
dan makrofag. Kapsul ini dapat menghambat migrasi
merupakan suatu patogen pada individu
leukosit dari aliran darah ke tempat inflamasi sehingga
imunokompeten. Mortalitas pasien HIV terkait
berguna dalam invasi organisme dan memudahkan
meningitis yang disebabkan oleh Cryptococcus cukup
berkembangnya infeksi. Kapsul tersebut juga berperan
tinggi yaitu sekitar 10%-30%. Suatu analisis kohor
terhadap deplesi komplemen, kurangnya respons
pasien dengan infeksi HIV di Afrika menunjukkan
antibodi, dan disregulasi sekresi sitokin oleh makrofag
persentase kriptokokosis adalah 13%-44% dari semua 13
termasuk TNF-α dan IL-6.
penyebab kematian. Defek sistem imun yang
Komponen yang terdapat pada kapsul
dimediasi oleh sel T (seperti penderita AIDS)
dilepaskan selama C. neoformans mengalami
merupakan faktor predisposisi pada 80%-90% pasien
replikasi, GXM diakui sebagai gambaran pengenalan
dengan infeksi Cryptococcus. Insidensi kriptokokosis
reseptor yang ditemukan pada berbagai sel imunitas
juga meningkat pada pasien dengan keganasan
alamiah seperti makrofag dan sel dendritik.
limforetikular (khususnya penyakit Hodgkin’s).1,15
Mannoprotein merupakan peptida yang imunodominan
yang akan berperan sebagai pengenalan oleh sel T
3. Patogenesis dan Patofisiologi
spesifik antigen. Mannoprotein melibatkan reaksi
Infeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau
respons imun IFN-γ dan respons hipersensitif tipe
basidiospora yang memicu terjadinya kolonisasi pada
lambat, keduanya merupakan hal yang perlu dalam
saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi.
aktivasi klasik makrofag dan membersihkan jamur.9,17
Makrofag pada paru-paru sangat penting dalam sistem
kontrol terhadap inokulasi
b. Melanin Sebagai Faktor Virulensi
jamur. Makrofag dan sel dendritik berperan
Adanya melanin pada dinding sel C.
penting dalam respons terhadap infeksi Cryptococcus.
neoformans menimbulkan adaptasi jamur terhadap
Sel ini berperan dalam pengenalan terhadap jamur,
perubahan lingkungan seperti radiasi ultraviolet dan
dalam fagositosis, presentasi antigen, dan aktivasi
temperatur yang ekstrim. Melanin menimbulkan daya
respons pada pejamu, serta meningkatkan efektivitas
tahan jamur selama proses infeksi, melindungi jamur
opsonisasi fagositosis terhadap jamur. Pada sel
dari reactive oxygen species dan berperan sebagai
dendritik reseptor mannose berperan penting untuk
suatu antioksidan. Melanin juga berperan untuk
pengenalan jamur dan presentasi antigen terhadap sel
integritas dinding sel yang penting dalam proteksi
T, sel ini bereaksi dengan C. neoformans dan 9
terhadap agen antijamur pada permukaan sel.
mengekspresikannya ke limfosit kemudian bermigrasi
Peranan melanin dalam interaksi antara
ke jaringan limfoid. Makrofag memberikan respons
pejamu dan patogen adalah bahwa melanin
terhadap C. neoformans dengan melepaskan sitokin
kemungkinan melindungi sel patogen karena efek
proinflamasi yaitu IL-1. Sekresi IL-1 mengatur
antioksidan serta oleh adanya efek pada permukaan
proliferasi dan aktivasi limfosit T yang penting dalam
8,16 dinding sel yang merupakan perlindungan terhadap
memediasi pembersihan paru.
sejumlah efektor imunitas selular. Melanin yang
Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki
diproduksi ini meningkatkan virulensi Cryptococcus.
peranan penting dalam pertahanan terhadap
Suatu penelitian terhadap model tikus menunjukkan
Cryptococcus. Pada banyak kasus penyebaran
bahwa sel-sel tikus dengan melanin lebih resisten
kriptokokosis terjadi pada keadaan defisiensi sel T
terhadap fagositosis.13,18,19
CD4+ (HIV/AIDS), imunitas dihubungkan dengan
respons sel Th1 yang aktif menghancurkan C.
c. Patogenesis Meningoensefalitis oleh C.
neoformans. Sel CD4+ dan CD8+ berperan pada
neoformans
jaringan yang terinfeksi. Limfosit T CD4+ dan CD8+
Mekanisme masuknya organisme ini ke dalam sistem
secara langsung menghambat pertumbuhan jamur
saraf pusat yang menyebabkan meningoensefalitis
melalui perlekatan terhadap permukaan sel
tidak diketahui secara jelas. Beberapa hipotesis yang
Cryptococcus. Kurangnya atau tidak adanya respons
mendukung dalam menjelaskan mekanismenya
imun yang baik untuk menginaktifkan dan
adalah bahwa jamur melewati sawar darah otak.
menghancurkan organisme yang masuk

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 42

Jamur masuk melalui endotel sawar darah otak yang Praanalitik Pemeriksaan
tersusun atas sel endotel mikrovaskular otak. Syarat pengumpulan sampel untuk pemeriksaan
Penelitian oleh Ibrahim et al., pada tahun 1995 laboratorium, pemeriksaan mikroskopis langsung,
menunjukkan bahwa C. neoformans mempunyai pemeriksaan kultur, dan serologi adalah sebagai
kemampuan untuk melekat ke sel endotel dan berikut:14
kemudian mengalami internalisasi pada sel endotel,  sampel diambil secara aseptis sebelum
selanjutnya menyebabkan kerusakan sel endotel. Tiga pemberian antifungal, dikumpulkan pada
mekanisme yang memungkinkan Cryptococcus wadah yang steril dan segera dibawa ke
melewati sawar darah otak dan memasuki sistem laboratorium
saraf pusat yaitu: (1) melewati mekanisme transselular  sampel diambil sesegera mungkin setelah
langsung, cryptococci diinternalisasi oleh sel endotel timbulnya gejala yang mendukung ke arah
dan keluar melalui permukaan abluminal sel; (2) diagnosis
mekanisme Trojan Horse, menerangkan bahwa  jumlah sampel yang dianjurkan untuk cairan
cryptococci diliputi oleh sel fagositik pada awal infeksi serebrospinal (CSS) adalah >2 mL. Sampel
dan kemudian dilewatkan oleh sel pejamu ke sistem darah 10-20 mL untuk dewasa dan 4-10 mL
saraf pusat; dan (3) transfer langsung dari fagosit yang untuk anak-anak
terinfeksi ke dalam sel endotel dan kemudian diikuti
oleh pengeluarannya melalui permukaan abluminal Pengiriman, penyimpanan, dan pemrosesan
sel. Adanya infeksi oleh virus HIV akan memfasilitasi sampel adalah sebagai berikut:
Cryptococcus melewati sawar darah otak dan akan  sampel harus dikirim sesegera mungkin ke
mengganggu integritas sawar darah otak dan/atau laboratorium, waktu maksimum yang
oleh aktivitasnya yang berperan sebagai suatu trans- dibolehkan untuk transpor adalah sampai 24
predilection factor.13 jam pada suhu kamar untuk sampel yang
diambil pada tempat yang steril
4. Manifestasi Klinis Kriptokokal Meningitis
 sesampai di laboratorium sampel harus
Paru merupakan gerbang utama tempat diproses sesegera mungkin, sampel diproses
masuknya Cryptococcus neoformans. Infeksi primer dalam waktu kurang dari empat jam, untuk
pada paru sering asimptomatik, namun gejala isolasi Cryptococcus sampel tidak boleh
bervariasi tergantung pada faktor pejamu, inokulum, disimpan di refrigerator. Untuk pemeriksaan
dan virulensi organisme sehingga penyakit dapat serologi dan molekular, spesimen yang tidak
menyebar secara sistemik dengan tempat predileksi langsung diperiksa dapat disimpan pada
utamanya adalah pada otak. Gejala penyakit ini bisa refrigerator selama dua minggu dan dapat
asimptomatis sampai yang berat yaitu meningitis.7,12 disimpan beku selama satu bulan.
Secara umum kriptokokosis pada paru dapat  sampel cairan serebrospinal disentrifus pada
menimbulkan gejala seperti batuk, nyeri dada, tabung sentrifus yang steril selama 10 menit
pleuritis, demam, sesak nafas, dan sindrom distres pada 2000-2500 rpm, supernatan kemudian
pernafasan akut (terutama pada pasien dituangkan ke wadah lain dan disimpan untuk
immunocompromised).14 deteksi antigen. Pelet digunakan untuk
Meningitis merupakan manifestasi paling membuat sediaan hapus dan basah serta
sering kriptokokosis, peradangan ini juga disertai untuk kultur.
dengan peradangan parenkim otak sehingga istilah
meningoensefalitis lebih tepat digunakan. Kriptokokal 1. Pemeriksaan Mikroskopis Langsung
meningitis harus selalu dimasukkan dalam diagnosis Metode yang digunakan untuk
diferensial pada kasus meningoensefalitis kronis atau pemeriksaan mikroskopis langsung adalah pewarnaan
subakut karena gambaran klinis yang tidak dengan tinta India dan dibaca dengan mikroskop
spesifik.12,14 cahaya, merupakan pemeriksaan yang dilakukan
14
Pada pasien HIV, penyakit ini dikaitkan untuk mendeteksi kapsul sel jamur C. neoformans.
dengan adanya imunosupresi, biasanya pada keadaan
jumlah CD4 <100 sel/µL dan kurangnya respons Pewarnaan dengan Tinta India
inflamasi yang dilihat dari jumlah leukosit <20/µL Persiapan pewarnaan C. neoformans dengan Tinta
dengan titer antigen Cryptococcus serum yang India adalah:
tinggi.14  disiapkan kaca objek yang bersih dan tidak
berminyak
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Cryptococcus  diteteskan 1 tetes tinta India pada bagian
neoformans tengah kaca objek
 diambil spesimen (CSS) satu loop, lebih baik
Pemeriksaan C. neoformans yang akan
sedimen hasil sentrifus dengan loop yang
dibahas pada tinjauan ini adalah pemeriksaan
sudah dipijarkan dan didinginkan terlebih
mikroskopis langsung menggunakan tinta India,
dahulu
deteksi antigen, metode enzyme immunoassay, kultur,
dan metode molekular.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 43

 kedua tetesan dicampurkan dengan loop atau lainnya termasuk dari spesies cryptococcus yang
20
jarum steril, kemudian tetesan tersebut ditutup lain.
dengan kaca penutup Prinsip pemeriksaan:
 sediaan diperiksa dengan mikroskop cahaya. Cryptococcus neoformans mempunyai
Pada pembesaran 400x Cryptococcus aktivitas phenoloksidase, terdapat di dalam dinding sel
neoformans terlihat sebagai titik-titik bercahaya yang mampu memetabolisme asam caffeic. Guizotia
pada latar belakang gelap sedangkan dengan abysinics seeds berfungsi sebagai substrat
pembesaran 1000x sel terlihat mengandung phenoloksidase. C. neoformans menghasilkan enzim
badan refraktil yang dikelilingi oleh kapsul tebal, dalam substrat yang akan dikonversi menjadi melanin
karakteristik adalah adanya budding yang atau pigmen seperti melanin menghasilkan warna
menegaskan untuk diagnosis. coklat gelap, sedangkan jamur lain menghasilkan
sangat sedikit atau bahkan tidak menghasilkan enzim
2. Deteksi Antigen C. neoformans dengan 20
sehingga tidak terjadi perubahan warna.
Aglutinasi Lateks
Prinsip Pemeriksaan 5. Metode Secara Molekular
Partikel lateks yang dilapisi dengan anti- Pendekatan diagnostik secara molekular yaitu deteksi
cryptococcal globulin reagent (ACGR) akan bereaksi DNA dengan amplifikasi secara Polymerase chain
dengan antigen cryptococcus dalam serum atau cairan reaction (PCR) dan amplifikasi hasil PCR dideteksi
11
serebrospinal pasien. Apabila terdapat antigen secara elektroforesis.
cryptococcus dalam sampel yang diperiksa maka akan
19
terbentuk/terlihat aglutinasi. RINGKASAN
Kriptokokosis merupakan infeksi yang
3. Pemeriksaan Berdasarkan Metode Enzyme
disebabkan oleh jamur berkapsul genus Cryptococcus
Immunoassay
yaitu Cryptococcus neoformans. Infeksi ini secara luas
Penelitian klinis menunjukkan bahwa enzyme
ditemukan di dunia, merupakan infeksi oportunistik
immunoassay digunakan sebagai metode pendukung
terutama terjadi pada individu immunocompromised
untuk pengukuran antibodi IgG pada kriptokokosis.
(umumnya penderita HIV/AIDS) dengan manifestasi
Literatur menyatakan metode untuk mendeteksi
klinis yang utama adalah kriptokokal meningitis.
antibodi Cryptococcus yang ada sekarang kurang
Kriptokokal meningitis dapat mengenai penderita
spesifik dan kurang sensitif. Tes aglutinasi tabung
dengan sistem imun rendah lainnya seperti pasien
mendeteksi hanya 30% pasien dengan Cryptococcus,
dengan pengobatan kortikosteroid jangka panjang,
immunofluorescence assay (IFA) mendeteksi kira-kira
transplantasi organ, dan keganasan limforetikular.
38% kasus dengan Cryptococcus. Gabungan kedua
Transmisi penyakit ini terjadi secara inhalasi
pemeriksaan tersebut direkomendasikan dengan
melalui basidiospora yang terhirup bersama udara dan
kemampuan mendeteksi kira-kira 50% kasus
debu lingkungan yang terkontaminasi, kemudian
kriptokokosis.11
masuk ke paru. Infeksi primer pada paru sering
asimptomatik, namun gejala bervariasi tergantung
4. Kultur Cryptococcus
pada faktor pejamu, inokulum, virulensi organisme
Diagnosis kriptokokosis dikonfirmasi dengan
sehingga penyakit dapat menyebar secara sistemik
melakukan kultur organisme yang merupakan baku
dengan tempat predileksi utamanya adalah pada otak.
emas dalam diagnosis laboratorium. Media yang
Gejala penyakit ini bisa asimptomatis sampai yang
paling umum digunakan untuk kultur jamur adalah
berat yaitu meningitis/meningoensefalitis.
Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA). Sabouraud’s
Pemeriksaan laboratorium dalam
Dextrose Agar digunakan untuk isolasi dan
18 menegakkan kriptokokal meningitis adalah
penanaman jamur.
pemeriksaan mikroskopis langsung dengan tinta India,
a. Kultur pada Sabouraud’s Dextrose Agar pemeriksaan antigen dengan aglutinasi lateks,
Prinsip Pemeriksaan: pemeriksaan enzyme immunoassay untuk deteksi
Sabouraud’s Dextrose Agar merupakan antibodi, kultur jamur, dan pemeriksaan biomolekular.
media yang mengandung pepton, glukosa, dan
dengan pH rendah yang optimal bagi jamur. Pepton DAFTAR PUSTAKA
merupakan sumber nitrogen sedangkan glukosa
merupakan sumber energi untuk pertumbuhan jamur. 1. Bicanic T and Harrison TS. Cryptococcal
Glukosa dalam konsentrasi tinggi memberikan suatu Meningitis. Br Med Bull. 2004; 72: 99-118.
keuntungan dalam pertumbuhan jamur. 19 2. Centers for Disease Control and Prevention
(CDC). Cryptococcosis Technical Information
b. Kultur pada Birdseed (NIGER) Agar [serial online] 2003. Diunduh dari
Birdseed agar merupakan media http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/
selektif, media diferensial yang digunakan untuk cryptococcosis_t.htm dilihat tanggal 12
isolasi dan identifikasi C. neoformans dari jamur Oktober 2011

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 44

3. Park BJ, Wannemuehler KA, and Marston BJ. 14. WHO. Laboratory Manual for Diagnosis of
Estimation of The Current Global Burden of Fungal Opportunistic Infections in HIV/AIDS
Cryptococcal Meningitis Among Person Patients. Regional Office for South-East Asia,
Living with HIV/AIDS. AIDS. 2009; 23: 525- New Delhi; 2009.
30. 15. Office of Public Health, Louisiana Dept of
4. Syahruddin E dan Herman D. Kriptokokosis Health & Hospitals. Cryptococcosis in
Paru Primer. Departemen Pulmonologi dan Infectious Disease Epidemiology Section.
Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta. J 2004.
Respir Indo. 2007; 27(2): 120-24. 16. Shoham S and Levitz SM. The Immune
5. Tofrizal, Nizar RZ, Esther HM. Kriptokokosis. Response to Fungal Infections. British
Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Journal of Haematology. Blackwell Publishing
Kedokteran Universitas Andalas, Padang; Ltd; 2005; 129: 569-82.
2007. 17. Pietrella D, Corbucci C, Perito S, Bistoni G,
6. Wahyuningsih R. Ancaman Infeksi Jamur and Vecchiarelli A. Mannoproteins from
pada Era HIV/AIDS. Maj Kedokt Indon. 2009; Cryptococcus neoformans promote Dendritic
59:12. Departemen Parasitologi FKUI dan Cell Maturation and Activation. Infect Immun.
Bagian Parasitologi FKUI. 2005; 73: 820-27.
7. Perfect JR and Cox GM. Cryptococcosis. In 18. Winn Jr W, Allen S, Janda W, Koneman E,
Microbiology and Microbial Infections, Procop G, Schreckenberger P et al. Mycology
th
Medical Mycology. 9 ed. Editors. Merz WG in Koneman’s Color Atlas and Texbook of
and Hay RJ. American Society for Diagnostic Microbiology, 6th ed. Philadelphia,
Microbiology, Washington DC; 2005. hlm. Lippincott Williams & Wilkins; 2006. hlm.
637-53. 1151-1243.
8. Voelz K. Macrophage-Cryptococcus 19. BD Diagnostic Systems. BDTM Sabouraud
Interactions During Cryptococcosis. College Glucose Agar. Instructions for Use-Ready to
of Life and Environmental Sciences School of Use Plated Media. 2009.
Biosciences. University of Birmingham; 2010. 20. PML Microbiologicals. Birdseed (Niger) Agar.
9. Whiteway M and Bachewich C. Fungal Technical Data Sheet #170 REV. 3; 2008.
Genetics in Fungi: Biology and Applications.
Editor, Kevin Kavanagh. Department of
Biology National University of Ireland
Maynooth Co. Kildare, Ireland. John Wiley &
Sons, Ltd; 2005. hlm. 36-63.
10. Karkowska-Kutela J, Rapala-Kozik M, and
Kozik A. Fungi Pathogenic to Humans:
Molecular Bases of Virulence of Candida
albicans, Cryptococcus neoformans and
Aspergillus fumigatus. Department of
Analytical Biochemistry, Faculty of
Biochemistry, Biophysics, and Biotechnology,
Jagiellonian University, Krakow, Poland.
Review. 2009; 56 (2): 211-224.
11. Prince Y. Literature Review of Cryptococcus
neoformans in Improving Laboratory
Diagnostic Techniques to Detect M.
Tuberculosis Complex and C. neoformans as
The Causitive Agents of Chronic Meningitis in
The Cerebrospinal Fluid of Adult Patients.
Medical Microbiology at Stellenbosch
University; 2010.
12. Kayser, FH. Fungi as Human Pathogens in
General Mycology. Color Atlas of Medical
Microbiology. Editor: Kayser FH, Bienz KA,
Eckert J, Zinkernagal RM. Thieme, New York:
2005. hlm. 348-74.
13. Ma H and May RC. Virulence in
Cryptococcus Species in Advances in Applied
Microbiology. Editors: Laskin AI, Sariaslani S,
Gadd GM, Vol. 67, Burlington Academic
Press; 2009. hlm. 131-90.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)

Anda mungkin juga menyukai