Anda di halaman 1dari 12

Definisi

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) yang merupakan padanan istilah severely underweight (Kemenkes RI, 2011),
sedangkan menurut Depkes RI 2008, keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan
indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda
klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.1,4 Klasifikasi status gizi anak
berdasarkan berat derajatnyadijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi
Indeks Simpangan Baku Status Gizi

≥ 2 SD Gizi Lebih

-2 SD sampai +2 SD Gizi Baik


BB / U
<-2 SD sampai -3SD Gizi Kurang

<-3 SD Gizi Buruk

-2 SD sampai +2 SD Normal
TB / U
< -2 SD Pendek

≥ 2 SD Gemuk

-2 SD sampai +2 SD Normal
BB / TB
< -2 SD sampai -3 SD Kurus

< -3 SD Sangat Kurus

2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gizi Buruk

a. Faktor Host

Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam
segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang
energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi
penderita marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak.
b. Faktor Agent

Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang
tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dan
penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti
Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang,
dan adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak.
Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak
menjadi kurang gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.
c. Faktor Sosial Ekonomi

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah sosial
ekonomi, dan kemiskinan.

2.4 Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang
berbeda-beda.
a. Marasmus

Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet
yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan
orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital.
Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.6
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah : 4
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,
tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
b. Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh
lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema
pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan
masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang
berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik, akibat
defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini
terutama berada di daerah industri belum bekembang.6
Bentuk klinik awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis atau
iritabilitas. Bila terus berlanjut, mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamuna,
kehilangan jaringan muskuler, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, dan udem.
Imunodefisiensi sekunder merupakan salah satu dari manifestasi yang paling serius dan
konstan.. Hati membesar dapat terjadi awal atau lambat, sering terdapat infiltrasi lemak.
Udem biasanya terjadi awal, penurunan berat badan mungkin ditutupi oleh udem, yang
sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan tungkai. Aliran
plasma ginjal, laju filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun. Jantung mungkin
kecil pada awal stadium penyakit tetapi biasanya kemudian membesar. Pada kasus ini
sering terdapat dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang teriritasi tetapi tidak
ada pada daerah yang terpapar sinar matahari. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini
sesudah deskuamasi atau dapat generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan kehilangan
sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi menghasilkan corak merah
atau abu-abu pada warna rambut (hipokromotrichia).6
Berikut ciri-ciri dari kwashiorkor secara garis besar adalah :
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal
pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
c. Marasmik-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.4

2.5 Patofisiologi
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan
makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran
cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik.
Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga
dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi
masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti
oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai
dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/ compensated malnutrition).
Dengan demikian pada KEP dapat terjadi: gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
berbagai sintesa enzim.11

Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit


marasmus dan kwashiorkor.Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein dan juga
energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya
berat badan di bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada
KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan,
lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.12,13

Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino
essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi hipoalbuminemia dan
edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel, seperti
tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke
sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar.
Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi,
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino.
Kurangnya kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin.
Hal ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya,
kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak
terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan sebagai
akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.12,13

Bagan 2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor


2.6 Manifestasi Klinis

Tabel 8. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor

Marasmus Kwshiorkor

 Pertumbuhan berkurang atau berhenti  Perubahan mental sampai apatis


 Terlihat sangat kurus  Anemia
 Penampilan wajah seperti orangtua  Perubahan warna dan tekstur rambut,
 Perubahan mental mudah dicabut / rontok
 Cengeng  Gangguan sistem gastrointestinal
 Kulit kering, dingin, mengendor, keriput  Pembesaran hati
 Lemak subkutan menghilang hingga  Perubahan kulit
turgor kulit berkurang  Atrofi otot
 Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat  Edema simetris pada kedua punggung
jelas kaki, dapat sampai seluruh tubuh.
 Vena superfisialis tampak jelas
 Ubun – ubun besar cekung
 tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
 mata tampak besar dan dalam
 Kadang terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
Gambar 2. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor

2.7 Diagnosis
Pada anamnesis sering didapatkan keluhan pertumbuhan dan perkembangan
terganggu, tubuh kurus, berat badan yang kurang atau sukar bertambah, serta anak sering
rewel. Pada anamnesis juga diperoleh informasi bahwa sering terjadi infeksi berulang atau
penyakit lain seperti diare atau konstipasi (WHO, 2009).
Pada pemeriksaan fisik, penting untuk melakukan penilaian status antropometri yang
meliputi pengukuran berat badan (BB), tinggi atau panjang badan (TB/PB), lingkar lengan atas
(LLA). LLA dapat digunakan untuk menentukan status gizi yang dapat memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body mass atau massa tubuh tidak berlemak). Perlu dilakukan
juga pengukuran ketebalan lipatan kulit di lengan atas bagian posterior (lipatan trisep) yang
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak subkutan dapat diukur menggunakan jangka
lengkung (kaliper). Lemak di bawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan
kulit normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan 2,5 cm pada perempuan (WHO, 2009).
Berikut Kriteria Anak Gizi Buruk menurut KEMENKES, 2011
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB : < -3SD dan atau;
b. Terlihat sangat Kurus dan atau;
c. Adanya edema dan atau;
d. LILA <11,5 cm untuk anak 6 – 59 bulan
2. Gizi Buruk dengan komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda
komplikasi medis berikut :
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
(KEMENKES, 2011)
Alur pemeriksaan anak gizi buruk, KEMENKES, 2011 (Direktorat jenderal gizi)
2.8 Tatalaksana

Penanganan umum gizi buruk meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi seperti pada tabel berikut :

Tabel 3. Alur Tatalaksana Gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi – Direktorat Jenderal Bina
Gizi KIA, 2011)
Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata
kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin, tutup mata dengan kassa yang telah dibasahi dengan
larutan garam normal, dan balutlah (WHO, 2009).
Perhitungan kebutuhan gizi menurut fase PMT
Energi Protein Cairan

Stabilisasi 80 – 100 kkal/kg/hari 1 – 1,5 g/kg/hari 100 – 130 ml/kg/hari

100 – 150
Transisi 2 – 3 g/kg/hari 150 ml/kg/hari
kkal/kg/hari

150 – 200
Rehabilitasi 4 – 6 g/kg/hari 150 – 200 ml/kg/hari
kkal/kg/hari

Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L
atau < 54 mg/dl) yang sering kali menyebabkan kematian pada 2 hari pertama perawatan
(WHO, 2009). Tanda-tanda hipoglikemi pada anak tidak selalu diikuti dengan berkeringat dan
pucat. Anak dengan letargis, nadi lemah, dan kehilangan kesadaran merupakan tanda-tanda
yang harus diwaspadai terjadinya hipoglikemi, bahkan terkadang tanda-tanda hipoglikemi pada
anak hanya ditandai dengan mengantuk.
Tanda hipoglikemia pada anak menurut usia :
 Neonatus : Tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apneu atau pernapasan tidak teratur, letargi
atau apatis, berkeringat, takipneau atau takikardia, tidak mau minum.
 Balita : Kejang, letargi, pucat, berkeringat dingin, hipotermia, takikardia, lemah, gangguan
bicara, dan koma
Diagnosis hipoglikemia pada anak :
1) Adanya gejala klinis hipoglikemia
2) Kadar gula plasma darah <50mg/dL
3) Respon klinis baik terhadap pemberian gula
Berikut tatalaksana anak gizi buruk dengan hipoglikemia:

Bila anak sadar dan dapat minum Bila anak tidak sadar
 Bolus 50 ml larutan glukosa 10%  Glukosa 10% intra vena (5mg/ml) Tabel
atau sukrosa 10% peroral atau diikuti 50 ml Glukosa 10% atau 3.
dengan pipa NGT kemudian mulai sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian
pemberian F75 setiap 2 jam. mulai pemberian F75 setiap 2 jam
 Antibiotik spektrum luas  Antibiotik spektrum luas
 Pemberian makan per 2 jam  Pemberian makanan per 2 jam
Penanganan hipoglikemia pada anak dengan gizi buruk (WHO, 2009).
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah setelah 2 jam ulangi pemeriksaan kadar gula
darah. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian 50 ml
bolusglukosa 10% atau larutan sukrosa, lanjutkan pemberian makan F75 setiap 2 jam hingga
anak stabil. Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia
disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan
(hipotermia dan hipoglikemia).
Sebagai pencegahan, beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin
atau jika perlu lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang
malam.

Koreksi Defisiensi Mikronutrien


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipunsering
ditemukan anemia, tidak boleh diberikan preparat besi pada periode awal (stabilisasi, transisi),
tetapi tunggusampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah
beratbadannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi). Pemberian preparatbesi
dapat memperburuk keadaan infeksi serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi bebas yang akan
merusak membran sel dan berakibat fatal (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Pemberian pada hari 1:
- Asam folat 5 mg, oral
- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk) (IDAI, 2011), dengan dosis seperti di bawah ini :
Tabel 6. Dosis vitamin A sesuai dengan usia anak (IDAI, 2011)

Umur Dosis (IU)

< 6 bulan 50 000 (1/2 kapsul Biru)

6–12 bulan 100 000 (1 kapsul Biru)

1-5 tahun 200 000 (1 kapsul Merah)

Pemberian harian selama 2 minggu:


- Asam folat 1 mg/hari
- Suplemen multivitamin
- Zinc (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (pada fase rehabilitasi)
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri
vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15 (IDAI, 2011).

Pemberian Makan Awal


Pada fase stabilisasi, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab
keadaan fisiologis anak masih rapuh dan kapasitas homeostasisnya berkurang. Pemberian
makan sebaiknya dimulai sesegera mungkin setelah pasien masuk dan harus dirancang untuk
memenuhi kebutuhan energi dan protein secukupnya untuk mempertahankan proses fisiologi
dasar (IDAI, 2011).
Tatalaksana
Gambaran hal-hal penting dalam pemberian makan pada fase stabilisasi adalah sebagai berikut:
- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dengan osmolaritasrendahdan rendah laktosa
(F-75)
- Pemberian makan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
- Energi: 80 –100 kkal/kgBB/hari
- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlahF-75yang
ditentukan harus dipenuhi (IDAI, 2011).
Tabel 7. Jadwal pemberian F-75 (WHO, 2009)
HARI
FREKUENSI VOLUME/KGBB/PEMBERIAN VOLUME/KGBB/HARI
KE

1-2 setiap 2 jam 11 ml 130 ml

3-5 setiap 3 jam 16 ml 130 ml

6 dst setiap 4 jam 22 ml 130 ml

Formula awal F-75 sesuai resep (Tabel 8) dan jadwal makan (Tabel 7) dibuat untuk
mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang berbahan serealia, sebagian
gula diganti dengan tepungberas atau maizena sehingga lebih menguntungkan karena
mempunyaiosmolaritas yang lebih rendah, tetapi perlu dimasak dulu. Formula ini baikbagi
anak gizi buruk dengan diare persisten (WHO, 2009).
Formula F-75 mengandung 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein / 100 ml cukup memenuhi
kebutuhan bagi sebagian besar anak. Berikan dengan menggunakan cangkir atau sendok. Anak
yang sangat lemah, mungkin perlu diberikan dengan sendok atau secara drop atau dengan spuit
(IDAI, 2011).

Kriteria sembuh
Bila BB/TB atau BB/PB >-2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria
pulang sebagai berikut (KEMENKES RI, 2011) Direktorat Bina Gizi 2011
a) Edema sdah berkurang atau hilang, anak sadar, dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB >-3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) ibu telah mendapat konseling gizi
e) ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
f) selera makan sudah membak, makanan yang diberikan dapat dhabiskan

Anda mungkin juga menyukai