Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah faktor resiko terbesar terjadinya aterosklerosis dan iskemik pada
jantung. Hipertensi adalah faktor resiko terjadinya penyakit jantung, hipertensi yang tidak
terkontrol akan memberikan resiko 2 hingga 4 kali lipat terjadinya penyakit jantung coroner,
gagal jantung, insufisiensi ginjal, atrial fibrilasi dan ketidakseimbangan kognitif/demensia.

Sebagian besar pasien dengan hipertensi memerlukan agen terapi anti hipertensi
kombinasi untuk mencapai tujuan terapeutik. Guideline terakhir merekomendasikan supaya
pemberian terapi awal dengan penggunaan dua obat pada pasien yang memiliki tekanan sistolik
>20 mmHg dan atau tekanan diastolic >10 mmHg dari batas atas tekanan darah normal, begitu
juga pasien dengan resiko tinggi penyakit kardiovaskuler.

Sekitar 25% pasien membutuhkan 3 kombinasi agen anti hipertensi untuk mencapai
target terapi (Guerrero-García C and Rubio-Guerra AF, 2018). Resiko hipertensi juga
dipengaruhi oleh usia. Prevalensi hipertensi pada usia diatas 70 tahun mencapai 60-70% (Olivia,
2012). Menurut beberapa guideline seperti ACC/AHA/AAPA/ABC penggunaan satu agen anti
hipertensi tidak efektif.

Tatalaksana hipertensi yang adekuat dapat mencegah terjadinya komplikasi, baik di


faskes pertama maupun faskes lanjutan. Oleh karena itu, setiap faskes harus mampu memberikan
penatalaksanaan hipertensi yang adekuat.
KOMBINASI OBAT

Hipertensi adalah faktor resiko terbesar terjadinya aterosklerosis dan iskemik pada jantung.
Hipertensi adalah faktor resiko terjadinya penyakit jantung, hipertensi yang tidak terkontrol akan
memberikan resiko 2 hingga 4 kali lipat terjadinya penyakit jantung coroner, gagal jantung,
insufisiensi ginjal, atrial fibrilasi dan ketidakseimbangan kognitif/demensia. Sebagian besar
pasien dengan hipertensi memerlukan agen terapi anti hipertensi kombinasi untuk mencapai
tujuan terapeutik. Guideline terakhir merekomendasikan supaya pemberian terapi awal dengan
penggunaan dua obat pada pasien yang memiliki tekanan sistolik >20 mmHg dan atau tekanan
diastolic >10 mmHg dari batas atas tekanan darah normal, begitu juga pasien dengan resiko
tinggi penyakit kardiovaskuler.

Obat Kombinasi Anti Hipertensi

Sebagian besar pasien dengan hipertensi memerlukan agen terapi anti hipertensi
kombinasi untuk mencapai tujuan terapeutik. Guideline terakhir merekomendasikan supaya
pemberian terapi awal dengan penggunaan dua obat pada pasien yang memiliki tekanan sistolik
>20 mmHg dan atau tekanan diastolic >10 mmHg dari batas atas tekanan darah normal, begitu
juga pasien dengan resiko tinggi penyakit kardiovaskuler. Sekitar 25% pasien membutuhkan 3
kombinasi agen anti hipertensi untuk mencapai target terapi (Guerrero-García C and Rubio-
Guerra AF, 2018). Berikut adalah obat kombinasi yang direkomendasikan dan tidak
direkomendasikan :

Tabel 1. Kombinasi yang direkomendasikan dan yang tidak direkomendasikan

Kombinasi yang direkomendasikan Kombinasi yang tidak direkomendasikan


Diuretik dengan ARB/ACE-I atau CCB ARB/ACE dengan ARB/ACE
ARB/ACE-I dengan diuretik atau CCB Diuretik dengan beta blocker
Beta blocker dengan CCB (dihidropiridin) Beta blocker dengan CCB non-dihidropiridin
Algoritma Terapi untuk Obat Anti Hipertensi

Algoritma farmakoterapi telah dikembangkan untuk memberikan rekomendasi praktis


pengobatan hipertensi. Beberapa rekomendasi utama, yaitu:

1. Inisiasi pengobatan pada sebagian besar pasien dengan kombinasi dua obat. Bila
memungkinkan dalam bentuk SPC (Single Pill Combination), untuk meningkatkan
kepatuhan pasien. Kombinasi dua obat yang sering digunakan adalah RAS blocker
(Renin-angiotensin system blocker), yakni ACEi atau ARB, dengan CCB atau
diuretik.
2. Kombinasi beta bloker dengan diuretik ataupun obat golongan lain dianjurkan bila
ada indikasi spesifik, misalnya angina, pasca IMA, gagal jantung dan untuk kontrol
denyut jantung.
3. Pertimbangkan monoterapi bagi pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko rendah
(TDS <150 mmHg), pasien dengan tekanan darah normal-tinggi dan berisiko sangat
tinggi, pasien usia sangat lanjut (≥80 tahun) atau ringkih.
4. Penggunaan kombinasi tiga obat yang terdiri dari RAS blocker (ACEi atau ARB),
CCB, dan diuretik jika TD tidak terkontrol oleh kombinasi dua obat.
5. Penambahan spironolakton untuk pengobatan hipertensi resisten, kecuali ada
kontraindikasi.
6. Penambahan obat golongan lain pada kasus tertentu bila TD belum terkendali dengan
kombinasi obat golongan di atas.
7. Kombinasi dua penghambat RAS tidak direkomendasikan.
Gambar 1. Strategi penatalaksanaan hipertensi tanpa komplikasi

Gambar 2. Strategi penatalaksanaan hipertensi dan penyakit arteri coroner

Gambar 3. Strategi penatalaksanaan hipertensi dengan CKD


Gambar 4. Strategi penatalaksanaan hipertensi dan gagal jantung dengan ejection
fraction menurun

Gambar 5. Strategi penatalaksanaan hipertensi dengan atrial fibrilasi

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien hipertensi adalah:

Diuretika

Angiotensin II
Β Blocker Receptor
Blocker

α Blocker Calcium
Channel Blocker

Angiotensin
Converting
Enzyme
Inhibitor
Gambar 6. Kemungkinan Kombinasi obat antihipertensi

Keuntungan pemberian agen antihipertensi kombinasi :


Keuntungan dari pemberian agen antihipertensi kombinasi adalah adanya penurunan angka
tekanan darah yang lebih besar dibandingkan dengan monoterapi. Keuntungan tersebut antara
lain :
1. RAS-I (Renin Angiotensin System Inhibitor) mencegah edema pretibial yang disebabkan
oleh kalsium blocker saluran
2. RAS-I menetralkan pelepasan renin yang disebabkan oleh natriuretik
3. RAS-I memblokir pemblokiran aldosteron yang diinduksi oleh natriuretik dan
hipokalemia yang dihasilkan
4. Beberapa mekanisme peningkatan tekanan darah tersumbat
5. Perlindungan yang lebih besar untuk target organ
6. Kontrol tekanan darah lebih cepat
Terapi kombinasi mungkin memiliki beberapa efek terhadap kerja antihipertensi tersebut:
1. Anti-inflamasi
2. Efek metabolik

Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan


hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
 Faktor sosio-ekonomi
 Profil faktor risiko kardiovaskuler
 Ada tidaknya kerusakan organ target
 Ada tidaknya penyakit penyerta
 Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
 Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain
 Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
risiko kardiovaskuler
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target tekanan
darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi
24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian
tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian
besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah
tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah.

Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan


hipertensi tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
 Faktor sosio-ekonomi
 Profil faktor risiko kardiovaskuler
 Ada tidaknya kerusakan organ target
 Ada tidaknya penyakit penyerta
 Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi
 Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain
 Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan
risiko kardiovaskuler

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi
24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian
tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis
obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping
umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian
besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah
tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan
pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien hipertensi adalah:
 CCB dan BB
 CCB dan ACEI atau ARB
 CCB dan diuretika
 AB dan BB
 Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat

COMPELLING INDICATION

Hipertensi mungkin ada kalanya berkaitan dengan kondisi lain di mana terdapat indikasi tertentu
untuk menggunakan pengobatan tertentu juga. Indikasi khusus (compelling indication) tergantung
dari kondisi pasien yang berisiko tinggi terhadap hipertensi (HF, IHD, penyakit ginjal kronis,
stroke berulang) atau yang umumnya terkait dengan hipertensi (diabetes, risiko penyakit jantung
tinggi). Penentuan terapeutik yang digunakan pada individu tersebut harus disesuaikan dengan
indikasi khusus.

Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan dan
pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah stabil,
kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan, frekuensi kunjungan ini ditentukan
dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan
pemeriksaan laboratorium.

A. Kelainan jantung dan pembuluh darah :


Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu
diperhatikan adalah penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal
jantung dan penyakit pembuluh darah perifer.
a. Penyakit Jantung Iskemik :
Penyakit jantung iskemik merupakan “kerusakan organ target” yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina
pektoris stabil obat pilihan pertama b bloker (BB) dan sebagai alternatif calcium
channel blocker (CCB). Pada pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris
tidak stabil atau infark miokard), pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan
ACEI dan kemudian dapat ditambahkan antihipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien
‘pasca infark miokard’, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat
mengungtungkan tanpa melupakan penata laksanaan lipid profil yang intensif dan
penggunaan aspirin.

b. Gagal Jantung :
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama
disebabkan oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan
hipertensi dan profil lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal
jantung. Pada pasien asimtomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel
rekomendasinya adalah ACEI dan BB . Pada pasien simtomatik dengan disfungsi
ventrikel tau penyakit jantung “end stage” direkoendasikan untuk menggunakan
ACEI, BB dan ARB bersama dengan pemberian diuretik “loop”.

Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah
terjadinya progresifitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.

c. Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP) :


REKOMENDASI :
KELAS I :
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai
target tekanan darah < 140/90 mmHg (untuk non-diabetes) atau target tekanan darah <
130/80 mmHg(untuk diabetes). BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan
TIDAK merupakan kontraindikasi untuk pasien hipertensi dengan PAP.
KELAS IIa :
Penggunaan ACEI pada pasien simtomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk
menurunkan kejadian kardiovaskular.

KELAS IIb :
Penggunaan ACEI pada pasien asimtomatik PAP ekstremitas bawah dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai bawah dan berpotensi
mengeksaserbasi simtom klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan
tersebut harus diperhatikan saat memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar
pasien dapat mentoleransi terapi antihipertensi tanpa memperburuk simtom PAP dan
penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk tujuan menurunkan risiko kejadian
kardivaskular.

B. Gangguan Fungsi Ginjal


Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah
hipertensi menimbulkan gangguan fungsi ginjal hipertensi lama, hipertensi primer)
ataupun gangguan/penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi. Masalah ini lebih
bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya sama, kecuali pada
hipertensi sekunder (renovaskular,hiperaldosteronism primer) dimana penanggulangan
hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.

1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal :


- Pada keadaan ini penting diketahui derajat gangguan fungsi ginjal (CCT, creatinin)
dan derajat proteiuria.
- Pada CCT < 25 mL/men diuretik golongan thiazid (kecuali metolazon) tidak efektif.
- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi ginjal dan
kadar kalium.
-Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.
2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:
- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan penurunan asupan
garam/diuretik golongan furosemide/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskular baik stenosis arteri renalis maupun aterosklerosis renal
dapat ditanggulangi secara intervensi (stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian
ACEI dan ARB tidak dianjurkan bila diperlukan terapi obat.
Aldosteronism primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia kelenjar adrenal)
dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat antialdosteron) ataupun intervensi.
- Disamping hipertensi, derajad proteinuri ikut menentukan progresi fungsi ginjal,
sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian
ACEI/ARB dan CCB golongan non dihidropiridin.

Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal :


1. Tekanan darah diturunkan sampai < 130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal).
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).
3. Bila proteinuria > 1g/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (≤ 125/75
mmHg).
4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjal pada pemakaian ACEI/ARB
(kreatinin tidak boleh naik > 20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).

C. Hipertensi pada Usia Lanjut


Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas 65 tahun
didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi, keduanya
merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat penting
dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut. Sekitar 60%
hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi (isolated systolic hypertension)
dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolik.
Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik disebut sebagai tekanan nadi
(pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas yang uruk. Peningkatan
tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan arteri atau berkurangnya elastisitas
aorta.
Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat
mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila :
a. TD sistolik ≥ 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.
b. TD sistolik ≥ 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya.
Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekauan arteri,
penurunan fungsi baroreseptor dan respons simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan
harus secara bertahap dan hati-hati (start slow, go slow) hindarkan emakaian obat yang dapat
menimbulkan hipotensi ortostatik. Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi
pada usia lanjut dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk
menghindari makanan yang diawetkan dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat
mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai
target. Kejadian komplikasi hipotensi ortostatik sering terjadi, sehingga diperlukan anamnesis
dan pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum obat ini.
Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang lebih
muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan separuh dosis
biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respons pengobatan dengan
mempertimbangkan kemungkian efek samping obat. Obat-obat yang biasa dipakai meliputi
diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi terjadinya penyakit jantung kongestif.
Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti
golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat dipergunakan. Kombinasi 2
atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan yang optimal. Target pengobatan
harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian hipotensi ortostatik. Umumnya
tekanan darah sistolik diturunkan sampai < 140 mmHg. Target untuk tekanan darah diastolik
sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai tekanan darah diastolik 65
mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian stroke. Oleh karena itu sebaiknya
penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.

D. Gangguan Neurologis
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi dapat
dianggap sebagai “Stroke prone patient”. Pengendalian hipertensi sebagai faktor risiko akan
menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%.
Hipertensi tanpa defisit neurologis :
Dapat dilakukan sesuai dengan konsensus InaSH.
Dilakukan deteksi gangguan organ-organ otak melalui berbagai pemeriksaan:
- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan dimuka,sekeliling
bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan insufisiensi basiler.
- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan artikulasi perlu
medapat perhatian lebih lanjut.

Penatalaksanaan hipertensi dengan tanda defisit neulorogi akut yang tepat pada stroke akut
sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas stroke.
1. Stroke Iskemik akut:
a. Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut kecuali terdapat hipertensi berat
dan menetap yaitu sistolik > 220 mmHg atau diastolik > 120 mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati
atau disertai kerusakan target organ lain.
b. Obat-obat antihipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke diteruskan pada fase awal
stroke, pemberian obat antihipertensi yang baru ditunda sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan
stroke.
c. Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah arterial
rerata(MAP=mean arterial pressure).(MAP=Tekanan diastolik + 1/3 selisih tekanan sistolik – diastolik)
d. Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 105-120 mmHg, terapi
darurat harus ditunda kecuali terdapat bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark
miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian
tekanan darah itu menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan
“Candesartan Cilexetil”(Blopress) 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil atau
jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat intravena yang tersedia.
• Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20-25% dari tekanan darah arterial
rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.

2. Stroke hemoragik akut :


a. Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.
b. Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran (target) tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
diastolik 90 mmHg.
• Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg: berikan
“nicardipin”/”diltiazem”/”nimodipin” DRIP dan dititrasi dosisnya sampai dengan tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat
untuk terapi emergensi).
• Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing), akibat kandung kencing
yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan intrakranial dan harus dipastikan penyebabnya.

E. Diabetes
Indikasi pengobatan : Bila tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan /atau tekanan darah
diastolik ≥ 180 mmHg.
Sasaran (target penurunan) tekanan darah :
- Tekanan darah < 130/80 mmHg.
- Bila disertai proteinuria ≥ 1g/24 jam : ≤ 125/75 mmHg.
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan : ACE-I, ARB, Beta-bloker, Diuretik dosis rendah,
alfa bloker, CCB golongan non-dihidropiridin.
Pada diabetisis dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan darah
diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bial
gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis. Diabetisis dengan tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup,
dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung, diberikan terapi kombinasi apabila target
terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.
Catatan :
- ACEI,ARB, dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang , TIDAK terbukti memperburuk toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkandosis secara
bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

Gambar 7. Compelling indication dengan hipertensi

KONTRAINDIKASI OBAT
Lima golongan obat antihipertensi utama yang rutin direkomendasikan yaitu: ACEi,
ARB, beta bloker, CCB dan diuretik. Kontraindikasi pemberian obat antihipertensi dapat dilihat
pada tabel 2.

Tabel 2. Kontraindikasi obat – obat antihipertensi


Obat Kontraindikasi
Tidak dianjurkan Relatif
Diuretik Gout Sindrom metabolic
Intoleransi glukosa
Kehamilan
Hiperkalsemia
Hipokalsemia
CCB Dihidropiridin Asma Sindrom metabolic
Setiap blok sinoatrial / Intoleransi glukosa
atrioventrikular derajat tinggi
Bradikardi (HR <60x /menit) Atlit dan individu yang aktif
secara fisik
Takiaritmia
Gagal jantung (kelas III/IV)
Edema tungkai berat
CCB Non-Dihidropiridin Setiap blok sinoatrial / Konstipasi
atrioventrikular derajat tinggi
Gangguan ventrikel kiri berat
Bradikardi
ACE Inhibitor Kehamilan Perempuan usia subur tanpa
Riwayat angioedema kontrasepsi
Hiperkalemia (K >5,5 meq/L)
Stenosis arteri renalis bilateral
Angiotensin Receptor Kehamilan Perempuan usia subur tanpa
Blocker Hiperkalemia kontrasepsi
Stenosis arteri bilateral

1. Oparil S, Acelajado MC, Bakris GL, Berlowitz DR, Cífková R, Dominiczak AF, Grassi G,
Jordan J, Poulter NR, Rodgers A, Whelton PK. Hypertension. Nat Rev Dis Primers.
2018;4:18014. https://doi.org/10.1038/nrdp.2018.14
2. Oliva RV, Bakris GL. Management of hypertension in elderly population. J Gerontol Biol Sci
Med Sci. 2012;67:1343–51.
3. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. 2019. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi
2019. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai