Anda di halaman 1dari 19

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung protein tinggi
sebesar 57,3 %, jika dibandingkan daging hewan teresterial yang mengandung
protein 27,3% dan susu dengan protein sebesar 10,9 %. Selain protein,
karakteristik khas dari ikan adalah kandungan air dalam tubuh ikan yang tinggi
sekitar 80%. Kadar air yang tinggi membuat daging ikan lebih mudah dan cepat
mengalami kemunduran mutu sehingga diperlukan upaya penanganan dan
pengolahan ikan yang baik (Junianto, 2003).
Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam peningkatan mutu ikan yaitu
penanganan ikan pada saat penangkapan diatas kapal. Biasanya Kemunduran
mutu ikan, dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya lingkungan fisik
penangkapan ikan. Sumber kontaminasi berasal dari lingkungan sekitar seperti
geladak kapal, air, udara, tanah serta bahan lainnya yang langsung bersingungan
dengan ikan (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007).
Untuk mencegah proses pembusukan ikan hasil panen yang melimpah, maka
salah satu metode pengawetan yang dilakukan yakni melalui kegiatan
pengeringan ikan. Salah satu hasil perikanan yang biasa dikeringkan dengan
memanfaatkan sinar matahari adalah ikan teri. Ikan teri (Stolephorus sp.)
merupakan salah satu kelompok ikan pelagis yang banyak tertangkap di perairan
pesisir. Ikan ini umumnya menyebar secara merata hampir di seluruh wilayah
perairan pesisir Indonesia
Ikan teri nasi dan ikan teri sibolga selain banyak diolah menjadi produk kering
oleh masyarakat sibolga, juga dapat ditemukan dalam bentuk setengah kering.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses kemunduran mutu organoleptik
dan oksidasi lemak yang terjadi pada ikan teri nasi dan ikan teri sibolga setengah
kering selama penyimpanan dalam tempat tertutup.
2

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses penurunan mutu ikan terjadi?
2. Sumber kontaminasi apa saja yang berpotensi menurunkan mutu ikan
tersebut ?
3. Bagaimana mencegah sumber kontaminasi tersebut agar tidak menjadi
media tumbuhnya bakteri ?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pratikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses
penurunan mutu ikan yang terjadi, sumber kontaminasi yang berpotensi
menurunkan mutu ikan, dan cara mencegah sumber kontaminasi tersebut agar
tidak menjadi media tumbuhnya bakteri. Kemudian untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Dasar-Dasar Teknologi Hasil Penangkapan Ikan.
Sedangkan manfaat dari pratikum ini adalah sebagai latihan praktek bagi
mahasiswa untuk mengetahui proses penurunan mutu ikan yang terjadi, sumber
kontaminasi yang berpotensi menurunkan mutu ikan, dan cara mencegah sumber
kontaminasi.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi dan Klasifikasi


Ikan teri terutama berukuran kecil dengan panjang sekitar 6-9 cm, namun ada
pula yang mempunyai ukuran relatif panjang hingga mencapai 17,5 cm. Ikan teri
mempunyai ciri ciri antara lain bentuk tubuhnya panjang (fusiform) atau
termampat samping (compressed), disamping tubuhnya terdapat selempeng putih
keperakan memanjang dari kepala sampai ekor. Gigi giginya terdapat pada
rahang, langit langit dari pelatin dan mempunyai lidah (Hoetomo et al. 1987
dalam Wahyuni 1999)
Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata seluruh perairan, namun ada
beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti ikan teri di Samudera
Hindia. Ikan teri juga ditemukan di beberapa wilayah perairan seperti di Sulawesi
Tenggara, Sumatra Barat, Selat Madura dan Perairan Lainnya. Teri nasi
merupakan jenis ikan yang hidup bergerombol hingga mencapai ribuan ekor. Ciri
morfologisnya adalah sebagai berikut: umumnya tidak berwarna atau agak
kemerahan, bentuk tubuh bulat menanjang, sepanjang tubuhnya terdapat garis
putih keperakan, memanjang dari kepala hingga ekor, sisik kecil dan tipis serta
mudah lepas, mulut agak tersayat kedalam, mencapai higga belakang mata, rahang
bawah lebih pendek dari rahang atas.
Adapun sistematika dan klasifikasi ikan teri nasi menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clupeidae
Genus : Stolephorus
Spesies : Stolephorus sp.
4

Sebagaimana ikan teri, ikan teri nasi pun termasuk jenis ikan musiman. Musim
tangkapnya antara bulan Februari sampai Agustus. Jumlah tangkapan tertinggi
biasanya terjadi pada bulan Juli dan Agustus.
2.2. Fase Kemunduran Mutu Ikan
1. Prerigor
Tahap prerigor merupakan perubahan yang pertama kali terjadi setelah ikan
mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair, bening, atau transparan yang
menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut hiperemia yang berlangsung 2-
4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan
musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri (Junianto
2003). Tahap prerigor terjadi ketika daging ikan masih lembut dan lunak.
Perubahan awal yang terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah berhenti
sehingga pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti. Di dalam daging
ikan mulai terjadi aktivitas penurunan mutu dalam kondisi anaerobik. Pada fase
ini terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat melalui proses aktif glikolisis. Proses
glikolisis mengubah glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan terjadinya
penurunan pH (Eskin 1990).
2. Rigor mortis
Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang setelah ikan mati (rigor =
kaku, mortis = mati) ikan masih dikatakan masih sangat segar pada fase ini.
Faktor yang mempengaruhi lamanya fase rigormortis yaitu jenis ikan, suhu,
penanganan sebelum pemanenan, kondisi stress pra kematian, kondisi biologis
ikan, dan suhu penyimpanan prerigor (Skjervold et al. 2001). Ketika ikan mati,
kondisi menjadi anaerob dan ATP terurai oleh enzim dalam tubuh dengan
terjadinya suatu proses perubahan biokimia yang menyebabkan bagian protein
otot (aktin dan miosin) berkontraksi dan menjadi kaku (rigor) (Valtria, 2010).
3. Postrigor
Pada tahap ini daging ikan kembali melunak secara perlahan-lahan, sehingga
secara organoleptik akan meningkatkan derajat penerimaan konsumen sampai
pada tingkat optimal. Lamanya mencapai tingkat optimal tergantung pada jenis
ikan dan suhu lingkungan. Darah ikan lebih cepat menggumpal daripada hewan-
hewan darat (Sulistyati, 2004).
5

4. Autolysis
Proses penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai akasi kegiatan
enzim yang menguri senyawa kimia kepada jaringan tubuh ikan. Enzim bertindak
sebagai katalisator yang menjadi pendorong dari segala perubahan senyawa
biologis yang terdapat dalam ikan, baik perubahan yang sifatnya membangun sel
dan jaringan tubuh maupun yang merombaknya ( Suwetja. 2011) .Kerja enzim
yang tidak terkontrol bisa mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh ikan,
seperti: dinding usus, otot daging, serta menguraikan senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana proses inilah yang disebut dengan autolisis (Purnomowatiet al,
2007).
2.3. Sumber Kontaminasi Yang Berpotensi Menurunkan Mutu Ikan
Ikan teri nasi mengandung protein, mineral, vitamin, dan zat gizi lainnya yang
sangat bermanfaat untuk kesehatan dan kecerdasan. Protein teri nasi mengandung
beberapa macam asam amino esensial. Adanya variasi dalam komposisi kimia
maupun komposisi penyusunnya disebabkan karena faktor biologis dan alami.
Faktor biologis antara lain jenis ikan, umur dan jenis kelamin. Faktor alami yaitu
faktor luar yang tidak berasal dari ikan, yang dapat mempengaruhi komposisi
daging ikan. Golongan faktor ini terdiri atas daerah kehidupannya, musim dan
jenis makanan yang tersedia (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).
Kerusakan produk pangan ikan teri ini dapat disebabkan karena adanya
serangan mikroorganisme. Mikroorganisme penyebab kerusakan ini sangat
dipengaruhi oleh kandungan aktivitas air (aw) dalam produk tersebut. Kerusakan
lain yang dapat terjadi pada produk pangan adalah reaksi oksidasi. Laju reaksi
oksidasi sangat dipengaruhi oleh aktivitas air (aw). Enzim lipoksidase mulai
mengkatalis reaksi oksidasi pada lemak tak jenuh saat nilai aw bahan pangan
sebesar 0,3, dan laju reaksi oksidasi meningkat secara cepat seiring dengan
peningkatan nilai aw pada bahan pangan (Steel 2004).
Pada produk pangan kering dengan nilai aw kurang dari 0,1 oksidasi dapat
terjadi dengan cepat, saat nilai aw meningkat sekitar 0,3 dapat memperlambat laju
reaksi oksidasi. Saat nilai aw mengalami kenaikan menjadi 0,55-0,85 reaksi
oksidasi mengalami peningkatan kembali (Nawar 1977). Proses oksidasi terjadi
karena kontak antara oksigen dengan lemak yang menghasilkan asam lemak,
6

kemudian peroksida dioksidasi membentuk aldehid dalam bentuk malonaldehid


(Nawar 1977).
Reaksi oksidasi akan meningkat secara langsung jika daerah permukaan bahan
pangan yang mengandung lemak terpapar oleh udara. Pada umumnya, laju reaksi
oksidasi meningkat saat suhu mengalami peningkatan. Suhu juga mempengaruhi
tingkat dan tekanan oksigen parsial. Saat suhu meningkat, perubahan tekanan
oksigen parsial memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap laju reaksi karena
oksigen menjadi berkurang kelarutannya dalam lemak dan air. Jumlah, posisi, dan
geometri ikatan rangkap pada asam lemak dapat mempengaruhi laju oksidasi.
Asam cis lebih mudah teroksidasi daripada isomer trans, dan ikatan rangkap
konjugasi lebih reaktif daripada ikatan rangkap non-konjugasi.
Asam lemak jenuh mengalami tingkat autooksidasi sangat rendah pada suhu
ruang, namun pada suhu yang tinggi asam lemak tersebut dapat mengalami
tingkat autooksidasi yang cukup signifikan (Nawar 1977).
2.4. Cara mencegah terjadinya kontaminasi
Salah satu metode yang paling efektif digunakan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi yang mempengaruuhi penurunan mutu terhadap suatu produk adalah
penggunaan suhu rendah atau disebut juga teknik pendinginan ikan. Pendinginan
ikan biasanya diterapkan pada tahap pasca panen setelah penangkapan,
pengolahan, distribusi dan konsumsi. Adapun keuntungan penerapan suhu rendah
pada ikan dapat memperpanjang daya awetnya, serta mempertahankan tingkat
kesegaran ikan dan gizinya. Selain itu, pada kondisi suhu rendah pertumbuhan
bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan
yang mengarah pada kemunduran mutu menjadi lebih lambat (FAO 1995).
7

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Kegiatan praktikum dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2019 sampai
tanggal 17 Desember 2019. Bertempat di salah satu rumah praktikan di Matauli,
Kecamatan Pandan, Tapanuli tengah, Sumatera Utara.
3.2. Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam pratikum ini yaitu ikan teri sibolga, ikan
teri nasi, baking powder. Sedangkan alat yang digunakan adalah kantong plastik,
box (kotak).

3.3. Metode Praktikum


Dalam melakukan praktikum, metode yang digunakan adalah menggunakan
metode pengamatan secara langsung terhadap objek yang dipraktikumkan,
pengamatan langsung dengan mata.

3.4. Prosedur praktikum


1. Menyediakan kantong plastic sebagai wadah peletak teri sibolga, dan teri
nasi
2. Wadah plastic yang berisi ikan teri dimasukkan kedalam sebuah box,
karena proses pembusukan dilakukan ditempat tertutup
3. Ditambah baking powder sebagai perlakuannya agar proses pembusukan
bisa lebih cepat dilakukan
4. Dilakukan pengamatan setiap 3 hari selama 9 hari
8

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

4.1.1. Score Sheet

Adapun hasil dari pengamatan yang telah dilakukan dapat dilihat atau
ditinjau dari Tabel.1.

Tabel 1. Score Sheet Organoleptik Uji Ikan Teri Nasi Dan Ikan Teri Sibolga

Kriteria Perlakuan Alasan


Rupa Hari-3 Hari-6 Hari-9
Teri Teri Teri Teri Teri Teri
Nasi Sibolga Nasi Sibolga Nasi Sibolga
1. Cerah √  Pada hari
ke-3 rupa
dari teri
nasi belum
berubah
dimana
warnanya
masih cerah
2.Sedikit √ √  Pada hari
cerah ke-3 rupa
dari teri
sibolga
sudah
berubah
sedikit
cerah
 Pada hari
ke-6 rupa
dari teri
nasi sudah
berubah
sedikit
cerah
3.Merah √ √ √  Pada hari
pucat ke-6 rupa
dari teri
sibolga
9

menjadi
merah
pucat
 Pada hari
ke-9 rupa
dari teri
nasi
menjadi
merah
pucat
 Pada hari
ke-9 rupa
dari teri
sibolga
menjadi
merah
pucat
4.Merah -
gelap
Tekstur
1.Keras -
2.Lembu √ √  Pada hari
t ke-3 tekstur
dari teri
nasi adalah
lembut
 Pada hari
ke-3 tekstur
dari teri
sibolga
adalah
lembut
3.Sedikit √ √  Pada hari-6
lembek tekstur dari
teri nasi
mulai
berubah
menjadi
sedikit
lembek
 Pada hari
ke-6 tekstur
dari teri
sibolga
mulai
berubah
mnejadi
sedikit
10

lembek
4.Lembe √ √  Pada hari
k ke-9 tekstur
dari teri
nasi sudah
berubah
menjadi
lembek
 Pada hari
ke-9 tekstur
dari teri
sibolga
sudah
berubah
menjadi
lembek
Aroma
1.Segar √  Pada hari
ke-3 aroma
dari teri
nasi masih
segar dan
belum
berubah
2.Sedikit √  Pada hari
Segar ke-3 aroma
dari teri
sibolga
mulai
berubah
menjadi
sedikit
segar
3.Agak √ √  Pada hari
busuk ke-6 aroma
dari teri
nasi sudah
mulai
berbau agak
busuk
 Pada hari
ke-6 aroma
dari teri
sibolga
sudah mulai
berbau agak
busuk
11

4.Busuk √ √  Pada hari


ke-9 aroma
dari teri
nasi sudah
busuk
 Pada hari
ke-9 aroma
dari teri
sibolga
sudah mulai
busuk

Ket: Pada pengujian organoleptik ikan teri ini kami memberikan perlakuan
dengan menambahkan baking powder, penambahan ini bertujuan supaya
pembususkan terjadi dalam waktu singkat, mengingat ikan teri yang kami jadikan
objek adalah ikan teri yang sudah dikeringkan.

Gambar 1. Pengamatan Hari Ke-3

Gambar 2. Pengamatan Hari Ke-6


12

Gambar 3. Pengamatan Hari Ke-9

4.1.2. Analisis Uji T (Sign Test)

Adapun hasil analisis data yang dilakukan dengan Uji T (Sign Test) dapat
dilihat dati Tabel 2 dan Tabel 3

Hipotesis:

H0= Tidak ada perbedaan kemunduran mutu antara produk ikan teri nasi dan ikan
teri sibolga

H1= ada perbedaan kemunduran mutu antara produk ikan teri nasi dan ikan teri
sibolga

Tabel 2. Analisis Uji T (Sign Test)

Group Statistics

Produk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Ikan teri nasi 9 2,56 1,130 ,377


kualitas
ikan teri sibolga 9 2,89 ,782 ,261
13

Tabel 3. Analisis Uji T (Sign Test)

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means


for Equality of
Variances

F Sig. t Df Sig. Mean Std. 95% Confidence


(2- Differe Error Interval of the
taile nce Differe Difference
d) nce Lower Upper

Equal
variances 2,136 ,163 -,728 16 ,477 -,333 ,458 -1,305 ,638
assumed
kua
Equal
litas
variances
-,728 14,228 ,479 -,333 ,458 -1,314 ,648
not
assumed
Kesimpulan: Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
nilai sig (2-tailed) adalah 0,477. Sehingga nilai sig (2-tailed)>0,05 (0,477>0,05).
Maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan kemunduran
mutu antara produk ikan teri nasi dan ikan teri sibolga.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Deskripsi dan Klasifikasi


Ikan teri terutama berukuran kecil dengan panjang sekitar 6-9 cm, namun
ada pula yang mempunyai ukuran relatif panjang hingga mencapai 17,5 cm. Ikan
teri mempunyai ciri ciri antara lain bentuk tubuhnya panjang (fusiform) atau
termampat samping (compressed), disamping tubuhnya terdapat selempeng putih
keperakan memanjang dari kepala sampai ekor. Gigi giginya terdapat pada
rahang, langit langit dari pelatin dan mempunyai lidah (Hoetomo et al. 1987
dalam Wahyuni 1999)
Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata seluruh perairan, namun ada
beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti ikan teri di Samudera
Hindia. Ikan teri juga ditemukan di beberapa wilayah perairan seperti di Sulawesi
Tenggara, Sumatra Barat, Selat Madura dan Perairan Lainnya. Teri nasi
merupakan jenis ikan yang hidup bergerombol hingga mencapai ribuan ekor. Ciri
14

morfologisnya adalah sebagai berikut: umumnya tidak berwarna atau agak


kemerahan, bentuk tubuh bulat menanjang, sepanjang tubuhnya terdapat garis
putih keperakan, memanjang dari kepala hingga ekor, sisik kecil dan tipis serta
mudah lepas, mulut agak tersayat kedalam, mencapai higga belakang mata, rahang
bawah lebih pendek dari rahang atas. Adapun sistematika dan klasifikasi ikan teri
nasi menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clupeidae
Genus : Stolephorus
Spesies : Stolephorus sp.5
Sebagaimana ikan teri, ikan teri nasi pun termasuk jenis ikan musiman.
Musim tangkapnya antara bulan Februari sampai Agustus. Jumlah tangkapan
tertinggi biasanya terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Berikut ini adalah gambar
ikan teri nasi segar.

4.2.2. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Ikan Teri


Ikan teri mengandung protein, mineral, vitamin, dan zat gizi lainnya yang
sangat bermanfaat untuk kesehatan dan kecerdasan. Protein teri nasi mengandung
beberapa macam asam amino esensial. Adanya variasi dalam komposisi kimia
maupun komposisi penyusunnya disebabkan karena faktor biologis dan alami.
Faktor biologis antara lain jenis ikan, umur dan jenis kelamin. Faktor alami yaitu
faktor luar yang tidak berasal dari ikan, yang dapat mempengaruhi komposisi
daging ikan. Golongan faktor ini terdiri atas daerah kehidupannya, musim dan
jenis makanan yang tersedia (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

Bahan baku ikan teri harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat sifat
alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
15

ikan teri yang akan diolah harus dari mutu yang baik dan cocok bagi konsumen,
sekurang kurangnya sebagai berikut (SNI 01-3466-1994).
Rupa dan warna : Utuh putih, kebiruan dan cemerlang
Bau : Segar dan agak harum
Daging : Kenyal, berserat halus
Rasa : Netral agak manis
Untuk mempertahankan mutu ikan teri nasi, bahan baku harus cepat
diolah. Apabila terpaksa menunggu maka ikan teri nasi harus disimpan dengan es
atau air dingin (0-5 oC), saniter dan higienis. Syarat mutu yang harus dipenuhi
dapat dilihat pada Tabel 2 (SNI 01-3461-1994).

Tabel 4. Syarat mutu ikan teri


16

IV. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan didapatkan hasil, faktor-faktor yang menyebabkan


terjadinya pembususkan adalah kerusakan biologis disebabkan oleh bakteri,
jamur, ragi dan serangga. kerusakan Enzymatis; disebabkan oleh adanya reaksi
kimia (oksigen), misalnya ketengikan (rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi
lemak. kerusakan physis; disebabkan oleh kecerobohan dalam handling /
processing. Sedangkan yang terjadi pada pengamatan kami ini, kerusakan yang
terjadi adalah kerusakan biologis dan enzimatis.

Pada pengamatan ini perubahan mutu yang terjadi dapat dilihat dari rupa,
tekstur, dan aroma. Dimana pada hari terakhir pengamatan terjadi perubahan rupa
merah pucat, tekstur lembek, dan bau busuk.

Saat dilakukan pengujian produk ikan teri nasi dan sibolga didapat
kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan kemunduran mutu antara produk ikan teri
nasi dan ikan teri sibolga dengan nilai signifikan keduanya adalah 0,477.

5.2. Saran

Semoga hasil dari pengamatan ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian
lanjutan, menambah wawasan pembaca, dan bermanfaat untuk orang lain.
17

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, Rabiatul. 2001. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara:


Jakarta

Cholik,Fuad.Ateng jagatraya.Purnomo.Ahmad Fauzi.2006. Aquacultur Tumpuan


Harapan Masa Depan Bangsa. UI : Indonesia

Saputra. 2009. Biokimia Ikan. Ikan segar dan Ikan Tidak Segar. Uji Buletin
Teknologi Hasil Perikanan Volume VIII No. 3.

Susanto dan Tri. 2004. Warta Pasar Ikan. Direktorat Pemasaran dalam Negeri
Direktorat Jendral Pengolahan dan pemasaran Hasil Perikanan. Jakarta.
Volume 93. No 93. ISSN 1829-5576.

Suwetja.2011. Biokimia Hasil Perikanan.Media Prima Aksara: Jakarta

Winarno,F.G.2004. Kimia Pangan dan Gizi.Penerbit PT Gramedia Pustaka


Utama:Jakarta
18

LAMPIRAN
19

1.Ikan teri nasi 2. Ikan teri sibolga

3.Kantong plastik 4. Baking powder

5.Box

Anda mungkin juga menyukai