Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Guru adalah pengajar yang mendidik, yang tugasnya tidak saja mengajar bidang studi
yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsa. Sebagai
pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan
kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa.
Menurut pendapat Dimyati dan Mudjiono sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola
kegiatan belajar siswa di sekolah. Sekolah dipandang sebagai wadah pertemuan antara guru
dengan murid, proses transformasi nilai-nilai budaya, pengembangan pengetahuan, keterampilan,
dan pengembangan nilai-nilai budaya. Kehadiran dan keberadaan sekolah sebagai suatu sub
sistem masyarakat yang berfungsi mentransformasikan nilai-nilai dari generasi tua kepada
generasi muda bisa dilihat dari berbagai sudut pandang atau pendekatan. Sekolah harus
menerima sumber yang cukup, mengkoordinasikan terhadap tuntutan lingkungan, menentukan
dan mengimplementasikan tujuan, memperlihatkan solidaritas kesatuan diantara siswa, guru dan,
administrator, mempertahankan, memelihara pola motivasi dan kebudayaan iklim sekolah.
Sedangkan permasalahan yang terjadi di lingkup pendidikan saat ini adalah kurangnya peran
sosial edukatif berbagai faktor penyebab hal ini kebanyakan datang dari ketidakmampuan
seorang pendidik atau guru dalam menjalankan peran profesi guru sesungguhnya yang bukan
hanya sekadar “mengajar” tetapi lebih mengayomi peserta didik baik secara psikis dan
akademisnya. Masalah yang paling condong adalah kurangnya pemahaman terhadap devinis
sosial edukatif yang sesungguhnya dan bagaimanakah interaksi edukatif yang perlu diketahui
para pendidik.
Jadi interaksi edukatif hanya dapat tercipta apabila seorang pendidik tidak hanya
memiliki kompetensi dan profesional dalam proses pembelajaran. Seorang pendidik juga perlu
memahami dimensi sosio-psikologis anak didik dimana akan mempengaruhi sukses tidaknya
anak didik dalam proses pembelajaran, sumber: Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya yang
berjudul Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.

1
B. Rumusan Masalah
1. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, adapun rumusan yang
masalah yang akan ditulis adalah sebagai berikut:
2. Apakah definisi sosial edukatif?
3. Apakah definisi profesi guru?
4. Apa peran sosial edukatif guru dalam pembelajaran?
5. Seperti apa interaksi edukatif yang perlu diketahui pendidik?

C. Tujuan Penulisan
1. Dari rumusan maslah tersebut maka tujuan penulisan makah ini adalah:
2. Untuk mengetahui definisi sosial edukatif
3. Untuk mengetahui definisi profesi guru
4. Untuk mengetahui peran sosial edukatif guru pada pembelajaran
5. Untuk mengetahui interaksi edukatif yang perlu diketahui pendidik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Devinisi Sosial Edukatif


Sosial merupakan segala sesuatu yang dipakai acuan berintetaksi antar manuasia dalam
konteks masyarakat atau komunitas. Interaksi sosial merupakan bentuk utama dari proses sosial,
yang mana proses sosial itu adalah pengaruh timbal balik antara berbagai bidang kehidupan
bersama yang terdiri dari beberapa segi yaitu kehidupan ekonomi, politik, hukum dan
sebagainya.
Edukatif adalah hal yang berkenaan dengan pendidikan, pengertian pendidikan secara umum
yaitu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan,
baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan
kebudayaan yang mana pendidikan itu menjadi kebutuhan mutlak manusia yang harus dipenuhi
sepanjang hayat.
Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan
pendidikan dan pengajaran dalam arti yang lebih spesifik pada bidang pengajaran,dikenal adanya
istilah interaksi belajar mengajar.Dengan kata lain interkasi edukatif adalah sebagai interkasi
belajar mengajar. Interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi
dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar dan adanya anak didik sebagai warga
belajar, dimana dalam interaksi itu pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi
serta reinforcement kepada siswa agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Situasi interaksi adalah situasi hubungan sosial,maka dapat dikatakan bahwa manusia itu
memasyarakatkan diri atau dengan perkataan lain manusia membudidayakan diri dan
permasyarakatan,pembudayaan ini tidak akan ada hibis-habisnya sampai akhir zaman.1

1
Abu Ahmadi,Sosiologi Pendidikan (Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004) h. 4.

3
B. Devinisi Profesi Guru
Suatu profesi pada hakikatnya adalah suatu janji yang memiliki nilai-nilai etis yang
mengandung unsur pengabdian kepada masyarakat, melalui pekerjaan tertentu yang menuntut
keahlian tertentu pula. Kendatipun masalah profesionalisasi sampai sekarang masih sering
dipertanyakan orang, namun sudah terdapat karakteristik yang jelas serta unsur-unsur yang
terperinci yang mendukung pengertian profesionalisasi itu. Demikian pula halnya jabatan guru
juga sudah ditegaskan sebagai profesi kependidikan. Karena itu sudah sewajarnya profesi ini
mendapatkan tempat yang sepantasnya di tengah profesi lainnya.
Profesi kependidikan menuntut kompetensi profesional terhadap para guru, hal mana
menimbulkan pertanyaan sertifikasi dan pengalaman yang luas yang anatara lain diperoleh oleh
institusi pendidikan guru dan program pendidkan guru yang bermutu, relevan dengan kebutuhan
lapangan dan berlangsung secara berkesinambungan. Pendidikan guru adalah suatu sistem yang
terpadu dalam rangka sistem pendidikan nasional. Sebagai suatu sistem, pendidikan guru
meliputi sejumlah komponen yang saling berinteraksi dan berinterelasi satu sama lain, yang
terdiri dari tujuan pendidikan guru, siswa, program, pendidikan guru, fasilitas dan perlengkapan,
evaluasi, umpan balik dan konteks sosial.2

C. Peran Sosial Edukatif dan Profesi Guru


Dalam perspektif pedagogie, anak didik memiliki sejumlah potensi yang perlu
dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembeajaran di sekolah. Kebutuhan anak didik
atas pendidikan disebut homo educandum. Potensi anak didik yang bersifat laten tersebut perlu
diaktuaisasikan agar anak didik tidak disebut lagi sebagai animal educable, sejenis binatang yang
menginginkan dididik, tetapi harus sebagai manusia secara mutlak, karena anak didik memang
manusia,. Sebagai manusia, anak didik memiliki potensi akal yang harus dikembangkan agar
menjadi kekuatan sebagai manusia yang bersusila dan berkecakapan sebagai modal kehidupan
nyata. 3

2
Dimas Setiawan, Definisi Pengetahuan, definisimublogspot.com. diakses pada 22 Maret 2019
3
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru (Jakarta: Bumi Aksara), 2002 h, 17

4
Sebagai manusia, anak didik memiliki karakteristik, seperti dikatakan Imam Barnadib,
et.al. dalam Djamarah (2005), anak didik memiliki sejumlah karakteristik; belum memiliki
pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik; masih
menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi tanggung jawab
pendidik; memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu, yaitu
kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh
untuk bekerja (kaki, tangan, dan jari), latar belakang biologis, (warna kulit, bentuk tubuh, dan
lain sebagainya), serta perbedaan individual.

D. Peran Sosial Edukatif Guru dalam Pembelajaran


Davidman (1981) menekankan bahwa cara bealjar anak didik adalah cara anak didik
mengatur lingkungan yang mereka tertarik. Anak usia dewasa termotivasi unuk belajar pada
topik tertentu karena situasi kehidupan mereka membutuhkan suatu yang ingin diketahui, dan
mereka mengembangkan suatu topik yang dianggap menarik. Apa yang dipelajari anak pada usia
ini adalah berdasarkan pengalaman sekarang. Anak usia dewasa memilih suatu topik berdasarkan
latar belakang pengalaman pada suatu bidang, yang sering kali menjadi pertibangan untuk
sukses. Anak usia ini juga sering kali berorientasi pada petunjuk sendiri dalam belajar.
Perbedaan individu antar anak didik, dalam pengetahuan mereka, cara dan kompetensi,
meningkat dengan umur. Karenanya dalam melaksanakan interaksi edukatif dalam pembelajaran,
seorang pendidik perlu memahami karakteristik anak didik.4
Kegagalan menciptakan interksi edukatif yang kondusif, berawal dari munculnya
pemahaman pendidik terhadap karakteristik anak didik. Rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dalam peroses pembelajaran tidak akan berlangsung sempurna bila minimnya pemahaman
pendidik tentang karakteristik anak didik. Perbedaan karakteristik anak didik yang perlu dikeahui
pendidik, dengan melihat ciri tertentu sebagai individu, baik dari segi fisik maupun psikis dalam
perkembangan maupun pertumbuhannya.5

4
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 17.
5
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 125.

5
Setidaknya ada tiga aspek tentang karakteristik anak didik yaitu:
1. Perbedaan biologis
Dimana anak didik memiliki jasmani yang tidak sama kendtipun dari keturunan
yang sama. Anak didik memiliki ciri individu, seperti jasmani kelamin, bentuk tubuh,
warna kulit, mata dan lain sebagainya. Aspek lainnya adalah bertalian dengan kesehatan
anak didik misalnya bertalian dengan kesehatan telinga dan mata. Bila mata sakit rabun,
anak didik akan kesulitan melihat, karenanya karakteristik ini harus dipahami pendidik.
2. Perbedaan intelektual
Merupakan salah satu aspek yang selalu aktul untuk dibicarakan karena ikut
menentukan keberasilan pembelajaran. seorang dikatakan inteligen bila yang
bersangkutan memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan cepat tanpa mengalami
suatu masalah. Seorang yang sulit beradaptasi dikatakan tidak inteligen. Jadi inteligensi
adalah kemampuan memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat
dan efektif, kemampuan menggunakan konsep yang abstrak dengan efektif, dan
kemempuan memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat. Untuk memahami
tinggi rendahnya inteligensi, digunakan intrumen tes inteligensi. Perbedaan individu dari
pada aspek inteligensi ini perlu dipahami pendidik, terutama bertalian dengan
pengelompokan anak didik di kelas anak yang kurang cerdas jangan dikelompokan pada
anak yang level cerdasnya sama dengannya, agar yang bersangkutan terpacu untuk kreatif
dan belajar.
3. Perbedaan psikologis
Setiap anak didik berbeda secara lahir dan batin. Disekolah juga ada perbedaan
psikologis anak didik tidak dapat dihindari, terutma bertalian dengan minat, baka, dan
motivasi anak didik tehadap materi pelajaran. Seorang pendidik juga perlu menyadari,
bahwa anak didik juga memiliki bisa saja berbeda dalam memperhatikan pendidik dalam
menyapaikan mater pembelajaran dikelas. Pemahaman terhadap perbedaan anak didik ini
bertujuan agar seorang pendidik memiliki taktik dan strategi dalam proses pembelajaran
edukatif. Sukses tidaknya dalam proses pembelajaran edukatf di sekolah. Salah satunya,
sangat ditentukan pendidik.6

6
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 125.

6
Diungkapkan Ahmad rizali, dkk (2009) bahwa pendidik (guru) adalah manusia biasa
karenanya terdapat bermacam ragam cara dan kreativitasnya dalam melaksanakan tugas dalam
mencerdaskan gerenasi masa depan. Lingkungan pergaulan pendiidk dan suasana keluarganya
setidaknya akan mempengaruhi dalam menjalankan tugas mulia sebagai pendidik.
Seperti diketahui bahwa pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya sadar, terencana dan
sistematis dalam upaya memanusiakan manusia. Sosialogi pendidikan suatu ilmu yang
mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik berupa struktur, dinamika, masalah pendidikan , dan
aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis. Salah satu aspek
pokok pembahasan sosiologi pendidikan, adalah hubungan antar manusia di sekolah. Di
dalamnya tercakup pola interaksi sosial dan struktur masyarakat di sekolah yang keterkaitan
antara pendidikan dan interaksi antar kelompok .keilmuan dan kearifan individu melalui tempaan
pendidikan akan dpat memecahkan masalah yang timbul dalam interaksi antar kelompok.
Pendidikan secara sederhana, sebagai usaha manusia untuk membina kpribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembanannya, istilah
pendidikan atau paedagogie berarti membimbing atau pertolongan diberikan dengan sengaja
dilakukan orang dewasa agar anak didik menjadi dewasa atau mencapai hidup atau penghidupan
lebih tinggi dalam arti mental. Hasbullah (2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa
pengertian pendidikan yang diberikan para ahli pendidikan, antara lain:
Langeveld, mengatakan bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan,
dan bantuan yang diberikan anak kepada anak yang tertuju kepada pendewasaan anak, atau lebih
tepatnya sebagai upaya membantu anak agar bisa cakap melakukan tugas hidupnya sendiri.
John Dewey (2006) mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan
fundamental secra intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia
Driyakara mengungkapkan pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan
manusia muda ke taraf insani,
Ahmad D. Marimba (1981) menuturkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secra sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik
menuju terbentuknya kepribadian utama.7

7
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 125.

7
Ki Hajar Dewantara, mengekspresikan bahwa pendidikan yaitu tuntunan dalam hidup
dengan tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak , agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang optimal. Perlu dijelaskan selanjutnya bahwa salah
satu aspek yang sering terlupakan sekolah adalah memupuk interaksi sosial-edukatif dikalangan
murid-murid/anak didik. Biasanya sekolah terlalu fokus pada peningkatan kualitas akademik
saja. Program pendidikan antarmurid, antargolongan ini tergantung pada struktur sosial murid-
murid.
Ada tidaknya golongan minoritas dikalangan mereka mempengaruhi hubungan
kelompok-kelompok itu. Kebanyakan negara mempunyai penduduk yang multirasial, menurut
agama yang berbeda, dan mengikuti adat kebiasaan yang berlainan. Perbedaan golongan dapat
juga disebabkan oleh perbedaan kedudukan sosial dan ekonomi.
Murid-murid disekolah sering menunjukan perbedaan asal kesukuan/etnis, agama, adat istiadat
dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan itu mungkin timbul golongan minoritas di
kalangan murid-murid, yang tersembunyi maupun yang nyata. Kelompok dalam sekolah, dapat
dikategorikan berdasarkan:
1. Status sosial orang tua murid
Status sosial orang tua murid sangat mempengaruhi pergaulan siswa. Tidak dapat
dipungkiri, seorang siswa merupakan anak pejabat akan cendrung bergaul dengan teman-
teman tang selevel. Hal ini dapat terjadi pada pergaulan di dalam maupun di luar sekolah.
Anak pejabat enggan bergaul dengan anak buruh. Jikalau ada jumlahnya pun hanya
sedikit.
2. Hobi/minat/kegemaran
Kesamaan minat/hobi/kegemaran mendorong timbulnya rasa kebersamaan di antara
mereka. Anak-anak yang suka olah raga sepak bola cendrung intensif berteman dengan
teman se-klub mereka. Biasanya di sekolah terdapat beberapa jenis kegiatan ekstra
kurikuler, seperti KIR, Rohis, Pramuka, PMR, kelompok Seni dan Olah Raga. Masing-
masing membentuk ikatan emosional di antara anggotanya.8

8
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 125.

8
3. Intelektualitas
Ada peluang terjadi kelompok berdasarkan kegiatan intelektualitas mereka, meskipun ini
tidak dominan. Orang pintar biasanya karena suka membaca sering berada di
perpustakaan dripada di kantin. Kendatipun di sekolah benar-benar padat dengan
kegiatan akademis.
4. Jenjang kelas
Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan yang sering terjadi di sekolah.
Biasanya anak kelas tiga yang merasa lebih tua sering berbuat sesuka hati kepada adik
kelasnya. Anak-anak kelas satu karena takut dengan seniornya lebih nyaman bergaul
dengan teman-teman satu tingkatnya. Hal ini menyebabkan pergaulan mereka menjadi
terkotak-kotak dan kurang harmonis.
5. Agama
Ada pula peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama. kegiatan keagamaan
dan peribadatan yang mereka anut sering mempertemukan mereka dalam kebersamaan
dan kepemilikan. Namun ini bukanlah faktor dominan di kalangan anak sekolah.
6. Asal daerah
Kesamaan asal daerah selanjutnya memberikan peluang bagi terbentuknya kelompok di
sekolah, namun bukan juga faktor dominan. Halini disebabkan karena sebagian besar
siswa disekolah tersebut berasal dari daerah yang sama. Berbeda dengan kampus yang
nuansa daerahnya sangat kental, disekolah biasanya murid cendrung lebih menaruh minat
dan hobi ketimbang regionalitas.
Bertalian dengan interaksi antarkelompok di sekolah dapat dijelaskan bahwa sebagai
sebuah komunitas sosial sekolah juga tidak akan luput dari maslah interaksi antarkelompok.
Stigma kelompok minoritas sering muncul di permukaan, dimana kelompok dalam kebijakan.
Kecemburuan dan persaingan tidak sehat antarkelompok juga dapat memicu timbulnya masalah
antarkelompok di sekolah. Pada sebuah sekolah, tentunya sering atau pernah terjadi kesalah
pahaman antar anggota-anggota di dalamnya. Hal ini bisa terjadi antara murid kelas yang satu
dengan yang lainnya. Siswa dari satu daerah dengan yang lainnya, banyak motif yang dapat
memicu hal ini,. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan pendidik atau sekolah untuk
mengatasi masalah yang muncul dalam interaksi antarkelompok, diantaranya, sebagai berikut9

9
Abdullah Idi, Op, Cit h. 126

9
Pemberian informasi, diskusi kelompok, hubungan pribadi, dan sebagainya. Guru dapat
memberikan informasi tentang hakikat dan perbedaan rahasia dan kultural dengan menekankan
bahwa perbedaan dikalangan manusia bukanlah disebabkan oleh pembawa biologi. Melainkan
karena dipelajari oleh lingkungan kebudayaan masing-masing. Informasi semacam ini juga dapat
diperoleh dalam pelajaran biologi dan ilmu-ilmu sosial. Memberiakan informasi tentang
sumbangan minoritas kepada kelompok.
Guru dapat menceritakan bagaimana setiap kelompok itu sangat berpengaruh terhadap
kelompok lain . Menanamkan nilai-nilai toleransi antarsiswa. Nilai toleransi ini sangat penting.
Jika mereka mempunyai sikap murid-murid lain ke arah toleransi yang lebih besar. Guru dapat
memobilisasi tenaga-tenaga ini untuk memupuk sikap yang sehat dikalangan murid.
Membuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan interaksi sosial atau pergaulan
antar murid-murid dari berbagai golongan.
Menggunakan teknik bermain peran atau sosiodrama. Pristiwa ini terjadi dalam masyarakat dapat
dimainkan dalam kelas dalam bentuk sosio drama dengan menyuruh golongan mayoritas
memmainkan peran golongan mayoritas.
Menggunakan kegiatan ekstra kulikuler. Interaksi edukatif dapat diartikan sebagai suatu
aktivitas relasi berbagai elemen edukatif, baik pendidik, staf administrasi, maupun anak didik.
Mereka dengan bersama-sama memiliki kesadaran dalam menciptakan suatu iklim pendidikan
dan pembelajara disekolah, untuk menghasilkan suber daya manusia (anak didik) yang
berkualitas dan handal sesuai perkembangan zaman. Abu ahmadi dan syuhadi (1985) dalam
syaiful bahri djamarah (2005) mendefinisian “ interaksi eduktif adalah suau gambaran hubungan
antara pendidik (guru) dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan”.
Dikatakan made pidarta (1997) bahwa pendidi memiliki dua pengertian ,yakni dala
pengertia luas dan sempit. Pendidik dalam pengertian luas adalah semua orang yang
berkewajiban membina anak didik. Secara natural, semua anak didik, sebelum mereka dewasa
menerima pembinaan dari orang dewasa agar mereka dapat berkembang dan tumbuh dengan
wajar.10

10
Abdullah Idi, Op, Cit, h. 128

10
Secara alamiah pula, anak didik membutuhkan bimbingan karena mereka memiliki
insting sedikit sekali untuk dapat bertahan dalam hidupnya. Pada awalnya, orang yang paing
tepat untu mendidik dan membina anak didik adalah orang tua mereka masing-masing, warga
masyarakat dan elitenya. Sedangkan pengertian pendidik dalam arti sempit yakni orang-orang
yang disiapkan secara sadar untuk menjadi (pendidik, bisa guru dan dosen). Kedua jenis
pendidikan ini di beri pengetahuan tentang pendidikan dalam waktu yang relatif lama agar
menguasai ilmu kependidikan dan mampu mengaplikasiannya dalam praktik di lapangan.
Menjadi pendidik atau (guru) berarti harus terus mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial masyarakat, agar dapat meningkatkan kualitas
profesional yang dimiliki sebagai pendidik. Prinsip long life edication menjadi relevan sekali
ketika seseorang memilih propesi sebagai pendidik dan berharap menjadi kompeten an
propesional. Seperti dikatakan S.Nasution (2010) bahwa kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat
akan berdampak pada cepatnya ilmu menjadi usang. Karenanya, diperlukan lebih banyak pada
penekanan konsep-konsep dan prinsip-prinsip kemampuan berfikir dan keterampilan dalam
memecahkan masalah, atau dalam menghadapi masalah yang kompleks perlu diberi kemampuan
untuk melihat esensinya dalam bentuk yang lebih sederhana. Masalah yang paling sulit dihadapi
adalah masalah nilai-nilai dalam dunia yang senantiasa berubah drastis.
Tugas dan peran seorang pendidik sesungguhnya begitu kompleks yang tidak terbatas
pada saat berlansungnya interaksi edukatif di kelas, dalam proses pembelajaran. Seorang
pendidik juga berfungsi sebagai administrator, evaluator, konselor, fasilitator, motivator,
komunikator, dan lain sebagainya. Peranan seorang pendidik berarti totalitas tingkah laku yang
harus dilakukannyadalam melaksanakan tugasnya sebgai pendidik. Peranan pendidik dalam
kaitannya dengan anak didik tanpa bermacam macam, berdasarkan situasi interaksi sosial
edukatif dihadapinya, interaksi sosial edukatif dimaksudkan seperti situasi formal dalam proses
pembelajaran dikelas maupun dalam situasi informal di luar kelas.
Adanya suatu kemajuan proses interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik, lebih
ditentukan kopetensi pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik sebagai pengembang
kurikulum di kelas, memiliki peranan terdepan terhadap pelaksanaan pembelajaran dikelas.
Interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik ditunjukan pula adanya interksi timbal balik
antara keduanya. 11

11
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan,( Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.158.

11
Thomas Gordon (1997) menuturkan bahwa keterampilan-keterampilan komunikasi yang
diperlukan pendidik agar lebih efektif dalam berinteraksi edukatif, dalam menciptakan mata
rantai, dan dalam membangun jembatan penghubung antara pendidik dan anak didik.
Keterampilan komunikasi yang diperukan tidak terlalu kompleks dan tidak sulit bagi pendidik
untuk mengerti, kendatipun memerlukan latihan dan adanya motivasi ingin maju dan sukses
dalam keterampilan komunikasi. Interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik yang
diharapkan dapat tercapai dengan optimal apabila adanya kesadaran pendidik bahwa tugas mulia
dalam mengajar dan mendidik anak didik itu sifatnya komperehensif. Melaksanakan tugas
sebagai pendidik haruslah dipahami sebagai tugas mencerdaskan anak didik yang memerlukan
keteladanan baik di dalam maupun diluar sekolah.12
Menjadi seorang pendidik yang efektif dalam proses pembelajaran yang mengedepankan
interaksi edukatif, diperlukan cara-cara membangun berdasarkan kegiatan edukatif fundamental
dalam rutinitas proses pembelajaran. Hal ini dimaksudkan, seorang pendidik perlu menyadari
atas pentingnya ketekunan, keikhlasan, dan ketabahan dalam menjalankan tugas dan meniti
karier sebagai pendidik. Produk final dari interaksi edukatif di sekolah (formal) dan diluar
sekolah (informal) adalah menginginkan keberhasilan anak didiknya.
Salah satu elemen lain dri pendidik yang dapat menentukan keberhasilan dalam mendidik
adalah kpribadian. Muhamad Surya menulis bahwa “sacara umum kepribadian dapat diartikan
sebagai keseluruhan kualitas tingkah laku individu yang merupakan cirinya yang khas dalam
berinteraksi dengan lingkungannya”. Pentingnya kpibadian pendidik dlam interaksi edukatif ,
dikarenakan pendidik memiliki sifat-sifat sebagai manusia. Hal ini kadang-kadang dapat
mempengaruhi kelancaran dalam melaksanakan tugas mendidik, elemen kpribadian tidak dapat
diabaikan begitu saja. Kepribadian yang mendukung proses pembelajaran dimaksudkan adalah
kepribadian yang mendukung profesinya sebagai pendidik. Seperti memiliki akhlak mulia, suka
menolong, tidak sombong, disiplin, jujur, peramah, berpakaian rapi, hemat, tidak kikir,
bertanggung jawab menggendalikan diri, dan suka kerja keras.13

11
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h. 78.
12
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.158.
13
Syaiful Bahri Djamarah Op, Cit , h. 78.

12
Selanjutnya elemen yang dapat menentukan kualitas pembelajaran efektif adalah dengan terus
belajar untuk meraih ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang cepat dan dinamis.
Dalam proses interaksi edukatif setidaknya ada dua kegiatan, kegiatan pendidik pada satu sisi;
kegiatan anak didik pada sisi lain. Pendidik mengajara dengan gayanya tersendiri dan anak didik
belajar dengan tesendiri pula. Pendidik tidak hanya mengajar tetapi juga mempelajari psikologis
anak didik dan iklim kelas.

E. Interaksi Edukatif yang Perlu Diketahui Pendidik


Dalam upaya mendorong proses pembelajaran edukatif dengan optimal, ada sejumlah
interaksi edukatif yang perlu diketahui pendidik yaitu
Prinsip motivasi Seorang pendidik perlu memahami tingkat motivasi anak didik berbeda satu
sama lainnya. Pendidik diharapkan dapat memotivasi mereka agar dapat mengikuti pembelajaran
dengan aktif dan kreatif agar diperoleh hasil yang optimal.
1. Prinsip mengarah pada fokus tertentu
Pelajaran yang direncanakan dalam suatu bentuk dan pola tertentu diharapkan mampu
menghubungkan bagian-bagian terpisah dalam kegiatan pembelajaran.
2. Prinsip keterpaduan
Salah satu kontribusi pendidik dalam pembelajaran adalah menghubungkan satu pokok
bahasan dengan pokok bahasan lain mata pelajaran yang berbeda.
3. Prinsip memecahkan masalah
Pendidik menciptakan masalah dalam pokok bahasan tertentu dalam interaksi edukatif
agar anak didik dapat belajar mencari solusinya.
4. Prinsip mencari, menemukan, dan mengembangkan.
5. Prinsip belajar sambil bekerja (Belajar sambil praktik)
6. Prinsip hubungan sosial
Anak didik dilatih untuk bekerja sama dengan anak-anak lain dalam kelas.
7. Prinsip perbedaan individual14

14
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta), 2000, h. 62.

13
Prinsip-prinsip interaksi edukatif dalam pembelajaran di atas, akan membantu pendidik
dalam melaksanakan tugasnya. Interaksi edukatif, terlihat dalam pelaksanan proses pembelajaran
atau tahap-tahap pembelajaran yang dilakukan seorang pendidik. Interaksi edukatif dalam
kurikulum tingkat satan pendidikan (KTSP), setidaknya akan terlihat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan penutupan. Interaksi edukatif juga menurut pendidik untuk melaksanakan
motivasi dan bimbingan kepada anak didik. Dalam menciptakan suatu interaksi edukatif di
sekolah, terutama di kelas, seorang pendidik perlu memahami dimensi sosio-psikologis bertalian
dengan motivasi: interes, relevansi, ekspektansi dan kepuasan.
Jadi interaksi edukatif hanya dapat tercipta apabila seorang pendidik tidak hanya memiliki
kompetensi dan profesional dalam proses pembelajaran. Seorang pendidik juga perlu memahami
dimensi sosio-psikologis anak didik dimana akan mempengaruhi sukses tidaknya anak didik
dalam proses pembelajaran.15

15
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.62-69.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk melaksanakan
tujuan pendidikan dan pengajaran atau lebih dikenal dengan istilah interaksi belajar mengajar.
Interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar
yang melaksanakan tugas mengajar dan adanya anak didik sebagai warga belajar, dimana dalam
interaksi itu pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi serta reinforcement
kepada siswa agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Interaksi edukatif hanya bisa tercipta apabila seorang pendidik memenuhi kompetensi dan
profesionalisme dalam proses pembelajaran juga memahami latar belakang anak didik. seorang
pendidik memenuhi peranan penting dalam menciptakan interaksi edukatif di sekolah. Interaksi
edukatif terlihat dalam pelaksanaan proses pembelajaran atau tahap-tahap pembelajaran yang
dilakukan seorang pendidik. Interaksi edukatif antara pendidik dan anak didik yang diharapkan
tercapai dengan optimal apabila adanya kesadaran pendidik bahwa tugas mulia dalam mengajar
dan mendidik anak didik itu sifatnya koprehensif. Seorang pendidik akan merasa bahagia dan
memiliki kepuasan jika anak didiknya berhasil. Proses interaksi edukatif ada dua yaitu, pertama,
kegiatan pendidik mengajar dengan gayanya sendiri dan kedua, kegiatan murid belajar dengan
gayanya sendiri pula.

B. Saran
Demikian makalah Peran Sosial Edukatif dan Profesi Guru ini disusun dengan bentuk yang
sederhana, tentunya dengan harapan mudah di mengerti dan dipahami sebagai salah satu acuan
dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran bagi mahasiswa khususnya dilingkungan prodi
Pendidikan Agama Islam atau perguruan tinggi pada umumnya. Penulis menyadari bahwa isi
makalah ini belum mencapai tahap kesempurnaan, oleh karena itu penulis memohon kritik dan
saran yang membangun dan penyempurnaan isi makalah ini. Kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung tersusunya makalah ini saya ucapkan terima kasih dan semoga
bermanfaat bagi kita semua. Amin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, Dimas. (2012, 15 November) Definisi Sosial, diakses pada 22 Maret 2019 dari
definisimublogspot.com/2012/11/definisi-sosial.html
Ahmadi, Abu. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:PT.Rineka Cipta. 2014
Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru. Jakarta:Bumi Aksara. 2002
Idi, Abdullah. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 2011
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2010
Bahri, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. 2000

16

Anda mungkin juga menyukai