Bab Ii PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab tinjauan pustaka akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Landasan teori tersebut meliputi penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan serta teori lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.

2.1 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan waktu baku akan digunakan sebagai
referensi untuk penelitian yang akan dilaksanakan. Tabel 2.1 menunjukkan perbedaan antara
penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang
digunakan sebagai referensi:
1. Pattiasina, Soenoko, Astuti dan Irwan (2013) melakukan penelitian terkait analisis
ketidaksesuaian beban kerja mata kuliah peraktek berbasis time study dan maynard
operation sequence technique (MOST) pada jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri
Ambon. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kesesuaian waktu yang tersedia
(4 sks) dengan waktu penyelesaian praktikum oleh mahasiswa. Pengukuran waktu
standar dilakukan pada kegiatan praktek kerja mesin perkakas. Hasil dari penelitian ini
yaitu waktu stadar menggunakan metode time study dan MOST, serta faktor yang
berpengaruh terhadap ketidaksesuaian beban kerja mata kuliah praktek berdasarkan tren
presepsi responden.
2. Herwanto (2014) melakukan penelitian tentang perancangan perbaikan metode kerja
dengan MOST dan simulasi pada proses produksi di UD Songok Muslim. Penelitian ini
dilakukan pengukuran waktu baku menggunakan MOST untuk mengetahui
perbandingan waktu baku dan output standar sebelum dan setelah dilakukan perbaikan
metode kerja. Setelah diketahui perbedaan kedua keadaan tersebut, dilakukan simulasi
menggunakan Arena untuk membandingkan tingkat kesibukan dari skenario 1 dan 2
pada keadaan terpilih.
3. Munthe (2009) melakukan penelitian mengenai perbaikan metode kerja untuk
meningkatkan output produksi menggunakan Maynard Operation Sequence Technique
dalam menentukan waktu standar pada PT. Suryamas Lestariprima. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengukur waktu standar metode kerja saat ini dan waktu standar setelah

5
6

melakukan perbaikan metode kerja. Hasil dari penelitian ini adalah perbaikan terhadap
metode kerja dapat mempersingkat waktu standar dan peningkatan output produksi.
Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan
No. Peneliti Judul Objek Metode
1. Pattiasina Analisa Ketidaksesuaian Beban Kerja Matakuliah Jurusan Teknik MOST,
(2013) Praktek Berbasis Time Sudy dan Maynard Mesin Politeknik STS,
Operation Sequence Techniques (MOST) Negeri Ambon Kuesioner
2. Herwanto Perancangan Perbaikan Metode Kerja dengan Proses Produksi MOST,
(2015) MOST (Maynard Operation Sequence Technique) UD. Songkok Simulasi
dan Simulasi pada Proses Produksi di UD. Muslim
Songkok Muslim
3. Munthe Perbaikan Metode Kerja untuk Meningkatkan Lantai produksi MOST
(2009) Output Produksi Menggunakan (MOST) Maynard PT. Suryamas
Operation Sequence Technique dalam Lestariprima
Menentukan Waktu Standar pada PT. Suryamas
Lestariprima
4. Penelitian ini Analisis Waktu Baku Aktivitas Order Picking dan Back of factory MOST,
Loading Produk Minuman Menggunakan PT. Triteguh Regresi
Maynard Operation Sequence (MOST) Manunggal Linear
Sejati Sederhana

2.2 Pengukuran Waktu Kerja


Waktu kerja diteliti dan diperoleh dengan cara melakukan studi mengenai tata cara dan
pengukuran waktu kerja (Wignjosoebroto, 2003). Pengukuran waktu kerja berhubungan
dengan usaha-usaha untuk mendapatkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan
suatu pekerjaan (Wignjosoebroto, 2003). Waktu baku penyelesaian suatu pekerjaan ialah
waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik (Sutalaksana, 2006).
Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja dapat digunakan sebagai
alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu kegiatan
itu harus berlangsung dan berapa output yang akan dihasilkan serta berapa pula jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Selain itu, waktu
baku juga diperlukan untuk:
1. Estimasi biaya-biaya upah karyawan/pekerja.
2. Penjadwalan produksi dan pembuatan anggaran.
3. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan/pekerja yang
berprestasi.
4. Penentuan efektivitas pekerja atau mesin.
Teknik pengukuran kerja dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu pengukuran
waktu secara langsung dan secara tidak langsung (Wignjosoebroto, 2003). Disebut
pengukuran kerja secara langsung karena pengamat berada di tempat dimana objek sedang
7

diamati. Pengamat secara langsung melakukan pengukuran atas waktu kerja yang
dibutuhkan oleh seorang operator dalam menyelesaikan pekerjaanya. Pengukuran waktu
kerja dengan metode langsung terdiri dari dua cara, yaitu dengan menggunakan stop watch
time study dan work sampling.
Pengukuran kerja dengan metode tidak langsung dilakukan tanpa si pengamat harus
berada di tempat pekerjaan itu diukur. Aktivitas yang dilakukan adalah menghitung waktu
kerja dengan membaca tabel-tabel waktu yang tersedia dengan mengetahui jalannya
pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Oleh karena itu
penempatan waktu baku suatu pekerjaan akan dapat dilakukan meskipun pekerjaan itu
sendiri tidak atau belum dilaksanakan. Cara pengukuran waktu bisa ini dilakukan dalam
aktivitas data waktu baku (standard data), metode analisa regresi dan data waktu gerakan
(predetermined time system).
Penetapan waktu baku dengan metode data waktu gerakan dikembangkan karena
pengukuran waktu menggunakan jam henti maupun sample kerja membutuhkan waktu yang
cukup lama. Predetermined time system berisi sejumlah data waktu dan suatu prosedur
sistematis yang menganalisis dan membagi beberapa operasi manual dari pekerjaan operator
menjadi gerakan-gerakan kerja, gerakan anggota tubuh atau gerakan-gerakan manual
lainnya dan kemudian menetapkan nilai waktu masing-masing berdasarkan waktu yang ada.
Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode pengukuran lainnya ialah bahwa
sistem ini bisa dipakai untuk menetapkan waktu baku suatu operasi kerja bilamana pola
gerakan kerja diketahui. Metode penentuan waktu baku, antara lain Work Factor System
(WFS), Method Time Measurement (MTM), Basic Motion Time Study (BMT), Maynard
Operation Sequence Technique (MOST), dan sebagainya.

2.3 Maynard Operation Sequence Technique (MOST)


Maynard Operation Sequence Technique (MOST) ialah salah satu metode dalam
predetermined time system yang terutama digunakan di industri untuk penentuan waktu
standar dimana pekerja harus melakukan suatu pekerjaan (Gnanavelu, Shivappa, & Reddy,
2013). Kjell Zandin, seorang pakar teknik industri, melakukan suatu penelitian setelah
mengamati data waktu gerakan MTM (Method Time Measurement) dimana ia mendeteksi
adanya pola gerakan dari data waktu gerakan MTM. Dengan hasil pengamatan tersebut
Zandin menduga bahwa gejala kesamaan pola itu bisa dikembangkan untuk mendapatkan
suatu metode analisa dan pengukuran operasi kerja baru yang saat ini dikenal dengan MOST.
8

Pada dasarnya pekerjaan manual terdiri dari 3 urutan gerakan yang menjadi pangkal
konsep MOST mengenai pengukuran kerja, kerja dalam artian ilmu fisika w=fxs (gaya x
perpindahan), atau secara sederhana kerja dapat dikatakan sebagai perpindahan objek.
MOST merupakan salah satu teknik pengukuran kerja yang disusun berdasarkan urutan sub-
sub aktivitas atau gerakan (Munthe, 2009). Sub-sub aktivitas ini pada dasarnya diperoleh
dari gerakan-gerakan yang memiliki pola-pola berulang seperti menjangkau, memegang,
bergerak dan memposisikan objek, pola-pola tersebut diidentifikasikan dan diatur sebagai
suatu urutan kejadian yang diikuti dengan perpindahan objek.
MOST adalah teknik pengukuran kerja yang berkonsentrasi pada gerakan objek. Metode
ini digunakan untuk menganalisis pekerjaan dan menentukan waktu normal untuk
melakukan proses/operasi tertentu. Pergerakan objek terdiri dari variasi sub-sub kegiatan
yang ditetapkan dalam urutan baku dari kejadian-kejadian atau gerakan-gerakan. Oleh sebab
itu, pola dasar pemindahan objek digambarkan sebagai model urutan gerakan umum.
Beberapa karakteristik penting dari MOST (Gnanavelu et al, 2013):
1. Tingkat akurasi tinggi.
2. Mengurangi pengeluaran dan paperwork sehingga dapat memperbaiki produktivitas.
3. Mengurangi waktu analisis dengan penetapan ketepatan.
4. Mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data dalam penetapan
standar.
5. Mudah dipelajari dan dilakukan oleh siapa saja.
6. Membangun hasil yang konsisten.

2.3.1 Model-Model Urutan Dasar


Model MOST memiliki tiga urutan gerakan yaitu General Move Sequence, Controlled
Move Sequence, dan Tool Use Sequence. General Move Sequence digunakan bila pergerakan
objek dilakukan secara bebas. Controlled Move Sequence digunakan bila pergerakan objek
yang masih dalam kontak dengan objek lain. Tool Use Sequence digunakan untuk
pergerakan yang menggunakan peralatan tangan.

2.3.1.1 Urutan Gerakan Umum


Model urutan ini dipakai bila perpindahan objek dilakukan secara bebas melalui udara,
objek berpindah tanpa hambatan. Contohnya sebuah kotak diangkat (dipindahkan) dari
lantai dan menempatkannya di atas meja. Urutan gerakan umum terdiri atas empat sub
akvititas yaitu action distance, body motion, gain control dan placement yang parameter
9

penilaiannya ditampilkan pada Gambar 2.1. Urutan ini dibagi dalam tiga fase, get yaitu
mencapai dan mengontrol objek, put yaitu memindahkan objek ke lokasi baru, dan return
yaitu jarak kembali ke workstation.

Gambar 2.1 Sub aktivitas gerakan umum


Sumber: Freivalds (2008)

Model urutan gerakan umum ini adalah A B G A B P A, dimana:


A = Action distance (jarak tempuh untuk melakukan tindakan). Parameter ini meliputi
semua gerakan horisontal dari jari, tangan dan kaki baik dalam keadaan membawa
beban atau tidak. 1 step = 0,762 m.
B = Body motion (gerakan badan). Parameter ini berhubungan dengan gerakan vertikal
badan atau gerakan yang diperlukan untuk mengatasi gangguan terhadap gerakan
badan.
G = Gain control (pengendalian atau mengendalikan objek). Parameter ini mencakup
semua gerakan manual yang dipakai untuk mengendalikan objek.
P = Placement (Menempatkan). Parameter ini merupakan tahap akhir dari kegiatan
memindahkan yaitu mengatur sebelum melepaskan kendali terhadap objek.
Gambar 2.2 menujukkan gambar indeks urutan gerakan umum. Pada urutan gerakan
umum terdapat index yaitu 0,1,3,6,10,16. Hal ini menandakan urutan proses dari yang
ringan hingga berat yang dapat disesuaikan dengan keterangan pada masing-masing kolom
A, B, G dan P. Nilai indeks tersebut dijumlahkan lalu dikalikan dengan angka 10 untuk
mendapatkna waktu TMU. Hasil tersebut kemudian dikalikan dengan 0,036 untuk
mendapatkan waktu dalam satuan detik.
10

Gambar 2.2 Data indeks untuk gerakan umum


Sumber: Freivalds (2008)

2.3.1.2 Urutan Gerakan Terkendali


Model urutan ini digunakan bila perpindahan objek secara manual dikendalikan oleh
satu jalur. Objek bergerak masih dalam kontak dengan permukaan (misalnya, menggeser
objek di sepanjang permukaan) atau objek terpasang ke beberapa objek lainnya selama
bergerak. Selain parameter A, B, dan G dari urutan gerakan umum, model urutan untuk
controlled move juga terdiri dari sub aktivitas lain yaitu Move controlled (M), Process time
(P), dan Align (I), Gambar 2.3 menunjukkan parameter sub aktivitas model ini.

Gambar 2.3 Sub aktivitas gerakan terkendali


Sumber: Freivalds (2008)

Model urutan gerakan terkendali ini adalah A B G M X I A, dimana:


A = Action distance (jarak tempuh untuk melakukan tindakan).
B = Body motion (gerakan badan).
G = Gain control (pengendalian atau mengendalikan objek).
M = Move controlled (Gerakan terkendali). Parameter ini mencakup semua gerakan
manual yang diarahkan atau gerakan dari objek dalam jalur yang terkendali.
11

X = Process time (Waktu proses). Parameter ini termasuk bagian dari kerja yang
terkendali karena diproses atau dimesin bukan aktivitas manual.
I = Gerakan mengurut, mengatur, atau penyesuaian. Parameter ini berhubungan dengan
aktivitas manual yang termasuk juga gerakan terkendali atau akhir dari waktu proses
untuk mengatur objek yang sesuai dengan keinginan.

Gambar 2.4 Data indeks untuk gerakan terkendali


Sumber: Freivalds (2008)

Gambar 2.4 menujukkan gambar indeks urutan gerakan terkendali. Parameter A, B, dan
G memiliki nilai indeks yang sama dengan indeks pada gerakan umum. Untuk parameter X,
apabila waktu proses melebihi ketentuan pada keterang tabel (lebih dari 7 detik) maka waktu
proses dikalikan dengan 2,78 sehingga menghasilkan waktu TMU. Sebagai contoh nilai
proses selama 10 detik maka paramater X adalah sebesar 27,8 TMU.

2.3.1.3 Urutan Pemakaian Peralatan


Model urutan ini meliputi penggunaan peralatan tangan untuk kegiatan seperti
mengencangkan atau melonggarkan, memotong, membersihkan, mengukur, dan rekaman,
serta kegiatan tertentu yang membutuhkan penggunaan otak seperti membaca dan berpikir.
Urutan dari gerakan ini adalah ABG ABP * ABP A, dimana:
A = Action distance (jarak tempuh untuk melakukan tindakan).
B = Body motion (gerakan badan).
G = Gain control (pengendalian atau mengendalikan objek).
12

P = Placement (menempatkan).
* merupakan tempat untuk mengisi parameter-parameter lain seperti:
C = Cut (Memotong). Parameter ini menggambarkan kegiatan memotong atau
membuang bagian dari suatu objek dengan menggunakan bagian yang tajam dari
perkakas tangan.
S = Surface treat (perlakuan pada permukaan).
M = Measure (Mengukur). Parameter ini berhubungan dengan kegiatan untuk
menentukan karakteristik fisik tertentu dari suatu objek dengan membandingkannya
dengan alat ukur standar.
R = Record (Mencatat). Parameter ini mencakup kegiatan manual dengan pensil, pena atau
kapur atau alat tulis lainnya dengan maksud mencatat informasi.
T = Think (Berpikir). Parameter ini berhubungan dengan kegiatan mata dan aktivitas
mental untuk mendapatkan informasi (membaca) atau memeriksa suatu objek.

2.4 Regresi Linear


Regresi yang berarti peramalan, penaksiran, atau pendugaan pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton (Hasan, 2001). Regresi linear sebagai kajian
terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan dengan satu
atau dua variabel yang menerangkan. Dalam analisis regresi dikenal dua jenis peubah, yaitu
peubah respon disebut juga peubah terikat (dependen) yaitu peubah yang keberadaannya
dipengaruhi oleh peubah lainnya, biasanya dinotasikan dengan y dan peubah prediktor
disebut juga peubah tak terikat (independen) yaitu peubah yang tidak dipengaruhi oleh
peubah lainnya, biasa dinotasikan dengan x (Sungkawa, 2013). Analisis regresi mempelajari
hubungan yang diperoleh dinyatakan dalam persamaan matematika yang menyatakan
hubungan fungsional antar variable. Analisa regresi digunakan untuk:
1. Meramalkan atau memperkirakan nilai dari satu variabel dalam hubungannya dengan
variabel lain.
2. Mempelajari dan mengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua atau lebih
variabel.
3. Menerangkan impak perubahan variabel bebas terhadap variabel terikat.

2.4.1 Uji Asumsi Klasik


Tidak semua data dapat diterapkan regresi. Apabila uji asumsi klasik tidak terpenuhi
maka penerapan regresi akan menghasilkan estimasi yang bias. Untuk mendapatkan hasil
13

regresi linear yang memberikan kepastian bahwa persamaan regresi memiliki ketepatan
dalam estimasi, maka uji asumsi klasik yang digunakan yaitu:
1. Uji normalitas
Uji normalitas untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau
tidak (Widarjono, 2010). Nilai residual yang normal menggambarkan bahwa model regresi
yang digunakan untuk melakukan estimasi terbebas dari adanya pengaruh variabel lain yang
kuat namun tidak masuk dalam model. Uji ini perlu dilakukan karena perhitungan statistik
parametrik memiliki asumsi normalitas sebaran. Distribusi data tidak normal, karena
terdapat nilai ekstrem dalam data yang diambil.
2. Uji multikolinieritas
Multikolineritas berarti antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain
dalam model regresi saling berkorelasi linier (Hasan, 2001). Uji multikolinieritas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas.
Data dikatakan tidak terjadi multikolieritas adalah disaat nilai VIF (Variance Inflation
Factor) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS pada tabel Collinearity Statistics
kurang dari 10, dan nilai tolerance lebih dari 0,1.
3. Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastitas berarti variasi variabel tidak sama untuk semua pengamatan (Hasan,
2001). Uji heteroskeditas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Heteroskeditas
dalam regresi dapat diketahui menggunakan uji koefisien korelasi Spearman, uji Park, dan
uji Glesjer. Pada heteroskedastitas, kesalahan yang terjadi tidak random (acak) tetapi
menunjukkan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel
bebas.
4. Liniaritas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan
linear atau tidak secara signifikan. Linieritas berarti bahwa terdapat hubungan garis lurus
antar variabel bebas dan variabel terikat. Untuk menguji linearitas antar variabel dapat
diketahui dengan melihat sebar bivariat.

2.4.2 Regresi Linear Sederhana


Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel
independen dengan satu variabel dependen (Hasan, 2001). Analisis regresi linear sederhana
dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu buat variabel bebas terhadap satu
14

variabel terikat. Setelah harga a dan b ditemukan, maka persamaan regresi linear sederhana
dapat dirumuskan. Persamaan regresi yang telah ditemukan dapat digunakan untuk
melakukan prediksi (ramalan). Persamaan umum regresi linear sederhana adalah sebagai
berikut :
Y = a + bx (2-1)
Sumber : Hasan (2001)
Dimana :
y : variabel dependen (terikat)
x : variabel independen (bebas)
a, b : koofisien regresi sampel
Harga a dan b dapat dicari dengan rumus berikut :
(∑ 𝑦𝑖 )(∑ 𝑥𝑖 )−(∑ 𝑥𝑖 )(∑ 𝑥𝑖 𝑦𝑖 )
a= 2 2 (2-2)
n ∑ 𝑥𝑖 −(∑ 𝑥𝑖 )
Sumber : Hasan (2001)
n ∑ 𝑥𝑖 𝑦𝑖 − (∑ 𝑦𝑖 )(∑ 𝑥𝑖 )
b= 2 2 (2-3)
n ∑ 𝑥𝑖 −(∑ 𝑥𝑖 )
Sumber : Hasan (2001)

2.4.3 Analisis Regresi


Analisis regresi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat.
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) merupakan proporsi variabilitas dalam suatu data yang
dihitung didasarkan pada model statistik. Secara umum R2 digunakan sebagai informasi
mengenai kecocokan suatu model. Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur
seberapa baik garis regresi sesuai dengan data aktualnya. Koefisien determinasi ini
mengukur prosentase total variasi variabel dependen Y yang dijelaskan oleh variabel
independen di dalam garis regresi. Nilai R 2 terletak antara 0-1, semakin mendekati 1 maka
semakin baik garis regresi dan semakin mendekati nilai 0 maka kita mempunyai garis regresi
yang kurang baik (Widarjono, 2010). Jika R2 sama dengan 1, maka angka tersebut
menunjukkan garis regresi cocok dengan data secara sempurna.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk mengevaluasi pengaruh semua variabel independen terhadap
variabel dependen. Uji F dapat dijelaskan dengan menggunakan analisis varian. Langkah-
langkah pengujiannya menurut Hasan (2001) sebagai berikut :
1) Menentukan formulasi hipotesis
H0 : β1 = β2 = 0 (X1 dan X2 tidak mempengaruhi Y)
15

H1 : β1 ≠ β2 ≠ 0 (X1 dan X2 mempengaruhi Y atau paling sedikit ada X yang


mempengaruhi Y)
2) Menentukan taraf nyata (𝛼) dan nilai F tabel
Tarif nyata (𝛼) dan nilai F tabel ditentukan dengan derajat bebas v1 = k-1 dan v2 = n-k
3) Menentukan kriteria pengujian
H0 diterima apabila F0 ≤ F𝛼(v1 )(v2)
H0 ditolak apabila F0 > F𝛼(v1 )(v2 )
4) Menentukan nilai uji statistik dengan tabel anova
Tabel 2.2
Tabel Anova
Sumber Jumlah Derajat Rata-rata 𝐅𝟎
Variasi Kuadrat Bebas Kuadrat
Regresi JKR k-1 𝐽𝐾𝑅
𝑘−1
(𝑋1 , 𝑋2 ) 𝑅𝐾𝑅
𝑅𝐾𝐸
Error JKE n-k 𝐽𝐾𝐸
𝑛−𝑘
Total JKT n-1

JKT = ∑ 𝑦 2 = ∑ 𝑌 2 - 𝑛. ∑ 𝑌̅ 2
JKR = 𝑏1 ∑ 𝑥1 𝑦 + 𝑏2 ∑ 𝑥2 𝑦 = 𝑏1 (∑ 𝑋1 𝑌 − 𝑛𝑋̅1 𝑌̅) + 𝑏2 (∑ 𝑋2 𝑌 − 𝑛𝑋̅2 𝑌̅)
JKE = JKT – JKR
5) Menentukan kesimpulan
Menyimpulkan apakah H0 diterima atau ditolak
3. Uji t
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara
individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Langkah-langkah pengujian menurut
Hasan (1999: ) sebagai berikut :
1) Menentukan formulasi hipotesis
H0 : βi = 0 (tidak ada pengaruh Xi terhadap Y)
H1 : βi > 0 (ada pengaruh positif Xi terhadap Y)
βi < 0 (ada pengaruh negatif Xi terhadap Y)
βi ≠ 0 (ada pengaruh Xi terhadap Y)
2) Menentukan taraf nyata (𝛼) dengan t tabel
Taraf nyata dari t tabel ditentukan dengan derajat bebas (db) = n- k
16

3) Menentukan kriteria pengujian


Kriteria pengujian yang ditentukan sama dengan kriteria pengujian dari pengujian
hipotesis yang menggunakan distribusi t.
4) Menentukan nilai uji statistik
𝑏𝑖 − 𝐵𝑖
𝑡0 = 𝑆𝑏𝑖

5) Membuat kesimpulan
Menyimpulkan apakah H0 diterima atau ditolak

2.5 Menentukan Allowance (Kelonggaran) Kerja


Waktu yang diperoleh dari pengukuran waktu dengan menggunakan metode MOST
adalah waktu normal. Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja hanya menunjukkan
bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan
pada kecepatan/tempo kerja yang normal (Wignjosoebroto, 2003). Untuk mencari waktu
kerja standar, waktu normal yang diperoleh perlu diberi allowance atau kelonggaran.
Pemberian allowance dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada operator untuk
melakukan hal-hal yang harus dilakukannya untuk kebutuhan pribadi (personal allowance),
menghilangakn rasa lelah (fatigue allowance), dan hambatan-hambatan karena
keterlambatan-keterlambatan (delay allowance). Dengan demikian maka waktu baku adalah
sama dengan waktu normal kerja dengan waktu longgar.
1. Personal Allowance
Setiap pekerjaan haruslah diberikan kelonggaran waktu untuk keperluan yang bersifat
kebutuhan pribadi seperti ke kamar kecil, ibadah, bercakap-cakap dan sebagainya. Jumlah
waktu longgar untuk kebutuhan pribadi akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya
dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang
relatif ringan dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi
sekitar 2-5% setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat
pribadi.
2. Fatigue Allowance
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah
kerja yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik. Kelelahan dapat
terlihat dari menurunnya hasil produksi baik kuantitas maupun kualitas. Jika pekerja merasa
kelelahan tetapi harus bekerja menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang
dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatigue. Apabila
17

hal ini berlangsung terus menerus pada akhirnya terjadi fatigue total yaitu jika anggota badan
yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali walaupun sangat
dikehendaki.
3. Delay Allowance
Delay atau keterlambatan bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk
dihindarkan (unavoidable delay), tetapi bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor yang
sebenarnya masih bisa untuk dihindari. Unavoidable delay umumnya disebabkan oleh
mesin, operator, ataupun hal-hal lain yang di luar kontrol.
Besarnya waktu ini dapat dihitung dengan menggunakan metode work sampling
berdasarkan besarnya presentase aktivitas non produktif selain itu dapat diukur dengan
menggunakan tabel ILO (International Labour Organization) Allowance. Tabel 2.3 adalah
tabel perhitungan allowance kerja berdasarkan ILO Allowance.
Tabel 2.3
Nilai Kelonggaran Berdasarkan Rekomendasi ILO
I Kelonggaran tetap %
A. Kelonggaran pribadi 5
B. Kelonggaran keletihan dasar 4
II Kelonggaran tidak tetap %
C. Kelonggaran berdiri 2
D. Kelonggaran posisi tidak normal
 Agak kaku 0
 Kaku 2
 Sangat kaku 7
E. Memakai tenaga atau energi otot (mengangkat, menarik atau
mendorong):
Berat badan diangkat saat bekerja:
5 lb 0
10 lb 1
15 lb 2
20 lb 3
25 lb 4
30 lb 5
35 lb 6
40 lb 7
45 lb 8
50 lb 9
55 lb 11
60 lb 13
70 lb 22
II Kelonggaran tidak tetap %
F. Cahaya tidak fokus
 Sedikit di bawah rekomendasi 0
 Jauh dibawah rekomendasi 2
 Benar-benar tidak cukup 5
G. Kondisi udara (panas dan kelembaban) – variable 0-100
H. Tingkat perhatian
 Cukup / sedang 0
 Teliti 2
 Sangat teliti 5
18

I. Tingkat kebisingan
 Berkelanjutan 0
 Terputus-putus – keras 2
 Terputus-putus – sangat keras 5
 Nada tinggi – keras 5
J. Ketegangan Mental
 Proses yang cukup rumit 1
 Rumit atau butuh perhatian yang serius 4
 Sangat rumit 8
K. Monoton
 Rendah 0
 Sedang 1
 Tinggi 4
L. Kebosanan
 Agak membosankan 0
 Bosan 2
 Sangat bosan 5
Sumber: Freivalds (2008)

2.6 Penetapan Waktu Baku


Dalam menentukan waktu baku penyelesaian suatu produk atau aktifitas kerja maka
dapat digunakan rumus berikut ini :
100%
Standard Time = Normal Time x (2- 4)
100%−% 𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒

Sumber: Wignjosoebroto (2003)


Setelah didapatkan waktu standar, maka dapat dihitung pula output standar dengan
persamaan sebagai berikut :
1
Output standar = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 (2-5)
Sumber: Wignjosoebroto (2003)

2.7 Analisis Beban Kerja (Workload Analysis)


Peraturan beban kerja sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomer 12 Tahun 2008 adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan
/unit organisasi. Menurut Lituhayu (2008), beban kerja berlebihan yang diberikan kepada
pekerja dapat memicu timbulnya stres kerja maupun kelelahan yang lebih cepat,
menurunnya kualitas kerja para pekerja serta dapat mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan pekerja. Sedangkan kekurangan beban kerja dapat menimbulkan kerugian bagi
organisasi, berupa tidak produktifnya seorang pekerja sehingga operator banyak
menganggur.
Analisis beban kerja diartikan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomer 12 Tahun
2008 sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efesiensi dan efektivitas
dan kerja organisasi berdasarkan volume kerja. Analisis beban kerja dilakukan secara
19

sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau
teknik manajemen lainnya. Metode analilsis beban kerja atau workload analysis (WLA)
dapat diartikan sebagai gambaran deskriptif dari beban kerja yang dibutuhkan dalam satu
unit organisasi, dimana metode ini akan memberikan informasi mengenai alokasi sumber
daya manusia yang dimiliki organisasi untuk menyelesaikan semua beban kerja yang ada
ada (Triswandana, 2011). Manfaat penerapan WLA menurut Triswandana (2011) antara
lain:
1. Sebagai cara strategis untuk meningkatkan produktivitas operasional.
2. Sebagai dasar untuk menentukan jumlah tenaga kerja operasi secara akurat.
3. Sebagai dasar untuk menghitung beban kompensasi yang dibutuhkan.
Wakui (2000) berpendapat bahwa aktivitas yang dilakukan oleh tiap posisi atau jabatan
dalam rangka untuk melaksanakan tugasnya seperti tercantum dalam deskripsi pekerjaannya
memberikan suatu beban kerja pada posisi/jabatan tersebut, sehingga perhitungan beban
kerja dapat diformulasikan sebagai berikut:
Total waktu aktivitas+Waktu longgar
Beban Kerja = Total waktu tersedia
x100% (2-6)
Sumber: Wakui (2000)
20

Halaman ini sengaja di kosongkan

Anda mungkin juga menyukai