Bab Ii PDF
Bab Ii PDF
Bab Ii PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab tinjauan pustaka akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Landasan teori tersebut meliputi penelitian terdahulu yang
pernah dilakukan serta teori lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.
5
6
melakukan perbaikan metode kerja. Hasil dari penelitian ini adalah perbaikan terhadap
metode kerja dapat mempersingkat waktu standar dan peningkatan output produksi.
Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan
No. Peneliti Judul Objek Metode
1. Pattiasina Analisa Ketidaksesuaian Beban Kerja Matakuliah Jurusan Teknik MOST,
(2013) Praktek Berbasis Time Sudy dan Maynard Mesin Politeknik STS,
Operation Sequence Techniques (MOST) Negeri Ambon Kuesioner
2. Herwanto Perancangan Perbaikan Metode Kerja dengan Proses Produksi MOST,
(2015) MOST (Maynard Operation Sequence Technique) UD. Songkok Simulasi
dan Simulasi pada Proses Produksi di UD. Muslim
Songkok Muslim
3. Munthe Perbaikan Metode Kerja untuk Meningkatkan Lantai produksi MOST
(2009) Output Produksi Menggunakan (MOST) Maynard PT. Suryamas
Operation Sequence Technique dalam Lestariprima
Menentukan Waktu Standar pada PT. Suryamas
Lestariprima
4. Penelitian ini Analisis Waktu Baku Aktivitas Order Picking dan Back of factory MOST,
Loading Produk Minuman Menggunakan PT. Triteguh Regresi
Maynard Operation Sequence (MOST) Manunggal Linear
Sejati Sederhana
diamati. Pengamat secara langsung melakukan pengukuran atas waktu kerja yang
dibutuhkan oleh seorang operator dalam menyelesaikan pekerjaanya. Pengukuran waktu
kerja dengan metode langsung terdiri dari dua cara, yaitu dengan menggunakan stop watch
time study dan work sampling.
Pengukuran kerja dengan metode tidak langsung dilakukan tanpa si pengamat harus
berada di tempat pekerjaan itu diukur. Aktivitas yang dilakukan adalah menghitung waktu
kerja dengan membaca tabel-tabel waktu yang tersedia dengan mengetahui jalannya
pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Oleh karena itu
penempatan waktu baku suatu pekerjaan akan dapat dilakukan meskipun pekerjaan itu
sendiri tidak atau belum dilaksanakan. Cara pengukuran waktu bisa ini dilakukan dalam
aktivitas data waktu baku (standard data), metode analisa regresi dan data waktu gerakan
(predetermined time system).
Penetapan waktu baku dengan metode data waktu gerakan dikembangkan karena
pengukuran waktu menggunakan jam henti maupun sample kerja membutuhkan waktu yang
cukup lama. Predetermined time system berisi sejumlah data waktu dan suatu prosedur
sistematis yang menganalisis dan membagi beberapa operasi manual dari pekerjaan operator
menjadi gerakan-gerakan kerja, gerakan anggota tubuh atau gerakan-gerakan manual
lainnya dan kemudian menetapkan nilai waktu masing-masing berdasarkan waktu yang ada.
Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode pengukuran lainnya ialah bahwa
sistem ini bisa dipakai untuk menetapkan waktu baku suatu operasi kerja bilamana pola
gerakan kerja diketahui. Metode penentuan waktu baku, antara lain Work Factor System
(WFS), Method Time Measurement (MTM), Basic Motion Time Study (BMT), Maynard
Operation Sequence Technique (MOST), dan sebagainya.
Pada dasarnya pekerjaan manual terdiri dari 3 urutan gerakan yang menjadi pangkal
konsep MOST mengenai pengukuran kerja, kerja dalam artian ilmu fisika w=fxs (gaya x
perpindahan), atau secara sederhana kerja dapat dikatakan sebagai perpindahan objek.
MOST merupakan salah satu teknik pengukuran kerja yang disusun berdasarkan urutan sub-
sub aktivitas atau gerakan (Munthe, 2009). Sub-sub aktivitas ini pada dasarnya diperoleh
dari gerakan-gerakan yang memiliki pola-pola berulang seperti menjangkau, memegang,
bergerak dan memposisikan objek, pola-pola tersebut diidentifikasikan dan diatur sebagai
suatu urutan kejadian yang diikuti dengan perpindahan objek.
MOST adalah teknik pengukuran kerja yang berkonsentrasi pada gerakan objek. Metode
ini digunakan untuk menganalisis pekerjaan dan menentukan waktu normal untuk
melakukan proses/operasi tertentu. Pergerakan objek terdiri dari variasi sub-sub kegiatan
yang ditetapkan dalam urutan baku dari kejadian-kejadian atau gerakan-gerakan. Oleh sebab
itu, pola dasar pemindahan objek digambarkan sebagai model urutan gerakan umum.
Beberapa karakteristik penting dari MOST (Gnanavelu et al, 2013):
1. Tingkat akurasi tinggi.
2. Mengurangi pengeluaran dan paperwork sehingga dapat memperbaiki produktivitas.
3. Mengurangi waktu analisis dengan penetapan ketepatan.
4. Mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data dalam penetapan
standar.
5. Mudah dipelajari dan dilakukan oleh siapa saja.
6. Membangun hasil yang konsisten.
penilaiannya ditampilkan pada Gambar 2.1. Urutan ini dibagi dalam tiga fase, get yaitu
mencapai dan mengontrol objek, put yaitu memindahkan objek ke lokasi baru, dan return
yaitu jarak kembali ke workstation.
X = Process time (Waktu proses). Parameter ini termasuk bagian dari kerja yang
terkendali karena diproses atau dimesin bukan aktivitas manual.
I = Gerakan mengurut, mengatur, atau penyesuaian. Parameter ini berhubungan dengan
aktivitas manual yang termasuk juga gerakan terkendali atau akhir dari waktu proses
untuk mengatur objek yang sesuai dengan keinginan.
Gambar 2.4 menujukkan gambar indeks urutan gerakan terkendali. Parameter A, B, dan
G memiliki nilai indeks yang sama dengan indeks pada gerakan umum. Untuk parameter X,
apabila waktu proses melebihi ketentuan pada keterang tabel (lebih dari 7 detik) maka waktu
proses dikalikan dengan 2,78 sehingga menghasilkan waktu TMU. Sebagai contoh nilai
proses selama 10 detik maka paramater X adalah sebesar 27,8 TMU.
P = Placement (menempatkan).
* merupakan tempat untuk mengisi parameter-parameter lain seperti:
C = Cut (Memotong). Parameter ini menggambarkan kegiatan memotong atau
membuang bagian dari suatu objek dengan menggunakan bagian yang tajam dari
perkakas tangan.
S = Surface treat (perlakuan pada permukaan).
M = Measure (Mengukur). Parameter ini berhubungan dengan kegiatan untuk
menentukan karakteristik fisik tertentu dari suatu objek dengan membandingkannya
dengan alat ukur standar.
R = Record (Mencatat). Parameter ini mencakup kegiatan manual dengan pensil, pena atau
kapur atau alat tulis lainnya dengan maksud mencatat informasi.
T = Think (Berpikir). Parameter ini berhubungan dengan kegiatan mata dan aktivitas
mental untuk mendapatkan informasi (membaca) atau memeriksa suatu objek.
regresi linear yang memberikan kepastian bahwa persamaan regresi memiliki ketepatan
dalam estimasi, maka uji asumsi klasik yang digunakan yaitu:
1. Uji normalitas
Uji normalitas untuk mengetahui apakah residual yang diteliti berdistribusi normal atau
tidak (Widarjono, 2010). Nilai residual yang normal menggambarkan bahwa model regresi
yang digunakan untuk melakukan estimasi terbebas dari adanya pengaruh variabel lain yang
kuat namun tidak masuk dalam model. Uji ini perlu dilakukan karena perhitungan statistik
parametrik memiliki asumsi normalitas sebaran. Distribusi data tidak normal, karena
terdapat nilai ekstrem dalam data yang diambil.
2. Uji multikolinieritas
Multikolineritas berarti antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain
dalam model regresi saling berkorelasi linier (Hasan, 2001). Uji multikolinieritas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas.
Data dikatakan tidak terjadi multikolieritas adalah disaat nilai VIF (Variance Inflation
Factor) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS pada tabel Collinearity Statistics
kurang dari 10, dan nilai tolerance lebih dari 0,1.
3. Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastitas berarti variasi variabel tidak sama untuk semua pengamatan (Hasan,
2001). Uji heteroskeditas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Heteroskeditas
dalam regresi dapat diketahui menggunakan uji koefisien korelasi Spearman, uji Park, dan
uji Glesjer. Pada heteroskedastitas, kesalahan yang terjadi tidak random (acak) tetapi
menunjukkan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variabel
bebas.
4. Liniaritas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan
linear atau tidak secara signifikan. Linieritas berarti bahwa terdapat hubungan garis lurus
antar variabel bebas dan variabel terikat. Untuk menguji linearitas antar variabel dapat
diketahui dengan melihat sebar bivariat.
variabel terikat. Setelah harga a dan b ditemukan, maka persamaan regresi linear sederhana
dapat dirumuskan. Persamaan regresi yang telah ditemukan dapat digunakan untuk
melakukan prediksi (ramalan). Persamaan umum regresi linear sederhana adalah sebagai
berikut :
Y = a + bx (2-1)
Sumber : Hasan (2001)
Dimana :
y : variabel dependen (terikat)
x : variabel independen (bebas)
a, b : koofisien regresi sampel
Harga a dan b dapat dicari dengan rumus berikut :
(∑ 𝑦𝑖 )(∑ 𝑥𝑖 )−(∑ 𝑥𝑖 )(∑ 𝑥𝑖 𝑦𝑖 )
a= 2 2 (2-2)
n ∑ 𝑥𝑖 −(∑ 𝑥𝑖 )
Sumber : Hasan (2001)
n ∑ 𝑥𝑖 𝑦𝑖 − (∑ 𝑦𝑖 )(∑ 𝑥𝑖 )
b= 2 2 (2-3)
n ∑ 𝑥𝑖 −(∑ 𝑥𝑖 )
Sumber : Hasan (2001)
JKT = ∑ 𝑦 2 = ∑ 𝑌 2 - 𝑛. ∑ 𝑌̅ 2
JKR = 𝑏1 ∑ 𝑥1 𝑦 + 𝑏2 ∑ 𝑥2 𝑦 = 𝑏1 (∑ 𝑋1 𝑌 − 𝑛𝑋̅1 𝑌̅) + 𝑏2 (∑ 𝑋2 𝑌 − 𝑛𝑋̅2 𝑌̅)
JKE = JKT – JKR
5) Menentukan kesimpulan
Menyimpulkan apakah H0 diterima atau ditolak
3. Uji t
Uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara
individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Langkah-langkah pengujian menurut
Hasan (1999: ) sebagai berikut :
1) Menentukan formulasi hipotesis
H0 : βi = 0 (tidak ada pengaruh Xi terhadap Y)
H1 : βi > 0 (ada pengaruh positif Xi terhadap Y)
βi < 0 (ada pengaruh negatif Xi terhadap Y)
βi ≠ 0 (ada pengaruh Xi terhadap Y)
2) Menentukan taraf nyata (𝛼) dengan t tabel
Taraf nyata dari t tabel ditentukan dengan derajat bebas (db) = n- k
16
5) Membuat kesimpulan
Menyimpulkan apakah H0 diterima atau ditolak
hal ini berlangsung terus menerus pada akhirnya terjadi fatigue total yaitu jika anggota badan
yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama sekali walaupun sangat
dikehendaki.
3. Delay Allowance
Delay atau keterlambatan bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk
dihindarkan (unavoidable delay), tetapi bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor yang
sebenarnya masih bisa untuk dihindari. Unavoidable delay umumnya disebabkan oleh
mesin, operator, ataupun hal-hal lain yang di luar kontrol.
Besarnya waktu ini dapat dihitung dengan menggunakan metode work sampling
berdasarkan besarnya presentase aktivitas non produktif selain itu dapat diukur dengan
menggunakan tabel ILO (International Labour Organization) Allowance. Tabel 2.3 adalah
tabel perhitungan allowance kerja berdasarkan ILO Allowance.
Tabel 2.3
Nilai Kelonggaran Berdasarkan Rekomendasi ILO
I Kelonggaran tetap %
A. Kelonggaran pribadi 5
B. Kelonggaran keletihan dasar 4
II Kelonggaran tidak tetap %
C. Kelonggaran berdiri 2
D. Kelonggaran posisi tidak normal
Agak kaku 0
Kaku 2
Sangat kaku 7
E. Memakai tenaga atau energi otot (mengangkat, menarik atau
mendorong):
Berat badan diangkat saat bekerja:
5 lb 0
10 lb 1
15 lb 2
20 lb 3
25 lb 4
30 lb 5
35 lb 6
40 lb 7
45 lb 8
50 lb 9
55 lb 11
60 lb 13
70 lb 22
II Kelonggaran tidak tetap %
F. Cahaya tidak fokus
Sedikit di bawah rekomendasi 0
Jauh dibawah rekomendasi 2
Benar-benar tidak cukup 5
G. Kondisi udara (panas dan kelembaban) – variable 0-100
H. Tingkat perhatian
Cukup / sedang 0
Teliti 2
Sangat teliti 5
18
I. Tingkat kebisingan
Berkelanjutan 0
Terputus-putus – keras 2
Terputus-putus – sangat keras 5
Nada tinggi – keras 5
J. Ketegangan Mental
Proses yang cukup rumit 1
Rumit atau butuh perhatian yang serius 4
Sangat rumit 8
K. Monoton
Rendah 0
Sedang 1
Tinggi 4
L. Kebosanan
Agak membosankan 0
Bosan 2
Sangat bosan 5
Sumber: Freivalds (2008)
sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau
teknik manajemen lainnya. Metode analilsis beban kerja atau workload analysis (WLA)
dapat diartikan sebagai gambaran deskriptif dari beban kerja yang dibutuhkan dalam satu
unit organisasi, dimana metode ini akan memberikan informasi mengenai alokasi sumber
daya manusia yang dimiliki organisasi untuk menyelesaikan semua beban kerja yang ada
ada (Triswandana, 2011). Manfaat penerapan WLA menurut Triswandana (2011) antara
lain:
1. Sebagai cara strategis untuk meningkatkan produktivitas operasional.
2. Sebagai dasar untuk menentukan jumlah tenaga kerja operasi secara akurat.
3. Sebagai dasar untuk menghitung beban kompensasi yang dibutuhkan.
Wakui (2000) berpendapat bahwa aktivitas yang dilakukan oleh tiap posisi atau jabatan
dalam rangka untuk melaksanakan tugasnya seperti tercantum dalam deskripsi pekerjaannya
memberikan suatu beban kerja pada posisi/jabatan tersebut, sehingga perhitungan beban
kerja dapat diformulasikan sebagai berikut:
Total waktu aktivitas+Waktu longgar
Beban Kerja = Total waktu tersedia
x100% (2-6)
Sumber: Wakui (2000)
20