Diaree Fix

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN

KASUS XII
DIARE INFEKSI
Dosen Pengampu : Yance Anas, M.Sc., Apt

Disusun Oleh:

Kelompok 12/ Kelas A.2

Aristi 19405021075

Santi Puspitasari 19405021076

Putri Dwi Septeaningrum 19405021077

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2019
BAB I
PEMBAHASAN

Kasus
Seorang pasien (perempuan, usia 30 tahun, BB 55 kg) dirawat di suatu rumah sakit karena
mengalami diare infeksi. Hasil kultur bakteri membuktikan bahwa pasien terinfeksi
Enteroxigenic Eschericia coli. Dokter tidak dapat meresepkan siprofloksasin karena
antibiotik tersebut kontraindikasi dengan riwayat penyakit pasien, yaitu Long-QT syndrome
akibat penyakit aritmia jantung. Dokter meminta rekomendasi alternatif antibiotik lain yang
akan digunakan untuk terapi diare infeksi pasien.

Pertanyaan:
1. Jelaskan secara singkat mengenai penyakit diare infeksi (definisi, penyebab, patofisiologi,
dan komplikasi yang dapat muncul bila penyakit tidak terkelola dengan baik)!
2. Jelaskan tujuan terapi pada kasus ini?
3. Jelaskan tatalaksana pengobatan pada diare infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Enteroxigenic Eschericia coli!
4. Apakah antibiotik dan obat lain (jika ada) yang tepat direkomendasikan pada dokter
(sebutkan lengkap dengan regiment terapi: nama obat, bentuk sediaan,
dosis/jumlah/volume pemberian/kecepatan pemberian yang diberikan, dan durasi
penggunaan obat)
5. Jelaskan mekanisme aksi obat yang anda berikan kepada pasien !
6. Serahkanlah obat pada perawat yang menangani pasien dan berikan informasi obat!
7. Jelaskanlah parameter klinik dan parameter laboratorium yang dipantau untuk menilai
efektivitas terapi dan efek samping obat, serta buatlah rencana tindak lanjut dari hasil
monitoring tersebut!!
Jawaban:
1. Definisi, penyebab, patofisiologi, dan komplikasi yang dapat muncul bila penyakit tidak
terkelola dengan baik.
a. Definisi
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering
(biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011) .
b. Penyebab
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare
akut dibagi atas empat penyebab:
 Bakteri: Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas
 Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
 Parasit: Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
 Non infeksi: malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi, kesulitan makan dan lain-lain
c. Patofisiologi
Enterotoksigenik Escherichia coli disebarkan melalui penularan fecal-oral. Setelah
konsumsi dan setelah mencapai saluran pencernaan, ETEC mengkolonisasi usus kecil
melalui interaksi adhesin fimbrial dan nonfimbrial dengan reseptor spesifik yang
terdapat pada sel epitel usus kecil. Setelah menempel pada epitel, ETEC melepaskan
heat-labil (LT) atau enterotoksin yang stabil terhadap panas, yang bekerja pada
enterosit usus dengan mengganggu homeostasis elektrolit, yang mengakibatkan
kehilangan cairan dan akhirnya diare sekretori. Enterotoxin LT dapat dibagi menjadi
serogrup LT-I dan LT-II. Enterotoxin LTI memiliki dua varian yang diisolasi dari
galur manusia (LT-Ih) dan babi (LT-Ip), yang tidak hanya menimbulkan diare, tetapi
juga meningkatkan kepatuhan terhadap galur ETEC dan patogen lain pada epitel
usus. (Wang dkk, 2019)
d. Komplikasi yang mungkin muncul bila penyakit tidak terkelola dengan baik
 Dehidrasi
 Bakteremia
 Hipovolemik
 Gagal ginjal
(Dipiro, 2017).

2. Tujuan terapi diare infeksi


a. Mencegah kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan,
b. Menangani gejala
c. Menangani penyebab diare yang dapat disembuhkan
(Dipiro., 2017).

3. Tatalaksana pengobatan pada diare infeksi yang disebabkan oleh bakteri Enteroxigenic
Eschericia coli.

(Dipiro., 2017)
Keterangan : Tatalaksana diare infeksi

(Raini., 2016)
Keterangan: golongan Floroquinolon seperti Moksifloksasin paling tinggi
menyebabkan perpanjanganQTc, diikuti dengan gemifloksasin, levofloksasin, dan
ofloksasin sedangkan siprofloksasin memberikan risiko perpanjangan QTc terendah.

(BPOM., 2019)
Keterangan : Rifaximin tidak beredar di indonesia, sehingga tidak bisa digunakan.

(GAHART’s, 2019)
Keterangan: Azitromisin telah menyebabkan repolarisasi jantung yang
berkepanjangan dan interval QT, memberikan risiko pengembangan aritmia jantung
dan torsades de pointes, yang bisa berakibat fatal.
4. Antibiotik dan obat lain (jika ada) yang direkomendasikan pada dokter

(Barr, W et al., 2017)


1. Antibiotik yang direkomendasikan adalah Kotrimoxazole (Sulfametoksazol-
Trimetropim) 450 mg/Tablet. Diberikan 2 x sehari 2 tab bersamaan dengan makan
atau segera sesaat setelah makan selama 3 hari.
2. Terapi Rehidrasi pada dehidrasi sedang (8% dari berat badan) diberikan Ringer
Laktat

109
Dehidrasi Sedang = 100 𝑥 40 𝑥 55 kg/hari= 2398 mL
2398 mL x 20 tetes
Volume pemberian = = 33,3 tetes/menit
24 x 60 menit

(CDC AS, 2008; Konsensus Penatalaksanaan Diare Akut, 2009)


Jadi digunakan larutan infus Ringer Laktat 500 mL sebanyak 5 botol
3. Antiemetik yang digunakan adalah dimenhydrinate (IDSA, 2017) diberikan secara
IV dengan dosis 50-100 mg selama 4 jam injeksi lambat selama 2 menit (MIMS,
2019 ).
5. Mekanisme aksi obat yang diberikan kepada pasien
a. Kotrimoxazole: Sulfonamida menghambat masuknya para-aminobenzoic acid
(PABA) dalam molekul asam folat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi
reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk
reaksi-reaksi pembentukan beberapa asam amino. Trimetoprim menghambat enzim
dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Efek sinergis dapat dicapai
dengan perbandingan kadar yang optimal dari kedua obat (Katzung, 2004).
b. Dimenhydrinate:
Dimenhydrinate bersaing dengan histamin untuk lokasi reseptor H1, pada sel efektor
di saluran GI, pembuluh darah dan saluran pernapasan. Dimenhidrinat memblokir
zona pemicu chemoreceptor, mengurangi stimulasi vestibular, dan menekan fungsi
labirin melalui aktivitas antikolinergik sentralnya (MIMS, 2019)

6. penyerahan obat dari apoteker (A) kepada perawat (P).


A : selamat siang mba, saya putri apoteker yang bertanggung jawab atas pasien Nn.x.
P : iyaa mba, ada yang bisa saya bantu ?
A : saya mau minta tolong untuk mnyerahkan obat kepada Nn.x. ini obat untuk Nn.x
Kotrimoxazole 450 mg nanti diberikan kepada pasien 2x sehari 2 tablet bersama
dengan makandan infus Ringer Laktat diberikan dengan kecepatan 33,3 tetes/
menit.
Owh iyaa mba nanti tolong sampaikan ke pasien untuk minum air putih yang banyak
dan konsumsi buah-buahan yah ?
P : oh..baik mba.
A : baik mba, apakah sudah jelas terkait informasi pemberian obat yang saya sampaikan
atau ada yang ingin di tanyakan
P : tidak mba, sudah cukup jelas.
A : baik mba, terimakasih
P : iyaa mba sama-sama.
7. Parameter klinik dan laboratorium yang dipantau untuk menilai efektivitas terapi dan
efek samping obat, serta rencana tindak lanjut dari hasil monitoring tersebut.

Monitoring Klinik Tindak lanjut


Efektivitas Frekuensi BAB Jika masih diare, lanjutkan terapi
terapi
Efek Samping Mual muntah Jika terjadi mual/muntah berikan
Obat (ESO) terapi dengan dimenhydrinate.
Jika mual sudah hilang obat dihentikan
Efektivitas Konsistensi Jika feses masih encer maka lanjutkan
terapi feses terapi antibiotik

Monitoring Laboratorium Tindak lanjut


Efektivitas Elektrolit serum Jika sudah normal hentikan terapi
terapi rehidrasi (ringer laktat). Jika masih
dehidrasi lanjutkan terapi rehidrasi
(ringer laktat)
Efek Samping Kristaluria Meminum air yang banyak
Obat (ESO)
Efektivitas Kultur bakteri Jika masih terdapat bakteri
terapi enterotoxigenic E coli pada hari ke 3,
lanjutkan terapi selama 7 hari.

Pertanyaan:
1. Kenapa kotrimoksazol diberikan bersamaan bersamaan dengan makanan?
Jawab: kotrimoksazol dapar diberikan bersamaan dengan makanan atau segera sesaat
setelah makan, karena terkait dengan efek samping dari kotrimoksazol yang dapat
mengganggu saluran percernaan (menimbulkan rasa tidak nyaman pada saluran
pencernaan), sehingga untuk mencegah timbulnya efek samping tersebut,
kotrimoksazol dapat diberikan bersamaan dengan makanan atau segera sesaat setelah
makan. (MIMS, 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Barr, W and Smith, A., 2014, Acute Diarrhea In Adult, Journal American Akademi Of Family
Physicians, 89 (3).

Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2017, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.

Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2,
Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta

MIMS, 2019, MIMIS Indomesia Petunjuk Konsultasi, Jakarta: Kelompok Gramedia.

Shane, 2017, Infectious. Diseases Society of America Clinical Practice Guidelines for the
Diagnosis and Management of Infectious, CID 2017(65)

Suwarsa, O., 2018, Terapi Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Gawat Darurat Penyakit Kulit,
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and
Venereology, 30(2).

Wang, H., Zhong, Z., Luo, Yu., Cox, Eric., and Devreindt, Bert., 2019, Heat Stable
Enterotoxins of Enterotoxigenic Escherichia coli and Their Impact on Host Immunity,
Toxins, 11(24).

Anda mungkin juga menyukai