Anda di halaman 1dari 12

A.

KONSEP MEDIS DIABETES JUVENILE


1. DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan yang bersifat kronis ditandai
dengan gangguan metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang
disebabkan defisiensi insulin baik absolut dan atau relatif (WHO, 1994).
Diabetes juvenile atau disebut juga diabetes melitus tipe I merupakan
diabetes yang terjadi pada anak-anak akibat pankreas (organ dalam tubuh
yang menghasilkan insulin) tidak menghasilkan insulin sebagaimana
mestinya.

2. ETIOLOGI
1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

3. PATOFISIOLOGI
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
1) Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena
baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai
berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang
berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini
autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
2) Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi
insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat.
Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis
osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan
elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula
darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar
(polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini
penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake
kedalam sel.
3) Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan
diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan
insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg
berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara,
bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi
ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4) Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan
periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan
membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
4. PATWAY

Genetik, Proses Autoimun,


Faktor Lingkungan

Merusak sel-sel β pankreas

Sel β tidak mampu


menghasilkan insulin

Kekurangan Insulin

Glukoneogenesis dan Metabolisme protein dan lemak terganggu


glikogenosis terhambat

Produksi glukosa oleh hati m dan


M simpanan kalori Pemecahan lemak
pemakaian glukosa oleh otot m

Komp: P produksi keton


P BB, Polifagia,
Hiperglikemia
Neuropati Kelemahan dan kelelahan
perifer, penyakit Komp : Ketoasidosis
kaki diabetikum Mk : diabetik
P penyerapan
Ketidakseimbangan
glukosa oleh ginjal Mk:
nutrisi kurang dari Mk : Ketidakberdayaan
Ketidakpatuhan
kebutuhan tubuh b.d
b.d kompleksitas b.d peresepsi
P sekresi urine beserta keseimbangan insulin,
dan durasi ketidakmampuan untuk
elektrolit, glukosuria makanan dan
pengobatan mencegah komplikasi
aktivitas jasmani
Polidipsia dan
Mk : Resiko
Poliuria Dehidrasi
ketidakseimbangan elektrolit
b.d poliuria dan dehidrasi
5. MANIFESTASI KLINIS
1) Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat atau hiperosmolaritas menyebabkan cairan intrasel berdifusi
ke dalam sirkulasi atau cairan intravascular, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibat dari hipermoslaritas dan akibatnya akan
terjadi diuresis osmotic.
2) Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel ke dalam vascular
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mukosa menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan selalu
ingin minum.
3) Polifagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar.
4) Penurunan Berat Badan
Karena glukosa tidak dapat ditransport ke dalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot
mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dL)
biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal (>140mg/dL)
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur
persentasi glukosa yang meletak pada hemoglobin.
4) Urinalisasi positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap
defisiensi intraselular, protein dan lemak diubah menjadi glukosa
(gluconeogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam
lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi
ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang
ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menadakan
ketoasidosis.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidak adekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

7. Penatalaksanaan
1) Non-Farmakologi
a. Rencana Diet
Rencana diet dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan
karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Pada pasien diabetes
mellitus tipe 1 berat badan dapat menurun selama keadaan
dekompensasi. Pasien ini harus menerima kalori yang cukup
untuk mengembalikan berat badan mereka ke keadaan semula dan
pertumbuhan. Rencana diet didapat dengan berkonsultasi dengan
ahli gizi. Untuk mencegah hiperglikemia postprandial dan
glikosuria, pasien dengan diabetik tidak boleh makan karbohidrat
berlebihan. Asupan karbohidrat harus disesuaikan dengan
kegiatan fisik. Lemak yang dimakan harus dibatasi sampai 30%
dari total kalori per hari.
b. Latihan Fisik
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan faktor risiko
kardiovaskular. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan olahraga. Latihan dengan cara melawan
tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass
dan dengan demikian menambah laju metabolism dan istirahat
(resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada
diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa
stress, dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan
mengubah kadar lemak darah, yaitu meniingkatkan kadar HDL-
Kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida. Semua manfaat ini penting bagi penyandang diabetes,
mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena penyakit
kardivaskular pada diabetes.
2) Farmakologi
a. Insulin Eksogen
Insulin adalah hormone yang dihasilkan dari sel β pancreas
dalam merespon glukosa. insulin mempunyai peran yang sangat
penting dan luas dalam pengendalian metabolism, efek kerja
insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam
sel.
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM
Tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel β pancreas penderita rusak,
sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai
penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin
eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam
tubuhnya dapat berjalan normal.

B. KONSEP KEPERAWATAN PADA DIABETES JUVENILE


1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan
diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu
dengan yang lain.
b. Keluhan Utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yang mungkin timbul :
 Klien mengeluh sering kesemutan.
 Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
 Klien mengeluh sering merasa haus
 Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
 Klien mengeluh merasa lemah
 Klien mengeluh pandangannya kabur
Do yang mungkin timbul:
 Klien tampak lemas.
 Terjadi penurunan berat badan
 Tonus otot menurun
 Terjadi atropi otot
 Kulit dan membran mukosa tampak kering
 Tampak adanya luka ganggren
 Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital, meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah, sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda,
kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type
1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/
hipertensi.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
f. Pemeriksaan penunjang
g. Riwayat Kesehatan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi:
1) Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus.
2) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik
ditandai dengansering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak
bergairah.
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor
biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien
menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah,
konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat (penurunan fungsi limfosit).
5) Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus.
Intervensi:
a. Monitor kadar gula darah .
b. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia.
c. Monitor tanda-tanda vital.
d. Berikan terapi insulin sesuai program.
e. Instruksikan kepada pasien dan keluarga mengenai pencegahan
dan pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan
managemen hiperglikemia dan hipoglikemia.
f. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap dietnya.
2) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik
ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat , klien tampak
letargi/tidak bergairah.
Intervensi:
a. Diskusikan dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas.
b. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-
hari.
c. Monitor TTV.
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor
biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien
menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah,
konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl
Intervensi:
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet.
b. Monitor berat badan tiap hari.
c. Libatkan kelurga pasien dalam perencanaan makanan sesuai
dengan indikasi.
d. Berikan terapi insulin sesuai dengan program.
e. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkomsumsi makanan.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat (penurunan fungsi limfosit).
Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien
sendiri.
c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
d. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas
dalam.
5) Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda vital.
b. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya.
c. Pantau adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori.

DAFTAR PUSTAKA

Donague K.C Chiarelli, F. Trotta D. Allgrove, J. Dahl- Jorgensen. 2009.


Microvascular And Macrovaskular Complication. Ispad Clinical Practice
Consensus Guidelines Pediatric Diabetes\
Haryudi Aji C. 2011. Gambaran Klinis dan Laboratoris Diabetes Melitus Tipe-1
pada Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 26, No. 4

World Health Organization. Prevention of diabetes millitus. WHO Tech Rep


Ser, Geneva:1994.

Anda mungkin juga menyukai