Anda di halaman 1dari 19

Nama: Suci Widyawati

NIM: P3.73.34.2.16.037

HUBUNGAN LOW DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN HIGH

SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN PADA PEROKOK AKTIF

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merokok adalah suatu kebiasaan menghisap rokok dalam kehidupan

sehari-hari. Rokok merupakan produk tembakau yang dikonsumsi dengan

cara dihisap, dikunyah, atau disedot. Rokok menjadi penyebab kematian

tertinggi untuk penyakit kardiovaskular setelah tekanan darah tinggi karena

membunuh hampir enam juta orang pertahun. Dari enam juta orang yang

meninggal akibat rokok, mereka merupakan perokok aktif dan mantan

perokok. Sementara lebih dari 600.000 diantaranya meninggal karena

menjadi perokok pasif (WHO, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO) angka kematian

perokok di dunia pada tahun 2030 akan mencapai 10 juta jiwa dan 70% di

antaranya berasal dari negara berkembang. Indonesia merupakan negara

ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India

(Depkes, 2017). Di Indonesia prevalensi merokok pada penduduk ≥ 10

tahun adalah 28,8%. (Riskesdas, 2018).


Rokok mengandung berbagai bahan berbahaya salah satunya adalah

nikotin. Nikotin merupakan komponen utama dari rokok dapat

meningkatkan sekresi dari katekolamin sehingga meningkatkan lipolisis.

Hal ini menyebabkan meningkatnya kadar trigliserida, kolesterol, Very Low

Density Lipoprotein (VLDL), Low Desity Lipoprotein (LDL) serta

menurunkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Cariappa, et al, 2014).

Berdasarkan penelitian Raditya, dkk, (2018) tentang Gambaran

Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein pada Perokok Aktif.

Berdasarkan hasil kadar LDL diketahui bahwa terjadi peningkatan pada

lamanya merokok. Sebanyak 13,3% atau 4 dari 20 responden melebihi batas

normal dengan lamanya merokok < 5 tahun dan sebanyak 16,7% atau 5 dari

8 responden melebihi batas normal dengan lamanya merokok 6-10 tahun.

LDL bersifat aterogenik, yaitu bahan yang dapat menyebabkan

aterosklerosis. Ketika terjadi peningkatan LDL akan terjadi kerusakan atau

disfungsi endotel pada dinding arteri. Kolesterol yang diangkut oleh LDL

dapat mengendap pada lapisan subendotelial. Setelah LDL masuk ke dalam

sel endotel, LDL kemudian dioksidasi dan akhirnya terbentuk LDL yang

teroksidasi. Oksidasi ini dipicu oleh aktivitas radikal bebas yang dihasilkan

dalam makrofag atau sel endotel di dinding arteri (R, Marufi, dkk, 2014).

LDL yang teroksidasi akan menghasilkan sitokin-sitokin inflamasi (IL-1,

TNF-α). Peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi menginduksi produksi

reaktan fase akut dari hati seperti C-reactive protein (CRP), fibrinogen, dan

serum amyloid A (Budiono, dkk, 2015).


Pemeriksaan CRP dapat menggunakan metode pemeriksaan

imunologi seperti aglutinasi yang dapat mengukur CRP pada kadar 5-20

mg/L. Sementara aterosklerosis merupakan kondisi inflamasi subklinik

kronik dengan kadar CRP tidak setinggi pada infeksi atau inflamasi lain.

Pemeriksan CRP yang sangat sensitif dikembangkan untuk dapat

mendeteksi CRP pada kadar sangat rendah, yaitu antara 0,5-10,0mg/L,

sehingga pemeriksaan ini disebut high sensitivity C-reactive protein (hs-

CRP) (Indrati, 2015).

Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan antara low density lipoprotein dengan high sensitivity

C-Reactive protein pada perokok aktif.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat korelasi antara kadar low density lipoprotein

dengan kadar high sensitivity C-reactive protein pada perokok aktif?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Mengetahui besarnya korelasi antara kadar low density lipoprotein

dengan kadar high sensitivity C-reactive protein pada perokok aktif.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar low density lipoprotein pada perokok.


b. Untuk mengetahui kadar high sensitivity C-reactive protein pada

perokok aktif.

c. Untuk mengetahui besarnya korelasi antara kadar low density

lipoprotein dengan kadar high sensitivity C-reactive protein perokok

aktif.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui adanya korelasi antara kadar low density lipoprotein

dengan kadar high sensitivity C-reactive protein pada perokok aktif.

2. Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam

memeriksa kadar low density lipoprotein dan kadar high sensitivity C-

reactive protein sebagai upaya dalam mengembangkan hasil penelitian.

3. Hasil penelitian dapat menjadi data yang dapat dikembangkan lebih

lanjut mengenai hubungan kadar low density lipoprotein dengan kadar

high sensitivity C-reactive oleh peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Perilaku Merokok

a. Definisi

Menurut Sitepoe perilaku merokok didefinisikan sebagai

aktivitas membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik

langsung menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.

Merokok adalah aktivitas mengisap gulungan tembakau yang

dibungkus kertas, daun, atau kulit jagung (https://kbbi.web.id/rokok,

04/09/2019).

b. Dampak Rokok Bagi Tubuh

Merokok merupakan salah satu faktor resiko utama dalam

ateroklerosis, penyakit jantung koroner.

1) Ateroklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu penyakit akibat respon

peradangan pada pembuluh darah (Widodo, 2013). Penyakit ini

terjadi akibat pengerasan dan penebalan yang diakibatkan

karena merokok (Ningsih,S.N., 2011:14). Bahan kimia dalam

rokok tersebut seperti karbon monoksida (CO) dan nikotin yang

mempercepat pembentukan plak pembuluh darah (plak

aterosklerosis). Nikotin merupakan komponen utama dari rokok

dapat meningkatkan sekresi dari katekolamin sehingga


meningkatkan lipolisis, sehingga menyebabkan meningkatnya

kadar trigliserida, kolesterol, Very Low Density Lipoprotein

(VLDL), Low Desity Lipoprotein (LDL) serta menurunkan

kadar High Density Lipoprotein (HDL) (Cariappa, et al, 2014).

2) Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan

pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri

koroner. Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses

aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya.

Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol dan

jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-

lahan, hal ini sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada

(PERKI, 2013 )

2. Low Density Lipoprotein (LDL)

a. Pengertian dan Fungsi

Darah manusia mengandung lemak yang terdiri dari

kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.

Kolesterol, fosfolipid dan trigliserida merupakan satu ikatan yang

disebut lipoprotein. Oleh karena sifat lipid yang sukar larut dalam

lemak, maka bahan ini membutuhkan zat pelarut yaitu suatu protein

yang dikenal dengan nama apolipoprotein atau apoprotein. Senyawa

lipid yang berikatan dengan apoprotein dikenal sebagai lipoprotein

(Elim, dkk, 2012).


Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan jenis

lipoprotein yang paling banyak mengangkut kolesterol di dalam

tubuh (Sanhia, dkk, 2015). LDL mengandung kolesterol sebanyak

40-50% untuk disebarkan ke seluruh endotel jaringan perifer dan

pembuluh nadi (Astuti,N.R., 2015:18). Kadar LDL dalam darah

dianggap penting dalam hubungan dengan terbentuknya plak pada

arteri. Karena itu, LDL menjadi sasaran terapi pencegahan PJK dan

stroke (Soeharto,I., 2004:79).

Dikenal Sembilan jenis apoprotein yang diberi nama secara

alfabetis yaitu Apo A (AI, AII, dan AIV), Apo B (B48, B100), Apo

C (CI, CII, CIII), dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein ini

disebut lipoprotein dan setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo

tersendiri. VLDL, IDL, dan LDL mengandung Apo B 100. (Sudoyo

A.W, 2007).

Setiap lipoprotein akan terdiri atas kolesterol (bebas atau

ester), trigliserida, fosfolipid, dan apoprotein. Lipoprotein berbentuk

sferik dan mempunyai inti trigliserida dan kolesterol ester dan

dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas. Apoprotein

ditemukan pada permukaan lipoprotein (Sudoyo,A.W. 2007).


b. Metabolisme Lipid dan Lipoprotein

1) Jalur Metabolisme Eksogen

Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserida

dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan,

dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi

bersama empedu ke usus halus. Lemak di usus halus yang

berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut

lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus

akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserida

akan diserap sebagai asam lemak bebas sedang kolesterol

sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan

diubah lagi menjadi trigliserida, sedangkan kolesterol akan

mengalami esterifikasi menjadi kolesterol esterdan

keduanyabersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan

membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron.

Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya


melalui duktus torasikus akan masuk kedalam aliran darah.

Trigliserida dan kilomikron akan mengalami hidrolisis dan akan

dibawa ke hati (Kaplan, 2003 dan Sudoyo A.W, 2007).

2) Jalur Metabolisme Endogen

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan

disekresi ke dalam hati sebagai lipoprotein VLDL.

Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah

apoliporotein B 100. Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL akan

mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), dan

VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami

hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL,

LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL

adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol.

Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan

jaringan lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium

yang mempunyai reseptor untuk LDL- Kolesterol. Sebagian lagi

dari LDL- Kolesterolakan mengalami oksidasi dan ditangkap

oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan

menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar LDL-


Kolesterol dalam plasma makin banyak yang akan mengalami

oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol

yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang

terkandung di LDL. Beberapa keadaan yang mempengaruhi

tingkat oksidasi seperti :

 Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL)

seperti pada sindom metabolic dan diabetes mellitus.

 Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadarkolesterol-HDL

akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Kaplan, 2003

dan Sudoyo A.W, 2007).

3) Jalur Reverse Cholesterol Transport

HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol

yang mengandung apolipoprotein A, C, dan E; dan disebut HDL

nascent.HDL nascent berasal dari usus halus dan hati,

mempunyai bentuk gepeng dan mengandung apolipoprotein AI.

HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil

kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil

kolesterol dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL


dewasa yang berbentuk bulat.Agar dapat diambil oleh HDL

nascent, kolesterol (kolesterol bebas) di bagian dalam dari

makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel makrofag

oleh suatu trsnporter yang disebut adenosine triphosphate-

binding cassette transporter-1 (Kaplan, 2003 dan Sudoyo A.W,

2007).

Kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester

olesh enzim lechitin cholesterol acyltransferase (LCAT).

Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang oleh HDL akan

mengambil dua jalur. Jalur pertama adalah ke hati dan ditangkap

oleh scavenger receptor class B type 1 yang dikenal dengan SR-

B1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL akan

dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan

bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan

demikian fungsi HDL sebagai penyerap kolesterol dari

makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur

tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa

kolesterol kembali ke hati (Kaplan, 2003 dan Sudoyo A.W,

2007).
c. Hubungan LDL dengan hs-CRP

LDL disebut lemak jahat karena memiliki kecenderungan

melekat di dinding pembuluh darah sehingga dapat menyempitkan

pembuluh darah. LDL ini bisa melekat karena mengalami oksidasi

atau dirusak oleh radikal bebas. LDL yang telah menyusup ke dalam

intima akan mengalami oksidasi tahap pertama sehingga terbentuk

LDL yang teroksidasi. LDL-teroksidasi akan memacu terbentuknya

zat yang dapat melekatkan dan menarik monosit (salah satu jenis sel

darah putih) menembus lapisan endotel dan masuk ke dalam intima.

Disamping itu LDL-teroksidasi juga menghasilkan zat yang dapat

mengubah monosit yang telah masuk ke dalam intima menjadi

makrofag. Sementara itu LDL-teroksidasi akan mengalami oksidasi

tahap kedua menjadi LDL yang teroksidasi sempurna (Mamat,

2010). LDL yang teroksidasi akan menghasilkan sitokin-sitokin

inflamasi (IL-1, TNF-α). Peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi

menginduksi produksi reaktan fase akut dari hati seperti C-reactive

protein (CRP), fibrinogen, dan serum amyloid A (Budiono, dkk,

2015).

d. Metode Pemeriksaan LDL

Pemeriksaan LDL dengan cara perhitungan ( indirect ):

1. Dalam mg/ dl

LDL Kolesterol = kolesterol total – x – y

Keterangan : X = trigliserida / 5 Y = HDL.


2. Dalam mmol/ L

LDL kolesterol = kolesterol total – x – y

Keterangan : X = trigliserida / 2,2 Y = HDL ( Baron, 2007 )

3. High High Sensitivity C-Reactive Protein

a. Pengertian

C-Reactive Protein adalah salah satu plasma protein dari

golongan pentraxin yang termasuk ke dalam respon imun non-

spesifik sebagai respon imun dari infeksi bakteri. CRP adalah

komponen reaktan akut (acute phase reactant) yang dapat berikatan

dengan kapsul yang terdapat pada bakteri Pneumococcus. CRP juga

berikatan dengan C1q dan memungkinkan untuk mengaktifkan

komplemen (C) atau berperan sebagai opsonin yang bereaksi dengan

reseptor C1q pada sel fagosit. Konsentrasi CRP sangat rendah pada

individu normal namun dapat meningkat hingga 100 kali selama

infeksi dan pada respon stimulus inflamasi. Peningkatan kadar CRP

adalah hasil dari peningkatan sintesis pada hati yang dirangsang

sitokin IL-6 dan IL-1, yang meningkat dari aktifitas fagositosis

sebagai bagian dari respon imun non-spesifik. Hasil dari sintesis

hati berupa beberapa protein plasma termasuk kedalam acute phase

reactant (Abbas et al., 2010).

High-sensitivity C-reaktive protein (hs-CRP) merupakan

salah satu penanda inflamasi yang penting pada penyakit

kardiovaskular (Kumar, Abbas, Fausto, and Aster, 2010). Hs-CRP


merupakan pemeriksaan untuk C-reaktif protein (CRP) dengan

metode yang sangat sensitif. CRP merupakan protein fase akut,

predominan dihasilkan oleh hepatosit sebagai marker inflamasi.

Pada keadaan inflamasi akan diproduksi beberapa sitokin yaitu IL-

6, IL-1, dan TNF α. Interleukin 6 merupakan stimulator hepatosit

yang poten untuk produksi CRP. C-reactive protein ini memiliki

respon yang baik terhadap beban inflamasi sistemik yang ada dan

memiliki waktu paruh yang cukup panjang sehingga tidak mudah

untuk berubah (Fattah, 2006).

b. Struktur CRP

CRP terbentuk dari 206 asam amino yang merupakan

anggota dari pentraxin pendek, termasuk juga serum amiloid P

(SAP) dengan filogenitas tinggi (Mantovani et al., 2008). Pentraxin

merupakan plasma protein yang dapat mengenal struktur mikroba

dan berperan dalam sistem imun non-spesifik. Anggota utama pada

pentraxin adalah pentraxin pendek berupa C-Reactive Protein dan

serum amiloid P (SAP) dan pentraxin panjang berupa PTX3 (Abbas

el al., 2010). Pentraxin memiliki beberapa karakteristik struktur:

lima subunit nonglycosylated globular –dimana terdiri atas dua -

plat berlipat— yang merupakan ikatan nonkovalen yang tersusun

secara simetrik di sekitar inti pori-pori, berupa pentamer, diskoidal,

dan pipih (Salazar et al., 2014).


C-reaktif Protein sebagian besar disintesis pada hati,

biasanya sebagai respon inflamasi dari sitokin. IL-6 muncul sebagai

regulator utama dari sintesa CRP melalui regulasi dari C/EBP dan

C/EBP , yang berperan sebagai faktor kunci dalam transkripsi ini.

Dalam beberapa kondisi IL-6 dapat diperkuat oleh IL-1 dan TNF,

keduanya dapat meningkatkan laju transkripsi CRP. Setelah

disintesis dan dilepaskan ke sirkulasi, kadar CRP serum akan

meningkat secara signifikan 6—8 jam setelah stimulasi, dan

mencapai puncak pada 24—48 jam dengan umur paruh sekitar 19

jam. Konsentrasi CRP pada sirkulasi secara primer dideterminasi

dari laju sintesis (Salazar et al., 2014).

c. Fungsi hs-CRP

Penumpukan lipid low density lipoprotein (LDL) terjadi

disertai dengan inflamasi, makrofag-makrofag dan limfosit-limfosit

T masuk ke dalam dinding pembuluh darah dan sel-sel foam

(makrofag-makrofag yang diisi dengan partikel- partikel LDL)

berkembang. Plak kolesterol memblok arteri dan menjadi besar

dalam dinding arteri, sistem imun tubuh merespon dengan mengirim

sel-sel darah putih untuk menyerang plak yang terakumulasi dalam

arteri. Semua aktifitas sel- sel imun memberikan sinyal ke hati untuk

memproduksi CRP untuk menyerang plak (Deron, 2004).

Sel-sel imun masuk ke dalam arteri dan kemudian terjadi

inflamasi, proses ini dengan tidak sengaja membuat plak semakin


buruk dalam dinding arteri, dan plak semakin tidak stabil.

Penyerangan oleh sistem imun membuat plak menjadi pecah, dan

terekspos material dalam sirkulasi darah. Sekali ekspos darah,

material ini dengan cepat menyebabkan formasi clot. Pasien yang

sudah diketahui memiliki aterosklerosis, kenaikan kadar CRP dapat

mengindikasikan pertumbuhan plak menjadi tidak stabil (Deron,

2004).

d. Faktor yang Mempengaruhi Kadar hs-crp

e. Metode Pemeriksaan hs-CRP


B. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang ada maka kerangka konsep seperti berikut:


Zat yang terkandung dalam rokok

Tar Nikotin Karbon monoksida

Metabolisme lipid
Kolesterol
terganggu
meningkat

Trigliserida
meningkat
hs-CRP
VLDL meningkat

HDL menurun

LDL meningkat

= wilayah yang dteliti

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesis yang muncul adalah:

Ho : Tidak ada hubungan antara kadar LDL dengan kadar hs-CRP pada

perokok aktif.
Ha : Terdapat hubungan antara kadar LDL dengan kadar hs-CRP pada

perokok aktif.

Anda mungkin juga menyukai