Anda di halaman 1dari 13

1

MAKALAH
ILMU FIQIH
FIQIH INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
NOPEMBER 2015
2

MAKALAH
ILMU FIQIH
FIQIH INDONESIA

Makalah diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Fiqih yang
dibimbing oleh Busriyanti

Kelompok 10
1. Machallafri Iskandar (E20151001)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
NOPEMBER 2015
3

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah
dengan judul: ”Fiqih Indonesia”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-
pengikutnya sampai hari penghabisan.
Atas kekompakan kelompok 10 dan saran dari teman-teman maka disusunlah
makalah ini, semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi kami semua
dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Ilmu Fiqih dan semoga segala yang tertuang
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam
rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan
untuk memberi arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal
yang lebih bermakna.
Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:
1. Dosen Pembimbing mata kuliah Ilmu Fiqih, Busriyanti
2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya Makalah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah
selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.

Jember, 01 Nopember 2015


Penulis
4

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................... 1
1.4. Manfaat Penulisan .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3
3.1. Reorientasi Fiqih Indonesia .................................................. 3
3.2. Fiqih Indonesia dan Reformasi Hukum Islam di Indonesia abab
ke-20 .................................................................................... 3
3.3. Metodologi Fiqih Indonesia ................................................... 4
3.4. Mengindonesiakan Fiqih Indonesia........................................ 7
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 9
4.1. Simpulan................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu fiqih adalah salah satu hal yang erat kaitannya dengan islam. Semua
yang berkaitan dengan ibadah dalam Al-Quran bersifat umum, jadi semua
dijabarkan di dalam ilmu fiqih. Hal ini agar memudahkan para pemeluk agama
islam. Karena pada dasarnya agama islam itu mempermudah pemeluknya, bukan
malah mempersulit.
5

Indonesia tempat dimana ilmu fiqih sangat diperlukan. Namun sedikit


sekali orang yang mau mencaritahu tentang asal-usul fiqih Indonesia. Maka dari
itu dalam makalah ini akan membahas tentang fiqih Indonesia.

Hukum Islam (fiqh) adalah hasil ijtihad yang tidak lepas dari karakter
sosio kultural yang melingkupinya. Sosio kultural dalam konteks Indonesia
adalah ‘URF (adat kebiasaan masyarakat yang berlaku di Indonesia).
Pengambilan ‘urf sebagai bagia n dari sumber hukum Islam dalam sejarah telah
sering dilakukan oleh para ulama fiqh. Dalam perspektif diatas, Hukum Islam
dengan karakter Indonesia (fiqh Indonesia) dapat dibentuk justru tdk dari nol,
tetapi sudah ada bahan bakunya yaitu ‘URF (adat masyarakat). Dalil-dalil
Ijtihadi, seperti maslahah mursalah memberi ruang gerak yang lebih
komprehensif di dalam melakukan ijtihad baru utk merumuskan fiqh Indonesia
yang sesuai dengan nuansa bgs Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Ada beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah yang
berjudul “Fiqih Indonesia”, antara lain :
1. Apakah yang dimaksud Fiqih Indonesia?
2. Sejak kapan Fiqih Indonesia ada?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Fiqih Indonesia”, yaitu:
1. Menjelaskan dan mendekripsikan mengenai Fiqih Indonesia
2. Membahas Awal muncul Fiqih Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat makalah yang berjudul “Fiqih Indonesia”, yaitu :
1. Dapat memahami tentangFiqih Indonesia
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Reorientasi Fiqih Indonesia

Fiqih Indonesia ialah fiqih yang ditetapkan sesuai dengan kepribadian


bangsa Indonesia, sesuai dengan tabi’at dan watak rakyat Indonesia.(Fiqih atau
hukum Islam yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia). Penggagas Fiqh
Indonesia : Prof. Dr. TM Muh. Hasbi ash-Shiddieqiey.
Namun tidak semua setuju dengan adanya Fiqih Indonesia, ada pro dan ada
yang kontra. Pihak yang kontra terhadap fiqih beranggapan bahwa fiqih bersifat
universal (Bukan syariah). Alie Yafie dan Ibrahim Hosen merupakan tokoh yang
menolak adanya fiqih Indonesia. Meraka mengukur suatu konsep Fiqih Indonesia
dengan anggapan mereka berdua, bukan berdasarkan konsep dari pencetus Fiqih
Indonesia. Hal itu disebabkan oleh keengganan mereka berdua dalam meneliti
Fiqih Indonesia secara teliti dan detail.
Sebaliknya, orang yang pro terhadap Fiqih Indonesia seringkali
mencerminkan sikap yang sama. Mereka mendukung apa yang tidak diketahui.
Hal itu dapat dilihat dalam buku Fiqih Indonesia dalam Tantangan. Menyebut
bahwa Fiqih Indoensia gagasaan Hasbi saja, sedangkan mereka tidak, apalagi
mengetahui ruang lingkup dan metodeloginya. Kesalahan ini diperjelas dengan
pendapat Dr. Alyasa Abubakar yang tidak membedakan antara teori Mahzab
Nasional (Hazairin dan Fiqih Indonesia (Hasbi).Hal itu dimulai ketika Alyasa
menulis buku yang berjudul Fiqih Indonesia dalam Tantangan.

2.2. Fiqih Indonesia dan Reformasi Hukum Islam di Indonesia Abad ke-20
Secara garis besar, ada dua tema reformasi hukum Islam di Indonesia, yaitu
: 1. Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah 2. Keinodnesiaan
Pada tema pertama bertujuan membersihkan praktik-praktik umat Islam
dari pengaruh non Islam, membuka pintu ijtihad yang selama ini tertutup,
mengganyang taklid, memperbolehkan talfik dengan cara memperkenalkan studi
perbandingan mahzab. Reformasi ini di motori oleh ulama yang kurang
menguasai sistem hukum Indonesia seperti A.Hasan, Moenawar Chalil, dan
7

Hasbi. Ada pun organisasi dalam katagori ini, seperti Muhammadiyah, Persatuan
Islam dan Al-Irsyad.
Keindonesiaan pada dasarnya kelanjutan dari tema pertama. Namun disisi
lain tema ini kembali pada pandangan tradisional yang berusaha
mempertahankan adat Indonesia. Ada dua kecenderungan utama tentang tema ini
: Pertama, cita-cita untuk membangun hukum Islam yang berciri khas Indonesia
dengan cara membebaskan budaya Indonesia dari budaya Arab dan menjadikan
adat Indonesia sebagai salah satu sumber hukum Islam di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan munculnya konsep Fiqih Indonesia (Hasbi, 1940), Mahzab
Nasional (Hazairin, 1950), Pribusasi Islam (Abdurrahman Wahid, 1988),
Reaktualisasi Ajaran Islam (Muwari dkk, 1988) dan Zakat sebagai Pajak (Masdar
F.Mas’udi 1991).
Kecenderungan yang kedua adalah keindonesiaan yang berorientasi
konstitutional. Ini di motori oleh tokoh oleh tokoh-tokoh umum yang menguasai
sistem hukum Indonesia, tetapi kurang medalami konsep-konsep “Kembali
kepada Al-Quran dan As-Sunnah”.

2.3. Metodelogi Fiqih Indonesia


Fiqih Indonesia, sebagai suatu upaya pembaharuan bercorak lokal, harus
terlebih dahulu menentukan ruang lingkup dengan cara membedakan tiga istilah
di Indonesia yang sering dianggap sama.
Fakultas Hukum Islam di lingkungan perguruan tinggi yang bernaung di
bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan istilah untuk
menyebut mata kuliah yang membahas tentang perkawinan, kewarisan, dan
wakaf. Batasan semacam ini menurut Hasbi jelas berakibat menciutkan
pengertian syari’ah yang mencakup hukum-hukum akidah, akhlak, dan amaliah.
Fiqih yang secara teknis sering dipahami sebagai ”hukum-hukum syari’ah yang
dihasilkan dari dalil-dalilnya”, merupakan bagian dari syari’ah itu sendiri, tetapi
lebih luas daripada hukum Islam karena fiqih mencakup hukum-hukum
muamalah dan ibadah, di mana aspek yang terakhir ini mencakup dalam istilah
hukum Islam. Menyadari konsekuensi yang harus diterima bahwa menyamakan
syari’ah dan fiqih berarti menganngap keduanya bersifat universal, absolut, dan
8

abadi, maka Hasbi mengatakan bahwa syari’at Islam sajalah yang memiliki
ketiga sifat tersebut. Dengan kata lain, syari’ah, begitu menurut Nourouzzaman
menjelaskan pendapat Hasbi lebih sebagai hukum in abstracto dan sebaliknya
fiqih lebih bersifat sebagai hukum in concreto. Lebih lanjut, Hasbi membagi fiqih
menjadi fiqih Qur’ani yaitu hukum yang secara tegas ditemukan di dalam al-
Qur’an dan fiqih Nabawi yaitu hukum yang tidak disinggung oleh Al-Qur’an
tetapi ditegaskan oleh Hadis. Ketiga adalah fiqh ijtihadi yaitu hukum-hukum
yang dicapai melalui ijtihad para ulama.
Fiqih ijtihadi merupakan inti fiqih Indonesia yang dijiwai oleh syari’ah,
bersifat dinamis dan elastis karena dapat berubah sesuai dengan ruang dan waktu.
Jadi fiqih ijtihadi bersifat lokal, temporal, dan realtif. Jelaslah di sini bahwa kritik
Alie Yafie dan Ibrahim Hoesen yang beranggapan bahwa fiqih itu bersifat
universal, tidaklah mengenai sasaran.
Hal ini diperkuat lagi oleh kenyataan bahwa Hasbi membatasi ruang
lingkup fiqih Indonesianya pada bidang non-ibadah dan non-qat’i. Untuk
menjustifikasi lokalitas fiqih Indonesia, Hasbi berpegang pada sejarah
perkembangan fiqih (tarikh tasyri’). Tarikh tasyri’Hasbi, menurut Hasbi
membuktikan bahwa fiqih lokal telah muncul sejak awal penyebaran Islam
melawati batas-batas Mekah dan Madinah. Mazhab Hanafi di Kufah, Maliki di
Madinah, Syafi’i di Baghdad (mazhab qadim) dan kemudian di Mesir (mazhab
jadid), di samping mazhab Hambali di Baghdad, tentunya merupakan bagian dari
contoh yang populer. Lokalitas mazhab-mazhab ini menurut Hasbi, dikarenakan
perbedaan pendapat, tempat, adat istiadat dan jiwa si mujtahid sendiri. Walau
dilegitimasi oleh tarikh tasyri Hasbi masih saja menekankan bahwa lokalitas
fiqih Indonesia harus ditopang oleh studi kasus (dirasat al-waqa’i) mengenai
masyarakat Indonesia dengan sistem masyarakat lainnya yang sezaman. Studi ini
harus menggunakan pendekatan sosiologi hukum dan studi hukum secara umum
untuk melihat pengaruh dan kemampuannya menyelesaikan kebutuhan-
kebutuhan masyarakatnya, dan setelah itu barulah memasuki fase problem
soulving.
Hasbi menganjurkan agar para pendukung fiqih Indonesia menggunakan
metode perbandingan mazhab manakala problem yang dihadapi sudah diberikan
9

pemecahannya oleh ijtihad dalam berbagai mazhab yang ada. Perbandingan yang
tidak terbatas pada mazhab Sunni ini dibagi menjadi dua tahap. Pertama, memilih
dari kalangan empat mazhab Sunni. Kedua, memilih dari semua mazhab
termasuk non-Sunni. Kedua-duanya dilakukakn demi mencari pendapat yang
paling sesuai dengan konteks ruang, waktu, karakter dan kemaslahatan bangsa
Indonesia. Studi perbandingan mazhab ini harus diikuti dengan studi
perbandingan ushul fiqh dari masing-masing mazhab, dengan harapan agar
pandangan tersebut dapat terpadu atau bahkan bersatu.
Studi perbandingan ushul fiqh ini dilakukan dengan tahapantahapan
sebagai berikut :
1. Mengkaji prinsip-prinsip yang dipegang oleh setiap imam mazhab
maupun masalah-masalah yang mereka perselisihkan dengan meneliti alasan-
alasan mereka.
2. Mengkaji dalil-dalil yang dijadikan rujukan maupun yang
diperselisihkan.
3. Mengkaji argumen yang ditawarkan oleh masing-masing imam mazhab
mengenai dalil-dalil yang diperselisihkan dan memilih argumen-argumen yang
kuat.
Tahapan-tahapan tersebut harus didukung dan didahului dengan pendirian
Fakultas Ushul Fiqh atau paling tidak Jurusan Ushul Fiqih. Hasbi lebih
menguatkan bahwa fiqih Indonesia akan sangat fleksibel jika didukung oleh
perbandingan yang bersifat sistematis antara fiqih dan hukum adat Indonesia,
antara fiqh dan sistem hukum Indonesia, antara fiqh dan syari’at (agama-agama)
lain, dan antara fiqh dengan sistem hukum internasional. Sebaliknya, jika
problem yang dihadapi belum pernah diberikan pemecahannya oleh mujtahid-
mujtahid terdahulu, maka dianjurkan
agar pendukung fiqh Indonesia melakukan ijtihad bi al-ra’yi, yaitu
menentukan hukum berdasarkan pada maslahat, kaidah-kaidah kulliat dan illat
(kausa) hukum, sedangkan metode yang ditempuh ada kalanya :
1. Qiyas yang dilakukan dalam kondisi terpaksa, tidak menyangkut
masalah ibadah. Selain qiyas illat dan qiyas dalalah, tidak berlaku.
10

2. Istihsan dengan berbagai macamnya : istihsan bin naas, istihsan bil


ijma’, istihsan bil qiyas, istihsan bid daruraah, istihsan bil maskahah, dan istihsan
bil ’urf.
3. Istislah, dengan ketentuan bahwa sesuatu dapat dinyatakan sebagai
maslahat jika merupakan maslahat hakiki; berlaku umum tidak hanya terbatas
pada segelintir orang; harus diputuskan oleh ahl al-Hall wa al-’Aqd. Jika
maslahah bertentangan dengan nash, maka maslahah mentakhsis
(mengkhususkan) nash dengan menjadikan hadis ”La darara wa la dirara”
sebagai kata kunci di akhir analisa.
4. ’Urf dengan ketentuan tidak menghalalkan barang haram dan tidak
mengharamkan barang halal; dapat mendatangkan maslahat dan mengholangkan
mafsadat; tidak bertentangan dengan nash sharih (ekspilist); di samping itu harus
diputuskan oleh ahl al-Hall wa al-’Aqd. Atau
5. Istishab. Metode-metode ini selalu berjalan seiring dengan kaidah-kaidah
yang relavan.

2.4. Mengindonesiakan Fiqih Indonesia


Tuntutan bahwa Fiqih Inodnesia mengimplikasikan Ushul Fiqih Indonesia
akan mulai terjawab ketika dua komponen metodologi Fiqih Indonesia
diindonesiakan.
Pertama, urf Indonesia dijadikan salah satu sumber hukum Islam di
Indonesia. Disini hasbi memainkan peran penuh dalam mendekatkan kaum
reformis puritan dengan praktik hukum umat Islam Indonesia.
Kedua, ijma’, Hasbi baru sampai pada tingkat teoritis melalui ijtihad jama’i
dengan lembaga Ahl al-Hall wa al-‘Aqd-nya. Di samping itu, beberapa lembaga
yang didirikan umat Islam Indoesia belum ada ketika Hasbi mengemukakan
pemikirannya. Oleh karena itu, ada baiknya kita kaitkan lembaga tersebut dengan
lembaga sosial politik yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Hay’at al Tastri’iyyah bisa dikatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI),
dengan mujtahid-mujtahid yang diambil dari perwakilan organisasi Islam. Ahl al-
Hall wa al-‘Aqd dianggap Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Hay’at
al-Siyasah dapat diterjemahkan jadi Dewan Perwakilan Rakyat dan Mejelis
11

Permusyawaratan Rakyat. Umat Islam dapat memanfaatkan lembaga ini untuk


tujuan yang sama demi terundangkannya nilai-nilai hukum Islam yang
pelksanaannya memang membutuhkan legitimasi kekuasaan, dengan tidak
memaksakan bidang-bidang yang tidak membutuhkan legitimasi kekuasaan.
Secara sejarah Fiqih Indonesia dikemukakan pada tahun 1940, sebelum
Indonesia merdeka, dimana hal tersebut untuk menentang penjajah Belanda. Kata
Fiqih Indonesia mencerminkan bahwa jiwa Hasbi adalah reformis yang dengan
tegas mengatakan bahwa suatu mahzab akan lebih cepat berkembang apabila
dianut oleh pemerintahan.Intinya Hasbi lebih menekankan pada kerjasama antara
manusia.
Ahl al-Hall wa al-‘Aqd jika semua anggotanya sepakat untuk
memberlakukan hukum Islam untuk umat Islam Indoensia, amak undang-undang
merupakan manifestasi Fiqih Indoensia. Contohnya, UU No.1/1974 tentang
Perkawinan, UU No.7/1989 tentang Peradilan Agama, Bahkan UU yang tidak
berlabelkan Islam seharusnya juga jadi manifestasi Fiqih Indonesia selagi tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal serta kemaslahatannya
bersifat hakiki, nyata dan untuk umum.
12

BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan

Hukum Islam (fiqh) adalah hasil ijtihad yang tidak lepas dari karakter
sosio kultural yang melingkupinya. Sosio kultural dalam konteks Indonesia
adalah ‘URF (adat kebiasaan masyarakat yang berlaku di Indonesia).
Pengambilan ‘urf sebagai bagia n dari sumber hukum Islam dalam sejarah telah
sering dilakukan oleh para ulama fiqh. Dalam perspektif diatas, Hukum Islam
dengan karakter Indonesia (fiqh Indonesia) dapat dibentuk justru tdk dari nol,
tetapi sudah ada bahan bakunya yaitu ‘URF (adat masyarakat). Dalil-dalil
Ijtihadi, seperti maslahah mursalah memberi ruang gerak yang lebih
komprehensif di dalam melakukan ijtihad baru utk merumuskan fiqh Indonesia
yang sesuai dengan nuansa bgs Indonesia.
13

DAFTAR PUSTAKA

Ainurrofiq, Yogyakarta: Ar-Ruzz dan Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Pengantar Ilmu Fiqih, Jakarta: bUlan Bintang,1967.

Anda mungkin juga menyukai