MTE ABLASIO RETINA Revisi-1
MTE ABLASIO RETINA Revisi-1
Oleh :
Pakar :
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensorik retina (sel kerucut dan
batang retina) dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan
atau kebutaan yang menetap. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel
pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
Terdapat tiga jenis utama dari ablasio retina, yaitu: ablasio regmatogenosa, ablasio serosa
atau hemoragik, dan ablasio traksi. Ablasio retina regmatogenosa merupakan kasus emergensi
pada mata yang ditandai dengan pemutusan total ( full-thickness ) dari retina sensorik yang
diikuti mengalirnya korpus vitreum cair melalui defek retina sensorik kedalam ruang sub retina.
Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio jenis ini.
Tipe berikutnya adalah ablasio retina serosa. Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan
dibawah retina sensorik yang terutama disebabkan oleh penyakit RPE dan Koroid. Pelepasan
retina jenis ini berkaitan dengan penyakit peradangan, tumor. (American Academy
Ophthalmology. Retinal Detachment. Retina and Vitreous. BCSC Secsion 12. P. 292-3.) Tipe
lainnya adalah ablasio retina akibat traksi terutama disebabkan oleh retinopati diabetes
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat sekitar 12 per 100.000 penduduk dan semakin
meningkat pada populasi usia lebih dari 50 tahun. Di Eropa insiden ablasio retina adalah 7 dari
100.000 populasi dan di Jepang adalah 10,4 dari 100.000 populai. Ablasio retina lebih sering
2
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, hal ini mungkin disebabkan seringnya pria
mendapat trauma dibanding wanita. Berdasarkan studi yang dilakukan di Singapura, didapatkan
bahwa insiden ablasio retina lebih banyak pada etnis Cina dibandingkan Malaysia dan India. Hal
ini dikarenakan kasus myopia ditemukan lebih banyak pada etnis Cina.3
Pada 50% pasien dengan ablasio retina regmatogenosa ditemukan manifestasi klinis
photopsia dan floaters. Juga terdapat “tobacco dust” yang merupakan gumpalan kecil sel
berpigmen yang sering terdapat di vitreous atau segmen anterior. Tekanan intraokular
kemungkinan rendah. Pada ablasio regmatogenosa yang sudah berlangsung lama, retina akan
tampak halus dan tipis. Cairan pada ablasio retina eksudatif dapat merespon gaya gravitasi
sehingga dapat melepaskan area retina yang terakumulasi. Misalnya, saat pasien duduk, retina
inferior terlepas. Namun, ketika pasien menjadi terlentang, cairan bergerak ke posterior dalam
hitungan detik atau menit, dapat memisahkan makula. 4 Sedangkan pada ablasio retina akibat
traksi sering bersifat asimptomatik, dan terdapat bukti dari proses penyakit yang mendasarinya
(seperti: Retinopati Diabetik). Dalam beberapa kasus, traksi dapat merobek retina dan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis
ablasio retina.
3
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
Penulisan makalah ini menggunakan tinjauan pustaka yang merujuk kepada berbagai
literatur.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Ablasio retina (retinal detachment) adalah terlepasnya lapisan sensoris retina, yakni
lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Ablasio
berasal dari bahasa latin ablation yang berarti pemuangan atau terlepasnya salah satu bagian
badan4
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semi transparan yang
melapisi dua per tiga bagian dalam posterior dinding bola mata. Retina terdiri dari pars
pigmentosa di sebelah luar dan pars serosa di sebelah dalam. Permukaan luar berhubungan
Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliar dan berakhir pada ora serrata
dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrate berada sekitar 6,5 mm di belakang
garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina. Retina dan epitel pigmen retina mudah
terpisah sehingga membentuk ruagan subretina di sebagian besar tempat kecuali pada diskus
optikus dan ora serrata. Hal ini menyebabkan perluasan cairan subretina pada ablasio retina dapat
dibatasi.4
5
Lapisan-lapisan retina secara histologi dari dalam keluar yang terlihat pada gambar 2.1
adalah:
k. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel batang dan kerucut (IS/OS)
6
Gambar 2.1 Lapisan Retina4
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrate dan 0,56 mm pada kutub posterior.
Ditengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5 mm. Secara histologi, lapisan ini
memiliki dua atau lebih lapisan sel ganglion. Ditengah makula dengan diameter 1,5 mm terdapat
fovea yang memiliki fungsi untuk ketajaman visual dan warna. Foveola adalah bagian fovea
dengan diameter 0,3 mm yang hanya memiliki sel kerucut sehingga memiliki ketajaman visual
yang optimal. Pada bagian tengah foveola terdapat cekungan yang disebut umbo.4
Nervus opticus meninggalkan retina kira-kira 3 mm dari sisi medial macula lutea melalui
discus nervi optici. Discus nervi optici agak cekung bagian tengahnya, yaitu tempat dimana
7
nervus opticus ditembus oleh arteri centralis retinae. Pada discus nervi optici tidak terdapat sel
batang dan kerucut sehingga tidak peka terhaap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada
pemeriksaan oftalmoskop, discus nervi optici tampak bewarna merah muda pucat, jauh lebih
Prevalensi retinal detachment di dunia ialah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Biasanya
retinal detachment terjadi pada usia 40-70 tahun. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan
seperti miopi tinggi, afakia/pseudofakia, dan trauma. Insidensi retinal detachment di Amerika
Serikat berkisar antara 1 dari 15.000 populasi, dengan prevalensi 0,3% dari total populasi.
Prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai angka 0,13% dan merupakan penyebab
kebutaan ke empat setelah katarak (0,78%), glaucoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan
penyebab lainnya (0,10%). Hal ini diketahui berdasarkan Survei Kesehatan Indra Penglihatan
dan Pendengaran tahun 1993 -1996. Pada penelitian yang dilakukan di BKMM didapatkan
jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki (63%) lebih banyak dari perempuan (37%).7
2.4 Etiologi
Terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
Ablasio retina eksudatif umumnya terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina eksudatif
dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina (pada keadaan normal berfungsi
sebagai outer barrier), karena permeabiltas dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau
8
penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan. Neoplasia dan inflamasi merupakan
2.5 Klasifikasi
Pada ablasio retina terjadi pemisahan retina sensorik yaitu lapisan fotoreseptor dengan
lapisan epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina yang masing-
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi adanya robekan pada retina
sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan
retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus vitreum
posterior 9,13.
Ablasio Retina Regmatogenosa merupakan bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio
retina dengan karakteristik pemutusan total (full-thickness) berbentuk tapal kuda lubang atropi
bundar atau robekan sirkumferensial anterior (dialisis retina). Jenis ini disebabkan pengaruh
antara traksi antara vitreo retina dan retina perifer yang dipredisposisi oleh faktor degenerasi 9,13.
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun usia tidak
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan perbandingan laki
: perempuan adalah 3 : 2
9
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena seseorang
mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada seseorang yang
fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior selama atau setelah
pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi
anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam
kasus banyak.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis pada pasien
AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina terjadi, kemudian, cairan dari
rongga vitreous dapat mengalir melalui istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi
vitreoretinal terbuka.
acquired retinoschisis.
1. Lattice degeneration
Ditemukan pada 40% penderita ablasio retina dengan myopia tinggi usia muda , sinroma
marfan, stickies synd, Ehlers-Danlos synd yang semuanya merupakan faktor resiko
2. Degenerasi retinoskisis
10
Dinamika traksi vitreoretina yang terjadi berupa sinkisis liquefaction dari vitreus gel.
Beberapa mata dengan sinkisis berkembang menjadi lubang pada bagian tipis kortek posterior
yang menutupi fovea. Cairan sinkisis berasal tengah vitreous yang lewat melalui defek menuju
ruang retrohyaloid yang baru terbentuk. Proses ini menyebabkan tertariknya vitreus posterior dan
membrana limitan interna retina sejauh batas posterior vitreous base. Sisa vitreus gel mengendap
ke bawah dan ruangan retrohyaloid akan diisi sepenuhnya oleh cairan sinkitik11
yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat dari vitreous cepat
degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karena dapat
mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina mengenai macula
lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan
pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata
bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen
didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada
11
Gambar 2.1 Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (BCSC, 2016).
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan oleh
Ablasio retina traksi merupakan jenis tersering pada retinopati diabetik proliferatif.
Retinopati prematuriti
Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik retina
sensorik menjauhi epitel pigmen dibawhnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina
atau subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau sel epitel pigmen retina. Traksi ini
menyebabkan terlepasnya lapisan sensorik retina dengan RPE. Pada awalnya pelepasan mungkin
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat
12
disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah
atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat retina semakin
halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR)
yang sering ditenukan pada tipe Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan
dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel
glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan
membentuk membrane. Kontraksi dari membran tersebut akan menyebabkan retina tertarik
ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau brkembang
Gambar 2.3 Ablasio retina traksi pada pasien advanced diabetic retinopathy (Khurana, 2007).
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah retina
(subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi
cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua
yaitu
nodosa.
13
b. penyakit mata meliputi akibat inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), akibat
penyakit vascular (central serous retinophaty, and axudative retinophaty of coats, akibat
neoplasma (malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi bola mata
Mengetahui kemungkinan ablasi yang terjadi adalah tipe eksudatif merupakan hal yang penting
karena berbeda dengan tipe ablasio retina lainnya, manajemen pada ablasio tipe eksudatif
Gambar 2.2. Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara (BCSC, 2016).
Ablasio retina eksudatif paling jarang terjadi dibandingkan Ablasio Retina Traksi dan
regmatogenosa. Penyebabnya adalah gangguan pada pigmen epitel retina sehingga cairan dari
koroid masuk ke dalam ruang sub retina. Ablasio jenis ini dapat terjadi walaupun tidak ada
pemutusan retina atau traksi vitreo retina. Hal ini disebabkan berbagai keadaan seperti tumor
Harada dan Skleritis posterior, iatrogenik termasuk operasi pada ablasio retina sebelumnya,
fotokoagulasi pan retinal. Neovaskuler subretinal yang berhubungan dengan retinal telangiektasi
dan neovaskuler koroid bisa juga menyebabkan kelainan pada RPE 9,13.
14
2.6 Patogenesis
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel
optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif)10
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau
lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang
degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu,
cedera, dan sebagainya. Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di
koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya
perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan
Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan
retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada
mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata
emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti
15
100 kali lebih sering daripada mata fakia. Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada
Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga
kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan
kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-
agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata
yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat
biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi
katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali
terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas
Keluhan yang klasik dan sering dilaporkan adalah photopsia dan floaters sebesar 60 %
setelah beberapa saat penderita mengeluh kehilangan lapang pandangan perifer kemudian
16
Hilangnya lapangan pandang disebabkan oleh: menyebarnya cairan sub retina ke daerah
ekuator, defek ini kadang menghilang pada saat bangun pagi dan timbul lagi sesudah
lama kelamaan akan mengalami penurunan sampai akhirnya visus menurun total (O)
terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
b. Floaters yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina
di puncak tumor.
2.8 Diagnosis
Diagnosis dari ablasio retina dapat ditegakkan dengan anamnesis mengenai keluhan,
perjalanan penyakit, faktor pencetus, faktor risiko, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang tepat. Pasien dengan ablasio retina biasanya dating dengan keluhan melihat
17
bayangan berupa photopsia atau kilatan cahaya, floater, dan penyempitan lapangan pandang
bahkan dapat kehilangan lapangan pandang. Secara rangkum telah dijabarkan gambaran
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien ablasio retina adalah pemeriksaan tajam
penglihatan, pemeriksaan lapangan pandang, memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma, periksa
reaksi pupil, dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma. Pemeriksaan slit
lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk mencari tanda pigmen atau
“tobacco dust”, ini merupakan patognomonis dari ablasio retina pada 75 % kasus. Pemeriksaan
tekanan bola mata serta pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan
berdilatasi).14
Perluasan ablasi Meluas dari ora ke Tidak meluas Tergantung volume dan
discus, batas dan menuju ora, dapat gravitasi, perluasan
permukaan cembung sentral atau perifer menuju oral bervariasi,
tergantung gravitasi dapat sentral atau perifer
18
Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada
pembatas, makrosis
intra retinal, atropik
retina
Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak Dapat keruh dan
ada perpindahan berpindah secara cepat
tergantung pada
perubahan posisi kepala.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat gambaran fundus. Pasien dalam posisi supine
atau duduk bersandar. Pupil dibuat dilatasi, lampu ruangan diredupkan. Pasien diminta membuka
19
mata,
bila
perlu
pemeriksa menahan palpebra superior dengan jari atau spekulum. Lensa condensing dipegang
Gambar 2.5 Binocular indirect ophthalmoscopy dan lensa condensing oftalmoskop indirect15
B-scan ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya ablatio retina, mendeteksi
Pemeriksaan slit-lamp
20
Segmen anterior biasanya normal, namun pemeriksaan diperlukan untuk mencari tanda
pigmen atau tobacco dust yang merupakan patognomonis dari ablatio retina pada 75% kasus.15
Retinoskisis
lapisan retina. Bila pada ablasio retina pemisahan terjadi antara epitel pigmen retina
dengan lapisan sensori retina, maka retinoskisis pemisahan lapisan retina dapat terjadi di
lapisan sensori mana saja, misalnya di lapisan pleksiform luar atau dalam lapisan syaraf
optik. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan permukaan dinding dalam retina yang
berbentuk kubah tidak berubah pada saat bola mata bergerak dan juga tidak ada
perubahan bentuk serta lokasi karena gaya gravitasi. Retinoskisis dapat dibedakan dari
ditemukan perdarahan atau pigmen di dalam vitreus, selalu muncul dengan skotoma,
21
Ablasi koroid
Sering terjadi setelah operasi katarak. Berbeda dengan ablasio retina cairan pada ablasio
koroid ini terus ke anterior melewati ora serata sehingga pars plana dan ora serata terlihat
Tumor koroid disini termasuk melanoma malignan koroid, metastasis tumor ganas
dari tempat lain, atau hemangioma koroid. Oftalmoskop direk sukar membedakan dengan
ablasio karena adanya elevasi dari neurosensorik dan epitel pigmen retina. Akan tetapi
dengan pemeriksaan lebih lanjut seperti ultrasonografi oftalmoskop indirek akan terlihat
2.11 Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak antara neurosensorik
retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan traksi. Berbagai metode operasi yang
akan dilakukan bergantung dari lokasi robekan, usia pasien, gambaran fundus, dan pengalaman
ahli bedah.
1. Scleral Buckling
lekukan pada dinding mata untuk mengembalikan kontak dengan retina yang terlepas.
Sebuah silikon dengan konfigurasi yang sesuai diposisikan dengan jahitan pada sklera
bagian luar di atas lekukan buckle dinding bola mata. Proses perlengketan kembali ini
22
dapat diperkuat oleh drainase cairan subretina, meskipun manuver ini tidak dibutuhkan
pada semua kasus. Robekan tunggal ditangani dengan cryotherapy atau terapi laser untuk
kembali retina dan memulihkan penglihatan terbilang tinggi. Penelitian terbaru yang
melibatkan 190 mata, angka keberhasilan metode ini mencapai 89% untuk operasi
tunggal.19
operasi scleral buckling adalah iskemia (segmen anterior dan posterior), infeksi,
memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Prognosis visual akhir tergantung pada
tempatnya.
Pita silikon menekan spons silikon dibawahnya sehingga dapat memposisikan
23
Gambar 2.8 Prosedur Scleral Buckling19
2. Pneumatic Retinopexy
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus. Dengan
cara ini, retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau
sesudah injeksi gas atau koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelah
perlekatan retina. Metode ini sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan
satu robekan retina pada bagian atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2).21
penyebab ablasio.21
2.12 Prognosis
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Perbaikan anatomis kadang tidak sejalan dengan
perbaikan fungsi. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina
perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum
pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.9,21
2.11 Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum
terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakantangan atau persepsi cahaya
adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan macula.22
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati poliferatif, PVR). PVR
dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.9,19
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Ramzi. 2013. Ablasio retina non regmatogen. Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan
25
2. Hardy Robert A. 2013. Retina dan Tumor Intraokular. Dalam: Vaughan DG, Asbury T.
Oftalmologi umum. Edisi ke 17. Jakarta: EGC, pp: 207-8.
3. Wong TY, Tielsch JM, Schein OD. 1999. Racial difference in the incidence of retinal
detachment in Singapore. Arch Ophthalmol, 117: 379-83
5. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. 2011. Oxford American Handbook
of Ophthalmology. Edisi ke 1. New York: Oxford University Press, p: 385.
6. Snell RS. 2002. Anatomi Klinis Berdsarkan Klinis. EGC: Penerbit Buku Kedokteran.
7. Larkin. G. D. Retinal Detachment diakses dari eMedicine Journal,Volume : 2. Number : 8.
8. Sinaga R, Rares L, Sumual V (2016). Indikasi vitrektomi pada kelainan retina di balai
kesehatan mata masyarakat (BKMM) provinsi selawesi utara periode januari-desember 2014)
9. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology) edisi
17.Jakarta : EGC.
10. Kanski JJ, Bowling B. (2007). Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 6th ed. China: Elsevier : (e-
book)
11. Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, section 12. (2016). United State:
American-Academy of Ophtalmology.
12. Khurana (2007). Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New Delhi :
New Age International Limited Publisher
13. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. 2012. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
14. Ilyas, Sidarta. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata ,edisi ke empat. 2009. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
26
15. Bowling B (2016). Kanki's clinical ophthalmology. Edition 8. China: Elsevier.
16. Ahmed E, 2011. Comprehensive manual of ophthalmology. Medical publishers, India.
17. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, et al. In : Pocket Atlas Of Opthalmology. New York:
27