Thaharah atau bersuci merupakan syarat pokok sahnya ibadah. Begitu luar biasanya perhatian
Islam tentang bersuci dan kesucian sampai-sampai Rasulullah saw bersabda Kebersihan itu
sebagian dari Iman. Oleh karenanya sesuatu yang tidak suci, maka tidak mungkin diterima dan
bersama dengan Dzat Yang Maha Suci. tidaklah berlebihan jika dikatakan, tidak ada satu agama
pun yang betul-betul memperhatikan thaharah seperti agama Islam.
Thaharah menurut bahasa berarti bersih dan suci dari kotoran, dan menurut syara’ atau agama
berarti membersihkan hadats atau menghilangkan najis atau sesuatu yang berada dalam makna
keduanya, dan termasuk juga sesuatu yang bentuknya sama seperti keduanya seperti mandi-
mandi sunah, memperbaharui wudlu ( bagi yang belum batal ), dan basuhan ( sunah dalam
wudlu dan mandi ) yang kedua dan ketiga. Maka itu semua termasuk dari macam-macamnya
thaharah / sesuci. (Hasyiyah al-Jamal. Juz I, Hal. 77)
Thaharah dari hadats maknawi / ruhani itu tidak akan sempurna kecuali dengan niat taqarrub
(mendekatkan diri) dan taat kepada Allah SWT. Adapun Thaharah dari najis pada tangan,
pakaian atau bejana, maka kesempurnaanya bukanlah dengan niat. Bahkan jika secarik kain
terkena najis lalu ditiup angin dan jatuh ke dalam air yang banyak, maka kain itu dengan
sendirinya manjadi suci. Alat Thaharah dari hadas-najis yang pokok/asal adalah menggunakan
air, berdasarkan firman Allah swt:
(Ingatlah) ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman daripada-Nya.
dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu
dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk memperteguh dengannya
telapak kaki(mu).(Q.S. al-Anfal : 11)
Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih. (Q.S. al-Furqan :48)
2( Air musta’mal adalah air muthlaq yang telah digunakan untuk sesuci.
a) Air Musta’mal Maknawi, adalah air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats
ma’nawi yakni wudlu-mandi dan airnya kurang dari 2 kulah. Hukum air musta’mal ini adalah
suci tapi tidak dapat digunakan lagi untuk menghilangkan hadas maupun najis. Tetapi jika air
yang telah dipakai untuk mandi sunah dan basuhan-basuhan sunah, sebagian ulama ada yang
berpendapat air itu suci karena bukan untuk menghilangkan hadats, sehingga bisa digunakan
untuk wudlu dan mandi wajib.(al-Muhaddzab. Juz I. Hal. 8)
b( Air Musta’mal Jasmani, adalah air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis jasmani
dari anggota badan, pakaian dll. karena berpisah dengan sendirinya atau dengan jalan diperas.
Air Musta’mal ini biasa disebut dengan air mutannajis atau air yang terkena najis. Air bisa
menjadi mutanajis dikarenakan, pertama, air yang digunakan adalah air sedikit yakni air yang
kurang dari 2 kulah atau 1 karra, baik kondisi airnya berubah maupun tidak. Atau air sedikit yang
tertetes air mutannajis, maka semuanya menjadi air mutanajis. Kedua, jika air banyak yakni air
yang telah mencapai 2 kullah atau lebih tetapi terjadi perubahan kondisi air ketika setelah
bersentuhan dengan najis. Semua madzhab sepakat, bahwa apabila air berubah warna, rasa dan
bau karena bersentuhan dengan najis, maka air itu menjadi air mutannajis. Mereka
menyandarkan pada hadits masyhur:
Sesungguhnya Nabi saw bersabda: Apabila air itu ada / sampai 2 kulah maka apa pun tidak bisa
membuatnya najis kecuali jika najis itu mempengaruhi kondisi bau dan rasanya air. (H.R. al-
Baihaqi)
3) Air Mudhaf ialah air perahan dari suatu benda seperti limau, tebu, anggur, atau air yang
muthlaq pada asalnya, kemudian bercampur dengan benda-benda suci lain, misalnya air bunga
dan air teh. Air semacam itu suci, tetapi tidak dapat digunakan menghilangkan hadats ma’nawi
(wudlu dan mandi). Bahkan menurut semua madzhab, air mudhaf tidak bisa digunakan untuk
menyucikan najis, kecuali madzhab Hanafi yang membolehkan bersuci dari najis dengan semua
cairan, selain minyak, tapi bukan air yang berubah karena dimasak.
2) Air Banyak yaitu air muthlaq yang mencapai 2 kulah atau 1 karra (216 liter atau 60 cm kubik)
atau lebih. Cara menggunakannya: untuk menghilangkan najis bisa dikucur atau langsung
dimasukkan ke dalam air, asal najis yang ada tidak merubah kondisi bau, rasa dan warna air, jika
merubah, maka air menjadi mutanajis. )lihat air musta’mal(. Sedang dalam menghilangkan
hadats baik wudlu maupun mandi setelah kita membersihkan kotoran dan najis yang ada, maka
air tersebut bisa dikobok dengan tangan secara langsung, karena yang seperti itu tidak akan
menjadikan air tersebut musta’mal.
َ َسله َم َقا َل إَذَا كَانَ ا ْل َما ُء قُ هلتَي َْن َف َإنههُ لَ ْم يَحْ َم ْل ا ْل َخب
ث (رواه ابو داود والترمذي َ علَ ْي َه َو صلهى ه
َ َُّللا َ ََّللا ُ ع َم َر أَنه َر
سو َل ه ُ َّللاَ ب َْن
ع ْب َد ه
َ عن
(و النسائي و أحمد والبيهقي
Dari Abdullah bin Umar r.a. sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila air itu ada /
sampai 2 kulah, maka air tersebut tidak membawa kotoran / sesuatu yang rusak. (H.R. Abu
Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ahmad dan al-Baihaqi)
Sebagai study kasus perbandingan madzhab, apabila orang yang berjunub (hadats besar)
menyelam ke dalam air yang sedikit, setelah ia menyucikan tempat yang terkena najis, dengan
niat membersihkan hadats, maka menurut Imam Hambali air itu menjadi musta’mal dan tidak
menghilangkan jinabah (hadats besar)nya, malah orang itu wajib mandi lagi. Sedangkan Imam
Syafi’i, Hanafi dan mazhab Syiah Imamiyah berpendapat bahwa air itu menjadi musta’mal tetapi
menyucikan jinabah orang tersebut, sehingga ia tidak wajib mandi lagi karena hadats besarnya
sudah hilang. (Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, hal 5)
Air Mengalir dan Air Tenang, madzhab Syafi’i tidak membedakan antara air mengalir dan air
tenang, yang memancar ataupun tidak, tetapi ditetapkan berdasarkan banyak dan sedikitnya air.
Banyak ialah dua kullah. Imam Syafi’i berkata: Jika air yang mengalir itu cukup 2 kulah dan
tidak berubah walaupun ia bercampur najis, maka semua air itu suci. Jika air yang mengalir itu
tidak sampai 2 kulah, maka yang mengalir (bersama najis) itu hukumnya najis (air mutannajis)
sedang yang mengalir sebelum dan sesudahnya, hukumnya suci.
Tulisan Terkait :
Home
Posts RSS
Comments RSS
Alicia Komputer
Bakso Idola
Pengertian Thaharah
7:37 AM | Author: Alicia Komputer
Download artikel ini ....>> Click here
Pengertian Thaharah
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara yang
telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-Baqarah:222
َ َ َّللاَ ي ُِحبُّ التَّ َّوا ِبينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمت
َط ِه ِرين َّ ِإ َّن
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
Macam – macam Thaharah
Thahharah terbagi dalam 2 bagian :
1. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau tayamum,
dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.
2. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan najis
dengan air.
Macam – macam najis dibagi 3 :
1. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan anjing dan
babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan atau minum
apa – apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan
harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya.
3. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing, kotoran
manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat yang terkena
najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya.
2. Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus
wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang
berhadats kecil ialah :
a. Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur
b. Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur
c. Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas
yang menghalanginya Karena menyentuh kemaluan
Perbedaan antara hadats,kotoran, dan najis
Hadats dan najis merupakan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk melaksanakan ibadah
tertentu seperti shalat. Hadats berbeda dengan najis karena hadats berarti keadaan dan bukan
suatu benda atau zat tertentu sedangkan najis berarti benda atau zat tertentu dan bukan suatu
keadaan. Adapun kotoran memiliki makna yang lebih umum dari najis, sebab meliputi pula
sesuatu yang kotor namun tidak menghalangi seseorang melakukan ibadah, contohnya tanah,
debu dan lain - lain.
Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah sedang menurut syara’ artinya membersihkan
anggota wudlu untuk menghilangkan hadas kecil.
Syarat Wudhu
Islam
Mumayiz (dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan).
Tidak berhadas besar.
Dengan air yang suci dan menyucikan.
Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit seperti getah dsb yang melekat di atas
kulit anggota wudhu.
Rukun Wudhu
Niat.
Membasuh seluruh muka.
Membasuh kedua tangan sampai ke siku.
Menyapu sebagian kepala.
Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki.
Menertibkan rukun-rukun diatas.
Sunnah Wudhu
Membaca basmalah pada permulaan wudhu.
Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
Berkumur-kumur.
Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
Menyapu seluruh kepala dengan air.
Mendahulukan anggota kanan dari pada kiri.
Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
Meniga kalikan membasuh.
Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
Membaca doa sesudah wudhu.
Yang Membatalkan Wudhu
Keluar sesuatu dari qubul dan dubur.
Hilang akal sebab gila, pingsan, mabuk, dan tidur nyenyak.
Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai
tutup.
Tersentuh kemaluan dengan telapak tangan atau jari-jari yang tidak memakai tutup.
Cara Berwudhu
• Membaca basmalah, sambil mencuci kedua belah tangan sampai pergelangan tangan sampai
bersih.
• Berkumur-kumur tiga kali sambil membersihkan gigi.
• Mencuci lubang hidung tiga kali.
• Mencuci muka tiga kali.
• Mencuci kedua belah tangan hingga siku-siku tiga kali.
• Menyapu sebagian rambut kepala tiga kali.
• Menyapu kedua belah telinga tiga kali.
• Mencuci kedua belah kaki tiga kali sampai mata kaki.
Pengertian Tayamum
Tayamum ialah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci. Tayamum adalah
pengganti wudlu dan mandi dengan syarat-syarat tertentu
Syarat Tayamum
Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya tetapi tidak bertemu.
Berhalangan menggunakan air misalnya; karena sakit yang apabila menggunakan air akan
kambuh sakitnya.
Telah masuk waktu shalat.
Dengan debu yang suci.
Rukun Tayamum
Niat نو يت التيمم ال ستبا حة الصال ة فر ضا هلل تعا لى
Artinya: “saya berniat tayamum untuk diperbolehkan shalat karena allah ta’ala”
Mengusapkan muka dengan debu tanah dengan dua kali usapan.
Mengusap dua belah tangan hingga siku dengan debu tanah dua kali.
Memindahkan debu kepada anggota yang diusapkan.
Tertib.
SunahTayamum
Membaca basmalah.
Mendahulukan anggota kanan dari pada kiri.
Menepiskan debu
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman.2004.Fiqih Islam.Bandung.Sinar Baru Algensindo.
Ridwan, T.2007.Memahami Fiqih.Sragen: Akik Pustaka
www.google.com
Thaharah (bersuci)
Fadly
Hits: 3448
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah
muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki
kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
Hukum Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang
artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan
(basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa
wudu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah
iman.” (HR Muslim).
Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin adalah membersihkan
jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari
semua dosa dan maksiat, dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat,
sombong, ujub, riya, dan sum’ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah lembut, benar,
tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran yang bisa dihilangkan
dengan wudu, mandi, atau tayammum).
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik dari pakaian orang
yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya. Thaharah dari hadats adalah dengan wudu,
mandi, atau tayamum.
Alat Thaharah
1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, seperti air
sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut.
“Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw.
bersabda,”Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena
kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang
sahih).
2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan
bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah
jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah
berfirman, “…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan
tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang
muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka
hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
“Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam yang
sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi dengan air yang
dingin.” (HR Bukhari).
Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air
kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih
yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak
boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya
kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap
kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).