Anda di halaman 1dari 5

4.

1 Pengaruh Waktu Adsorbsi terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel salah satunya dipengaruhi oleh kadar
asam lemak bebas (FFA). Pemakaian minyak jelantah untuk bahan baku biodiesel terkendala
oleh tingginya kadar FFA, sehingga perlu dilakukan pemurnian. Salah satu adalah dengan karbon
aktif kulit salak. Kadar FFA (%) pada penelitian kali ini dipengaruhi oleh berat arang aktif kulit
salak dan waktu adsorbsi, yang ditunjukkan pada gambar 4.1.

5
Kadar FFA (%)

3 5 gram
10 gram
2

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu adsorpsi (menit)

Gambar 4.1 Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap Kadar FFA

Pada gambar 4.1 dapat dilihat kadar FFA pada masing-masing proses adsorbsi dengan
berat arang aktif 5 dan 10 gram terhadap lamanya waktu adsorbsi. Kadar FFA sebelum adsorbsi
adalah sebesar 6.16% dan mengalami penurunan seiring lamanya waktu adsorbsi. Kadar FFA
terendah diperoleh pada waktu adsorpsi 80 menit, suhu 80oC dengan 10 gram arang aktif sebesar
0,224%. Penelitian yang dilakukan Mangallo (2014) menggunakan 5 gram arang aktif kulit salak
dengan suhu adsorpsi 80oC, didapatkan waktu optimum untuk adsorpsi 80 menit kadar FFA
sebesar 0,64%. Penurunan kadar FFA dipengaruhi oleh waktu adsorpsi dan massa adsorben.

Berdasarkan data penelitian, kadar FFA akan menurun seiring dengan bertambahnya
waktu adsorpsi. Kadar FFA awal adalah 6,16% kemudian mengalami penurunan hingga akhir
waktu adsorpsi. Reaksi hidrolisis antara minyak dan air menyebabkan penurunan asam lemak
bebas. Arang aktif kulit salak memiliki ikatan rantai karbon yang pendek yang akan bereaksi
dengan gugus arangil dan hidroksil yang terdapat pada asam lemak bebas yang memiliki sifat
polar sehingga dapat larut dalam air. Oleh sebab itu asam lemak bebas dan di adsorbs oleh arang
aktif kulit salak (Aziz, 2016). Namun pada adsorbsi dengan 5 gram arang pada saat 70-80 menit
terjadi kenaikan kadar FFA dari 0,896% pada menit ke 60 menjadi 1,008 (menit ke 70) sampai
1,568% (menit ke 80). Hal tersebut dikarenakan absorben sudah mencapai titik kejenuhan. Pori-
pori adsorben sudah tidak mampu lagi untuk mengadsorp FFA sehingga kadar FFA cenderung
meningkat (Mangallo, 2014).

Massa adsorben menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kadar FFA. Pada massa
10 gram arang aktif, kadar FFA lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan adsorben dengan 5
gram arang aktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya massa adsorben menyebabkan
luas permukaan lebih banyak sehingga kontak partikel absorben dengan molekul solute akan
lebih sering terjadi. Maka lebih banyak asam lemak bebas yang teradsorp (Okeola, 2011).

4.3 Hasil Identifikasi FAME dalam Biodiesel

Komposisi yang terdapat dalam biodiesel dapat diketahui berdasarkan uji Gas Chromatography-
Mass Spectrometry (GCMS). Hasil uji GCMS dapat dilihat dari gambar 4.3

Gambar 4.3 Hasil Uji GCMS Produk Biodiesel

Tabel 4.3 Hasil Uji GCMS Produk Biodiesel

Peak R. Time %Area Name


1 47.278 16.55 Hexadecanoic acid, 2-hydroxy-1,3-propanediyl ester
(CAS)
2 50.617 20.96 Cyclopropaneoctanoic acid, 2-[[2-[(2-
ethylcyclopropyl)methyl]cyclopropyl]methyl]-, methyl
ester (CAS)
3 50.685 2.54 3-Hydroxy-7,8-dihydro-.beta.-ionol
4 50.785 49.02 DI-(9-OCTADECENOYL)-GLYCEROL
5 50.905 1.99 Patchouli alcohol
6 50.935 0.91 3-Chloro-4-(dichloromethyl)-5-hydroxy-2(5H)-furanone
7 51.393 8.04 Octadecanoic acid, 2-hydroxy-1,3-propanediyl ester
(CAS)

Analisa GCMS dilakukan pada biodiesel dari minyak jelantah dengan 5% katalis CaO,
perbandingan metanol 15:1, suhu reaksi 50oC, waktu reaksi 2 jam didapatkan yield 86,4%.
Sehingga diketahui berbagai jenis metil ester untuk biodiesel dapat diketahui. Maka didapatkan
senyawa metil ester antara lain Hexadecanoic acid dengan retention time 42.278 menit dan area
16,55% (peak no 1), Cyclopropaneoctanoic acid dengan retention time 50.617 menit dan area
20.96% (peak no 2) dan Octadecanoic acid dengan retention time 51,393 menit dan area 8,04%
(peak no 7). Sehingga didapat total metil ester adalah 45,55%. Senyawa lain yang terukur adalah
gliserol 49,02 % (peak no 4), alkohol 1,99% (peak no 5), dihydro-beta-ionol 2,54% (peak no 3)
dan 2(5H)-furanone 0,91% (peak no 6).

Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Farooq (2014) biodiesel dengan
bahan baku minyak jelantah dengan katalis CaO 5%w dari tulang ayam selama 4 jam, suhu 65oC
dan perbandingan methanol:minyak 15:1 didapatkan yield 89,33% dengan komposisi 97,91%
metil ester. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan Istadi (2015), biodiesel dengan
bahan baku minyak kedelai dengan katalis K2O/CaO-ZnO 2%w selama 4 jam, suhu 60 oC
dengan perbandingan methanol: minyak 15:1 didapat yield 81,08% dengan komposisi 100%
metil ester. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dapat
dilakukan pada suhu 60-65oC selama 4 jam dengan perbandingan methanol:minyak 15:1.

Perbedaan komposisi metil ester dikarenakan transesterifikasi belum mencapai waktu


reaksi optimumnya. Menurut Lee (2015) waktu optimum untuk katalis heterogen CaO adalah 4-6
jam. Konversi maksimal didapat setelah melewati 6 jam dan menurun pada jam ke 7. Pada 3 jam
awal, transfer massa katalis heterogen berjalan lambat pada waktu reaksi yang pendek. Sehingga
konversi biodiesel yang didapat rendah.
Komposisi gliserol yang tinggi disebabkan oleh perbandingan molar methanol:minyak
yang besar. Menurut Lee (2015) perbandingan dengan konversi maksimal didapat saat
perbandingan methanol:minyak 12:1. Pada perbandingan yang tinggi, gliserin akan larut dalam
methanol berlebih sehingga akan mengurangi jumlah methanol dan menghambat reaksi antara
reaktan dan katalis yang menghasilkan konversi biodiesel yang kecil. Polaritas reaksi meningkat
dan kelarutan gliserol dalam biodiesel juga meningkat. Hal tersebut membuat biodiesel sulit
dipisahkan dengan gliserol (Ayetor, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, T., Shabrina, D., dan Pratiwi, R.N. 2016. Penurunan Kadar FFA dan Warna Minyak
Jelantah Menggunakan Adsorben dari Biji Kurma dan Kulit Salak. Jurnal Teknik Kimia No.3
Vol. 22 Hal. 49-53.

Istadi, Prasetyo, S.A., amd Nugroho, T.S. 2015. Characterization of K2O/CaO-ZnO Catalyst for
Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel. Procedia Environmental Sciences Vol 23 pp.
394-399.

Farooq, M., Ramli, A. and Naeem, A. 2014. Biodiesel Production from low FFA Waste Cooking
Oil using Heterogeneous Catalyst derived from Chicken Bones. Renewable Energy Vol 76 pp.
362-368.

Lee, S.H., Wong, Y.C., Tan, Y.P. and Yew, S. Y. 2015. Transesterification of Palm Oil to
Biodiesel by Using Waste Obtuse Horn Shell-derived CaO Catalyst. Energy Conversion and
Management Vol 93 pp 282-288.
Ayetor, G.K., Sunnu, A. and Parbey, J. 2015. Effect of Biodiesel Production Parameters in
Viscosity and Yield of Methyl Esters: Jatropha curcas, Elaeis guineensis and Cocos nucifera.
Alexandria Engineering Journal Vo 54 pp. 1285-1290.

Anda mungkin juga menyukai