PAJAK PENGHASILAN
ORANG PRIBADI
Blog: : https://amriutama.blogspot.co.id
No. HP : 081367226655
2
DASAR HUKUM
• PERATURAN PEMERINTAH
• PERATURAN MENKEU
• PERATURAN DIRJEN PAJAK
3
PAJAK PENGHASILAN (PPh)
Pasal 1
ADALAH
4
SUBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (1)
- ORANG PRIBADI
BADAN
5
SUBJEK PAJAK
Pasal 2 ayat (2)
SUBJEK PAJAK
6
SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
Pasal 2 ayat (3)
ORANG PRIBADI :
- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA
LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU
- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI
INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT
TINGGAL DI INDONESIA
BADAN
YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
INDONESIA
7
SUBJEK PAJAK
LUAR NEGERI
Pasal 2 ayat (3)
ORANG PRIBADI :
- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA
KURANG DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU
- TIDAK TINGGAL DI INDONESIA
- TIDAK BERNIAT TINGGAL DI INDONESIA
8
Bentuk Usaha Tetap Bagi OP
SPLN
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
9
Perlakuan Perpajakan Bentuk
Usaha Tetap
Yang menjadi Objek Pajak BUT Adalah :
1. Penghasilan dari usaha dan atau kegiatan BUT tsb dan dari harta
yang dimiliki atau dikuasai. (ATTRIBUTION INCOME)
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha, atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis yang
dilakukan oleh BUT di Indonesia. (FORCE OF ATTRACTION
INCOME)
3. Penghasilan sebagaimana dalam pasal 26 yang diterima atau
diperoleh oleh Kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara BUT dengan harta atau kegiatan yamg memberikan
penghasilan dimaksud. (EFFECTIVELY CONNECTED INCOME)
Pengurangan Biaya
Dikenakan Tarif Pasal 17 UU PPh
10
Non subjek PPh OP
Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
11
Warisan Belum Terbagi
Ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai SPDN
12
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)
PENGHASILAN
13
PENGHASILAN
OBYEK
PAJAK
DIBAYAR Tahun Berjalan =
SENDIRI Kredit Pajak.
Pada akhir tahun
PPh Dihit. kembali
Tidak FINAL
atas seluruh
(Pasal 4 ayat 1) pengghasilan
PEMOTONGAN
setahun.
DIBAYAR
SENDIRI
Th Berjalan =
FINAL Pelunasan Pajak
(Pasal 4 ayat 2)
PEMOTONGAN
Penghasilan Dalam
Negeri
Penghasilan Luar
Negeri
15
Sumber Penghasilan DN
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada
Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
penghasilan dari usaha dan kegiatan misal usaha dagang , jasa
pekerjaan bebas yaitu orang pribadi yang mempunyai keahlian
khusus misal praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,
dan sebagainya;
penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja seperti gaji,
honorarium, penghasilan
penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan
penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha;
dan
penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
16
Penghasilan Luar Negeri
17
Penghasilan yang menjadi objek PPh :
18
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
19
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
keuntungan selisih kurs mata uang asing;
selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
20
premi asuransi;
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
surplus Bank Indonesia.
21
Obyek PPh Final
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
penghasilan berupa hadiah undian;
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
penghasilan tertentu lainnya,
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
22
Karakteristik Obyek PPh Final
23
PENGHASILAN TERTENTU YANG PENGENAAN PAJAKNYA
TELAH DIATUR DGN PERATURAN PEMERINTAH (PP)
25
Bukan Obyek Pajak
a. Pasal 4 ayat 3:
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
26
Bukan Obyek Pajak
b. warisan;
c. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan
oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara
final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan
khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU
PPh;
d. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
27
Bukan Obyek Pajak
28
Beasiswa yang merupakan
bukan obyek PPh
Penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara
Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan
formal dan/atau pendididikan nonformal yang dilaksanakan di dalam negeri
dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.
Pendidikan formal yang dimaksud adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
Pendidikan nonformal yang dimaksud adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Ketentuan tsb tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan
istimewa dengan : 1) Pemilik; 2) Komisaris; 3) Direksi; atau 4) Pengurus, dari
Wajib Pajak pemberi beasiswa.
Komponen beasiswa tsb terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah
(tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang
diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai
dengan daerah lokasi tempat belajar.
29
Penghitungan Penghasilan Neto
Biaya2/
Ph Bruto Norma
Ph. Netto
Penghitungan
30
Penghitungan Penghasilan Neto
31
Norma Perhitungan Penghasilan
Neto
Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya
dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan
pencatatan
Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan.
32
Pembukuan dan Pencatatan
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia
wajib menyelenggarakan pembukuan
Dikecualikan dari kewajiban pembukuan :
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
(Omzet Max 4,8 M/Thn)
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
33
Pembukuan dan Pencatatan
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus
diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik
dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya.
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas
dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas
34
Pembukuan dan Pencatatan
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan
mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan
biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang.
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.
35
Penyimpanan Dokumen
36
Pencatatan
Pencatatan harus diselenggarakan secara
teratur dan mencerminkan keadaan yang
sebenarnya dengan menggunakan huruf
latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan disusun dalam bahasa Indonesia.
Pencatatan dalam satu tahun harus
diselenggarakan secara kronologis.
Catatan dan dokumen yang menjadi dasar
pencatatan harus disimpan di tempat tinggal
Wajib Pajak selama 10 (sepuluh)
37
Pencatatan
Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan
secara kronologis
Pencatatan harus dapat menggambarkan antara lain:
1) Jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau
diperoleh;
2) Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis
usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat
menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis
usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
Wajib Pajak Orang pribadi juga harus menyelenggarakan
pencatatan atas harta dan kewajiban.
38
Penentuan PTKP
39
Penentuan PTKP
40
Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
Mulai 1 Januari Mulai 1 Januari
Kondisi 2015 2016
WP Kawin +
Mulai Mulai
Penghasilan Istri Kode
1 Januari 2013 1 Januari 2015
Digabung
0 Tanggungan K/I/0 50.625.000 75.000.000
1 Tanggungan K/I/1 52.650.000 78.000.000
2 Tanggungan K/I/2 54.675.000 81.000.000
3 Tanggungan K/I/3 56.700.000 84.000.000
• Pasal 7 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983 s.t.t.d. UU No. 36 Tahun 2008
• Pasal 1 PMK 122/pmk.010/2015
43
hubungan keluarga baik sedarah maupun
semenda dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan atau kesamping satu derajat.
- Ayah - Mertua
- Ibu - Anak Tiri
- Anak
- Anak Angkat
Sedarah Kakak/Adik Ipar Semenda
44
Contoh perhitungan ptkp:
46
Penghasilan Keluarga
Sistem pengenaan pajak berdasarkan UU PPh
menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan
ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari
seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu
kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan
kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga.
47
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN
Pasal 8 ayat (1)
KECUALI
1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH
DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh PASAL 21,
DAN
2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA
LAINNYA
48
Pemisahan Penghasilan
Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah
apabila :
suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan
hakim;
dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri
berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan; atau
dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya
sendiri.
49
Penghasilan Anak
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber
penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung
dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama.
50
Tarif PPh WP Orang Pribadi
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp) Tarif
51
Perhitungan PPh WP
Orang Pribadi
52
Type WP Orang Pribadi
WP Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha/
pekerjaan bebas.
Pegawai Negeri Sipil/TNI/ABRI
Pegawai Swasta
Pensiunan
53
Norma Perhitungan Penghasilan
Neto
Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya
dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan
pencatatan
Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan.
54
PENYESUAIAN BATAS PENGGUNAAN NORMA
PERHITUNGAN BAGI WP ORANG PRIBADI DN.
( Pasal 14 UNDANG-UNDANG No. 36 Tahun 2008-PPh)
55
3. WAJIB PAJAK YANG AKAN MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGAN DIMAKSUD HARUS MEMBERITAHUKAN
KE KANTOR PELAYANAN PAJAK SETEMPAT DALAM TEMPO 3 (TIGA) BULAN PERTAMA DARI TAHUN PAJAK
YANG BERSANGKUTAN, ( CONTOH UNTUK TAHUN PAJAK 2009 SELAMBAT-LAMBATNYA TGL 31 MARET 2009)
SETELAH DILAKUKAN
PEMERIKSAAN.
SETELAH DIPERHITUNG
KAN DG UTANG PAJAK KELEBIHAN PEMBA
BERIKUT SANKSINYA YARAN PAJAK
DIKEMBALIKAN
PASAL 28 A
58
APABILA PAJAK YANG
TERUTANG UNTUK
SUATU TAHUN PAJAK
TERNYATA
LEBIH BESAR KREDIT
DARI PADA
PAJAK
SEBAGAIMANA DIMAKSUD
DALAM PASAL 28 AYAT (1)
60
Jenis-Jenis SPT PPh Orang Pribadi
BAGI ORANG PRIBADI YANG PENGHASILANNYA BERSUMBER
ANTARA LAIN DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS,
SEPERTI DOKTER PRAKTEK, PENGACARA, PEDAGANG,
1770 PENGUSAHA, BIRO JASA, KONSULTAN DAN LAIN-LAIN YANG
PEKERJAANNYA TIDAK TERIKAT.
BAGI ORANG PRIBADI YANG SUMBER PENGHASILANNYA DIPEROLEH
DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DAN MEMLIKI PENGHASILAN
LAINNYA YANG BUKAN DARI KEGIATAN USAHA DAN/ATAU
PEKERJAAN BEBAS.
1770 S CONTOHNYA KARYAWAN, PNS, TNI, POLRI, PEJABAT NEGARA, YANG
MEMILIKI PENGHASILAN LAINNYA ANTARA LAIN SEWA RUMAH,
HONOR PEMBICARA/PENGAJAR/PELATIH DAN SEBAGAINYA
61
Formulir SPT Tahunan bagi Suami Istri yang memiliki NPWP
Terpisah (melaksanakan hak dan kewajibannya sendiri-sendiri &
penghasilan di atas 60 juta setahun)
FORMULIR FORMULIR
SUAMI ISTRI KETERANGAN
SPT SUAMI SPT ISTRI
63
Form 1770-SS
Digunakan untuk :
WP Orang Pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha/ pekerjaan bebas,
Memperoleh Penghasilan hanya dari
satu pemberi kerja Maksimal 60Jt/thn,
dan
Tidak memperoleh penghasilan lain,
kecuali penghasilan bunga bank
dan/atau bunga koperasi
64
Form 1770
Digunakan untuk :
WP OP yang melakukan kegiatan usaha
/ Pekerjaan Bebas
Baik menyelenggarakan pembukuan
Maupun menggunakan Norma
perhitungan penghasilan neto
65
Form 1770-S
Digunakan oleh WP selain ,
yang menggunakan SPT 1770-SS
yang menggunakan SPT 1770
Yaitu :
WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan
bebas
WP yang memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja
dan memperoleh penghasilan lain selain bunga bank
dan/atau bunga koperasi, baik yang merupakan obyek PPh
Final maupun obyek PPh tidak final
WP yang memperoleh penghasilan yang berasal dari lebih
dari satu pemberi kerja
Penghasilannya lebih dari 60Jt
66
WP OP yang tidak melakukan
Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas
67
WPOP yang tidak memperoleh
penghasilan lain
WP Orang Pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha/ pekerjaan bebas.
Memperoleh Penghasilan hanya dari satu
pemberi kerja
Tidak memperoleh penghasilan lain, kecuali
penghasilan bunga bank dan/atau bunga
koperasi
Penghasilan maksimal 60 Jt/thn
68
Kewajiban Pajak
Tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak sendiri
setiap bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh
seubungan dengan pekerjaan.
Tidak memiliki kewajiban untuk membuat laporan (Surat
Pemberitahuan Masa) ke Kantor Pelayanan Pajak setiap
bulan.
Pemberi kerja (Pemberi penghasilan) Wajib untuk
memotong pajak atas penghasilan sehubungan yang
dibayarkan / terutang kepada WPOP tsb (pegawai /
Penerima Pensiun) PPh 21
WPOP tsb wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan (Form
1770-SS
Tidak terdapat PPh Kurang/Lebih Bayar *)
69
Pengisian SPT 1770-SS
Formulir SPT Tahunan yang digunakan
form SPT 1770-SS (Sangat Sederhana)
Formulir tsb hanya terdiri dari ½ halaman
folio
Hanya mengisi jumlah harta & kewajiban
pada akhir tahun
Lampiran 1721-A1 atau 1721-A2
Lampiran Daftar Keluarga –jika ada-
70
Form 1770-SS
71
WP OP yang melakukan Kegiatan
Usaha/Pekerjaan Bebas
72
WP OP yang tidak wajib
menyelenggarakan pembukuan
73
FORMULA PENGHITUNGAN PPh OP
74
Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
WPOP tsb Wajib memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan.
WPOP wajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimana
dimaksud dalam UU KUP.
Apabila WPOP tsb tidak memberitahukan kepada Dirjen Pajak
untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan.
75
Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
Norma Penghitungan penghasilan Neto
sebagaimana diatur dalam KEP-536/PJ./2000 tgl 29
Desember 2000
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan
Pontianak;
ibukota propinsi lainnya;
daerah lainnya.
76
Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
Daftar Persentase Penghasilan Neto adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I KEP-
536/PJ./2000
Penghitungan penghasilan neto WPOP yang
mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau
pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-
masing jenis usaha dengan memperhatikan
pengelompokan wilayah
Penghasilan neto WP yang mempunyai lebih dari
satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan
neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan
bebas
77
Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung
dengan cara mengalikan angka persentase
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan
peredaran bruto atau penghasilan bruto dari
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1
(satu) tahun.
Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan
yang terutang oleh WPOP, sebelum dilakukan
penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung
Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan
PTKP.
78
KAMU Masih
Bingung ???
79
Contoh
Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia
seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki
industri rotan di Cirebon.
Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon Rp.
400.000.000,00
Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp.
720.000.000,00
Penghasilan neto dihitung sebagai berikut :
Dari industri rotan :
12,5% X Rp. 400.000.000,00 = Rp. 50.000.000,00
Sebagai dokter :
45% X Rp. 720.000.000,00 = Rp. 324.000.000,00
jumlah penghasilan Neto Rp. 374.000.000,00
80
Contoh
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 374.000.000,00 - Rp.
21.120.00000 = Rp. 352.880.000,00
Pajak penghasilan yang terutang :
5% X Rp. 50.000.000,00 Rp. 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00
25% x Rp 102.880.000 Rp 25.720.000,00
Jml PPh Terutang Rp 58.220.000,00
Catatan :
a. Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100
b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213
c. Istri tidak punya penghasilan.
81
WP OP yang wajib
menyelenggarakan pembukuan
82
BAGAIMANA
MENGHITUNG JUMLAH SELURUH PENGHASILAN BRUTO XXXX
PAJAK?
BIAYA XXXX
(-)
JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL
XXXX
KOREKSI FISKAL
POSITIF XXXX
NEGATIF (XXX)
(+)
ZAKAT XXXX
PTKP XXXX (-)
PENGHASILAN KENA PAJAK XXXX
PPh TERHUTANG XXXX
PPh DIPOTONG / TELAH DIBAYAR SENDIRI XXXX
83
WAJIB PAJAK OP
Pembukuan
Laporan R/L
Laba Komersial
Penghasilan Biaya
KOREKSI
FISKAL
LABA FISKAL
POSITIF NEGATIF
Berakibat Berakibat Dasar
menambah Laba mengurangi Laba Perhitungan
Fiskal Fiskal Pajak
Penghasilan
Di SPT Tahunan 84
Penghitungan penghasilan neto
85
Biaya 3 M
86
Biaya 3 M
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu :
Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)
tahun dan
Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)
tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya
gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah
dan sebagainya.
Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui
penyusutan atau melalui amortisasi.
Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian
karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-
kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
87
Deductable Expenses
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain:
biaya pembelian bahan;
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
bunga, sewa, dan royalti;
biaya perjalanan;
biaya pengolahan limbah;
premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
biaya administrasi; dan
pajak kecuali Pajak Penghasilan;
88
Deductable Expenses
Biaya-biaya yang dimaksud dalam point a di atas lazim
disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada
tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai
biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Dengan demikian pengeluaran-pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan
sebagai biaya
89
Deductable Expenses
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
11A UU PPh;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
90
Deductable Expenses
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang
negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu;
91
Deductable Expenses
h. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
i. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
j. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah; dan
l. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
92
Non Deductable Expenses
a. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali untuk
industri tertentu yang diatur berdasarkan PMK
b. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan;
c. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
93
Non Deductable Expenses
d. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
e. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m UU PPh
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah
94
Non deductable Expenses
f. Pajak Penghasilan;
g. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya;
h. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan
i. Biaya untuk mendapatkan,menagih dan
memelihara penghasilan yang telah dikenakan PPh
Final & bukan obyek Pajak
95
KOMPENSASI KERUGIAN
96
Mereka Kita Coba
Paham Soal
Belum Ya... yukkkk
97
Contoh
WP A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar
Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah).
Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal WP A sebagai
berikut :
2010 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp 800.000.000,00
98
Kompensasi Kerugian
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010 Rp 200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2011 (Rp 300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2012 Rp NIHIL (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2013 Rp 100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2014 Rp 800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp 100.000.000,00)
99
Kompensasi Kerugian
100
Zakat
101
Penyesuaian Fiscal
Penyesuaian fiskal dimaksudkan untuk menyesuaikan
penghasilan neto komersial menjadi penghasilan neto
fiskal. Penghasilan neto fiskal ini merupakan dasar
pengitungan Pajak Penghasilan Terutang. Penyesuaian
fiskal dilakukan atas penghasilan Orang Pribadi yang
berasal dari usaha dan atau pekerjaan bebas
Dasar penyelenggaraan pembukuan Orang Pribadi yang
melakukan usaha dan atau pekerjaan bebas biasanya
adalah Standar Akuntansi Keuangan. Oleh karena itu,
untuk menyesuaikan jumlah penghasilan, sebagai dasar
penghitungan Pajak Penghasilan Terutang, pembukuan
orang pribadi tersebut harus disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
102
Koreksi Fiskal
104
Contoh Koreksi Fiscal Negatif
105
PTKP
106
Penentuan PTKP
107
Tarif PPh WP Orang Pribadi
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp) Tarif
108
Tarif PPh WP Orang Pribadi
109
Kredit Pajak
Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang
terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang
bersangkutan, berupa :
pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22;
pemotongan pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti,
sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23;
pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri
yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25;
pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (5).
110
PPh Lebih Bayar/ PPh pasal 28A
111
PPh Kurang Bayar/PPh Pasal 29
112
Kredit Pajak Luar Negeri
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang
pajak atas seluruh penghasilan, termasuk
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri.
Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat
terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh di luar negeri, Pasal 24
UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya
pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
dalam negeri.
113
Kredit Pajak Luar Negeri
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak
yang terutang berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak
yang sama
Besarnya kredit pajak Luar Negeri adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi
tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang
dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau
dikembalikan, maka pajak yang terutang harus ditambah
dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau
pengembalian itu dilakukan
114
Kredit Pajak Luar Negeri
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang
di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
Contoh:
115
Kredit Pajak Luar Negeri
Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan Z Inc US$ 100,000.00
Corporate income tax atas Z Inc.: (48%) US$ 48,000.00 (-)
Laba Bersih Z Inc (setelah PPh) US$ 52,000.00
Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760.00 (-)
Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00
116
Kredit Pajak Luar Negeri
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan,
sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat
badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan
atau bertempat kedudukan;
penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang
membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut
bertempat kedudukan atau berada;
penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta
tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak;
penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
117
Kredit Pajak Luar Negeri
penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha
tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat
lokasi penambangan berada;
keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat
harta tetap berada; dan
keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu
bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
berada.
118
Kredit PPh Pasal 24
DIKURANGI
DIBAGI
12 (DUA BELAS) ATAU BANYAKNYA BULAN DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK
120
CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh 25
121
ANGSURAN BULANAN UNTUK BULAN SEBELUM
BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
Pasal 25 ayat (2)
CONTOH :
122
MATERI
DIDOWNLOAD DI
SINI
123