Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR PRODUKSI

PADA USAHATANI PADI SAWAH DI BENGKULU

Hamdan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
dhan_firas@yahoo.co.id

ABSTRAK

Berbagai permasalahan yang dihadapi subsektor tanaman pangan menyebabkan terjadinya penurunan produksi
padi di Bengkulu. Kondisi iklim global, degradasi lahan, akses terhadap input usahatani yang semakin sulit menyebabkan
turunnya motivasi pahlawan pangan dalam mengelola usahataninya. Lebih lanjut, pelandaian produksi yang terus terjadi
menyebabkan perubahan orientasi usahatani utama, misalnya dari tanaman pangan ke tanaman perkebunan. Kondisi ini
dipengaruhi oleh pengelolaan usahatani dan alokasi sumberdaya yang belum efektif dan ekonomis. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui alokasi sumberdaya dalam usahatani padi dan pengaruhnya terhadap tingkat
produksi. Selain itu juga perlu diperoleh alokasi ekonomis dari penggunaan sumberdaya tersebut. Penelitian ini dilakukan di
3 kabupaten yaitu Seluma, Bengkulu Selatan, dan Bengkulu Utara. Analisis data menggunakan fungsi produksi Cobb-
Douglas yang diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan fungsi keuntungan yang diturunkan dari fungsi
produksi tersebut. Hasil analisis regresi menunjukkan pengaruh penggunaan benih, pupuk urea, dan pupuk NPK yang
signifikan terhadap produksi padi. Secara ekonomi penggunaan input benih, pupuk urea, dan pupuk NPK belum optimal.
Penambahan penggunaan masing-masing input masih memungkinkan untuk meningkatkan produksi padi sawah.
Kata kunci: faktor produksi, efisiensi, padi, sawah, usahatani

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan pengerak utama pembangunan di wilayah Provinsi Bengkulu.


Share Produk Domestik Regional Bruto sektor pertanian atas dasar harga berlaku dalam 10 tahun
terakhir mencapai 33%, tahun 2002 sebesar Rp 2,02 triliun dan tahun 2011 naik menjadi Rp 5,95
triliun dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 11,39% per tahun. Subsektor tanaman pangan
merupakan penyumbang terbesar dengan nilai mencapai Rp 3,71 triliun (62,38%) dikuti subsektor
sebesar Rp 1,58 triliun (26,60%), dan subsektor peternakan sebesar Rp 0,65 triliun (11,02%) (BPS
2011).
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Agustus 2011 yang dimuat dalam
publikasi Bengkulu Dalam Angka 2012 oleh BPS Provinsi Bengkulu, mayoritas penduduk Bengkulu
berusia 15 tahun keatas bekerja di sektor pertanian (52.24%), kemudian di sektor
Perdagangan(18.43%), Jasa-jasa lainnya (15.34%), Konstruksi (4.99%), Angkutan dan komunikasi
(3%), Industri(2.9%), Bank dan Lembaga (1.69%), Pertambangan (1.09%) dan paling sedikit di sektor
listrik danair minum (0.32%). Penduduk Provinsi Bengkulu pada tahun 2011 berjumlah 1.742.080
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.67%.
Salah satu komoditas pertanian yang diharapkan dapat bergerak positif dalam hal
peningkatan produksi dan pendapatannya adalah padi. Kerberlanjutan produksi padi sangat penting
untuk dijaga mengingat perannya sebagai bahan pangan pokok, juga merupakan komoditas strategis
dalam menjaga ketahanan pangan. Peningkatan produksi padi hanya dapat dilakukan dengan
pengelolaan usahatani yang baik dengan dukungan teknologi serta jaminan ketersediaan sarana
produksi pertanian seperti benih/bibit unggul, pupuk dan obat-obatan.
Upaya untuk meningkatkan produksi pertanian (padi) telah banyak dilakukan baik oleh
pemerintah melalui lembaga-lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi.
Akan tetapi didalam pelaksanaannya diperoleh fakta bahwa masih terjadi perbedaan yang tinggi
antara potensial produksi padi berbeda dengan hasil yang diperoleh petani. Perbedaan hasil umumnya
disebabkan oleh faktor sosial ekonomi dan faktor teknis. Faktor sosial ekonomi yaitu kondisi
keterbatasan petani untuk menggunakan inovasi teknologi budidaya, seperti pengetahuan, akses
terhadap sumber modal, pemasaran, prasarana transportasi, irigasi. Sedangkan faktor teknis
ketersediaan air irigasi, kondisi kesuburan lahan, hama dan penyakit tanaman. Faktor-faktor ini akan
menjadi pertimbangan bagi petani dalam mengalokasikan input seperti bibit, pupuk, tenaga kerja, dan
obat-obatan.
Hasil penelitian yang dilakukan Notarianto (2011); Effendy (2010); Brits (2008) dalam
Effendy (2010); Moses & Adebayo (2007); menyebutkan variabel yang pengaruh secara signiifikan
terhadap produksi padi adalah luas lahan, jumlah benih, pupuk, tenaga kerja terhadap produksi padi
sawah. Mahananto, et.al (2009), penggunaan pestisida, jarak lahan garapan dengan rumah petani, dan
sistem irigasi. Sedangkan Basorun & Fasakin (2012), menyebutkan status pernikahan petani padi, luas
lahan ditanami, ketersediaan pasar padi, jumlah buruh yang terlibat dalam produksi dan penggunaan
agro-kimia.
Usahatani padi sawah tidak hanya sebagai penghasil bahan makanan tetapi juga mempunyai
nilai multifungsi yang menghasilkan jasa lingkungan. Jasa lingkungan dari kegiatan usahatani antara
lain penyedia lapangan kerja dan penyangga ketahanan pangan (Irawan at al. 2006). Oleh karenanya
perlu pengelolaan yang tepat dengan menggunakan faktor produksi secara efisien guna meningkatkan
produksi dan menjaga keberlanjutan produksi. Penggunaan faktor produksi yang tidak efisien dalam
usahatani padi sawah akan mengakibatkan rendahnya produksi dan tingginya biaya, dan pada
akhirnya mengurangi pendapatan petani. Bagi petani kegiatan usahatani yang dilakukan tidak hanya
meningkatkan produksi tetapi bagaimana menaikkan pendapatan melalui pemanfaatan penggunaan
faktor produksi.
Pengelolaan input produksi harus mempertimbangkan prinsip optimalisasi guna pencapaian
produksi yang tinggi dengan alokasi input yang efisien dan efektif. Menurut Soekartawi (2001),
efisien ini dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (efisiensi
harga), dan efisiensi ekonomi. Petani sebagai entrepreneur akan bertindak secara rasional dan logis
dalam pengelolaan usahataninya. Sumberdaya yang terbatas akan dimanfaatkan oleh petani secara
efisien guna memperoleh keuntungan yang maksimum. Akan tetapi karena keterbatasan ekonomi,
pengetahuan usahatani maka tingkat penggunaan sumberdaya secara optimal belum tercapai. Oleh
sebab itu dalam penelitian ini selain akan diteliti tentang pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi sawah juga akan diteliti tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

BAHAN DAN METODA

Penelitian dilakukan di daerah sentra produksi padi sawah Provinsi Bengkulu, yaitu di
Kabupaten Bengkulu Utara (Kecamatan Argamakmur, Kerkap dan Padang Jaya), Bengkulu Selatan
(Kecamatan Kedurang dan Seginim), dan Seluma (Kecamatan Seluma Selatan). Lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu daerah persawahan dengan irigasi yang mengalami
konversi lahan menjadi perkebunan. Pengumpulan data dilakukan dua tahap, yaitu bulan April 2011
sampai dengan Juli 2011 untuk Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Bengkulu Selatan dan Bengkulu
Utara bulan Mei 2012 sampai dengan Juni 2012 yang melibatkan 67 responden. Data yang
dikumpulkan adalah keragaan usahatani padi sawah pada periode tanam musim hujan (MH) dan
keragaan responden melalui wawancara dengan panduan kuesioner.

Analisis Data
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah menggunakan pendekatan
fungsi produksi Cobb-Douglas. Agar fungsi produksi di atas dapat ditaksir, maka persamaan tersebut
perlu ditransformasikan ke dalam bentuk linier sehingga menjadi:
LnY = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + … + β5LnX5 + ε ............................. 1
Di mana: Y = Produksi padi (kg)
X1 = Penggunaan bibit (kg)
X2 = Penggunaan pupuk Urea (kg)
X3 = Penggunaan pupuk NPK (kg)
X4 = Dummy variabel Penggunaan pupuk SP-36 (1= menggunakan; 0=tidak)
X5 = Dummy variabel (1= ada kendala; 0= tidak ada)
β0 = Intersep
β1… β5 = Koefisien regresi
ε = Error, faktor lain yang berpengaruh dan tidak tertampung dalam model
Pengujian Model
Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh kepastian tentang konsistensi model estimasi
yang dibentuk berdasarkan teori ekonomi yang mendasarinya. Pengujian dilakukan terhadap nilai R2
untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh variansi dari variabel tak bebas dapat dijelaskan oleh
variansi dari variabel bebas. F-hitung untuk melihat pengaruh variabel bebas yang digunakan secara
keseluruhan terhadap model yang dihasilkan dan uji dan t-hitung untuk untuk mengetahui koefisien
(peubah bebas X) yang berpengaruh nyata terhadap Y.

Uji Asumsi Klasik


Model regresi linier berganda (multiple regression) dapat disebut model yang baik jika
memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai apabila model yang
dihasilkan memenuhi Asumsi Klasik, yaitu uji normalitas, uji multikoliniertas, uji autokorelasi, dan
uji heteroskedastisitas (Juanda 2009).

Analisi efisiensi faktor produksi


Alokasi yang efisien dari input produksi dapat tercapai pada kondisi value marginal product
(NPMXi) sama dengan harga dari inputnya (pi). Nilai Produk Marginal dapat dihitung dengan
mengalikan marginal physical product (MPP) dengan harga satu-satuan unit produksi yang dihasilkan
(Py), dengan formula sebagai berikut:
𝑌
𝑀𝑃𝑃𝑋𝑖 = 𝛽𝑖 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .2
𝑋 𝑖
𝑉𝑀𝑃𝑋𝑖 = 𝑀𝑃𝑃𝑋𝑖 . 𝑃𝑌 …………………………………… 3
Dimana: MPPXi = Marginal Physical Product dari Xi
𝑌 = Geometrik mean dari output
𝑋𝑖 = Geometrik mean dari input Xi
βi = Koefisien regresi masing-masing faktor produksi (Xi)

Indeks Efisiensi Faktor Produksi


Efisiensi penggunaan faktor produksi (efficiency index) ditentukan dengan cara
membandingkan Nilai Produksi Marginal (VMP) faktor produksi dengan harga faktor produksi yang
ditimbulkan, dengan faomula sebagai berikut:
𝑉𝑀𝑃𝑋𝑖
𝐸𝐼 = = 1 … … … … … … … . . … … … … … … … … … . .4
𝑃𝑋𝑖
Alokasi penggunaan faktor produksi tidak efisien dapat terjadi karena dua kemungkinan
yaitu: (1) alokasi masukan faktor produksi masih terlampau rendah atau (2) alokasi masukan faktor
produksi sudah terlampau tinggi. Menurut Soekartawi (2003) bahwa dalam kenyataan NPMxi tidak
selalu sama dengan Pxi, yang sering terjadi adalah (NPMxi/Pxi)>1, artinya penggunaan input X
belum efisien, untuk mencapai efisiensi maka input X perlu ditambah. (NPMxi/Pxi)<1, artinya
penggunaan input X tidak efisien, untuk menjadi efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani
Umur rata-rata responden tergolong pada kelompok usia produktif, yaitu rata-rata sekitar
48,37 tahun, secara fisik cukup potensial untuk mendukung aktivitas kegiatan usahatani padi yang
membutuhkan curahan tenaga yang banyak. Jumlah anggota keluarga rata-rata 2,78 jiwa (3
orang/KK), artinya pengelolaan usahatani umumnya hanya dilakukan oleh kepala keluarga dan 1
orang anggota keluarga (Tabel 1).
Tabel 1 Keragaan karakteristik petani responden padai sawah di Provinsi Bengkulu.
Variabel Kisaran Rata-rata
Umur KK (tahun) 27 - 83 48,37
Pendidikan KK (tahun) 0 -16 8,30
Tanggungan (jiwa) 1-6 2,78
Pengalaman usahatani padi (tahun) 1 - 50 19,57
Luas kepemilikan sawah (hektar) 0,14 – 4,00 0,70
Sumber : data primer (diolah), 2011.

Pengalaman rata-rata usahatani padi sekitar 19,57 tahun, artinya petani sudah sangat
memahami seluk beluk usahatani padi sehingga dapat mengelolanya secara efektif dan efisien.
Tingkat pendidikan bervariasi dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi dengan lama pendidikan
rata-rata 8,30 tahun (tidak menamatkan SMP). Tingkat pendidikan responden tergolong rendah,
faktor ini akan berpengaruh pada kemampuan adopsi teknologi dan kemampuan berinovasi serta
manajerial petani dalam berusahatani padi.

Keragaan Penerapan Teknologi Usahatani


Analisis usahatani diperlukan untuk mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan
sumberdaya yang ada (benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan input lainnya) secara efektif dan
efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan pada waktu tertentu. Secara umum analisis usahatani
dapat dilakukan secara finansial dan ekonomi. Secara finansial harga-harga yang menjadi patokan/
acuan adalah harga riil atau harga pasar (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata penggunaan input, biaya dan penerimaan usahatani padi per hektar di Provinsi
Bengkulu.
Variabel Jumlah Nilai (Rp) Alokasi biaya (%)

Output (kg) 4.062 12.250.528,-


1. Benih (kg) 47,84 191.523,- 3,00
2. Pupuk 18,03
- Urea (kg) 250,79 489.596,-
- SP-36 (kg) 85,36 209.698,-
- NPK (kg) 147,40 392.515,-
- Pupuk kandang (kg) 286,48 60.274,-
3. Pestisida
- Herbisida (liter) 0,95 49.819,- 3,34
- Insektisida (mililiter) 395,85 136.868,-
- Fungisida (mililiter) 54,34 26.659,-
4. Tenaga kerja (HOK)
- Tenaga kerja keluarga 29,29 885.472,- 65,67
- Tenaga kerja luar keluarga 21,10 630.187,-
- Tenaga borongan (olah tanah, tanam, - 2.673.270,-
panen)
5. Transportasi - 321.572,- 5,03
6. Irigasi - 321.027,- 5,03

Total 6.388.480,- 100,00


Pendapatan 5.862.048,-
Sumber: Data primer (diolah), 2011.

Pada Tabel 2.tergambar rata-rata produksi padi sebanyak 4,062 kg/ha dengan penerimaan
sebesar Rp 12.250.528,-/ha/musim. Alokasi biaya terbesar adalah untuk tenaga kerja sebesar Rp
4.188.929,-/ha atau 65,67 persen dan biaya untuk pembelian pupuk sebesar Rp 1.152.083,-/ha/musim
atau 18,03% dari total biaya produksi. Tingginya biaya tenaga kerja ini berasal dari sistem panen yang
dilakukan petani, biaya panen dibayarkan dalam bentuk natura dengan perhitungan 1:7 atau 1:8.
Artinya setiap 7 karung gabah bersih yang telah dikerjakan maka upahnya dibayarkan sebanyak 1
karung dengan berat per karung berkisar antara 45-50 kg GKP.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi
Hasil analisis terhadap penggunaan faktor produksi (input) dan pengaruhnya terhadap
produksi padi sawah menggunakan software SPSS 17 disajikan pada Tabel 3. Dimana berdasarkan
output SPSS, maka secara matematis dapat ditulis model regresi antara variabel produksi dengan
variabel yang mempengaruhinya dalam persamaan berikut:
LnY= 3,323 + 0,459LnX1 + 0,396LnX2 - 0,019LnX3 + 0,211LnX4 - 0,090LnX5

Model yang dihasilkan cukup baik, uji normalitas dengan melihat rasio Skewness dan
Kurtosis diperoleh nilai – 0,56 dan – 0,66. Nilai ini berada diantara -2,00 dan 2,00 maka dapat
disimpulkan distribusi data adalah normal (Santoso, 2000). Selanjutnya untuk uji autokorelasi
menggunakan uji Durbin-Watson (DW-Test), diperoleh nilainya 2,020 (nilai dU= 1,768, dan dL= 1,449
dengan derajat kepercayaan 5% dan 67 observasi serta 5 variabel penjelas). Nilai DW-Test berada
diantara dU sampai 4-dU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol (tidak ada autokorelasi).
Tabel 3 Hasil analisis regresi faktor produksi pada usahatani padi sawah di Provinsi Bengkulu.
Variabel β t sig VIF
(Constant) 3,323 9,842 0,000
Penggunaan benih (X1) 0,459 5,274 0,000*) 1.,478
Penggunaan pupuk urea (X2) 0,396 4,868 0,000*) 1,707
Penggunaan pupuk SP-36 (X3) -0,019 -0,256 0,799 1,101
Penggunaan pupuk NPK (X4) 0,211 2,918 0,005*) 1,664
Masalah Irigasi (X5) -0,090 -1,227 0,225 1,042
R Square 0,758
F-hitung 38,110
Durbin-Watson 2,020
Keterangan: *) Signifikan pada α = 0,01
Sumber : Data primer (diolah), 2011

Berdasarkan output SPSS pada Tabel di atas, maka secara matematis dapat ditulis model
regresi antara variabel produksi dengan variabel yang mempengaruhinya dalam persamaan berikut:
Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di
antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model. Untuk
mendeteksi apakah model regresi linier mengalami Multikolinearitas dapat diperiksa menggunakan
Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing veriabel independen, yaitu jika suatu variabel
independen mempunyai nilai VIF > 10 berarti telah terjadi multikolinearitas. Hasil analisis diperoleh
nilai VIF bi bawah 10, berarti tidak terdapat multikolinieritas dalam model. Untuk uji
Heteroskedatisitas dilakukan dengan Uji Glejser, hasil penggujian dengan program SPSS diperoleh
nilai variabel penjelas yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap residual sehingga dapat
disimpulkan model bebas dari masalah Heteroskedastisitas.
Nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 0,758, artinya 75,80% keragaman
produksi padi sawah dapat dijelaskan variabel Penggunaan benih (X 1), Penggunaan pupuk urea (X2),
Penggunaan pupuk SP-36 (X3), Penggunaan pupuk NPK (X4), dan Masalah Irigasi(X5), sedangkan
sisanya 24,20% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Nilai Fhitung diperoleh 38,11 dan nilai signifikan 0,000, artinya bahwa variabel-variabel yang
diduga secara keseluruhan berpengaruh terhadap produksi padi. Secara parsial variabel yang
berpengaruh secara significant adalah penggunaan benih (X1), penggunaan pupuk urea (X2), dan
penggunaan pupuk NPK (X4). Sedangkan penggunaan pupuk SP-36 dan kendala irigasi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi.
Penggunaan benih yang tepat secara kuantitas dan kualitasnya berpengaruh sangat besar
dalam keberhasilan usahatani. Faktor produksi benih berpengaruh signifikan terhadap produksi secara
positif, artinya setiap penambahan satu satuan input mampu menaikkan produksi sebesar 45,90%
dengan kondisi faktor lain tetap. Rata-rata penggunaan benih petani sebanyak 47,84 kg/ha, jumlah ini
jauh lebih tinggi dari yang direkomendasi sebanyak 30 - 35 kg/ha untuk cara pindah dan jajar legowo
35 - 40 kg/ha. Tingginya penggunaan benih disebabkan benih yang digunakan umumnya hasil
penangkaran sendiri dan dalam proses penyemaian belum dilakukan sesuai anjuran terutama luas
lahan semaian.
Penggunaan pupuk urea ditingkat petani sebanyak 250,79 kg/ha, jumlah ini lebih banyak
dibandingkan rekomendasi yaitu 228 kg/ha untuk Bengkulu Selatan, 192 kg/ha untuk Seluma dan 150
kg/ha untuk Bengkulu Utara (BPTP 2010). Secara statistik penambahan input pupuk urea masih
memungkinkan dengan nilai elatisitas sebesar 0,396, artinya penambahan 1 satuan input pupuk urea
akan menaikan produksi sebesar 39,60%.
Penggunaan rata-rata pupuk NPK sebanyak 147,40 kg/ha, lebih rendah dibandingkan
rekomendasi yaitu 174 kg/ha untuk Bengkulu Selatan, 186 kg/ha untuk Seluma dan 150 kg/ha untuk
Bengkulu Utara (BPTP 2010). Penambahan input pupuk NPK masih memungkinkan dengan nilai
elatisitas sebesar 0,211, artinya penambahan 1 satuan input pupuk NPK akan menaikan produksi
sebesar 21,10,60%.
Penggunaan pupuk oleh petani belum sesuai anjuran, hal ini disebabkan rendahnya
pengetahuan petani tentang pupuk dan waktu pengaplikasian yang tidak tepat. Selain itu faktor
ketersediaan ditingkat petani dan harga pupuk juga ikut mempengaruhi jumlah pupuk yang
digunakan.

Efisiensi Faktor Produksi


Pengukuran tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan nilai koefisien regresi dari masing-masing varabel bebas (input produksi), rata-rata
penggunaan input dan rata-rata harga input dan produksi (Tabel 4). Tingkat efisiensi penggunaan
input sangat dipengaruhi oleh kondisi bio-fisik lahan, pola dan kebiasaan usahatani.
Penggunaan faktor produksi benih sebanyak 47,84 kg/ha, memiliki efficiency index yang
lebih besar dari 1, artinya alokasi benih dalam jumlah tersebut belum efisien. Disarankan penambahan
penggunaan input benih, terutama dari sisi kualitas benih dan cara penyemaian karena sebagian besar
petani menggunakan benih hasil produksi sendiri tanpa proses seleksi yang baik. Anjuran penggunaan
benih sebanyak 20-25 kg dengan luas pembibitan 400 meter persegi (Badan Litbang, 2007).
Tabel 4 Hasil analisis efisiensi penggunaan faktor produksi padi sawah di Provinsi Bengkulu.
Variabel koef MPP NPM Indek efisien

Penggunaan benih 0,46 35,65 112.122,40 26,59


Penggunaan pupuk urea 0,40 6,07 19.073,09 9,62
Penggunaan pupuk NPK 0,21 5,92 18.614,45 6,98
Sumber: data primer (diolah), 2011.

Faktor produksi pupuk urea dan pupuk NPK memiliki nilai indek efisiensi lebih besar dari 1,
berarti penggunaan kedua faktor produksi pupuk ini masih dapat ditingkatkan pengggunaannya
dengan waktu pemupukan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tahap pertumbuhan tanaman untuk
memperoleh produksi yang optimum. Menurut Pirngadi dan Abdulrachman (2005) penggunaan NPK
15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha mampu menghasilkan 6,25 ton GKG. Pupuk diberikan diberikan
tiga kali, yaitu pada umur 7 hari setelah tanam (HST), 21 HST dan saat primordial bunga.
Hal sebaliknya diungkapkan oleh Dewi et.al (2012), penggunaan benih, pupuk urea, pupuk
NPK, pestisida, dan tenaga kerja dalam usahatani padi di Subak Pacung Babakan sudah tidak efisien,
artinya penggunaan input harus dikurangi untuk mencapai efisiensi usahatani.
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Teknologi budidaya pada usahatani padi sawah didaerah penelitan telah diadopsi oleh petani,
namun belum dilaksanakan sesuai rekomendasi sehingga produktivitas usahatani masih rendah,
yaitu 4,062 kg/ha/musim. Sedangkan biaya usahatani yang dibutuhkan cukup tinggi sehingga
keuntungan yang diperoleh juga relatif rendah sebesar Rp 5,862,048/ha/musim.
2. Hasil analisis regresi diperoleh pengaruh faktor penggunaan benih, penggunaan pupuk urea, dan
penggunaan pupuk NPK yang signifikat pada α=0,01 terhadap produksi padi. Sedangkan faktor
penggunaan pupuk SP-36 dan masalah ketersediaan air irigasi tidak berpengaruh terhadap
produksi padi. Secara teknis penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien, sehingga masih
ada peluang untuk meningkatkan produksi melalui penambahan faktor produksi tersebut.
3. Dalam upaya mempertahankan ketersediaan pangan dan keberlanjutan usahatani padi guna
meningkatkan pendapatan petani, maka disarankan peningkatan sosialisasi rekomendasi
teknologi budidaya yang telah dihasilkan dengan melibatkan penyuluh pertanian. Penekanan dari
sosialisasi ini adalah alokasi penggunaan input, seperti benih unggul, penggunaan pupuk sesuai
kebutuhan tanaman, serta penggunaan pestisida secara tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Basorun JO, Fasakin JO. 2012. Factors influencing rice production in Igbemo-Ekiti Region of
Nigeria. Journal of Agriculture, Food and Environmental Sciences ISSN 1934-7235 Volume 5,
Issue 1.
BPS Prov. Bengkulu. 2011. Provinsi Bengkulu dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi
Bengkulu. Bengkulu.
BPTP Bengkulu. 2010. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Bengkulu.
Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Pedoman
bagi Penyuluh Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Dewi IGAC, Suamba IK dan Ambarawati IGAA. 2012. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah.
Studi kasus di Subak Pacung Babakan Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. E-journal
Agribisnis dan Agrowisata vol. 1, no. 1.
Effendy 2010. Efisiensi Faktor Produksi dan Pendapatan Padi Sawah di Desa Masani Kecamatan
Poso Pesisir Kabupaten Poso. Jurnal Agroland 17 (3) :233 – 240.
Irawan, Sanim B., Siregar H. dan Kurnia U. 2006. Evaluasi Ekonomi Lahan Pertanian: Pendekatan
Nilai Manfaat Multifungsi Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
vol. 11 no. 3 hal 32-41.
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.
Mahananto, Sutrisno S dan Ananda C.F. 2009. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Padi
Studi Kasus di Kecamatan Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah. Wacana Vol. 12 No.1.
Moses J, Adebayo EF. 2007. Efficiency of factors determining rainfed rice production in Ganye Local
Government Area, Adamawa State. Jurnal Of Sustainable Development in Agriculture &
Environment Vol. 3.

Notarianto D. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Padi
Organik dan Padi Anorganik (studi kasus: Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen). [skripsi]
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang
Pirngadi K dan Abdulrachman S. 2005. Pengaruh Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. Jurnal Agrivigor 4 (3) hal 188-197.
Soekartawi. 2001. Ilmu Usahatani. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Santoso S. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai