Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Partus Prematurus Imminens (PPI) merupakan adanya suatu ancaman untuk


terjadinya persalinan prematur (preterm) atau persalinan pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu. Angka kejadian persalinan prematur pada umumnya adalah sekitar 6
– 10%. Menurut data dari World Health Organization (WHO), setiap tahunnya
terdapat kurang lebih 15 juta bayi lahir secara prematur dan angka ini terus meningkat
dari tahun ke tahun. Kesulitan utama dalam persalinan prematur adalah perawatan
pada bayi prematur, dimana semakin muda usia kehamilannya maka semakin besar
morbiditas dan mortalitasnya. Usia kehamilan dan berat bayi lahir berkaitan erat
dengan risiko kematian perinatal. Pada usia kehamilan 32 minggu dengan berat bayi
>1500 gram angka keberhasilan sebesar 85%, sedangkan pada usia kehamilan yang
sama dengan berat janin <1500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada usia
kehamilan <32 minggu dengan berat bayi <1500 gram angka keberhasilannya hanya
59%.1

Di Indonesia angka kejadian kelahiran bayi prematur berkisar sebesar 11,1%


pada tahun 2010 dan sebesar 10,2% pada tahun 2013. Sebanyak sepertiga dari seluruh
kelahiran preterm disebabkan oleh indikasi medis obstetrik di mana pada kondisi-
kondisi tertentu ini dianggap bahwa kehamilan tidak dapat dilanjutkan lagi dan harus
segera diselesaikan dini. Kondisi tersebut antara lain adalah kelainan medik dan
obstetrik seperti hipertensi, plasenta previa, dan solusio plasenta. Dua pertiga dari
sisanya tidak dapat dijelaskan secara rinci penyebabnya, namun beberapa teori
menyatakan adanya keterkaitan antara persalinan kurang bulan dengan kejadian
infeksi, iskemia, inflamasi dan respon imun pada jaringan khorioamnion dan
desidua.2

Persalinan prematur umumnya didiagnosis melalui gejala klinis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi (USG). Pecahnya selaput
ketuban yang terjadi pada usia kehamilan dibawah 37 minggu dengan disertai tanda-

1
tanda persalinan, yaitu adanya kontraksi uterus dan terjadi pembukaan serta penipisan
pada serviks, merupakan tanda awal terhadap terjadinya persalinan prematur.1,2
Sedangkan pecahnya ketuban pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa
diikuti tanda-tanda persalinan disebut dengan preterm prematur rupture of
membranes (PPROM) atau Ketuban Pecah Dini Prematur (KPDP).1

Permasalahan yang mungkin teriadi pada PPI, dimana dapat berujung


kelahiran bayi prematur, meliputi penyakit atau kelainan pada jangka pendek dan
jangka panjang, hingga kematian perinatal. Kelainan jangka pendek yang sering
terjadi yaitu Respiratory Distress Syndrome (RDS), defisiensi imunitas, gagal
tumbuh, dan patent ductus arteriosus, sedangkan kelainan jangka panjang dapat
berupa kelainan neurologik seperti serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga
dapat terjadi disfungsi neurobehavioral serta penyakit yang menyerang pernafasan.3

Diagnosis dan penatalaksanaan persalinan preterm yang baik dapat


menurunkan ancaman persalinan preterm dan menurunkan morbiditas janin.
Penatalaksanaan berdasarkan diagnosa dan temuan klinis yang ditemukan. Bila tanpa
adanya penyulit dan komplikasi, maka kehamilan akan dipertahankan hingga cukup
bulan. Sedangkan bila terdapat penyulit maka terminasi kehamilan dini menjadi
pilihan.4,5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Partus Prematurus Imminens (PPI)


Definisi dari persalinan prematur adalah timbulnya kontraksi reguler
uterus yang cukup untuk mengakibatkan dilatasi dan penipisan serviks yang
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan atau dengan perkiraan
berat badan janin kurang dari 2500 gram.6 Pada usia ini, janin dapat hidup tetapi
belum cukup bulan dan matang seutuhnya. Menurut World Health Organization
(WHO), definisi persalinan preterm atau prematur adalah setiap persalinan
dengan usia kehamilan 37 minggu atau kurang dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Berdasarkan hal tersebut, definisi dari partus prematurus iminens (PPI)
itu sendiri berarti adanya suatu ancaman terjadinya persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.2,4

2.2 Faktor Risiko


Dari berbagai faktor yang dapat menyebabkan persalinan preterm di
golongkan menjadi 2, yaitu dari janin dan maternal.1,5
a. Faktor janin, meliputi:
1. Perdarahan trimester awal
2. Perdarahan antepartum (plasenta previa, solutio plasenta, vasa previa)
3. Ketuban pecah dini
4. Pertumbuhan janin terhambat
5. Cacat bawaan janin
6. Kehamilan ganda (gemelli)
7. Polihidramnion

3
b. Faktor maternal, meliputi:
1. Penyakit berat pada ibu
2. Usia ibu saat hamil yang terlalu muda atau terlalu tua (< 17 tahun atau > 35
tahun)
3. Keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah
4. Berat badan ibu sebelum hamil yang terlalu rendah
5. Diabetes mellitus

2.3 Etiopatogenesis
Penyebab terjadinya PPI maupun persalinan preterm itu sendiri belum
diketahui secara pasti dan biasanya bersifat multifaktorial. Empat faktor risiko
utama persalinan preterm, yakni overdistensi uterus, stres maternal-fetal,
perubahan prematur serviks, dan infeksi.2
 Ovedistensi uterus
Overdistensi dapat diakibatkan oleh kehamilan kembar atau gemelli,
polihidramnion, dan janin besar (makrosomia). Overdistensi uterus mengaktifkan
contraction-activation protein (CAP) pada miometrium. Protein ini teraktivasi
akibat peregangan pada uterus, dimana semakin besar regangan uterus maka
semakin banyak protein tersebut dihasilkan. Protein tersebut dapat memengaruhi
aktivitas reseptor oksitosin dan peningkatan produksi prostaglandin. Overdistensi
uterus juga mengakibatkan aktivasi kaskade endokrin plasenta-fetal, dimana
terjadi peningkatan produksi corticotropine-releasing hormone (CRH) dan
peningkatan level estrogen yang dapat meningkatkan ekspresi gen pembentuk
CAP pada miometrium. Selain peningkatan kontraktilitas, overdistensi uterus
juga dapat memicu pematangan serviks yang lebih awal.2

 Stres maternal-fetal
Stres yang dimaksud yaitu suatu kondisi atau kejadian yang tidak
diharapkan yang mengganggu fungsi normal individu, baik itu stres fisik maupun
psikologis. Trimester akhir ditandai dengan peningkatan level serum dari CRH.
Hormon ini bekerja sama dengan adrenocorticotrophine hormone (ACTH) untuk

4
meningkatkan produksi hormon steroid maternal dan fetal, termasuk sintesis
kortisol. Peningkatan level hormon kortisol atau sering disebut hormone stres ini
mengakibatkan aktivasi kaskade endokrin plasenta-fetal yang tidak berakhir
hingga proses persalinan. Peningkatan level CRH juga menstimulasi sintesis
adrenal dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S) yang memiliki peran
meningkatkan kadar estrogen maternal, terutamanya estriol. Hipotesis
menyatakan bahwa peningkatan kadar kortisol dan estrogen selama masa
kehamilan dapat mengakibatkan hilangnya ketenangan uterus sejak dini.2

 Infeksi
Infeksi juga dapat memicu persalinan dikarenakan adanya proses
inflamasi oleh tubuh ibu yang dirangsang oleh pelepasan sel poli morfonuklear
(PMN) netrofil dan makrofag ke tempat infeksi, dan kemudian akan merangsang
produksi sitokin, matrix metaloproteinase (MMP), dan prostaglandin. Sitokin
juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asam arakidonat menjadi prostaglandin. Selain respon inflamasi dari tubuh ibu,
janin juga berperan dalam pengaktivasian sitokin melalui produksi faktor
pengaktif trombosit di paru dan ginjal janin. Faktor ini terlibat secara sinergis
dalam terjadinya aktivasi sitokin yang juga akan menginisiasi persalinan yang
disebabkan oleh infeksi bakterial. Jadi, di satu sisi sebenarnya pelepasan faktor
ini menguntungkan janin karena dapat melepaskan diri dari lingkungannya yang
terinfeksi, tetapi janin dapat terlahir secara prematur.5
Perbedaan yang terlihat adalah kadar protease yang meningkat terutama
pada persalinan preterm daripada persalinan aterm (cukup bulan). Adapun enzim
protease ini berperan dalam degradasi matriks ekstraseluler pada selaput ketuban
dengan menghasilkan suatu enzim MMP-9 yang dapat menyebabkan ketuban
pecah dini. Beberapa flora juga dapat menghasilkan protease seperti
Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas vaginalis yang akan
menyebabkan degradasi membran dan melemahkan selaput ketuban. Sitokin dari
respon inflamasi juga berperan dalam produksi prostaglandin E2 oleh sel korion
yang dapat mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan

5
aktifitas enzim metaloproteinase dan selanjutnya akan memicu pecah ketuban
yang akan diikuti dengan persalinan.2,3
Ibu hamil dengan infeksi, terutama yang menginfeksi cairan amnion
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami korioamnionitis dan ketuban pecah
dini (KPD). Sumber infeksi dapat berasal dari 1) infeksi sistemik ibu melalui
transfer transplasenta; 2) infeksi retrograde dari kavum peritoneum melalui tuba
falopii; 3) infeksi asending bakteri dari vagina atau serviks. Infeksi asending
merupakan yang tersering mengingat bagian terbawah janin berhubungan
langsung dengan pembukaan kanal serviks dan vagina. Mikroorganisme yang
menginfeksi secara ascending membentuk koloni pada serviks, desidua, dan
membran amnion. Lipopolisakarida (LPS) dan toksin yang diproduksi oleh
bakteri merangsang respon sel-imun pada saluran reproduksi dan peningkatan
produksi sitokin. Sitokin dan LPS dapat memprovokasi pelepasan prostaglandin
dari membrane, desidua, dan serviks. Hal ini dapat mengganggu ketenangan
miometrium dan mempercepat pematangan serviks. Terdapat 4 kategori infeksi
intrauterin yang digolongkan oleh Goncalves, dkk, yakni :2

Stadium I : vaginosis bakterial


Stadium II : infeksi desidua
Stadium III : infeksi amnion
Stadium IV : infeksi sistemik fetal

 Faktor-faktor lainnya

Faktor gaya hidup yang dapat mempengaruhi kejadian persalinan preterm


antara lain perilaku merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang kurang
baik selama kehamilan, narkoba, alkohol dilaporkan memiliki peranan penting
pada kejadian dan berat badan lahir rendah dan persalinan preterm. Penelitian
menyatakan adanya hubung antara berat badan dengan persalinan preterm,
terutama pada saat ibu memiliki riwayat obesitas. Konsumsi alkohol juga diduga
memiliki suatu kaitan dengan persalinan preterm disertai dengan peningkatan
resiko cedera otak pada bayi yang prematur. Kebiasaan konsumsi tembakau

6
bertanggung jawab atas 32.000 sampai 61.000 bayi dengan berat badan lahir
rendah setiap tahunnya di Amerika Serikat. Faktor ibu lain yang diduga berkaitan
dengan persalinan preterm adalah usia ibu terlalu muda, kemiskinan, pekerjaan
berat, dan stres psikologis dikatakan dapat menjadi penyebab persalinan
preterm.2,3,5,7
Pada ibu yang memiliki riwayat persalinan preterm sebelumnya, risiko
untuk mengalami persalinan preterm kembali adalah tiga kali lipat dibandingkan
dengan ibu hamil tanpa riwayat persalinan preterm.2
Riwayat penyakit ibu yang berhubungan dengan kehamilan seperti
hipertensi dan diabetes dapat meningkatkan insiden persalinan preterm. Hal ini
disebabkan oleh karena sirkulasi antara ibu dan janin kurang baik apabila
dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit tersebut. Pada
sebagianbesar ibu dengan riwayat penyakit di atas, dilakukan terminasi
kehamilan lebih awal dikarenakan faktor janin. Infeksi jalan lahir, demam, dan
infeksi penyakit tertentu lainnya juga dapat mempengaruhi timbulnya persalinan
preterm.3,7
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh karena solusio plasenta atau
plasenta previa dapat menyebabkan persalinan preterm. Hal ini dikarenakan
pelepasan plasenta dari implantasinya serta perdarahan yang banyak oleh karena
plasenta previa dapat menimbulkan keadaan hipoksia janin karena
ketidakadekuatan sirkulasi uteroplasenta. Solusio plasenta dapat merangsang
persalinan sehingga bila umur kehamilan belum cukup dapat menjadi persalinan
preterm, meskipun sebanyak 63% dari seluruh kasus terjadi pada usia kehamilan
yang aterm. Ibu yang memiliki riwayat solusio plasenta memiliki kemungkinan
kembali terjadinya solusio plasenta yang lebih besar, yaitu 11%. Plasenta previa
sering berhubungan dengan persalinan preterm disebabkan oleh karena
keharusan melakukan tindakan akibat perdarahan yang banyak. Hal ini
dikarenakan kemungkinan janin hipoksia menjadi besar akibat perdarahan yang
banyak sehingga bila terdapat tanda-tanda kesejahteraan janin perlu dilakukan
tindakan terminasi kehamilan lebih cepat.6

7
2.4 Diagnosis
Diagnosis dari persalinan preterm ditegakkan berdasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal terpenting yang perlu
diperhatikan dan dipastikan adalah bahwa apakah usia kehamilan sudah cukup
bulan atau belum. Usia kehamilan ini dapat diperhitungkan dengan lebih akurat
apabila kriteria good dating terpenuhi, seperti ibu hamil mengetahui hari pertama
haid terakhir (HPHT) dengan pasti sebanyak 3 siklus haid terakhir, dilakukan
pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) dengan pengukuran biparietal
diameter, femur length, dan abdominal circumference, setelah usia janin
memasuki 12 minggu denyut jantung janin dapat di monitoring dengan Doppler
ultrasound, 18 – 20 minggu dengan fetoskop).2,3

Kriteria diagnosis yang dipakai di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)


Sanglah, yakni:
- Usia kehamilan < 37 minggu,
- His ≥ 2 kali dalam 10 menit,
- Dilatasi serviks sedikitnya 2 cm atau kemajuan yang pembukaan
serviks yang bermakna dalam waktu 2 jam oleh pemeriksa yang sama,
- Penipisan serviks ≥ 50%,
- Keluar lender pervaginam atau mungkin bercampur darah (bloody
show)
- Persentasi janin rendah sampai spina iskiadika.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain pemeriksaan USG
untuk menentukan pasti umur kehamilan yang berguna untuk diagnosis dan
penatalaksanaan selanjutnya. Pemeriksaan lain seperti sonografi transvaginal
untuk mengukur panjang serviks yang berguna untuk memprediksi persalinan
preterm sebelum usia 30 minggu dikarenakan sensitivitas dan nilai prediksi
negatifnya yang bagus. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan hematologi rutin dan laju endap darah untuk menilai kemungkinan
tanda-tanda infeksi sehingga dapat membantu untuk mempertimbangkan
penatalaksanaan selanjutnya.3,7

8
2.5 Penatalaksanaan
Prinsip dari penanganan ancaman persalinan preterm adalah menghambat
proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, mematangkan surfaktan
paru janin dengan pemberian kortikosteroid, dan mencegah infeksi.
Penatalaksanaan terhadap ancaman persalinan preterm dipengaruhi oleh beberapa
faktor:3

a. Keadaan selaput ketuban: proses persalinan tidak akan dihambat apabila


ketuban sudah pecah
b. Pembukaan serviks: proses persalinan akan sulit dicegah apabila pembukaan
sudah mencapai 4 cm
c. Usia kehamilan: makin muda usia kehamilan, maka pencegahan terhadap
persalinan harus dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan apabila TBJ >
2.000 gram atau usia kehamilan mencapai > 34 minggu
d. Penyebab atau komplikasi persalinan preterm
e. Kemampuan neonatal intensive care facilities
Penatalaksanaan persalinan preterm adalah sebagai berikut:7
1. Tirah baring ke satu sisi dan pemberian IVFD
2. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin
3. Cari penyebab persalinan preterm (kemungkinan sistitis, pyelonefritis,
bakterimia asimptomatik, serviks inkompeten, dll.)
4. Pemberian tokolitik:
a. Nifedipine
Dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam 30 menit
berikan lagi 20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam pertama 40 mg.
Jangan memberikan lagi sampai 3 jam setelah pemberian yang kedua.
Bila kontraksi tetap, berikan lagi 20 mg sampai kontraksi hilang atau
pasien memasuki fase aktif persalinan. Nifedipin slow release diberikan
setelah 24 jam, 2 - 3 kali sehari sesuai dengan dosis yang dibutukan
untuk menghentikan kontraksi uterus dalam 24 jam.

9
Tokolitik golongan penghambat kalsium seperti nifedipin,
bekerja dengan menghambat masuknya kalsium lewat membran sel ke
dalam sel otot polos uterus. Aktivitas otot polos termasuk miometrium
berhubungan langsung dengan kadar kalsium bebas dalam sitoplasma,
dan penurunan kalsium akan menghambat kontraksi miometrium
menyebabkan relaksasi uterus.
Bila kontraksi berhenti lanjutkan dengan dosis pemeliharaan
disesuaikan dengan jumlah obat yang digunakan untuk menghentikan
kontraksi dan diberikan dalam bentuk slow release (Adalat Oros 2-3 kali
sehari). Pemberian dosis pemeliharaan sampai usia kehamilan 34
minggu. Dosis maksimal 120 mg/hari, komplikasi yang dapat tejadi
adalah sakit kepala dan hipotensi.

b. COX (Cyclo-oxygenase-2 inhibitors)


Indomethacin
Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8 kali
pemberian. Jika pemberian lebih dari dua hari, dapat menimbulkan
oligohidramnion akibat penurunan renal blood flow janin.Tidak
direkomendasikan pada kehamilan ≥32 minggu karena dapat
mempercepat penutupan ductus arteriosus.
5. Pemberian kortikosteroid (Dexamethason) pada umur kehamilan 24 - 34
minggu. Diberikan dengan dosis 6 mg/12 jam intramuskuler selama 2 hari.
6. Pemberian antibiotika. Pada ibu dengan ancaman persalinan preterm dan
terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian klindamisin (2x300 mg
sehari selama 7 hari) atau metronidazole (2x500 mg sehari selama 7 hari),
eritromisin (2x500 mg per hari selama 7 hari) dapat dipertimbangkan.

10
Pada pasien dengan riwayat persalinan prematur berulang dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan yaitu:
a. Pemeriksaan transvaginal ultrasonografi untuk mengukur panjang serviks
b. Fetal fibronectin yang dideteksi dari servikovaginal dengan ELISA yang jika
fetal fibronectin positif pada umur kehamilan 8-22 minggu ada kemungkinan
akan terjadi persalinan prematur.

Terapi yang dianjurkan untuk pasien dengan riwayat persalinan prematur


berulang yaitu:
- Progesteron
Menurut American College of Obstetricans dan Ginecology tahun 2008
penggunaan progesterone harus dibatasi pada riwayat lahir spontan <37
minggu. Perlu studi lebih lanjut untu dosis dan ruter administrasi.
- Cervical cerclage
Merupakan metode terapi untuk inkompetensi serviks saat serviks terlalu
pendek atau serviks terbuka terlalu awal.
Adapun terapi persalinan prematur berdasarkan etiologi:
a. Persalinan premature yang disebabkan oleh infeksi akan mengaktivasi
monosit semudian mengaktivasi fosfolipase A2 sehingga menyebabkan
pelepasan asam arachidonat yang akan memicu sntesis prostaglandin.
Sintesis prostaglandin akan menyebabkan terjadinya proses persalinan oleh
karena itu pada pasien persalinan prematur dengan infeksi dapat diberikan
prostaglandin inhibitor yaitu acetylsalisilate dan indometacin.
b. Persalinan prematur yang disebabkan oleh iskemia pada uterus yang akan
meningkatan produksi renin dari ketuban. Angiotensin II menginduksi
kontraktilitas myometrium secara langsung atau melalui pelepasan
prostaglandin. Pada pasien ini dapat diberikan calcium channel blocker atau
nifedipine untuk menurunkan aktivitas myometrium.
c. Dengan mekanisme yang serupa dengan infeksi, stres memicu peningkatan
sitokin proinflamasi yang menyebabkan ekspresi TLR berlebihan pada
membrane korioamnion sehingga terjadi peningkatan produksi

11
prostaglandin. Mekanisme ini dapat dihambat oleh prostaglandin inhibitor
yaitu acetylsalisilate dan indometacin.
Persalinan prematur yang disebabkan oleh overdistensi akan
meningkatkan prostaglandin E2 dengan adanya peregangan akibat gaya mekanik.
Perubahan tersebut akan menyebabkan degradasi pada membran sehingga
memicu pecahnya ketuban oleh karena itu dapat diberikan terapi prostaglandin
inhibitor yaitu acetylsalisilate dan indometacin.

Penatalaksanaan PPI menurut panduan praktik klinis RSUP Sanglah


adalah sebagai berikut:8

1. Segera lakukan penilaian tentang : usia gestasi, demam ada/tidak, kondisi


janin, letak plasenta (untuk menilai perlukah SC), serta kesiapan untuk
menangani bayi premature.
2. Cari kemungkinan penyebab persalinan preterm (kemungkinan sistitis,
pyelonefritis, bakterimia asimptomatik, serviks inkompeten, dll.)
3. Pemberian tokolitik :
- Kalsium antagonis : Nefedipine 20mg/oral diulang 2-3 kali/jam dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang.
- Obat B-mimetik : Terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol.
- MgSO4 (20gr MgSO4 20% dalam 500ml D5% mulai 13 tpm di naikan setiap
10 menit 6 tpm sampai dengan max 25 tpm. Di pertahankan 12 jam kemudian
di turunkan 3 tpm setiap 30 menit sampai dengan 13 tpm. Di pertahankan 24
jam.)
4. Pematangan paru janin dengan kortikosteroid:
- Betametason 2x12mg/IM/ 24 jam
- Deksametason 4x6mg/IM/ 12 jam
5. Bila perlu diberikan antibiotik:
- Eritromisin 3 x 500mg selama 3 hari
- Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari

12
6. Tentukan penanganan selanjutnya (ada 3) :
- Pertahankan janin hingga kelahiran aterm
- Tunda persalinan 2-3 hari untuk memberikan obat pematangan paru janin
- Biarkan terjadi persalinan bila gagal diterapi konservatif
-
2.6 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas timbul karena adanya komplikasi lanjutan
setelah persalinan yang memburuk, kecilnya berat badan janin, atau semakin
rendahnya umur kehamilan. Bayi yang lahir mendekati aterm mungkin hanya
mengalami sedikit atau bahkan tidak mengalami komplikasi, sedangkan bayi
yang lahir sebelum usia kehamilan 32-34 minggu mungkin memiliki beberapa
komplikasi. Pada beberapa kasus, komplikasi dapat ringan atau berat dan
menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang atau bahkan kematian.
Komplikasi tersebut dapat berupa depresi pernapasan, perdarahan intakranial
neonatal, displasia bronkopulmoner, infeksi, enterokolitis nekrosis, patent ductus
arteriosus (PDA), dan retinopati akibat belum sempurnanya pembentukan organ
tubuh janin. Sebanyak 10% dari seluruh kelahiran preterm akan mengalami
komplikasi dan masalah yang berakibat jangka panjang. 2,3,5

2.7 Upaya Pencegahan


- Pencegahan primordial
Pencegahan primordial adalah strategi pencegahan penyakit dengan
menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi factor risiko, sehingga
tidak diperlukan intervensi preventif lainnya. Dalam hal ini upaya untuk
mencegah wanita yang belum hamil untuk tidak melahirkan prematur adalah
dengan mempersiapkan kondisi tubuh baik dari status gizi, kadar hemoglobin
(Hb), tekanan darah, dan melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi.6,7
- Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Dalam

13
hal ini upaya untuk mencegah ibu hamil agar tidak melahirkan prematur, yaitu
mendapatkan perawatan sejak awal kehamilan; mengetahui risiko diri sendiri
seperti merokok, hipertensi, usia saat heamil, dan komplikasi kehamilan
sebelumnya; melakukan pemeriksaan untuk infeksi saluran kencing (ISK);
memperhatkan berat badan; memiliki pola makan yang baik; tetap menjaga
kebugaran tubuh; serta mencegah stres dan depresi.6,7
- Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder yaitu pada tahap gejala klinis belum tampak
nyata tetapi proses secara patologis sudah berjalan. Upaya pada tahap ini
dapat menghambat atau menghentikan proses patologis agar tidak
berkembang. Upaya yang dapat dilakukan, seperti pembatasan aktivitas kerja
(bekerja, perjalanan, koitus) pada ibu hamil dengan riwayat persalinan
prematur dan mengurangi pekerjaan yang menimbulkan stres; ibu dengan
kehamilan kembar harus lebih banyak beristirahat sejak minggu ke-28;
melakukan pemeriksaan USG yang diusahakan secara teratur; melakukan
pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis).6,7
- Pencegahan tersier
Pancegahan tersier yaitu upaya pencegahan persalinan prematur pada
saat gejala klinis sudah nyata didapatkan. Tahap ini ditujukan untuk
memperpanjang masa kehamilan dengan maksud memberikan kesempatan
untuk memperbaiki kualitas janin dan mempersiapkan persalinan yang
memadai. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan, yakni pengiriman ibu
hamil dengan ancaman persalinan prematur ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas perawatan bayi prematur, pemberian terapi tokolitik, kortikoteroid
antenatal, dan antibiotik.6,7

14
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas
Nama : ILN
Alamat : Br. Kebon, Tembuku, Bangli
Jenis kelamin : Perempuan
TTL : Bangli, 23 April 1996
Usia : 23 tahun
No. RM : 291599
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Hindu
Suku : Bali
MRS : 28 Oktober 2019 (03.30 WITA)
Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2019 (16.00 WITA)

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri Perut

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke VK IGD RSU Bangli dengan keluhan nyeri perut hilang timbul
sejak pukul 14.00 WITA pada tangga; 27/10/2019 dan keluar cairan seperti lendir
dari vagina dikatakan bersamaan dengan keluhan nyeri perut. Gerakan janin
dirasakan baik. Riwayat demam dan trauma disangkal. Keluar flek berupa lendir
bercampur darah dikatakan ada. BAB dan BAK dikatakan baik, mual dan muntah
disangkal.

Riwayat Menstruasi
Menarche umur ± 12 tahun, siklus teratur 28 hari dengan lama 4-5 hari dan
volume + 50 cc. Keluhan selama menstruasi yaitu nyeri perut. Pasien mengatakan

15
hari pertama haid terakhirnya tanggal 27 April 2019. Tafsiran persalinan pada
tanggal 4 Januari 2020. Pasien mengatakan ini merupakan kehamilan kedua.

Riwayat Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan selama 6 bulan setelah hamil pertama dan
kontrasepsi pil selama 2 tahun.

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah sebanyak satu kali. Pasien menikah pertama kali pada usia 21
tahun. Pernikahan sudah berlangsung selama 3 tahun dan pasien belum memiliki
anak.

Riwayat Kehamilan
1. Tahun 2016, preterm, partus spontan, laki-laki, BBL 1100 gram, meninggal
2. Hamil ini

Riwayat Antenatal Care (ANC)


Pada kehamilan ini pasien memeriksakan kehamilannya sebanyak 3 kali di bidan
dan Puskesmas. Pasien belum pernah melakukan pemeriksaan USG sebelumnya.
Selama ANC di bidan pasien mengatakan diberikan vitamin dan tablet penambah
darah yang dikonsumsinya secara rutin.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama sebelumnya 2 tahun yang lalu
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung, asma dan kejang. Riwayat alergi makanan maupun obat
serta riwayat operasi juga disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, maupun asma dalam
keluarga disangkal oleh pasien.

16
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang pegawai swasta dengan tingkat pendidikan terakhir SMP.
Hubungan sosial dengan keluarga maupun lingkungan sekitar dikatakan baik dan
tidak ada faktor-faktor penyebab stres. Kebiasaan merokok dan minum alkohol
disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisis

Status Present (28/10/2019 pk. 16.00 WITA)

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur axilla : 36,6ºC
NRS : 4/10
Berat badan : 72 kg
Berat badan sebelum hamil : 60 kg
Tinggi badan : 150 cm
BMI : 26,6 kg/m2

Status General (28/10/2019 pk. 16.00 WITA)


Mata : Anemis -/-, ikterus -/-
THT : Kesan normal
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Mammae : simetris, hiperpigmentasi areola mammae, puting susu
menonjol
Abdomen : Sesuai status obstetri

17
Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
Status obstetri (28/10/2019 pk. 16.00 WITA)
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar ke depan, linea nigra (+), tidak tampak luka bekas
operasi dan tampak striae gravidarum
Palpasi
 Pemeriksaan Leopold
I. Teraba bagian bulat dan lunak, kesan bokong
II. Teraba tahanan keras dan memanjang pada sisi kiri, kesan punggung
Teraba bagian kecil pada sisi kanan, kesan ekstremitas
III. Teraba bagian besar, keras dan melenting, kesan kepala
IV. Bagian terbawah belum masuk pintu atas panggul (konvergen)
 Penurunan kepala janin 0/5
 Tinggi fundus uteri TFU 2 jari di atas pusat
 MCD : 20 cm
 Tafsiran Berat Janin : 1085 gram
 His (+) 1x/10 menit 10-15 detik
 Gerak janin (+) baik
Auskultasi
 Bising usus (+) normal
 DJJ = 143x/menit

Vagina
Inspeksi : vulva/vagina : blood slym (+), air ketuban (+)
VT (pk. 16.00 ): pembukaan servix 2 cm, effacement 50%, ketuban (+), teraba
kepala, denominator sutura sagitalis, ↓ HI tidak teraba bagian kecil atau tali pusat

3.4 Pemeriksaan Penunjang

18
Adapun pemeriksaan laboratorium (28 Oktober 2019) adalah darah lengkap (DL),
bleeding time (BT), clotting time (CT), dan Urine Lengkap.

Tabel 1. Darah Lengkap


Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan
WBC 12,3 103/uL 3,5 – 10 Tinggi
RBC 4,02 106/uL 3,50 – 5,50 Normal
HGB 11,2 g/dL 11,5 – 16,5 Rendah
HCT 33,7 % 35,0 – 55,0 Normal
PLT 242 106/uL 150 – 400 Normal

Tabel 2. Pembekuan Darah


Parameter Hasil Unit Nilai Rujukan Keterangan
BT 1’30” Menit 1,00 – 3,00 Normal
CT 8’04” Menit 6,00-15,00 Normal

Tabel 3. Urinalisa
Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Berat Jenis 1,015 1,010 – 1,020 Normal
pH 6 5,0 – 6,5 Normal
Albumin Negatif Negatif Normal
Sedimen eritrosit Negatif 0-1 Normal
Sedimen Leukosit Negatif 0-2 Normal
Keton 3+ Negatif
Bakteri + Negatif
Trichomonas Negatif Negatif
vaginalis

3.5 Diagnosis

19
G5P2203 Usia Kehamilan 33 minggu 4 hari Tunggal/ Hidup + PPI (keluar air), PBB :
2015 gram

3.6 Penatalaksanaan
Terapi : - IVFD RL 20 tpm
- Cefotaxime 1 gram tiap 12 jam (IV)
- Nifeldipine 20 mg (bila kontraksi tetap dalam 30 menit diberikan
lagi 20 mg, kemudian apabila ada kontraksi dapat diberikan 3 jam
kemudian).
- Dexamethasone 12,5 mg tiap 24 jam (IM) selama 2 hari (Hari 1)
Monitoring : keluhan, tanda vital, HIS, tanda inpartu
KIE : Pasien dan keluarga tentang keadaan ibu dan janin serta rencana
tindakan, risiko tindakan, dan komplikasi dari tindakan yang akan
dilakukan.

3.7 Perkembangan Perawatan Pasien

9 Oktober 2019 (Pukul 06.00 WITA)


S: Sakit perut hilang timbul (+), keluar air (+),
Gerak janin (+) baik
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg Respirasi : 18x/menit
Nadi : 80x/menit Temperatur axilla : 36,5oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri

20
Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
Status Obstetri
Abdomen : TFU 4 jari di bawah processus xyphoideus
HIS (+) 2-3 kali/10 menit ~ 20 – 25 detik
DJJ (+) 136x/menit
VT : pembukaan servix 4 cm, effacement 50%, ketuban (-
), teraba kepala, UUK kiri melintang, ↓ HII, tidak
teraba bagian kecil atau tali pusat
A: G5P2203 33 minggu 5 hari Tunggal/Hidup PK I (keluar air)
P: Expectative pervaginam

9 Oktober 2019 (Pukul 09.55 WITA)


S: Pasien ingin mengedan
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Temperatur axilla : 36,5oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
Status Obstetri
Abdomen : HIS (+) 4-5 kali/10 menit ~ 40 – 45 detik
DJJ (+) 148x/menit

21
VT : pembukaan servix 10 cm, ketuban (-), teraba kepala,
UUK depan, ↓ HIII+, tidak teraba bagian kecil atau tali
pusat
A: G5P2203 33 minggu 5 hari Tunggal/Hidup PK II
P: Pimpin Persalinan

9 Oktober 2019 (Pukul 10.00 WITA)


S: Lahir bayi laki-laki 1700 gram, AS: 4-6
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Temperatur axilla : 36,5oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
Status Obstetri
Abdomen : TFU setinggi pusat
Vagina : tampak tali pusat segar
A: G5P2304 PK III
P: MAK III
 Injeksi oxitosin 10 IU (IM)
 Peregangan tali pusat
 Massase fundus uteri

9 Oktober 2019 (Pukul 10.05 WITA)

22
Lahir plasenta lengkap
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Temperatur axilla : 36,5oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
Status Obstetri
Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat
Kontraksi (+) baik
Vagina : perdarahan aktif (-)
A: P2304 pspt B post partum hari 0
P: Evaluasi 2 jam post partum
Cefadroxil 500 mg tiap 12 jam (IO)
Asam mefenamat 500 mg tiap 8 jam (IO)
Metil ergometrin 0,125 mg tiap 8 jam (IO)
SF 300 mg tiap 12 jam (IO)
Monitoring keluhan, vital sign, perdarahan

9 Oktober 2019 (Pukul 12.05 WITA)


S: Nyeri jalan lahir (+) minimal, ASI (+), mobilisasi (+), BAK spontan
(+)
O: Status Present:
Keadaan umum baik

23
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 120/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 82x/menit Temperatur axilla : 36,8oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetric

Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -


+ + - -
Status Obstetri
Abdomen : TFU 2 jari di bawah pusat
Kontraksi (+) baik
Vagina : perdarahan aktif (-), lochia (+)
A: P2304 pspt B post partum hari 0
P: Cefadroxil 500 mg tiap 12 jam (IO)
Asam mefenamat 500 mg tiap 8 jam (IO)
Metil ergometrin 0,125 mg tiap 8 jam (IO)
SF 300 mg tiap 12 jam (IO)

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penegakkan Diagnosis

24
Penegakkan diagnosis PPI berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Beberapa kriteria penegakkan diagnosis PPI yakni adanya
kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam 10
menit, perdarahan berupa bercak-bercak, pemeriksaan serviks menunjukkan telah
terjadi pembukaan minimal 2 cm dan penipisan sebanyak 50-80%, presentasi janin
rendah, sampai mencapai spina ischiadica, selaput ketuban yang pecah (tanda awal
terjadinya persalinan preterm), dan terjadi pada usia kehamilan 20-36 minggu.
Pasien PPI umumnya akan mengeluhkan adanya nyeri perut hilang timbul
sebelum usia kandungan 37 minggu sehingga penting bagi klinisi untuk memastikan
usia kandungan pasien memang di atas 20 minggu dan kurang dari 37 minggu. Oleh
karena itu penting menanyakan HPHT, regularitas menstruasi, serta adanya
pemeriksaan berupa USG pada usia kandungan 13-20 minggu untuk memastikan
bahwa usia kandungan pada pasien tersebut good dating. Keluhan utama pada pasien
ini adalah nyeri perut hilang timbul sejak kurang lebih 2,5 jam sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri perut dirasakan seperti ingin buang air besar. Nyeri perut juga disertai
dengan keluar cairan yang dikatakan terjadi secara mendadak. Pasien juga
mengatakan bahwa cairan yang keluar berwarna bening. Pasien mengingat baik
menarche, HPHT dan siklus menstruasi pasien dalam 3 bulan terakhir sebelum hamil
dikatakan teratur setiap 28 hari dengan lama menstruasi selama 5-7 hari. Pasien juga
rutin melakukan pemeriksan ANC sebanyak 8 kali dan pemeriksaan USG dilakukan
pada usia kandungan 32 minggu kehamilan. Penghitungan usia kandungan pasien ini
menggunakan HPHT didapatkan usia kandungan saat pemeriksaan adalah 33 minggu
4 hari.
Pemeriksaan fisik pada pasien PPI harus dilakukan secara menyeluruh dimulai
dari keadaan umum dan tandal vital pasien, status general dan status obstetri pasien.
Pemeriksaan obstetri membantu penegakkan diagnosis seperti adanya his minimal 2-
3 kali dalam 10 menit, adanya denyut jantung janin dan adanya pembukaan minimal
2 cm atau penipisan minimal 50% pada pemeriksaan vaginal toucher. Pada
pemeriksaan vaginal toucher juga penting untuk memastikan apakah ketuban sudah
pecah atau belum dimana hal tersebut akan mempengaruhi tatalaksana kasus. Pada

25
kasus ini didapatkan adanya his 1-2 kali dalam 10 menit, selama 20-25 detik.
Terdapat denyut jantung janin 142 kali/ menit dan pada pemeriksaan vaginal toucher
ditemukan pembukaan serviks 2 cm dengan penipisan 50% dan selaput ketuban tidak
teraba. Pemeriksaan keadaan umum, tanda vital, dan status general berguna untuk
mencari sumber penyebab atau pemicu terjadinya PPI pada pasien. Pada pasien ini
didapatkan keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium
yakni darah lengkap, uji BT/CT (bleeding time/clotting time), urinalisis dan
imunoserologi. Pemeriksaan laboratorium, BT/CT, urinalisis dan imunoserologi
terkait dengan faktor risiko yang dicurigai sebagai pemicu terjadinya PPI. Pada
pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan dalam batas nomal dari kadar
hemoglobin pasien, sedangkan untuk sel darah putih pasien didapatkan meningkat
yakni 18,8 x 109/L dan untuk HCT rendah yakni 32,8%, kadar sel darah putih yang
meningkat dapat menunjukkan adanya infeksi yang dapat menjadi salah satu faktor
risiko terjadinya PPI. Hasil uji BT/CT dalam batas normal dan urinalisis didapatkan
keton +3. Uji imunoserologi dilakukan pemeriksaan HBsAg dengan hasil non-reaktif.

4.2 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya PPI dikelompokkan menjadi faktor fetal dan faktor
maternal. Faktor fetal meliputi perdarahan pada awal kehamilan, cacat janin,
pertumbuhan janin yang terhambat, gemeli, dan polihidramnion. Pada kasus ini faktor
fetal sudah dapat disingkirkan dimana berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang didapatkan janin tunggal, hidup, gerakan aktif, tidak tampak
adanya cacat berat dan volume air ketuban yang cukup. Faktor maternal salah satunya
adalah penyakit ibu yang dapat menjadi pemicu terjadinya PPI. Empat penyebab
utama terjadinya PPI yakni infeksi, overdistensi, iskemia/ perdarahan desidua, dan
stres psikologis. Selain itu, terdapat juga faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko.
Pada kasus ini salah satu faktor risiko yang dicurigai sebagai pemicu terjadinya PPI
adalah kemungkinan adanya infeksi didapatkan dari hasil pemeriksaan darah lengkap
yang menunjukkan hasil sel darah putih pasien meningkat. Faktor lain yang dapat

26
dipertimbangkan adalah adanya PPI berulang sebanyak 3 kali pada pasien sehingga
dapat dipikirkan pula kemungkinan adanya inkompetensi serviks pada pasien.

4.3 Tatalaksana
Tatalaksana kasus PPI dengan selaput ketuban sudah tidak intak dan
pembukaan <4 cm adalah evaluasi terlebih dahulu apakah air ketuban masih cukup
atau tidak, apabila masih cukup, penatalaksanaan yang dilakukan adalah upaya untuk
mencegah terjadinya persalinan, pematangan paru janin dan pencarian serta perbaikan
faktor penyebab terjadinya PPI. Pada kasus ini didapatkan selaput ketuban sudah
tidak intak dan pembukaan 2 cm sehingga pencegahan persalinan masih mungkin
dilakukan. Pasien diberikan tokolitik berupa nifedipin serta injeksi kortikosteroid
untuk pematangan paru janin dan antibiotik berupa cefotaxime karena adanya infeksi
dilihat dari hasil sel darah putih yang meningkat.
Tokolitik nifedipin diberikan dengan dosis awal 20 mg kemudian diberikan
kembali 20 mg dalam 30 menit dan diberikan kembali 20 mg setiap 3 jam dengan
dosis maksimal 160 mg dalam 24 jam. Pemberian agen penghambat kanal kalsium
berupa nifedipin sebagai tokolitik dapat dihentikan dan digantikan dengan agen
penghambat kanal kalsium slow release yakni Adalat oros. Injeksi kortikosteroid
berupa deksametason 12 mg intramuskular setiap 24 jam selama 48 jam diberikan
untuk pematangan paru janin. Pemberian deksametason diberikan mengingat usia
kandungan yang belum mencapai 34 minggu karena pada usia tersebut paru janin
belum matang.
Penatalaksanaan non farmakologis juga dilakukan dengan meminimalisir
mobilisasi ibu sehingga cairan ketuban tidak semakin banyak keluar, serta
menyarankan pada ibu untuk berbaring miring ke kiri dengan tujuan untuk
kesejahteraan janin. Namun, pada pasien ini upaya konservatif seperti paparan di atas
tidak berhasil karena dalam 8 jam pembukaan servix menjadi 4 cm, yang mana sudah
masuk ke fase partus kala 1, sehingga persalinan tidak dapat dicegah.

27
BAB V

KESIMPULAN

Partus Prematurus Imminens (PPI) merupakan suatu ancaman untuk


terjadinya persalinan prematur (preterm) atau persalinan pada usia kehamilan lebih
dari 20 minggu dan kurang dari 37 minggu. PPI dapat disebabkan oleh faktor fetal
maupun faktor maternal. Faktor fetal meliputi meliputi perdarahan pada awal
kehamilan, cacat janin, pertumbuhan janin yang terhambat, gemeli, dan
polihidramnion, sedangkan faktor maternal dapat berupa stress psikologis, penyakit
ibu, serta preeklampsia. PPI sendiri dapat ditegakkan melalui anamensis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang dimana hal yang terpenting dalam anamensis yakni
memastikan usia kandungan pasien berada dalam rentang di atas 20 minggu hingga
kurang dari 37 minggu serta menggali faktor risiko yang dapat menjadi penyebab
terjadinya PPI.
Pada kasus ini pasien mengeluhkan nyeri perut hilang timbul disertai keluar
cairan pervaginam sejak jam 21.00 WITA, yaitu sekitar 2,5 jam sebelum masuk
rumah sakit. Berdasarkan HPHT didapatkan usia kandungan 33 minggu 4 hari.
Pemeriksaan fisik ditemukan adanya his 1-2 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-25
detik, denyut jantung janin baik, gerakan janin baik, dan pada pemeriksaan vaginal
toucher didapatkan pembukaan 2 cm, penipisan 50%, serta selaput ketuban yang
sudah tidak intak. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan kadar sel darah putih
yang meningkat. Pemeriksaan BT/CT dan imunoserologi dalam batas normal. Pada
pemeriksaan urinalisis ditemukan keton +3. Pada pasien kemudian dilakukan
tatalaksana konservatif yakni dengan pemberian tokolitik, injeksi kortikosteroid
sebagai agen pematangan paru janin, serta antibiotik berupa cefotaxime, namun
penanganan tersebut tidak berhasil karena dalam 8 jam pembukaan servix menjadi 4
cm sehingga persalinan tidak dapat dicegah.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo. Jakarta. 2014: 677-682
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et
al. William Obstetrics. 24th edition. McGraw – Hill Education. 2014:829-855
3. Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Kelahiran Preterm. Ilmu
Kebidanan, ed.7. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2010,
p.235-250.
4. Rubens C, Sadovsky Y, Muglia L, Gravett M, Lackritz E, Gravett C. Prevention
of preterm birth: Harnessing science to address the global epidemic. Science
Translational Medicine. 2014;6(262):262sr5-262sr5.. Akses: 31 Maret 2016.
5. DeCherney AH, Nathan L. Preterm labour. Current Diagnostic and Gynecologic
Diagnosis & Treatment, ed.11. McGraw-Hill, California: 2012, p.340-352.
6. Karkata MK, Suwiyoga K, Wardhiana IPG, Pemaron IBU. Persalinan preterm.
Pedoman Diagnosis dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar;
2003, p.2-10
7. Brandon J, Bankowski M, Hearne AE. The Johns Hopkins Manual of Gynecology
and Obstetrics, ed.2. Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore Maryland. 2002,
p.339-360
8. Anonim. Prosedur Tetap RSUP Sanglah. Denpasar; 2017.
9. Manuaba, Ida Bagus Gede. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC; 2009.
10. Yulaikhah L. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta : EGC. 2009
11. POGI. 2014. Usulan PNPK Ketuban Pecah Dini. Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia
12. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta. 2008.

29

Anda mungkin juga menyukai