Lapsus PPI Bangli
Lapsus PPI Bangli
PENDAHULUAN
1
tanda persalinan, yaitu adanya kontraksi uterus dan terjadi pembukaan serta penipisan
pada serviks, merupakan tanda awal terhadap terjadinya persalinan prematur.1,2
Sedangkan pecahnya ketuban pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa
diikuti tanda-tanda persalinan disebut dengan preterm prematur rupture of
membranes (PPROM) atau Ketuban Pecah Dini Prematur (KPDP).1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
b. Faktor maternal, meliputi:
1. Penyakit berat pada ibu
2. Usia ibu saat hamil yang terlalu muda atau terlalu tua (< 17 tahun atau > 35
tahun)
3. Keadaan sosial ekonomi menengah ke bawah
4. Berat badan ibu sebelum hamil yang terlalu rendah
5. Diabetes mellitus
2.3 Etiopatogenesis
Penyebab terjadinya PPI maupun persalinan preterm itu sendiri belum
diketahui secara pasti dan biasanya bersifat multifaktorial. Empat faktor risiko
utama persalinan preterm, yakni overdistensi uterus, stres maternal-fetal,
perubahan prematur serviks, dan infeksi. 2
Ovedistensi uterus
Overdistensi dapat diakibatkan oleh kehamilan kembar atau gemelli,
polihidramnion, dan janin besar (makrosomia). Overdistensi uterus
mengaktifkan contraction-activation protein (CAP) pada miometrium. Protein
ini teraktivasi akibat peregangan pada uterus, dimana semakin besar regangan
uterus maka semakin banyak protein tersebut dihasilkan. Protein tersebut
dapat memengaruhi aktivitas reseptor oksitosin dan peningkatan produksi
prostaglandin. Overdistensi uterus juga mengakibatkan aktivasi kaskade
endokrin plasenta-fetal, dimana terjadi peningkatan produksi corticotropine-
releasing hormone (CRH) dan peningkatan level estrogen yang dapat
meningkatkan ekspresi gen pembentuk CAP pada miometrium. Selain
peningkatan kontraktilitas, overdistensi uterus juga dapat memicu pematangan
serviks yang lebih awal.2
Stres maternal-fetal
Stres yang dimaksud yaitu suatu kondisi atau kejadian yang tidak
diharapkan yang mengganggu fungsi normal individu, baik itu stres fisik
maupun psikologis. Trimester akhir ditandai dengan peningkatan level serum
4
dari CRH. Hormon ini bekerja sama dengan adrenocorticotrophine hormone
(ACTH) untuk meningkatkan produksi hormon steroid maternal dan fetal,
termasuk sintesis kortisol. Peningkatan level hormon kortisol atau sering
disebut hormone stres ini mengakibatkan aktivasi kaskade endokrin plasenta-
fetal yang tidak berakhir hingga proses persalinan. Peningkatan level CRH
juga menstimulasi sintesis adrenal dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S)
yang memiliki peran meningkatkan kadar estrogen maternal, terutamanya
estriol. Hipotesis menyatakan bahwa peningkatan kadar kortisol dan estrogen
selama masa kehamilan dapat mengakibatkan hilangnya ketenangan uterus
sejak dini.2
Infeksi
Infeksi juga dapat memicu persalinan dikarenakan adanya proses
inflamasi oleh tubuh ibu yang dirangsang oleh pelepasan sel poli
morfonuklear (PMN) netrofil dan makrofag ke tempat infeksi, dan kemudian
akan merangsang produksi sitokin, matrix metaloproteinase (MMP), dan
prostaglandin. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II
yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Selain
respon inflamasi dari tubuh ibu, janin juga berperan dalam pengaktivasian
sitokin melalui produksi faktor pengaktif trombosit di paru dan ginjal janin.
Faktor ini terlibat secara sinergis dalam terjadinya aktivasi sitokin yang juga
akan menginisiasi persalinan yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Jadi, di
satu sisi sebenarnya pelepasan faktor ini menguntungkan janin karena dapat
melepaskan diri dari lingkungannya yang terinfeksi, tetapi janin dapat terlahir
secara prematur.5
Perbedaan yang terlihat adalah kadar protease yang meningkat
terutama pada persalinan preterm daripada persalinan aterm (cukup bulan).
Adapun enzim protease ini berperan dalam degradasi matriks ekstraseluler
pada selaput ketuban dengan menghasilkan suatu enzim MMP-9 yang dapat
menyebabkan ketuban pecah dini. Beberapa flora juga dapat menghasilkan
protease seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas
5
vaginalis yang akan menyebabkan degradasi membran dan melemahkan
selaput ketuban. Sitokin dari respon inflamasi juga berperan dalam produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion yang dapat mengganggu sintesis kolagen
pada selaput ketuban dan meningkatkan aktifitas enzim metaloproteinase dan
selanjutnya akan memicu pecah ketuban yang akan diikuti dengan
persalinan.2,3
Ibu hamil dengan infeksi, terutama yang menginfeksi cairan amnion
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami korioamnionitis dan ketuban
pecah dini (KPD). Sumber infeksi dapat berasal dari 1) infeksi sistemik ibu
melalui transfer transplasenta; 2) infeksi retrograde dari kavum peritoneum
melalui tuba falopii; 3) infeksi asending bakteri dari vagina atau serviks.
Infeksi asending merupakan yang tersering mengingat bagian terbawah janin
berhubungan langsung dengan pembukaan kanal serviks dan vagina.
Mikroorganisme yang menginfeksi secara ascending membentuk koloni pada
serviks, desidua, dan membran amnion. Lipopolisakarida (LPS) dan toksin
yang diproduksi oleh bakteri merangsang respon sel-imun pada saluran
reproduksi dan peningkatan produksi sitokin. Sitokin dan LPS dapat
memprovokasi pelepasan prostaglandin dari membrane, desidua, dan serviks.
Hal ini dapat mengganggu ketenangan miometrium dan mempercepat
pematangan serviks. Terdapat 4 kategori infeksi intrauterin yang digolongkan
oleh Goncalves, dkk, yakni :2
Faktor-faktor lainnya
6
peranan penting pada kejadian dan berat badan lahir rendah dan persalinan
preterm. Penelitian menyatakan adanya hubung antara berat badan dengan
persalinan preterm, terutama pada saat ibu memiliki riwayat obesitas.
Konsumsi alkohol juga diduga memiliki suatu kaitan dengan persalinan
preterm disertai dengan peningkatan resiko cedera otak pada bayi yang
prematur. Kebiasaan konsumsi tembakau bertanggung jawab atas 32.000
sampai 61.000 bayi dengan berat badan lahir rendah setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Faktor ibu lain yang diduga berkaitan dengan persalinan
preterm adalah usia ibu terlalu muda, kemiskinan, pekerjaan berat, dan stres
psikologis dikatakan dapat menjadi penyebab persalinan preterm. 2,3,5,7
Pada ibu yang memiliki riwayat persalinan preterm sebelumnya, risiko
untuk mengalami persalinan preterm kembali adalah tiga kali lipat
dibandingkan dengan ibu hamil tanpa riwayat persalinan preterm.2
Riwayat penyakit ibu yang berhubungan dengan kehamilan seperti
hipertensi dan diabetes dapat meningkatkan insiden persalinan preterm. Hal
ini disebabkan oleh karena sirkulasi antara ibu dan janin kurang baik apabila
dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit tersebut. Pada
sebagianbesar ibu dengan riwayat penyakit di atas, dilakukan terminasi
kehamilan lebih awal dikarenakan faktor janin. Infeksi jalan lahir, demam,
dan infeksi penyakit tertentu lainnya juga dapat mempengaruhi timbulnya
persalinan preterm.3,7
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh karena solusio plasenta
atau plasenta previa dapat menyebabkan persalinan preterm. Hal ini
dikarenakan pelepasan plasenta dari implantasinya serta perdarahan yang
banyak oleh karena plasenta previa dapat menimbulkan keadaan hipoksia
janin karena ketidakadekuatan sirkulasi uteroplasenta. Solusio plasenta dapat
merangsang persalinan sehingga bila umur kehamilan belum cukup dapat
menjadi persalinan preterm, meskipun sebanyak 63% dari seluruh kasus
terjadi pada usia kehamilan yang aterm. Ibu yang memiliki riwayat solusio
plasenta memiliki kemungkinan kembali terjadinya solusio plasenta yang
7
lebih besar, yaitu 11%. Plasenta previa sering berhubungan dengan persalinan
preterm disebabkan oleh karena keharusan melakukan tindakan akibat
perdarahan yang banyak. Hal ini dikarenakan kemungkinan janin hipoksia
menjadi besar akibat perdarahan yang banyak sehingga bila terdapat tanda-
tanda kesejahteraan janin perlu dilakukan tindakan terminasi kehamilan lebih
cepat.6
2.4 Diagnosis
Diagnosis dari persalinan preterm ditegakkan berdasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal terpenting yang perlu
diperhatikan dan dipastikan adalah bahwa apakah usia kehamilan sudah cukup
bulan atau belum. Usia kehamilan ini dapat diperhitungkan dengan lebih akurat
apabila kriteria good dating terpenuhi, seperti ibu hamil mengetahui hari pertama
haid terakhir (HPHT) dengan pasti sebanyak 3 siklus haid terakhir, dilakukan
pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG) dengan pengukuran biparietal
diameter, femur length, dan abdominal circumference, setelah usia janin
memasuki 12 minggu denyut jantung janin dapat di monitoring dengan Doppler
ultrasound, 18 – 20 minggu dengan fetoskop).2,3
8
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain pemeriksaan USG
untuk menentukan pasti umur kehamilan yang berguna untuk diagnosis dan
penatalaksanaan selanjutnya. Pemeriksaan lain seperti sonografi transvaginal
untuk mengukur panjang serviks yang berguna untuk memprediksi persalinan
preterm sebelum usia 30 minggu dikarenakan sensitivitas dan nilai prediksi
negatifnya yang bagus. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan hematologi rutin dan laju endap darah untuk menilai kemungkinan
tanda-tanda infeksi sehingga dapat membantu untuk mempertimbangkan
penatalaksanaan selanjutnya.3,7
2.5 Penatalaksanaan
Prinsip dari penanganan ancaman persalinan preterm adalah menghambat
proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, mematangkan surfaktan
paru janin dengan pemberian kortikosteroid, dan mencegah infeksi.
Penatalaksanaan terhadap ancaman persalinan preterm dipengaruhi oleh beberapa
faktor:3
9
4. Pemberian tokolitik:
a. Nifedipine
Dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam 30 menit
berikan lagi 20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam pertama 40 mg.
Jangan memberikan lagi sampai 3 jam setelah pemberian yang kedua.
Bila kontraksi tetap, berikan lagi 20 mg sampai kontraksi hilang atau
pasien memasuki fase aktif persalinan. Nifedipin slow release diberikan
setelah 24 jam, 2 - 3 kali sehari sesuai dengan dosis yang dibutukan
untuk menghentikan kontraksi uterus dalam 24 jam.
Tokolitik golongan penghambat kalsium seperti nifedipin,
bekerja dengan menghambat masuknya kalsium lewat membran sel ke
dalam sel otot polos uterus. Aktivitas otot polos termasuk miometrium
berhubungan langsung dengan kadar kalsium bebas dalam sitoplasma,
dan penurunan kalsium akan menghambat kontraksi miometrium
menyebabkan relaksasi uterus.
Bila kontraksi berhenti lanjutkan dengan dosis pemeliharaan
disesuaikan dengan jumlah obat yang digunakan untuk menghentikan
kontraksi dan diberikan dalam bentuk slow release (Adalat Oros 2-3 kali
sehari). Pemberian dosis pemeliharaan sampai usia kehamilan 34
minggu. Dosis maksimal 120 mg/hari, komplikasi yang dapat tejadi
adalah sakit kepala dan hipotensi.
10
6. Pemberian antibiotika. Pada ibu dengan ancaman persalinan preterm dan
terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian klindamisin (2x300 mg
sehari selama 7 hari) atau metronidazole (2x500 mg sehari selama 7 hari),
eritromisin (2x500 mg per hari selama 7 hari) dapat dipertimbangkan.
11
prostaglandin. Pada pasien ini dapat diberikan calcium channel blocker atau
nifedipine untuk menurunkan aktivitas myometrium.
c. Dengan mekanisme yang serupa dengan infeksi, stres memicu peningkatan
sitokin proinflamasi yang menyebabkan ekspresi TLR berlebihan pada
membrane korioamnion sehingga terjadi peningkatan produksi
prostaglandin. Mekanisme ini dapat dihambat oleh prostaglandin inhibitor
yaitu acetylsalisilate dan indometacin.
Persalinan prematur yang disebabkan oleh overdistensi akan
meningkatkan prostaglandin E2 dengan adanya peregangan akibat gaya mekanik.
Perubahan tersebut akan menyebabkan degradasi pada membran sehingga
memicu pecahnya ketuban oleh karena itu dapat diberikan terapi prostaglandin
inhibitor yaitu acetylsalisilate dan indometacin.
12
- Deksametason 4x6mg/IM/ 12 jam
2.6 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas timbul karena adanya komplikasi lanjutan
setelah persalinan yang memburuk, kecilnya berat badan janin, atau semakin
rendahnya umur kehamilan. Bayi yang lahir mendekati aterm mungkin hanya
mengalami sedikit atau bahkan tidak mengalami komplikasi, sedangkan bayi
yang lahir sebelum usia kehamilan 32-34 minggu mungkin memiliki beberapa
komplikasi. Pada beberapa kasus, komplikasi dapat ringan atau berat dan
menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang atau bahkan kematian.
Komplikasi tersebut dapat berupa depresi pernapasan, perdarahan intakranial
neonatal, displasia bronkopulmoner, infeksi, enterokolitis nekrosis, patent ductus
arteriosus (PDA), dan retinopati akibat belum sempurnanya pembentukan organ
tubuh janin. Sebanyak 10% dari seluruh kelahiran preterm akan mengalami
komplikasi dan masalah yang berakibat jangka panjang. 2,3,5
13
mencegah wanita yang belum hamil untuk tidak melahirkan prematur adalah
dengan mempersiapkan kondisi tubuh baik dari status gizi, kadar hemoglobin
(Hb), tekanan darah, dan melakukan pemeriksaan kesehatan reproduksi. 6,7
- Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Dalam
hal ini upaya untuk mencegah ibu hamil agar tidak melahirkan prematur, yaitu
mendapatkan perawatan sejak awal kehamilan; mengetahui risiko diri sendiri
seperti merokok, hipertensi, usia saat heamil, dan komplikasi kehamilan
sebelumnya; melakukan pemeriksaan untuk infeksi saluran kencing (ISK);
memperhatkan berat badan; memiliki pola makan yang baik; tetap menjaga
kebugaran tubuh; serta mencegah stres dan depresi. 6,7
- Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder yaitu pada tahap gejala klinis belum tampak
nyata tetapi proses secara patologis sudah berjalan. Upaya pada tahap ini
dapat menghambat atau menghentikan proses patologis agar tidak
berkembang. Upaya yang dapat dilakukan, seperti pembatasan aktivitas kerja
(bekerja, perjalanan, koitus) pada ibu hamil dengan riwayat persalinan
prematur dan mengurangi pekerjaan yang menimbulkan stres; ibu dengan
kehamilan kembar harus lebih banyak beristirahat sejak minggu ke-28;
melakukan pemeriksaan USG yang diusahakan secara teratur; melakukan
pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis). 6,7
- Pencegahan tersier
Pancegahan tersier yaitu upaya pencegahan persalinan prematur pada
saat gejala klinis sudah nyata didapatkan. Tahap ini ditujukan untuk
memperpanjang masa kehamilan dengan maksud memberikan kesempatan
untuk memperbaiki kualitas janin dan mempersiapkan persalinan yang
memadai. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan, yakni pengiriman ibu
hamil dengan ancaman persalinan prematur ke rumah sakit yang memiliki
14
fasilitas perawatan bayi prematur, pemberian terapi tokolitik, kortikoteroid
antenatal, dan antibiotik.6,7
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : ILN
Alamat : Br. Kebon, Tembuku, Bangli
Jenis kelamin : Perempuan
TTL : Bangli, 23 April 1996
Usia : 23 tahun
No. RM : 291599
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Hindu
Suku : Bali
MRS : 28 Oktober 2019 (03.30 WITA)
Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2019 (16.00 WITA)
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri Perut
16
Riwayat Menstruasi
Menarche umur ± 12 tahun, siklus teratur 28 hari dengan lama 4-5 hari dan
volume + 50 cc. Keluhan selama menstruasi yaitu nyeri perut. Pasien mengatakan
hari pertama haid terakhirnya tanggal 27 Maret 2019. Tafsiran persalinan pada
tanggal 4 Januari 2020. Pasien mengatakan ini merupakan kehamilan kedua.
Riwayat Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi suntik 3 bulan selama 6 bulan setelah hamil pertama dan
kontrasepsi pil selama 2 tahun.
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah sebanyak satu kali. Pasien menikah pertama kali pada usia 21
tahun. Pernikahan sudah berlangsung selama 3 tahun dan pasien belum memiliki
anak.
Riwayat Kehamilan
1. Tahun 2016, preterm, partus spontan, laki-laki, BBL 1100 gram, meninggal
2. Hamil ini
17
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, maupun asma dalam
keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang pegawai swasta dengan tingkat pendidikan terakhir SMP.
Hubungan sosial dengan keluarga maupun lingkungan sekitar dikatakan baik.
Beberapa hari ini pasien sedang disibukkan dengan persiapan acara pernikahan
adiknya Kebiasaan merokok dan minum alkohol disangkal.
18
Mammae : simetris, hiperpigmentasi areola mammae, puting susu
menonjol
Abdomen : Sesuai status obstetri
19
Vagina
Inspeksi : vulva/vagina : blood slym (+), air ketuban (-)
VT (pk. 16.00 ): pembukaan servix 2 cm, effacement 25%, ketuban (-), teraba
kepala, denominator belum jelas, ↓ HI tidak teraba bagian kecil atau tali pusat.
Adapun pemeriksaan laboratorium (28 Oktober 2019) adalah darah lengkap (DL),
bleeding time (BT), clotting time (CT), dan Urine Lengkap.
20
Tabel 3. Urinalisa
Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Berat Jenis 1,015 1,010 – 1,020 Normal
Ph 6 5,0 – 6,5 Normal
Keton Negatif Negatif Normal
Protein Negatif Negatif Normal
Bilirubin Negatif Negatif Normal
Nitrit Negatif Negatif Normal
Urobilinogen Negatif Negatif Normal
Leukosit Negatif Negatif Normal
Eritrosit Negatif Negatif Normal
Sedimen
Eritrosit 1-2 0-2 Normal
Leukosit 2-3 0-4 Normal
Bakteri +2 Negatif Normal
3.5 Diagnosis
3.6 Penatalaksanaan
Terapi : - IVFD RL 20 tpm
- Nifedipine 20 mg (bila kontraksi tetap dalam 30 menit
diberikan lagi 20 mg, kemudian apabila ada kontraksi
dapat diberikan 3 jam kemudian).
- Dexamethasone 12,5 mg tiap 24 jam (IM) selama 2 hari
(Hari 1)
Monitoring : Keluhan, tanda vital, HIS, tanda inpartu
21
KIE : Pasien dan keluarga tentang keadaan ibu dan janin serta
rencana tindakan, risiko tindakan, dan komplikasi dari
tindakan yang akan dilakukan.
22
IVFD RL 20 tpm
Nifedipine 20 mg (bila kontraksi tetap, diberikan 30 menit lagi. Jika
masih tetap ada kontraksi, diberikan 3 jam lagi)
Dexamethason 12,5 mg tiap 12 jam ( 2 kali pemberian)
23
28 Oktober 2019 (Pukul 21.30 WITA)
S: nyeri perut hilang timbul (+), gerak janin (+) baik
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Temperatur axilla : 36,5oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
Status Obstetri
Abdomen : TFU 2 jari diatas pusat,
HIS (+) 3-4 kali/10 menit ~ 40 – 45 detik, DJJ (+)
144x/menit
Vagina : pembukaan servix 6 cm, effacement 50%, ketuban
(+), teraba kepala, ↓ HII, tidak teraba bagian kecil atau
tali pusat
A: G2P0100 Usia Kehamilan 30-31 minggu Tunggal/ Hidup + PK I Fase
Aktif + PPI + LHM
P: monitoring ~ keluhan, tanda vital, denyut jantung janin dan HIS
24
28 Oktober 2019 (Pukul 22.00 WITA)
S: Ibu ingin mengedan
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 100/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 84x/menit Temperatur axilla : 36,5oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Akral Hangat + + Edema - -
+ + - -
Status Obstetri
Abdomen : HIS 4-5 kali/10 menit ~ 45 – 50 detik, DJJ (+)
140x/menit
Vagina : pembukaan servix lengkap, ketuban (+), teraba kepala,
↓ HIII, UUK depan, tidak teraba bagian kecil atau tali
pusat
A: G2P0100 Usia Kehamilan 30-31 minggu Tunggal/ Hidup + PK I Fase
Aktif + Partus Prematurus + LHM
P: Pimpin Persalinan
25
28 Oktober 2019 (Pukul 22.05 WITA)
Lahir bayi laki – laki, berat lahir 1450 gram, Apgar score 4-5, kelainan (-), anus
(+)
S: nyeri jalan lahir (+)
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 82x/menit Temperatur axilla : 36,8oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetric
26
28 Oktober 2019 (Pukul 22.25 WITA)
Lahir plasenta, kesan lengkap, kalsifikasi (-), hematoma (-)
S: nyeri jalan lahir (+)
O: Status Present:
Keadaan umum baik
Kesadaran compos mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 80x/menit Temperatur axilla : 36,8oC
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetric
27
Status General:
Mata : Anemis -/-
Cor : S1S2 normal, regular, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetric
28
BAB IV
PEMBAHASAN
29
adanya his minimal 2-3 kali dalam 10 menit, adanya denyut jantung janin dan
adanya pembukaan minimal 2 cm atau penipisan minimal 50% pada pemeriksaan
vaginal toucher. Pada pemeriksaan vaginal toucher juga penting untuk
memastikan apakah ketuban sudah pecah atau belum dimana hal tersebut akan
mempengaruhi tatalaksana kasus. Pada kasus ini didapatkan adanya his 1-2 kali
dalam 10 menit, selama 5-10 detik. Terdapat denyut jantung janin 142 kali/ menit
dan pada pemeriksaan vaginal toucher ditemukan pembukaan serviks 2 cm
dengan penipisan 25% dan selaput ketuban tidak teraba. Pemeriksaan keadaan
umum, tanda vital, dan status general berguna untuk mencari sumber penyebab
atau pemicu terjadinya PPI pada pasien. Pada pasien ini didapatkan keadaan
umum dan tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi pemeriksaan
laboratorium yakni darah lengkap, uji BT/CT (bleeding time/clotting time),
urinalisis dan imunoserologi. Pemeriksaan laboratorium, BT/CT, urinalisis dan
imunoserologi terkait dengan faktor risiko yang dicurigai sebagai pemicu
terjadinya PPI. Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan dalam
batas nomal dari kadar hemoglobin pasien, sedangkan untuk sel darah putih
pasien didapatkan meningkat yakni 12,3 x 109/L dan untuk HGB rendah yakni
11,2 dL, kadar sel darah putih yang meningkat dapat menunjukkan adanya
infeksi yang dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya PPI. Hasil uji
BT/CT dalam batas normal dan urinalisis didapatkan bakteri +2.
30
pemicu terjadinya PPI. Empat penyebab utama terjadinya PPI yakni infeksi,
overdistensi, iskemia/ perdarahan desidua, dan stres psikologis. Selain itu,
terdapat juga faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko. Pada kasus ini salah
satu faktor risiko yang dicurigai sebagai pemicu terjadinya PPI adalah
kemungkinan adanya stres psikologis. Faktor lain yang dapat dipertimbangkan
adalah adanya PPI berulang sebanyak 1 kali pada pasien sehingga dapat
dipikirkan pula kemungkinan adanya inkompetensi serviks pada pasien.
4.3 Tatalaksana
Tatalaksana kasus PPI dengan selaput ketuban sudah tidak intak dan
pembukaan <4 cm adalah evaluasi terlebih dahulu apakah air ketuban masih
cukup atau tidak, apabila masih cukup, penatalaksanaan yang dilakukan adalah
upaya untuk mencegah terjadinya persalinan, pematangan paru janin dan
pencarian serta perbaikan faktor penyebab terjadinya PPI. Pada kasus ini
didapatkan selaput ketuban masih intak dan pembukaan 2 cm sehingga
pencegahan persalinan masih mungkin dilakukan. Pasien diberikan tokolitik
berupa nifedipin serta injeksi kortikosteroid untuk pematangan paru janin.
Tokolitik nifedipin diberikan dengan dosis awal 20 mg kemudian
diberikan kembali 20 mg dalam 30 menit dan diberikan kembali 20 mg setiap 3
jam dengan dosis maksimal 120 mg dalam 24 jam. Pemberian agen penghambat
kanal kalsium berupa nifedipin sebagai tokolitik dapat dihentikan dan digantikan
dengan agen penghambat kanal kalsium slow release yakni Adalat oros. Injeksi
kortikosteroid berupa deksametason 12 mg intramuskular setiap 24 jam selama
48 jam diberikan untuk pematangan paru janin. Pemberian deksametason
diberikan mengingat usia kandungan yang belum mencapai 34 minggu karena
pada usia tersebut paru janin belum matang.
Penatalaksanaan non farmakologis juga dilakukan dengan
meminimalisir mobilisasi ibu sehingga cairan ketuban tidak pecah, serta
menyarankan pada ibu untuk berbaring miring ke kiri dengan tujuan untuk
kesejahteraan janin. Namun, pada pasien ini upaya konservatif seperti paparan di
31
atas tidak berhasil karena dalam 4 jam pembukaan servix menjadi 4 cm, yang
mana sudah masuk ke fase partus kala 1, sehingga persalinan tidak dapat
dicegah.
32
BAB V
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
34