LAPORAN KASUS
KOLESISTOLITIASIS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn IPTD
Usia : 24th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun Padangsambian Denpasar
Agama : Hindu
Tanggal MRS : 27 Juni 2019
Tanggal pemeriksaan : 28 Juni 2019
B. ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati menembus ke punggung
Keluhan Tambahan :
• demam
• Mual dan Muntah
• sesak
1
• Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : 3 hari yang lalu
• Riwayat operasi : disangkal
• Riwayat trauma : disangkal
• Riwayat rawat inap di RS : RSUP sangalh dirawat 3 hari baru keluar rumah sakit hari
ini
• Riwayat konsumsi obat : Lambung dan obat mual
Riwayat Kebiasaan
Jadwal makan tidak teratur, suka makan makanan yang berlemak dan pedas, minum
kopi, merokok dan minum alkohol
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Laju Nadi : 69 kali/menit, teratur, kuat, penuh
Laju Nafas : 18 kali/min, teratur
Suhu : 37.4oC
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 167 cm
Kepala : Normocephali (+), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya langsung +/+
Mulut : Mukosa oral basah
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
Telinga : Deformitas (-/-), MAE (+/+), serumen (+/+), sekret (-/-), MAE
2
hiperemis (-/-)
Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : gerakan napas tampak simetris, retraksi (-)
Palpasi : gerakan napas teraba simetris
Auskultasi : bunyi napas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus 10 x/menit
Palpasi : nyeri tekan epigastrium dan RUQ
Perkusi : shifting dullness (-)
Kulit : turgor baik
Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-) CRT < 2 detik
D. DIAGNOSIS KERJA
Kolesistolitiasis+ dyspepsia
E. PENATALAKSANAAN
IVFD NS 20 tpm
• Inj pantoprazole 2x 40mg iv
• Sukralfat 4x1C
• Ondansetron 3x4mg iv
• Parasetamol flash tiap 8 jam
• Ketoroloac 1x1 amp injeksi
• Ceftriaxone 1x2gr
• Diit lunak
• Lab lengkap, thorax photo, USG abdomen
3
F. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanatinam : bonam
G. FOLLOW UP
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Darah Rutin
Hb 15.4 12 – 15 g/dL Diff. Count
Ht 46.5 37-43 % Basofil 0.5 0-1 %
Trombosit 333 150-400 Eosinofil 2.4 1-5 %
ribu/uL
Leukosit 17.2 4 -10 ribu/uL Neutrofil 86,1 50-70 %
Eritrosit 5.16 4-5 juta/uL Limfosit 8.1 25-40 %
MCV 90.1 80-100 fL Monosit 2.9 2-8 %
MCH 29.8 26-34 pg
MCHC 33.1 32-36 %
4
▪ Hasilfoto thorax PA
▪ Jantung dan paru tak tampak kelainan
Tanggal Keterangan
29-8-2019
S:
• Pasien menyatakan nyeri ulu hati menembus ke punggung
• Demam (+)
• Mual (+) muntah (+)
• BAK (+) kecoklatan , BAB (-)
O:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD : 120/80
N: 84 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 37.1 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ +
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A:
Ulkus peptikum+Kolesistolitiasis+ dd pankreatitis
P:
IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C
• Antasida syr 3x1C
5
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• Ceftriaxone 1x2gr
• Parasetamol flash tiap 8 jam
• Ketorolac inejsi 1 amp iv
• Pemeriksaan amylase
Tanggal Keterangan
30-8-2019
S:
• Pasien menyatakan nyeri ulu hati menembus ke punggung
• Demam (-)
• Mual (+) muntah (+)
• BAK (+) kecoklatan , BAB (-)
O:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD : 110/70
N: 84 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36.1 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ +
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A:
Ulkus peptikum +Kolesistolitiasis
P:
IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C
6
• Antasida syr 3x1C
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• Ceftriaxone 1x2gr
• Parasetamol flash tiap 8 jam
• Ketorolac injeksi 1 amp iv
•
Tanggal Keterangan
31-6-2019
S:
• nyeri ulu hati menembus ke punggung mulai berkurang
• Demam (-)
• Mual (+) muntah (-)
• BAK (+) kuning kecoklatan , BAB (-)
O:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD : 120/80
N: 88 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ +
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A:
Ulkus peptikum +Kolesistolitiasis
P:
IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C
7
• Antasida syr 3x1C
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• UDCA 2x1
• Konsultasi dr Suetta SpB
• Advis cek bilirubin direk dan total
• Drip ketorolac 90mg dalam d5%
• Metronidazole 2x500
• Ketorolac injeksi 1 amp iv
Tanggal Keterangan
8
1-9-2019
S:
• nyeri ulu hati menembus ke punggung sangat berkurang
• Demam (-)
• Mual (-) muntah (-)
• BAK (+) kuning lancar , BAB normal
O:
Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TD : 110/70
N: 88 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ -
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A:
dyspepsia +Kolesistolitiasis+ kolesistitis
P:
IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C
• Antasida syr 3x1C
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• UDCA 2x1
• Parasetamol flash 3x1gr kp
• Cefixime 2x100
9
2-9-2019
S:
• nyeri perut berkurang
• Demam (-)
• Mual (-) muntah (-)
• BAK (+) kuning , BAB normal
O:
Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TD : 120/70
N: 88 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium- RUQ -
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
A:
P dyspepsia +Kolesistolitiasis+ kolesistitis
P:
BPL
• Sucralfat 4x1C
• Antasida syr 3x1C
• lanzoprazole 2x1
• Domperidon 2x1
• UDCA 1x1
• Cefixime 2x100
• Kontrol poli bedah dr Suetta SpB
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis
2.2. Etiologi
Penyebab Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh
karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
11
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu kolesterol
Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol).
1. Supersaturasi kolesterol
4. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya
faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi
menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat
12
antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen cokelat
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari
derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
2.3. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena
dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media
yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid
yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah,
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan
membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang
13
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan
tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim
bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi
larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala
klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik,
intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas,
tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan obstructive
jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai oleh
gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam. Lokasi nyeri di
epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi
pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan. Nyeri perut kanan atas
yang berulang merupakan gambaran penting adanya kolelitiasis. Umumnya nyeri terlokalisir
di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada
14
kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga
berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah
sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas yang
berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang
timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive, keluhan
perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.Mual dan muntah
juga umum terjadi. Demam umum terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun.
Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya serangansangat bervariasi. Pada
pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi
mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada kandung empedu.
Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu, kolangitis
duktus dan pankreatitis. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupakolesistitis akut
dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan
sering disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri
tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas
(Murphy’s sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan
karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada
penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien
terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien
15
sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan
distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan
kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan
mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver
tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat
pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke
dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke
dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke
dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan
Pemeriksaan Laboratorium
16
2) Kenaikan fosfolipid
6) Penurunan urobilirubin
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
2.7. Tatalaksana
Prinsip Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis,
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,
Manajemen terapi :
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
17
2. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan
efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis,
terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5
tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung
empedu baik dan duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam
kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa,
sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave)
yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
18
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan
Bare,BG 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke
dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah
selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga
batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita
batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar
90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang
19
dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%
untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini
pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang
2.9 Komplikasi
1. Asimtomatik
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
20
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap
ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara menetap
maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat
menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-
alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian
dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus
kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang
menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi
21
22