Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS
KOLESISTOLITIASIS

A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn IPTD
Usia : 24th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun Padangsambian Denpasar
Agama : Hindu
Tanggal MRS : 27 Juni 2019
Tanggal pemeriksaan : 28 Juni 2019

B. ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati menembus ke punggung
Keluhan Tambahan :
• demam
• Mual dan Muntah
• sesak

Riwayat Perjalanan Penyakit


▪ Pasien mengalami keluhan nyeri di ulu hati dan menembus ke punggung sejak 4 jam
SMRS. Nyeri perut muncul tiba tiba , terasa terus menerus seperti ditusuk dan
menembus hingga punggung. Nyeri tidak berkurang setelah makan, nyeri tidak
dipengaruhi perubahan posisi. Keluhan nyeri disertai mual dan muntah. Muntah 2x
berisi air dan sisa makanan. Namun pasien masih dapat makan dan minum sedikit
sedikit. Keluhan kembung + sendawa terus menerus disertai keluhan tidak nyaman di
dada dan terasa sulit untuk bernafas disertai meriang tidak ada keluhan nyeri dada kiri
,dada seperti ditindih, maupun keringat dingin. Saat buang air kecil urin berwarna
kecoklatan dan tinja tampak pucat.

Riwayat Penyakit Dahulu

1
• Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : 3 hari yang lalu
• Riwayat operasi : disangkal
• Riwayat trauma : disangkal
• Riwayat rawat inap di RS : RSUP sangalh dirawat 3 hari baru keluar rumah sakit hari
ini
• Riwayat konsumsi obat : Lambung dan obat mual

Riwayat Kebiasaan
 Jadwal makan tidak teratur, suka makan makanan yang berlemak dan pedas, minum
kopi, merokok dan minum alkohol

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Laju Nadi : 69 kali/menit, teratur, kuat, penuh
Laju Nafas : 18 kali/min, teratur
Suhu : 37.4oC
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 167 cm
Kepala : Normocephali (+), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor 2mm/2mm,
refleks cahaya langsung +/+
Mulut : Mukosa oral basah
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
Telinga : Deformitas (-/-), MAE (+/+), serumen (+/+), sekret (-/-), MAE

2
hiperemis (-/-)
Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
 Thorak
Paru-paru
 Inspeksi : gerakan napas tampak simetris, retraksi (-)
 Palpasi : gerakan napas teraba simetris
 Auskultasi : bunyi napas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
 Auskultasi : irama reguler, BJ I-II normal, bising (-)
 Abdomen
 Inspeksi : cembung
 Auskultasi : Bising usus 10 x/menit
 Palpasi : nyeri tekan epigastrium dan RUQ
 Perkusi : shifting dullness (-)
 Kulit : turgor baik
 Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-) CRT < 2 detik

D. DIAGNOSIS KERJA
Kolesistolitiasis+ dyspepsia

E. PENATALAKSANAAN
 IVFD NS 20 tpm
• Inj pantoprazole 2x 40mg iv
• Sukralfat 4x1C
• Ondansetron 3x4mg iv
• Parasetamol flash tiap 8 jam
• Ketoroloac 1x1 amp injeksi
• Ceftriaxone 1x2gr
• Diit lunak
• Lab lengkap, thorax photo, USG abdomen

3
F. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanatinam : bonam

G. FOLLOW UP
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Darah Rutin
Hb 15.4 12 – 15 g/dL Diff. Count
Ht 46.5 37-43 % Basofil 0.5 0-1 %
Trombosit 333 150-400 Eosinofil 2.4 1-5 %
ribu/uL
Leukosit 17.2 4 -10 ribu/uL Neutrofil 86,1 50-70 %
Eritrosit 5.16 4-5 juta/uL Limfosit 8.1 25-40 %
MCV 90.1 80-100 fL Monosit 2.9 2-8 %
MCH 29.8 26-34 pg
MCHC 33.1 32-36 %

Pemeriksaan Hasil Rujukan


Gula darah sewaktu 145 75-125 mg/dL

Hasil pemeriksaan kimia klinik


▪ GDS 148 mg/dL
▪ BUN 14.2 mg/dL
▪ Kreatinin 1.0 mg/dL
▪ SGOT 17 U/L
▪ SGPT 26 U/L
▪ Natrium 133 mmol/L
▪ Kalium 4.0 mmol/L
▪ Klorida 98 mmol/L
▪ Bilirubin total 1.46 mg/dL
▪ Bilirubin direk 0.43 mg/dL
▪ Amilase 28.3 U/L

4
▪ Hasilfoto thorax PA
▪ Jantung dan paru tak tampak kelainan

▪ Hasil pemeriksaan USG abdomen atas-bawah


– Batu GB (cholelithiasis multiple) uk 0.93cm dan 0.73cm
– Sonografi Hepar/pancreas/lien/ginjalkanan dan kiri/ buli dan uterus saat ini tak
tampak kelainan

Tanggal Keterangan
29-8-2019
S:
• Pasien menyatakan nyeri ulu hati menembus ke punggung
• Demam (+)
• Mual (+) muntah (+)
• BAK (+) kecoklatan , BAB (-)

O:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD : 120/80
N: 84 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 37.1 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ +
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

A:
Ulkus peptikum+Kolesistolitiasis+ dd pankreatitis

P:
 IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C
• Antasida syr 3x1C

5
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• Ceftriaxone 1x2gr
• Parasetamol flash tiap 8 jam
• Ketorolac inejsi 1 amp iv
• Pemeriksaan amylase

Tanggal Keterangan
30-8-2019
S:
• Pasien menyatakan nyeri ulu hati menembus ke punggung
• Demam (-)
• Mual (+) muntah (+)
• BAK (+) kecoklatan , BAB (-)

O:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD : 110/70
N: 84 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36.1 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ +
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

A:
Ulkus peptikum +Kolesistolitiasis

P:
 IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C

6
• Antasida syr 3x1C
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• Ceftriaxone 1x2gr
• Parasetamol flash tiap 8 jam
• Ketorolac injeksi 1 amp iv

Tanggal Keterangan
31-6-2019
S:
• nyeri ulu hati menembus ke punggung mulai berkurang
• Demam (-)
• Mual (+) muntah (-)
• BAK (+) kuning kecoklatan , BAB (-)

O:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD : 120/80
N: 88 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ +
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

A:
Ulkus peptikum +Kolesistolitiasis

P:
 IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C

7
• Antasida syr 3x1C
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• UDCA 2x1
• Konsultasi dr Suetta SpB
• Advis cek bilirubin direk dan total
• Drip ketorolac 90mg dalam d5%
• Metronidazole 2x500
• Ketorolac injeksi 1 amp iv

Tanggal Keterangan

8
1-9-2019

S:
• nyeri ulu hati menembus ke punggung sangat berkurang
• Demam (-)
• Mual (-) muntah (-)
• BAK (+) kuning lancar , BAB normal

O:
Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TD : 110/70
N: 88 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium+ RUQ -
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

A:
dyspepsia +Kolesistolitiasis+ kolesistitis

P:
 IVFD NACL 0.9% 20 tpm
• Sucralfat 4x1C
• Antasida syr 3x1C
• Pantoprazole 2x40 mg iv
• Ondansetron 3x4mg
• UDCA 2x1
• Parasetamol flash 3x1gr kp
• Cefixime 2x100

9
2-9-2019

S:
• nyeri perut berkurang
• Demam (-)
• Mual (-) muntah (-)
• BAK (+) kuning , BAB normal

O:
Keadaan umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: compos mentis
TD : 120/70
N: 88 kali/menit (TKP)
RR: 20 kali/menit
Suhu: 36 0C
Abdomen : nyeri tekan epigastrium- RUQ -
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal

A:
P dyspepsia +Kolesistolitiasis+ kolesistitis

P:
BPL

• Sucralfat 4x1C
• Antasida syr 3x1C
• lanzoprazole 2x1
• Domperidon 2x1
• UDCA 1x1
• Cefixime 2x100
• Kontrol poli bedah dr Suetta SpB

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis

2.2. Etiologi

Penyebab Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam

chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting

adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis

empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu

adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh

karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar

empedu.

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya

kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)

2. Usia lebih dari 40 tahun .

3. Kegemukan (obesitas).

4. Faktor keturunan

5. Aktivitas fisik

11
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

7. Hiperlipidemia

8. Diet tinggi lemak dan rendah serat

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:

1. Batu kolesterol

Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol).

Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

1. Supersaturasi kolesterol

2. Hipomotilitas kandung empedu

3. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

4. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%

kolesterol. Jenisnya antara lain:

Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya

faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi

sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,

khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi

menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium

bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat

12
antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen cokelat

ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat

hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada

pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari

derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu

pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.

Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

2.3. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang

supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena

bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting

dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan

kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan

kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media

yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid

yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam

empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah,

atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan

kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan

membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang

13
lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris

yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :

bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan

terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil

tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim

glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari

bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi

larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi

yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

2.4. Manifestasi Klinis


Kebayakan Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.

Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala

klinik yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik,

intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas,

tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang

dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.

Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan obstructive

jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai oleh

gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam. Lokasi nyeri di

epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi

pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan. Nyeri perut kanan atas

yang berulang merupakan gambaran penting adanya kolelitiasis. Umumnya nyeri terlokalisir

di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada

14
kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga

berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah

sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau

epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas yang

berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang

timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive, keluhan

perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.Mual dan muntah

juga umum terjadi. Demam umum terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun.

Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya serangansangat bervariasi. Pada

pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi

mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada kandung empedu.

Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu, kolangitis

duktus dan pankreatitis. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupakolesistitis akut

dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan

sering disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri

tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas

(Murphy’s sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika

dilakukan palpasi dalam di daerah subkostakanan.

2.6. Pemeriksaan penunjang


Radiologi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan

karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada

penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien

terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien

15
sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan

distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan

kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus

koleduktus yang mengalami dilatasi.

Radiografi: Kolesistografi

Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.

Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan

kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta

mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver

tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.

(Smeltzer dan Bare, 2002).

Sonogram

Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah

menebal. (Williams 2003)

ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat

pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke

dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke

dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke

dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan

visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.

(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).

Pemeriksaan Laboratorium

1) Kenaikan serum kolesterol

16
2) Kenaikan fosfolipid

3) Penurunan ester kolesterol

4) Kenaikan protrombin serum time

5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)

6) Penurunan urobilirubin

7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)

8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama

(Normal: 17 - 115 unit/100ml)

2.7. Tatalaksana

Prinsip Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan

bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis,

yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.

2.8.1 Penatalaksanaan Nonbedah

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan

istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah

harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,

kecuali jika kondisi pasien memburuk

Manajemen terapi :

1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.

3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign

4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.

5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

17
2. Disolusi medis

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan

oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholickarena

efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,

peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang

Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis,

terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5

tahun setelah terapi. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif

diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung

empedu baik dan duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada

anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.

3. Disolusi kontak

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol

dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter

perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai

adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam

kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.

Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang

kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa,

sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu

4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave)

yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan

18
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan

Bare,BG 2002).

ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat

ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke

dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah

selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga

batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan

sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000

penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih

aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita

batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat

2.8.2 Penatalaksanaan Bedah

Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis

simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus

biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini

kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar

90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang

19
dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%

untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung

empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.

Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini

pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis

keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi

perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,

nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan

dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang

mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :

1. Asimtomatik

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

5. Perikolesistitis

6. Peradangan pankreas (pankreatitis)

7. Perforasi

8. Kolesistitis kronis

9. Hidrop kandung empedu

10. Empiema kandung empedu

11. Fistel kolesistoenterik

20
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu

empedu muncul lagi)

13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam

kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap

ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus secara menetap

maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat

menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-

alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya

kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian

dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat

terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus

kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang

menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif,

kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat

menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan

ileus obstruksi

21
22

Anda mungkin juga menyukai