Anda di halaman 1dari 16

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

KOMUNIKASI DAN PEWARISAN BUDAYA


(Studi tentang Proses dan Peran Komunikasi dalam Pewarisan
Budaya Masyarakat Adat Bonokeling Desa Pekuncen
Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas)

Vincentia Ananda AP, Pawito, Sri Hastjarjo


Magister Ilmu Komunikasi Program PASCASARJANA UNS
vincentia.ananda@gmail.com

Abstrak
Masyarakat Adat Bonokeling (MAB) Desa Pekuncen adalah kelompok masyarakat yang
masih menjalankan ajaran keyakinan dan laku tradisi mengikuti jejak leluhur. Di tengah
modernisasi, globalisasi membawa dampak pada nilai-nilai budaya lokal. Keberadaan
keyakinan dan tradisi warisan leluhur yang masih dijalankan menunjukkan bahwa
Masyarakat Adat Bonokeling melakukan pelanggengan budaya dari generasi ke
generasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses dan peran komunikasi
dalam pewarisan budaya lokal MAB. Sekaligus memberikan gambaran tentang proses
komunikasi MAB dalam mempertahankan keyakinan dan tradisi sebagai budaya lokal
Anak Putu Bonokeling.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan strategi pendekatan studi kasus. Data
diperoleh melalui wawancara, observasi, dan studi dokumen. Analisis data
menggunakan model analisis interaktif dan pengembangan deskripsi kasus. Penarikan
kesimpulan dilakukan berdasar kaitan unsur temuan yang menjabarkan proposisi
deskripsi kasus sebagai tema data penelitian.
Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh simpulan bahwa pewarisan budaya MAB
berlangsung dalam forum interaksi, khususnya gendhu-gendhu rasa. Gendhu-gendhu
rasa sebagai forum interaksi berperan sebagai saluran pewarisan budaya. Selain itu
keberadaan Anak Putu dalam gendhu-gendhu rasa menjadi indikator kehidupan sosial
Anak Putu. Komunikasi dalam pewarisan budaya juga menjadi pembentuk identitas
budaya Masyarakat Adat Bonokeling.

Kata Kunci: Masyarakat Adat Bonokeling, proses komunikasi, peran komunikasi, forum
interaksi, pewarisan budaya

PENDAHULUAN Masyarakat Adat Bonokeling (MAB)


commit to user
adalah kelompok masyarakat yang

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

percaya bahwa Eyang Bonokeling adalah Bonokeling. Ridwan, seorang peneliti


leluhur mereka sehingga menyebut diri dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
sebagai Anak Putu Bonokeling. Mereka Purwokerto, menyatakan bahwa
bermukim di sejumlah kecamatan di “...di saat gempuran budaya
globalisasi seperti sekarang masih
Kabupaten Cilacap dan Kabupaten
ada yang memegang teguh pranata
Banyumas. Namun tempat tumbuh dan dan budaya lokal yang mereka miliki.
Sedangkan hidup mereka sangat
berkembangnya berada di Desa
terbuka baik dalam komunikasi
Pekuncen Kecamatan Jatilawang maupun secara geografis”
(Dharmawan, 2011).
Kabupaten Banyumas.
MAB di Desa Pekuncen banyak Tantangan untuk terus melestarikan
dikenal dengan ajaran keyakinan dan nilai budaya di tengah proses
tradisi Jawa warisan leluhur yang modernisasi semakin kuat saat Anak
dilaksanakan secara turun-temurun dan Putu Bonokeling memiliki pantangan
terus-menerus hingga saat ini. Hal ini mengajak orang lain untuk menjadi
dikarenakan masyarakat adat adalah anggota. Terlebih pengetahuan tentang
masyarakat yang hidup berdasarkan adat Bonokeling juga didapatkan
asal-usul leluhur (Nomba, 2002). Kipuri dengan belajar pada sesama Anak Putu,
(2009) menyatakan bahwa, “indigenous bukan dari sumber tertulis.
communities have kept their cultures Di tengah kehidupan modernisasi
alive by passing on their worldview, their yang membawa dampak globalisasi
knowledge and know-how, their arts, pada nilai-nilai budaya, Masyarakat Adat
rituals and performances from one Bonokeling dapat tetap bertahan dengan
generation to the next”. Hal ini jelas kebudayaan lokal yang dimiliki.
menunjukkan bahwa setiap masyarakat Keberadaan nilai-nilai budaya yang tetap
adat hidup berdasarkan budaya yang bertahan ditengah Masyarakat Adat
dimiliki dan menjaganya dengan Bonokeling karena adanya pelanggengan
menularkan pada generasi berikutnya. budaya melalui proses belajar dari
Budaya yang diwariskan termasuk generasi ke generasi.
keyakinan, pengetahuan, bahasa, situs Menurut Samovar dan Porter (2001)
atau benda sejarah, serta kesenian. hal tersebut merupakan dua
Modernitas dan globalisasi tidak karakteristik utama dari adanya budaya.
dapat dipungkiri lagi telah menerpa Budaya diperoleh melalui proses belajar
seluruh faktor kehidupan terutama dalam interaksi dengan orang lain serta
budaya. Perkembangan dunia dalam melalui warisan generasi sebelumnya.
modernitas dan budaya global tidak Pewarisan budaya melalui dua
menyurutkan laku ajaran dan tradisi proses, yaitu enkulturasi dan sosialisasi.
commit to user
yang dijalankan oleh Masyarakat Adat (Kodiran, 2014). Dayakisni dan Yuniardi

2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(2012) menyatakan bahwa enkulturasi Pentransmisian budaya pada lintas


adalah mempelajari hal-hal yang telah generasi tentu melalui proses
ada pada kelompok dan tidak ada komunikasi. Dinyatakan DeVito (2003)
pilihan lain sehingga tidak pernah bahwa inti dari komunikasi terletak
dipertanyakan. Hal-hal tersebut adalah pada proses, dimana komunikasi
hal yang telah dibentuk secara budaya merupakan proses dinamis orang-orang
dan diatur oleh generasi sebelumnya. yang berusaha mengirimkan pesan
Sedangkan Kodiran menuliskan bahwa melampaui ruang dan waktu.
pewarisan budaya yang dilakukan Pernyataan DeVito ini menjelaskan
melalui proses sosialisasi berkaitan bahwa dalam proses pewarisan budaya
dengan proses belajar kebudayaan berlangsung aktivitas komunikasi, yaitu
dalam hubungannya dengan sistem budaya lokal sebagai warisan leluhur
sosial. ditranmisikan sebagai pesan pada
Proses pewarisan budaya diperoleh generasi selanjutnya.
melalui agen budaya seperti orangtua, Komunikasi sebagai sebuah proses
kelompok rekan, sekolah, institusi secara sederhana ditunjukkan melalui
keagamaan, dan pemerintahan. Dengan model komunikasi Laswell. Oleh Laswell
demikian dalam pembelajaran budaya (dalam Fiske, 2012) dijelaskan bahwa
dalam Masyarakat Adat Bonokeling pada dasarnya komunikasi adalah suatu
tidak lepas dari proses komunikasi yang proses yang menjelaskan “siapa (who)”,
berlangsung dalam interaksi masyarakat mengatakan “apa (says what)”, “dengan
adat. saluran apa (in which chanel)”, “kepada
Proses belajar budaya dari generasi siapa (who whom)”, “akibat dan efeknya
ke generasi penting untuk diketahui apa (which what effect)”. Dengan
melalui studi komunikasi. Hal ini demikian dalam model yang ditawarkan
dikarenakan pewarisan budaya tidak Laswell mengandung sejumlah unsur
lepas dari aktivitas komunikasi. Hal ini yang merupakan syarat berlangsungnya
mengacu dari pernyataan Hall yang komunikasi sebagai sebuah proses.
dikutip Samovar dan Porter (2001) Unsur tersebut adalah sumber dan
bahwa culture is communication and penerima sebagai pelaku komunikasi,
communication is culture. Maksud dari pesan, dan saluran.
pernyataan Hall ini menyatakan bahwa Interaksi Anak Putu yang
keberadaan budaya berlangsung melalui berlangsung dalam forum interaksi
proses komunikasi, yaitu proses dialog Masyarakat Adat Bonokeling merupakan
melalui interaksi antar manusia dari gambaran proses komunikasi dalam
generasi ke generasi dan bukan pewarisan budaya. Dengan demikian,
commit to user
diwariskan melalui gen. penelitian ini bermaksud ingin

3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengetahui bagaimana proses alamiah sehingga studi kasus dinilai


komunikasi Anak Putu dalam upaya sebagai studi yang bersifat natural
pelestarian budaya lokal Masyarakat (Patton, 2002).
Adat Bonokeling. Jenis studi kasus yang akan
Berdasarkan latar belakang yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
telah dipaparkan maka tujuan penelitian intrinsic case study, yaitu jenis
ini adalah untuk mengetahui proses dan penelitian ditempuh bukan karena suatu
peran komunikasi dalam pewarisan kasus mewakili kasus lain atau karena
budaya lokal MAB. Serta memberikan menggambarkan sifat atau problem
gambaran tentang proses komunikasi tertentu, namun karena dalam seluruh
MAB dalam mempertahankan keyakinan aspek kekhususan dan kesederhanaan
dan tradisi sebagai budaya lokal Anak kasus tersebut menarik minat. Dalam
Putu Bonokeling. kesimpulannya penelitian studi kasus
jenis ini tidak dapat digeneralisakan,
METODE PENELITIAN
melainkan kesimpulan yang akan
Penelitian ini bermaksud
diambil peneliti hanya untuk kalangan
memperoleh gambaran dan pemahaman
tertentu saja (Stake, dalam Denzin dan
yang komprehensif mengenai gejala
Lincol, 2009).
komunikasi dalam pewarisan budaya
Sedangkan persoalan yang dianggap
Masyarakat Adat Bonokeling. Dengan
unik dalam penelitian ini adalah
demikian metode penelitian ini
keberadaan budaya lokal Masyarakat
mengambil bentuk deskriptif kualitatif.
Adat Bonokeling di Desa Pekuncen
Penelitian kualitatif didefinisikan
sebagai warisan leluhur yang masih
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,
berjalan hingga kini di tengah
2005) sebagai prosedur penelitian yang
modernisasi yang membawa dampak
menghasilkan data deskriptif berupa
globalisasi terhadap nilai-nilai budaya
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
lokal. Sedangkan Masyarakat Adat
orang dan perilaku yang diamati.
Bonokeling sendiri hidup terbuka di
Sedangkan dalam Sutopo (2006)
tengah masyarakat modern. Fokus
dinyatakan penelitian deskriptif
persoalan penelitian ini terletak pada
mengarah pada pendeskripsian secara
proses komunikasi masyarakat adat
rinci dan mendalam mengenai potret
sebagai upaya pewarisan budaya.
dan kondisi yang sebenarnya terjadi
Penelitian dilaksanakan di Desa
menurut adanya di lapangan studi.
Pekuncen, Kecamatan Jatilawang,
Lebih lanjut bentuk penelitian ini
Kabupaten Banyumas, di mana Anak
adalah studi kasus. Strategi ini
Putu Bonokeling muncul, berkembang,
memusatkan perhatian hal-halcommit to user
pada
dan lestari hingga saat ini.
yang dianggap unik dan terjadi secara

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Data diperoleh dengan menekankan tradisi, bentuk komunikasi, forum


wawancara dengan masyarakat adat interaksi, dan pewarisan budaya.
Bonokeling dan tokoh masyarakat Tahapan selanjutnya adalah
setempat dan observasi dari mengidentifikasi tema utama
pengamatan selama di lapangan. Data berdasarkan data yang mewakili, yaitu :
juga diperoleh dari dokumen-dokumen lokasi penelitian, pewarisan budaya
yang berkaitan dengan permasalahan melalui forum interaksi, proses
penelitian. komunikasi dalam pewarisan budaya,
Model analisa yang digunakan dan peran komunikasi dalam pewarisan
pertama adalah model analisis nilai budaya lokal. Kemudian data
interaktif. Ada tiga komponen analisis dikelompokkan sesuai dengan tema
yang saling berkaitan dan berinteraksi, yang telah disusun. Dengan demikian
tak bisa dipisahkan dengan kegiatan data yang telah dikelompokkan dapat
pengumpulan data, yaitu reduksi data, disajikan menjadi sebuah tulisan narasi.
sajian data, dan penarikan kesimpulan. Data yang telah tersaji berdasarkan
Sedangkan kesulitan analisis pada studi kategorisasi dan pengelompokkan
kasus dapat dikurangi dengan sesuai tema kemudian dikomparasikan
menentukan strategi umum untuk dengan kerangka konseptual dan teori.
menganalisis data. Strategi ini Hal ini dilakukan agar data dapat
digunakan agar dapat memperlakukan diinterpretasi. Dengan demikian
bukti secara wajar, menghasilkan penarikan kesimpulan dilakukan
konklusi analisis yang mendukung, dan berdasarkan kaitan ketiga unsur temuan
menetapkan alternatif interpretasi (Yin, dari hasil wawancara, observasi, dan
2013). konseptual teori, yang menjabarkan
Tahapan analisa data yang proposisi deskripsi kasus sebagai tema
dilakukan dalam penelitian ini adalah data penelitian.
sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang telah diperoleh
1. Pewarisan Budaya melalui Komunikasi
dirangkum dan diklasifikasikan ke
dalam Forum Interaksi
dalam kategorisasi yang telah disusun
Pewarisan budaya yang dilakukan
berdasarkan topik menarik dari proses
MAB berlangsung dalam forum
komunikasi dalam pewarisan budaya
interaksi. Forum interaksi memiliki
(berdasarkan pengembangan deskripsi
karakter khas yakni banyak warga
kasus dalam strategi umum studi
bertemu dan berkumpul, saling
kasus). Topik-topik yang menjadi dasar
berbincang secara longgar tentang apa
kategorisasi adalah keyakinan dan
commit to user mulai
saja dari masalah keluarga,
masalah lingkungan sosial dan

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

masyarakat mereka sendiri, gossip lokal, berkumpul dan saling berbincang secara
hingga masalah politik di samping longgar tentang apa saja mulai dari
sudah barang tentu adalah tentang hal masalah keluarga, lingkungan sosial dan
berkenaan dengan kepentingan pokok masyarakat Desa Pekuncen, hingga
acara pertemuan. masalah politik. Forum interaksi yang
Bertolak dari pengertian forum dimiliki MAB, yaitu berupa pertemuan
komunikasi yang diungkapkan Pawito dengan keluarga, rubungan dalam
dan Kartono (2013), forum interaksi perlon, maupun gendhu-gendhu rasa
MAB adalah di saat Anak Putu saat ngendong atau sarasehan.

BUDAYA LOKAL
Keyakinan pada: Yang
Mahakuasa dan Eyang
Bonokeling PEWARISAN
BUDAYA
MAB Tradisi: perlon, aweh,
srawung, dan pakaian hitam
Enkulturasi:
-. Kasepuhan
-. Titen
-. Perangkat
FORUM TUKAR -. Ngucing
-. Anak Putu
-. Keluarga- INTERAKSI KAWRUH
Sosialisasi:
keluarga
-. Srawung/
-. Keluarga Komunikasi Antarpribadi rubungan
-. Perlon
Komunikasi Kelompok
-. Gendhu-
gendhu rasa

Diagram 1. Proses Pewarisan Budaya Masyarakat Adat Bonokeling

Forum interaksi MAB identik sejarah dan legenda, ramalan, serta


digunakan untuk melakukan tukar situs makam leluhur; dan (2) tradisi
kawruh. Tukar kawruh adalah aktivitas yang dilakukan turun-menurun baik
berbagi pengetahuan khususnya tentang berdasarkan observasi maupun hasil
Bonokeling. Mengacu pada pernyataan pengalaman leluhur.
Kluckholn (dalam Samovar dan Porter, Pengetahuan lokal yang dimiliki
2001) bahwa pengetahuan kelompok MAB berupa keyakinan dan tradisi ini
disimpan (dalam kenangan, buku, dan dilanggengkan dari generasi ke generasi
benda-benda) untuk penggunaan masa melalui proses belajar, disebut dengan
depan, pengetahuan tentang Bonokeling pewarisan budaya. Setiap proses belajar
juga dimiliki dan disimpan oleh MAB. budaya antar generasi melewati dua
Bagi MAB pengetahuan masyarakat adat proses, yaitu enkulturasi dan sosialisasi
ini berupa (1) keyakinan Anak Putu yangcommit to
(Kodiran,
user 2014).
bersumber dari ajaran leluhur, cerita

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Enkulturasi MAB sekitar lingkungannya menghasilkan


Porter dan Samovar (2001) pengalaman yang kemudian ditularkan
menyebutkan bahwa budaya yang pada sesama Anak Putu dan
diwariskan melalui enkulturasi keturunannya. Selain memunculkan
dipelajari melalui interaksi, observasi, pengalaman, hasil dari titen berwujud
dan imitasi. Berdasarkan hasil pada bentuk ilog ora ilog. Bagi MAB,
pengamatan, pewarisan budaya MAB proses titen inilah yang disebut Porter
berupa keyakinan dan tradisi banyak dan Samovar sebagai observasi dalam
berlangsung melalui proses meniru dan mempelajari budaya.
mengamati. Proses ini mulai Selain titen, proses belajar melalui
berlangsung saat keturunan Anak Putu imitasi juga dilakukan oleh Anak Putu
masih kecil. Misalnya saat mengantar Bonokeling. Sebelum keturunan Anak
makanan selamatan ke rumah Bedogol, Putu mlebu menjadi Anak Putu mereka
Anak Putu mengajak atau diantar anak- telah belajar dari orang tua maupun
anaknya. Sedari kecil, keturunan Anak kasepuhan. Anak Putu dan
Putu telah mengenal pola tindakan keturunannya belajar dengan cara
orang tua mereka. ngucing. Istilah ngucing ini untuk
Selain keluarga sebagai tempat menggambarkan cara Anak Putu dan
pertama keturunan Anak Putu keturunannya dalam mengikuti dan
mempelajari adat, norma dan nilai, serta meniru aktivitas Anak Putu. Proses
peraturan yang ada dalam belajar melalui ngucing tidak saja
kebudayaannya, lingkungan sosial dilakukan untuk mengetahui aktivitas
adalah tempat belajar saat kesadaran Anak Putu melainkan juga memenuhi
tumbuh dan berkembang. Masyarakat kebutuhan di masa yang akan datang.
Adat Bonokeling mempelajari budaya Seperti yang didapatkan dalam
melalui interaksi dengan orang tua atau penelitian bahwa sebagian besar Anak
generasi sebelumnya melalui interaksi Putu yang menjadi perangkat adat
dalam keluarga, selain itu interaksi karena meneruskan orang tua mereka.
dengan teman sesama Anak Putu Sosialisasi MAB
khususnya saat keturunan Anak Putu Dalam proses sosialisasi,
telah mlebu atau mendaftar menjadi keberadaan masyarakat Adat
Anak Putu dan dengan kelompok Bonokeling berpengaruh terhadap
kasepuhan atau tokoh yang dianggap proses belajar kebudayaan. Temuan
tahu. penelitian menunjukkan bahwa Anak
Titen adalah salah satu cara Anak Putu melakukan proses belajar tetang
Putu belajar tentang situasi keyakinan dan tradisi sebagai budaya
commit to user
lingkungannya. Mengamati kondisi di MAB melalui sesama rekan Anak Putu

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan kelompok kasepuhan. Hal ini sesuai kerukunan dan gotong royong
dengan tulisan DeVito (2003) yang tersosialisasi pada masa ini.
menyebutkan bahwa orangtua, peer Dengan bergaul, Anak Putu
groups, sekolah, institusi keagamaan, mengenal susunan perangkat adat dan
dan pemerintahan adalah guru utama tradisi khususnya ritual selamatan. Pada
yang mengajarkan tentang budaya. masa ini, seorang Anak Putu mengenal
Interaksi MAB dalam keluarga berbagai peran sosial yang ada di
mengajarkan anak keturunannya lingkungan sosialnya selain keluarga,
tentang ilmu-ilmu sederhana dalam teman, dan kerabat. Misalnya seorang
ajaran Bonokeling, menanamkan nilai Anak Putu belajar bahwa kelompok
berbagi dengan menyuruh anak kasepuhan adalah orang yang dihormati
mengantar makanan selamatan, karena menjadi „pengasuh‟ adat bagi
maupun mengajak anak keturunannya masyarakat adat, Eyang Bonokeling
dalam mengikuti perlon. adalah leluhur yang dihormati karena
Sosialisasi tidak hanya berhenti sejarah yang erat dengan asal-usul
dalam keluarga. Kelompok kasepuhan dirinya, tradisi yang harus dijalankan
mengajari Anak Putu yang baru mlebu terus menerus sebagai bentuk amal dan
dengan ilmu-ilmu ajaran Bonokeling. ibadahnya, serta menjalankan ilog ora
Anak Putu menyadari setelah mlebu dia ilog karena berdasarkan pengalaman
sudah dianggap mampu untuk orang tua. Proses ini menyebabkan Anak
menerima pengetahuan yang lebih. Pada Putu memahami peran dan tindakan
masa ini Anak Putu mengenal tugas- yang seharusnya dalam Masyarakat
tugas dan tanggungjawab menjadi Anak Adat Bonokeling.
Putu. Sosialisasi dalam Masyarakat Adat
Berada dalam kelompok Bedogol Bonokeling juga berlangsung melalui
Anak Putu semakin mengenal aturan- forum interaksi yaitu dengan rubungan,
aturan hidup dan tradisi seperti perlon. seperti ngendong dan gendhu-gendhu
Dengan mengikuti kegiatan adat, Anak rasa. Saat ngendong atau gendhu-
Putu mengenal arti bergaul dengan gendhu rasa Anak Putu ber-tukar
masyarakat. Seorang Anak Putu juga kawruh dengan saling bercerita tentang
menyadari bahwa dengan bergaul maka sejarah, mendalami arti dari cerita-cerita
akan mendapatkan ilmu yang lebih baik. rakyat yang berkembang dengan situasi
Bergaul dengan kelompok masyarakat, belakangan, saling mengungkapkan
seorang Anak Putu mengetahui berbagai peribahasa, dan mengingatkan akan
tipe orang dan belajar bagaimana ramalan leluhur yang telah terjadi
berinteraksi dengan banyak orang. Nilai maupun akan terjadi. Segala ilmu dan
commit to user
pengetahuan yang berkaitan dengan

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bonokeling juga kembali ditegaskan memandang mereka sebagai bagian dari


dalam gendhu-gendhu rasa, misalnya kelompok tersebut. Setiap anggota
mengasah kemampuan menghitung hari masyarakat merupakan bagian dari
Jawa berdasarkan Aboge. kelompok kecil. DeVito (2003) dalam
bukunya yang berjudul “Human
2. Proses Komunikasi Pewarisan
Comunication” membagi kelompok kecil
Budaya dalam Genghu-Gendhu
menjadi empat (4) jenis kelompok, yaitu
Rasa
kelompok pemecahan masalah,
Pewarisan budaya lokal Masyarakat
kelompok pengembangan ide, kelompok
Adat Bonokeling berlangsung di dalam
pengembangan pribadi, dan kelompok
forum interaksi yang dimiliki
pendidikan atau belajar.
masyarakat adat. Forum interaksi yang
Berdasarkan jenis kelompok yang
dimiliki berupa keluarga, perlon sebagai
dijabarkan DeVito maka jenis kelompok
aktivitas adat, dan gendhu-gendhu rasa
gendhu-gendhu rasa yang dilakukan
sebagai kelompok ngendong. Selain
Anak Putu Bonokeling merupakan
dalam perlon, proses pewarisan budaya
kelompok belajar. Kelompok belajar
banyak berlangsung dalam gendhu-
adalah kelompok yang bertujuan
gendhu rasa. Proses pewarisan budaya
memperoleh informasi atau
yang dilakukan Masyarakat Adat
keterampilan melalui pertukaran
Bonokeling dalam gendhu-gendhu rasa
pengetahuan. Semua anggota dalam
berlangsung melalui komunikasi
kelompok ini memiliki sesuatu untuk
antarpribadi dan kelompok.
diajarkan dan sesuatu untuk dipelajari.
Kebiasaan srawung Anak Putu yang
Demikian juga Anak Putu melakukan
dilakukan dengan cara ngendong
gendhu-gendhu rasa untuk ber-tukar
seringkali membentuk kelompok tukar
kawruh atau bertukar pengetahuan
kawruh yang diistilahkan Anak Putu
khususnya tentang Bonokeling.
sebagai gendhu-gendhu rasa. Ngendong
Sebagai kelompok belajar, setiap
untuk ber-tukar kawruh dengan Anak
Anak Putu dalam gendhu-gendhu rasa
Putu yang dianggap tahu ataupun
memiliki sesuatu hal yang akan
dengan kasepuhan banyka dilakukan
diajarkan dan akan dipelajari. Dengan
Anak Putu. Baik ngendong secara
demikian dalam gendhu-gendhu rasa
personal hanya dua hingga tiga orang
berlangsung interaksi antar Anak Putu.
maupun hingga mencapai sepuluh
Hal ini berdasar dari pernyataan
hingga lima belas Anak Putu.
Johnson (1940) bahwa sebuah kelompok
Mulyana (2005) mendefinisikan
terdiri dari individu yang saling
kelompok sebagai sekumpulan orang
berinteraksi satu sama lain. Berdasarkan
yang mempunyai tujuan bersama,commit to user
definisi ini maka sebuah kelompok tidak
mengenal satu sama lainnya, dan

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

akan hidup bila individu di dalamnya adalah perwujudan dari pembelajaran


tidak berinteraksi. pengetahuan tentang Bonokeling.
Sebagai sebuah kelompok, gendhu- Dengan demikian komunikasi yang
gendhu rasa sebagai wujud komunikasi dilakukan dalam gendhu-gendhu rasa
kelompok kecil menunjukkan interaksi adalah berbagi informasi. Pembagian
tatap muka, dengan tujuan untuk informasi yang berlangsung dalam
berbagi informasi, serta Anak Putu gendhu-gendhu rasa juga meliputi
sebagai anggota kelompok memiliki sosialisasi nilai-nilai budaya
kemampuan menumbukan karakteristik berdasarkan hasil pengalaman pribadi
personal secara tepat. Hal ini sesuai dan orang tua. Selain itu Anak Putu juga
dengan pengertian komunikasi melakukan konfirmasi pengetahuan
kelompok yang didefinisikan oleh yang dimiliki melalui forum interaksi
Burgoon (1978, dikutip oleh Wiryanto, Anak Putu. Aktivitas konfirmasi
2004), yaitu pengetahuan ini bertujuan agar
“sebagai interaksi tatap muka pengetahuan yang dimiliki mendapat
antara tiga orang atau lebih, dengan
pemahaman yang sama dengan
tujuan yang telah diketahui, seperti
berbagi informasi, menjaga diri, pengetahuan yang dimiliki Anak Putu
pemecahan masalah, yang mana
lainnya.
anggota-anggotanya dapat
mengingat karakteristik pribadi Anggota kelompok yang berjumlah
anggota-anggotanya yang lain
tidak lebih dari duapuluh orang
secara tepat”.
menyebabkan Anak Putu dapat secara
Tatap muka dalam gendhu-gendhu
langsung berhubungan. Setiap Anak
rasa, Anak Putu Bonokeling dapat
Putu dapat mengidentifikasi
melihat dan mendengar anggota lainnya.
karakteristik Anak Putu lainnya secara
selain itu juga dapat mengatur umpan
jelas. Pada konflik yang berlangsung
balik secara verbal maupun non-verbal
dalam gendhu-gendhu rasa dapat segera
dari setiap anggotanya. Jumlah Anak
memunculkan sikap baru karena setiap
Putu dalam gendhu-gendhu rasa
anggota dapat saling mendengarkan dan
sejumlah tiga hingga limabelas orang,
berbicara secara jelas termasuk
sehingga memungkinkan
menangkap pesan yang disampaikan
berlangsungnya interaksi. Makna tatap
baik secara verbal maupun nonverbal.
muka berkaitan erat dengan adanya
Proses pemberian informasi,
interaksi diantara setiap anggota
konfirmasi, dan sosialisasi tentang
kelompok, yang mana setiap anggota
pengetahuan lokal yang dimiliki
mampu melihat dan mendengar anggota
Maysrakat Adat Bonokeling berlangsung
lainnya.
dalam interaksi yang terbangun
Tujuan gendhu-genhu rasa adalahcommit to user
melakukan tukar kawruh. Tukar kawruh

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bersama sehingga setiap anggota pewarisan budaya dalam forum


memperoleh pemahaman bersama. interaksi secara sederhana digambarkan
Mengikuti model yang ditawarkan sebagai berikut:
Laswell, maka proses komunikasi

Sumber Pesan Saluran Penerima

Masyarakat Budaya Forum Masyarakat


Adat Lokal Interaksi Adat

- Kasepuhan - Keyakinan Gendhu- - Perangkat


- Perangkat gendhu Adat
Adat - Tradisi rasa - Anak Putu
- Anak Putu - Keluarga

Diagram 2. Proses komunikasi dalam Pewarisan Budaya MAB

3. Peran Komunikasi dalam Proses dalam pewarisan budaya lokal MAB


Pewarisan Budaya Masyarakat dijabarkan sebagai berikut:
Adat Bonokeling
Saluran Pewarisan Budaya
Dalam setiap proses komunikasi
Dalam pentransmisian nilai-nilai
terdapat fungsi berlangsungnya
budaya lokal yang berlangsung dalam
komunikasi tersebut. Gorden (1978,
Masyarakat Adat Bonokeling,
dikutip Mulyana, 2005) mengemukakan
komunikasi berfungsi sebagai
empat fungsi komunikasi. Keempat
komunikasi instrumental (Mulyana,
fungsi tersebut yaitu sebagai
2005). Sesuai dengan fungsinya sebagai
komunikasi sosial, komunikasi
komunikasi instrumental, komunikasi
ekspresif, komunikasi ritual, dan
memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk
komunikasi intrumental.
menginformasikan, mengajar,
Aktivitas komunikasi seringkali
mendorong, mengubah sikap dan
mempunyai fungsi yang tumpang
keyakinan, dan mengubah perilaku atau
tindih, meskipun salah satu fungsinya
menggerakkan tindakan, dan juga untuk
sangat menonjol dan mendominasi.
menghibur.
Menjawab peran komunikasi dalam
Untuk melaksanakan tujuan
pewarisan nilai-nilai budaya lokal MAB
tersebut, salah satu unsur penting
dapat diketahui dari proses komunikasi
dalam proses komunikasi adalah adanya
Anak Putu Bonokeling. Berdasarkan
saluran atau media berlalunya pesan
proses komunikasi dalam pewarisancommit to user
dari antara pelaku komunikasi. Saluran
budaya sebelumnya, peran komunikasi
komunikasi dalam pewarisan budaya

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lokal dilakukan melalui forum interaksi, kelompok srawung gendhu-gendhu


khususnya gendhu-gendhu rasa saat rasa.
ngendong. Proses komunikasi dalam Komunikasi sebagai saluran
kelompok kecil ini berlangsung secara informasi, konfirmasi, dan sosialisasi
tatap muka sehingga penggunaan pengetahuan tentang Bonokeling dalam
lambang bahasa secara verbal dan pewarisan nilai-nilai budaya Masyarakat
nonverbal berlangsung secara dominan. Adat Bonokeling ini menunjukkan
Proses pewarisan budaya yang fungsi komunikasi sebagai fungsi
dilakukan Anak Putu dalam gendhu- instrumental, yang bersifat persuasif
gendu rasa banyak dilakukan melalui dan dapat digunakan untuk
belajar perhitungan hari, cerita sejarah menciptakan dan membangun
dan legenda serta ramalan, berbagi hubungan antar Anak Putu.
pengalaman baik yang memuat nilai ilog
Indikator Berlangsungnya Pewarisan
ora ilog maupun tentang ajaran
Budaya
keyakinan, serta tanya jawab mengenai
Siregar (1996) memandang aktivitas
aturan dan kebiasaan tradisi adat yang
komunikasi sebagai indikator
berlangsung dalam Masyarakat Adat
kehidupan sosial. Hal ini didasarkan
Bonokeling.
melalui sudut pandang kemajuan
Dengan demikian dapat dikatakan
teknologi komunikasi, penggunaan
bahwa komunikasi berperan sebagai
piranti komunikasi ditandai dengan
saluran pewarisan budaya yang
tingkat pengaksesan yang
berlangsung dalam forum interaksi
dimungkinkan, serta relevansi informasi
Masyarakat Adat Bonokeling. Peran
dengan kenyataan keras penggunanya.
komunikasi sebagai saluran pewarisan
Dari sini secara sederhana dapat
budaya bertujuan sebagai alat
ditawarkan cara melihat kehidupan
informasi, konfirmasi, dan sosialisasi
sosial, yakni dari semakin terbatasnya
pengetahuan tentang Bonokeling. Hal ini
pengaksesan atas informasi keras, dan
nampak dalam aktivitas komunikasi
lebih lanjut lebih banyak pengaksesan
yang berlangsung dalam gendhu-gendhu
atas informasi lunak. Mulyana (2005)
rasa.
memodifikasi frase filosofis Prancis,
Belajar tentang perhitungan hari,
Descartes, yang terkenal Corgito Ergo
sejarah, legenda, ramalan dan
Sum (“saya berpikir, maka saya ada”)
menceritakan pengalaman tentang
menjadi “saya berbicara, maka saya
situasi yang berkaitan tentang
ada”. Hal ini untuk menunjukkan bahwa
Bonokeling menjadi sebuah aturan ilog
dengan berkomunikasi, seseorang
ora ilog menjadi media informasi,
menunjukkan
commit to user eksistensi diri.
konfirmasi, dan sosialisasi dalam

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Salah satu tradisi Anak Putu berupa diri, untuk kelangsungan hidup, untuk
srawung (bergaul) dan rubungan memperoleh kebahagiaan (Gorden,
(berkumpul) bertujuan untuk dikutip Mulyana, 2005).
memperoleh pengetahuan tentang
Pembentuk Identitas Budaya
Bonokeling. Meminjam istilah Siregar
Indentitas budaya merupakan unsur
mengenai akses informasi, akses
penting konsep diri. Dalam konteks ini,
pengetahuan Anak Putu Bonokeling
dalam Mulyana (2005), dijelaskan bahwa
dilakukan melalui komunikasi lisan
identitas budaya berkembang melalui
dalam forum interaksi. Seperti yang
internalisasi atas ”pengkhasan”
dilakukan Anak Putu srawung dan
(typication) diri oleh orang lain,
rubungan melalui gendhu-gendhu rasa
khususnya orang-orang dekat di
merupakan tindakan Anak Putu untuk
sekitarnya, mengenai siapa orang itu
mengakses pengetahuan ajaran
dan siapa orang lain berdasarkan
keyakinan dan tradisi Masyarakat Adat
latarbelakang budaya. Internalisasi
Bonokeling.
simbol, tanda, dan perilaku budaya
Proses pewarisan budaya tidak
terjadi tidak hanya pada masa anak-
berhenti hanya pada akses informasi.
anak dan dalam keluarga, namun juga
Meminjam istilah Mulyana bahwa “saya
dalam lingkungan yang lebih luas lagi
bicara, maka saya ada”, menunjukkan
dan selama tahap-tahap kehidupan
Anak Putu yang mencoba memberikan
selanjutnya.
informasi dan sosialisasi nilai-nilai
Internalisasi diri pada Masyarakat
budaya. Seperti sesama Anak Putu yang
Bonokeling berlangsung melalui
berbagi pengalaman dengan Anak Putu
interaksinya dalam keluarga dan
lainnya, aktivitas komunikasi dalam
masyarakat di sekitarnya. Internalisasi
pewarisan budaya juga menunjukkan
utama berlangsung melalui penggunaan
eksistensi Anak Putu sebagai agen
bahasa yang khas dalam Masyarakat
sosialisasi nilai-nilai budaya. Peran
Adat Bonokeling, yaitu bahasa Jawa
komunikasi sebagai indikator
Banyumas. Selain penggunaan bahasa
kehidupan sosial Anak Putu juga
Banyumas dalam aktivitas sehari-hari,
menunjukkan fungsi komunikasi
internalisasi berlangsung melalui
sebagai komunikasi sosial dalam proses
peribahasa, sejarah dan legenda, serta
komunikasi pewarisan budaya
ramalan yang berkembang dalam
Masyarakat Adat Bonokeling. hal ini
Masyarakat Adat Bonokeling.
dikarenakan dalam komunikasi sosial
Internalisasi juga ditunjukkan melalui
setidaknya mengisyarakan bahwa
kegiatan adat yang dilakukan secara
komunikasi itu penting untuk
rutin
commit to user sepanjang tahun. Internalisasi
membangun konsep diri kita, aktualisasi
yang dilakukan dalam keluarga dan

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lingkungan sekitar menunjukkan proses proses penyelesaian masalah, dan


komunikasi dalam pewarisan budaya perilaku pelaksanaan kegiatan adat. Hal
membetuk identitas Masyarakat Adat ini sesuai dengan pernyataan Liliweri
Bonokeling. Hal ini juga menunjukkan (2007) bahwa terbentuknya ikatan
fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial, dalam penelitian ini adalah
sosial yang mengisyaratkan komunikasi sistem kekerabatan Anak Putu, dapat
penting untuk membangun konsep diri. menciptakan identitas kultural sebuah
Fungsi komunikasi ekspresif yang kelompok.
erat kaitannya dengan komunikasi
SIMPULAN
sosial menjadi instrumen
Gendhu-gendhu rasa merupakan
menyampaikan emosi Anak Putu
salah satu forum interaksi yang banyak
sebagai identitas budayanya. Ekspresi
dilakukan sebagai saluran tukar kawruh
yang disalurkan melalui penciptaan
pewarisan budaya lokal Masyarakat
peribahasa, dan penceritaan sejarah dan
Adat Bonokeling. Proses komunikasi
legenda memberikan simbol ekspresi
dalam gendhu-gendhu rasa Masyarakat
identitas sebagai Masyarakat Adat
Adat Bonokeling memiliki karakteristik
Bonokeling.
setiap Anak Putu dapat melihat dan
Kegiatan adat yang dilaksanakan
mendengar Anak Putu lainnya, interaksi
sepanjang tahun dan sepanjang hidup
memunculkan umpan balik secara
menunjukkan bentuk komunikasi ritual
langsung, dan setiap Anak Putu dapat
yang dilaksanakan secara kolektif.
mengetahui karakteristik Anak Putu
Partisipasi Anak Putu dalam komunikasi
lainnya.
ritual melalui perlon menegaskan
Gendhu-gendhu rasa sebagai forum
kembali komitmen pada tradisi adat
interaksi berperan sebagai saluran
yang dimiliki Masyarakat Adat
pewarisan budaya. Saluran ini bertujuan
Bonokeling. penegasan ini juga menjadi
sebagai alat mendapat informasi,
upaya internalisasi pada identitas
melakukan konfirmasi, dan melakukan
budaya Anak Putu Bonokeling. Kegiatan
sosialisasi. Keberadaan Anak Putu
ritual memungkinkan para pesertanya
dalam gendhu-gendhu rasa menjadi
berbagi komitmen emosional dan
indikator kehidupan sosial Anak Putu.
menjadi perekat bagi kepaduan mereka,
Akses informasi serta berbagi
juga sebagai pengabdian kepada
pengetahuan melalui tukar kawruh
kelompok (Mulyana, 2005). Dalam
menunjukkan eksistensi dan aktualisasi
Masyarakat Adat Bonokeling, perlon
Anak Putu.
juga memunculkan rasa kebersamaan
Peran komunikasi dalam pewarisan
yang tinggi, yang ditunjukkan seperti
commit to user
budaya juga sebagai pembentuk
pada proses masuk menjadi anggota,
identitas budaya. Internalisasi latar

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

belakang budaya dilakukan melalui Ngendong, istilah untuk


komunikasi. Aktivitas adat sebagai menggambarkan aktivitas bertamu
bentuk komunikasi ritual menegaskan ke tempat Kasepuhan atau Anak
komitmen Anak Putu sebagai bagian Putu lainnya untuk melakukan
dari masyarakat adat. tukar kawruh. Biasanya dilakukan
saat hari-hari yang dianggap baik,
UCAPAN TERIMAKASIH
seperti Senin, Kamis, dan Jumat.
Penulis ingin mengucapkan
Srawung, istilah untuk menggambarkan
terimakasih kepada pembimbing
perilaku Ank Putu dalam bergaul.
penelitian, Prof. Drs. Pawito, Ph.D. dan
Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D. atas
bimbingan dan nasehat dalam REFERENSI
penyusunan tulisan ini. Terimakasih
Dayakisni, T. dan Yuniardi, S. (2012)
Psikologi Lintas Budaya, Edisi
juga penulis sampaikan kepada
Revisi., Malang: UMM Press.
Masyarakat Adat atas cerita dan Denzin, N. K. Dan Lincoln, Y. S. (2009)
Handbook of Qualitative Research.
pengalaman selama penulis berada di
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Desa Pekuncen. DeVito, J. A. (2003) Human
Communication, The Basic Course,
Ninth Ed., Boston: Allyn and
DAFTAR ISTILAH
Bacon.
Bedogol, perangkat adat sebagai wakil Dharmawan, L. (2011) “Tradisi Unggah-
Unggahan Khas Bonokeling”,
Kiai Kunci yang membawahi Anak
Panginyongan Stories and
Putu. Travelling, 14 April 2013,
www.slamet-
Kasepuhan, sebutan lain Kiai Kunci dan
nusakambangan.blogspot.com
Bedogol. Biasa disebut juga (diakses pada Senin, 18 November
2013)
sebagai Pokok.
Fiske, J. (2012) Pengantar Ilmu
Mlebu, istilah untuk proses inisiasi Komunikasi. Diterjemahkan oleh
Hapsari Dwiningtyas. Jakarta:
masuknya seseorang menjadi
RajaGrafindo.
Anak Putu Bonokeling. Johnson, D. W. dan Johnson, F. P. (1940)
Joining Together: Group Theory
Perlon, segala aktivitas adat yang
and Group Skill. United State of
berhubungan dengan Bonokeling America: Allyn and Bacon.
Kipuri, N. (2009) “Culture” in State of
dan Masyarakat Adat Bonokeling.
The World‟s Indigenous Peoples,
Berlangsung secara rutin setiap New York: United Nations.
Kodiran (2014) “Pewarisan Budaya dan
bulan sepanjang tahun.
Kepribadian”, Humaniora, vol. 16,
Rubungan, istilah untuk no. 1, hlm. 10-16.
Liliweri, A. (2007) Makna Budaya dalam
menggambarkan aktivitas
Komunikasi Antarbudaya,
berkumpul Anak Putu untuk tukar Yogyakarta: LKiS.
Moleong, J. L. (2005) Metodologi
kawruh. Biasanya dilakukan saatcommit to user
Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi,
perlon. Bandung: Remaja Rosdakarya.

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mulyana, D. (2005) Ilmu Komunikasi


Suatu Pengantar, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nomba, A., Siregar, B. B., dan Wahono
(2002) Kembali ke Akar: Kembali
ke Konsep Otonomi Masyarakat
Asli, Jakarta: Forum
Pengembangan Partisipasi
Masyarakat.
Patton, M. Q. (2002) Qualitative
Evaluation Method, Beverly Hills, C.
A.: Sage Publications.
Pawito dan Kartono, D. T. (2013)
“Kontruksi Identitas Kultural
Masyarakat Pluralis dalam Terpaan
Globalisasi”, Jurnal MIMBAR, vol.
29, no. 1, hlm. 111-120.
Samovar, L. A., Porter, R. E., dan
McDaniel, E. R. (2001)
Communication Between Culture,
Fourth Ed., Stamford, CT:
Wadsworth, Thomson Learning.
Siregar, A. (1996) Peranan Komunikasi
dalam Era Globalisasi. Forum
Komunikasi Kehumasan Industri
MIGAS dan PABUM, Yogyakarta, 11
- 12 April 1996
Sutopo, H. B. (2006) Metodologi
PenelitianKualitatif Dasar Teori
dan Terapannya dalam Penelitian,
Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Wiryanto (2004) Pengantar Ilmu
Komunikasi, Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Yin, R. K. (2013) Studi Kasus, Desain &
Metode, diterjemahkan oleh M.
Djauzi Mudzakir, Jakarta:
Rajawali Press.

commit to user

16

Anda mungkin juga menyukai