PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1 Badan Pusat Statistik.Analisis Sensus Ekonomi 2006 Mengenai Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi
Selatan (Hasil Sensus Sampel 2007). (Makassar: BPS Sulsel, 2007). h. 52.
2 Badan Pusat Statistik. Statistik Sosiasl Sulawesi Selatan Tahun 2007.(Makassar: Bappeda Sulsel
Salah satu masalah anak yang memperoleh perhatian khusus, adalah isu
pekerja anak (child labor). Isu ini telah mengglobal karena begitu banyak anak-
anak di seluruh dunia yang masuk bekerja pada usia sekolah. Pada kenyataannya
isu pekerja anak bukan sekedar isu anak menjalankan pekerjaan dengan
memperoleh upah, akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi, pekerjaan
berbahaya, terhambatnya akses pendidikan dan menghambat perkembangan
fisik, psikis dan sosial anak. Bahkan dalam kasus dan bentuk tertentu pekerja anak
telah masuk sebagai kualifikasi anak-anak yang bekerja pada situasi yang paling
tidak bisa di tolerir5.
Pada hakekatnya anak tidak boleh bekerja karena waktu mereka selayaknya
dimanfaatkan untuk belajar, bermain, bergembira, berada dalam suasana damai,
mendapatrkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai citacitanya sesuai
dengan perkembangan fisik, psikologik, intelektual dan sosialnya. Namun pada
kenyataannya banyk anakanak di bawah usia 18 tahun yang telah terlibat aktif
dalam kegiatan ekonomi, menjadi pekerja anak antara lain di sektor industri
dengan dengan alasan tekanan ekonomi yang dialami orang tuanya ataupun faktor
lainnya6. Perlindungan hukum pekerja anak juga diwujudkan dalam bentuk
B. Rumusan Masalah
Konvensi hak anak disahkan oleh majelis umum PBB pada tanggal 20
November 1989, setahun kemudian, pada tahun 1990 Indonesia meratifikasi
konvensi ini melalui Kepres Nomor 36 Tahun 1990. Perlindungan anak dari
eksploitasi ekonomi merupakan bagian dari hak terhadap kelangsungan hidup.
Disini berarti negara penanggung jawab perlindungan anak harus mampu
7Murni Tukiman, Perlindungan Anak terhadap segala bentuk ketelantaran kekerasan dan eksploitasi.
Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Anak dilihat dari segi Pembinaan Generasi
Muda, PT Binacipta. Jakarta : 1984, h. 53.
8 Baca Pasal 1 Angka (2) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak
9 https://rumahkita2010.wordpress.com/2010/03/08/pekerja-anak/
mengambil kebijakan yuridis, sosial, serta melakukan kerjasama internasional
dalam rangka melindungi hak anak dari eksploitasi ekonomi. Hal ini tentunya
termasuk harminonisasi hukum nasional terhadap instrumen hukum internasional
yang mengatur perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi.
10Mugiyati dan Sutriya, Aspek hukum Perlindungan Terhadap Anak, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta : 2010, h. 17.
dilengkapi dengan kekuatan dan yang diberikan oleh sistem hukum/tertib hukum
kepada anak yang bersangkutan11.
11 Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta
: 2000, h. 28.
12 Moh. Zaid, Agama dan HAM dalam kasus di Indonesia, Balai Penelitian dan Pengembangan
Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan
komprehensif, undang-undang perlindungan anak ini meletakkan kewajiban
memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas yaitu :
Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak Anak
harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini ada
dalam pasal 2 ayat (1) : “Negara-negara pihak menghormati dan menjamin hak-
hak yang ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada di wilayah
hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik, atau pandangan-
pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat
atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari anak itu sendiri atau dari orang
tua walinya yang sah.” Ayat (2) : ”Negara-negara pihak akan mengambil semua
langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua langkah yang
perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman
yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau
keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau keluarganya.
2) Asas dan prinsip Kepentingan yang terbaik bagi anak (Best Interst Of
The Child);
Prinsip ini tercantum dalam pasal 3 ayat (1) berbunyi : “dalam semua
tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan lembaga-lembaga kesejahteraan
sosial pemerintah maupun swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau
badan legislative, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi
pertimbangan utama. Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggaraan
perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan
keputusan apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang
menurut orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan
anak. Boleh jadi maksud dan tujuan orang dewasa memberikan bantuan dan
menolong, akan tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah penghancuran masa
depan si anak
3) Asas dan prinsip Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan (The Right To Life, Survival, And Develpment);
Prinsip ini tercantum dalam pasal 6 KHA ayat (1) : “Negara-negara pihak
mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan.” Ayat (2)
: “Negara-negara pihak akan menjamin sampaibatas maksimal kelangsungan
hidup dan perkembangan anak.” Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa Negara
harus memastikan setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak
hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari negara
atau orang peroangan. Untuk menjamin hak hidup tersebut berarti negara harus
menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana, dan prasarana hidup yang
memadai, serta akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhankebutuhan dasar
Prinsp ini ada dalam pasal 12 ayat (1) KHA, bebunyi : “Negara-negara pihak
akan menjamin anakanak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak
menyatakan pandanganpandangan secara bebas dalam semua hal yang Prinsp
ini ada dalam pasal 12 ayat (1) KHA, bebunyi : “Negara-negara pihak akan
menjamin anakanak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak
menyatakan pandanganpandangan secara bebas dalam semua hal yang
mempengaruhi anak, dan pndangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat
usia dan kematangan.” Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi
kepribadian. Oleh karena itu, dia tidak biasa hanya dipandang dalam posisi yang
lemah, menerima, dan pasif tetapi sesungguhnya dia pribadi otonom yang memiliki
pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi, dan aspirasi yang belum tentu sama
dengan orang dewasa.
Harus diakui selama ini masih ada budaya dalam masyarakat yang kurang
menguntungkan terhadap anak meski belum ada rincian mengenai budaya mana
saja yang merugikan anak. Tetapi sejumlah studi membuktikan bahwa masih
banyak dijumpai praktek-praktek budaya yang merugikan anak baik merugikan
fisik maupun emosional, misalnya dalam pembiasaan bekerja sejak kecil dan juga
praktek-praktek lain yang merugikan anak yang berlindung atas nama adat
budaya14.
a) Faktor Ekonomi
14 Bagong Suyanto, Pelanggaran Hak dan Perlindungan Sosial bagi Anak Rawan, cet. 1 (Surabaya:
Airlangga Press, 2003), h, 18.
15 Andri Yoga Utami, “Fenomena Pekerja Anak yang Terselubung dan Termarginalkan”, Jurnal
17 Mif Baihaqi (ed.,) Anak Indonesia Teraniaya (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), xii.
18 Hardius Usman Nachrowi Djalal Nachrowi, Pekerja Anak di Indonesia, h, 101.
19 M Sumijati dkk,(ed), Manusia dan Dinamika Budaya dari Kekerasan sampai Baratayuda
c) Faktor Lingkungan
3) Bekerja terlalu lama di satu tempat tertentu tanpa waktu untuk bermain dan
rekreasi.
21Surya Mulandar, Dehumanisasi Anak Marjinal. (Bandung: Yayasan Akatiga 4 Gugus Analisis.)
22Mariana Amirudin, Wilayah Tertinggal Migrasi dan Perdagangan Manusia. Jurnal Perempuan
nomor 59. (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008).
4) Bekerja dalam situasi yang menghambat kepercayaan diri mereka, sebagai
contoh adalah bounded labour atau buruh terpasung.
23
SAMIN, Pekerja Anak dan Penanggulangannya, h, 8.
BAB III
KESIMPULAN
Bagong Suyanto, Pelanggaran Hak dan Perlindungan Sosial bagi Anak Rawan,
cet. 1 Surabaya: Airlangga Press, 2003