Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketenagakerjaan merupakan aspek yang penting dalam pembangunan


ekonomi karena tenaga kerja merupakan salah satu balas jasa faktor produksi.
Topik mengenai masalah kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi baik
dalam skla nasional maupun regional mendapat perhatian banyak orang.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan penambahan investasi dan
kebijakan ekonomi yang kondusif merupakan hal penting. Dengan penambahan
investasi baru diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada
akhirnya juga dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Dalam istilah Badan Pusat Statistik, beberapa istilah ketenagakerjaan yang


mesti dipahami sebagai dasar dalam memahami masalah tersebut di Indonesia di
antaranya (1) tingkat partisipasi angkatan kerja yang merupakan indikator yang
dapat menggambarkan keadaan penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang
berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, (2) tingkat pengangguran terbuka, dan (3)
penyerapan tenaga kerja yaitu mereka yang terserap diberbagai lapangan
pekerjaan pada suatu periode1.

Dalam teori ketenagakerjaan menurut BPS digunakan Konsep Dasar


Angkatan Kerja (Standar Labour Force Concept) seperti yang digunakan dalam
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Konsep ini merupakan konsep yang
disarankan dan rekomendasikan International Labour Organization (ILO). Lebih
lanjut disebutkan bahwa penduduk dibedakan atas usia kerja dan penduduk bukan
usia kerja. Sedang penduduk usia kerja dibedakan atas dua kelompok, yaitu
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari penduduk
yang bekerja dan pengangguran. Sedangkan bukan angkatan kerja terdiri
penduduk yang periode rujukan tidak mempunyai/ melakukan aktivitas ekonomi,
baik karena sekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya (pensiun, penerima
transfer/kiriman, penerima deposito/bunga bank, jompo atau alasan yang lain)2

1 Badan Pusat Statistik.Analisis Sensus Ekonomi 2006 Mengenai Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi
Selatan (Hasil Sensus Sampel 2007). (Makassar: BPS Sulsel, 2007). h. 52.
2 Badan Pusat Statistik. Statistik Sosiasl Sulawesi Selatan Tahun 2007.(Makassar: Bappeda Sulsel

dan BPS Sulsel, 2007). h. 136-137


Sementara itu, United Nation (1962) mendefisikan angkatan kerja atau
penduduk yang aktif secara ekonomi sebagai penduduk yang memproduksi
barang dan jasa secara ekonomi yang juga mencakup mereka yang tidak bekerja
tapi bersedia bekerja.Sedang yang dimaksud dengan penduduk bekerja adalah
penduduk yang melakukan kegiatan melakukan pekerjaan penghasilan atau
keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja
dalam satu jam tersebut harus dilakukan secara berturut-turut dan tidak terputus

Indonesia adalah Negara Hukum, hal tersebut sudah terdapat dalam


konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu pada
Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”3. Dalam
konstitusi kita Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28B ayat (2) berbunyi: Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi4.

Salah satu masalah anak yang memperoleh perhatian khusus, adalah isu
pekerja anak (child labor). Isu ini telah mengglobal karena begitu banyak anak-
anak di seluruh dunia yang masuk bekerja pada usia sekolah. Pada kenyataannya
isu pekerja anak bukan sekedar isu anak menjalankan pekerjaan dengan
memperoleh upah, akan tetapi lekat sekali dengan eksploitasi, pekerjaan
berbahaya, terhambatnya akses pendidikan dan menghambat perkembangan
fisik, psikis dan sosial anak. Bahkan dalam kasus dan bentuk tertentu pekerja anak
telah masuk sebagai kualifikasi anak-anak yang bekerja pada situasi yang paling
tidak bisa di tolerir5.

Pada hakekatnya anak tidak boleh bekerja karena waktu mereka selayaknya
dimanfaatkan untuk belajar, bermain, bergembira, berada dalam suasana damai,
mendapatrkan kesempatan dan fasilitas untuk mencapai citacitanya sesuai
dengan perkembangan fisik, psikologik, intelektual dan sosialnya. Namun pada
kenyataannya banyk anakanak di bawah usia 18 tahun yang telah terlibat aktif
dalam kegiatan ekonomi, menjadi pekerja anak antara lain di sektor industri
dengan dengan alasan tekanan ekonomi yang dialami orang tuanya ataupun faktor
lainnya6. Perlindungan hukum pekerja anak juga diwujudkan dalam bentuk

3 Baca Pasal 1 ayat (3) Amandemen Undang-Undang dasar 1945.


4 Baca Pasal 28 B ayat (2) Amandemen Undang-Undang dasar 1945.
5 Muhammad Joni dan Zulechhaina Z, AspekHukum Perlindungan Anak dan Perspektif Konvensi

Hak-Hak Anak, Citra Aditya Bakti.Bandung : 1999, h. 8.


6 Syamsuddin, Petunjuk Pelaksaan Penanganan Anak yang Bekerja, Departemen Tenaga Kerja

Republik Indonesia, (Jakarta : 1997), h. 1.


pembatasan jenisjenis atau bentuk-bentuk pekerjaan yang dilarang untuk
dikerjakan anak. Hal ini dapat dilihat didalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep- 235/MEN/2003 tentang Tenisjenis Pekerjaan Yang
Membahayakan Kesehatan, Keselamatan Moral Anak, yang pada prinsipnya
melarang anak untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan tertentu.

Oleh karena itu, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu


berusaha keras mengawal implementasi produk-produk hukum guna melindungi
kepentingan dan hakhak konstitusional pada anak, dalam hai ini adalah
Berdasarkan uraian-uraian diatas kami dari kelompok satu merasa tertarik untuk
membahas dengan judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pekerja Anak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum terhadap hak pekerja anak


berdasarkan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Pelindungan
Anak?

2. Apa sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya pekerja anak?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak

1. Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Pengertian Perlindungan Anak adalah suatu kegiatan bersama yang


dilakukan secara sadar oleh setiap orang, lembaga pemerintah dan swasta
dengan tujuan mengusahakan pengamanan, pengadaan dan pemenuhan
kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak sesuai dengan kepentimgan dan hak
asasinya7. Adapun pengertian lain dari perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi8.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,


disebutkan bahwa pengertian anak sebagai berikut : “anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Pegertian
tersebut berbeda dengan pengertian yang terdapat pada UU Nomor 4 Tahun 1979
dimana menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia
21 tahun dan belum kawin. Sedangkan Elizabeth D.Hurlock (1982:108),
menyatakan bahwa : “anak adalah masa yang dimulai setelah melewati masa bayi
yang penuh ketergantungan, kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang
secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk pria.9”

2. Pengertian Hak Anak

Konvensi hak anak disahkan oleh majelis umum PBB pada tanggal 20
November 1989, setahun kemudian, pada tahun 1990 Indonesia meratifikasi
konvensi ini melalui Kepres Nomor 36 Tahun 1990. Perlindungan anak dari
eksploitasi ekonomi merupakan bagian dari hak terhadap kelangsungan hidup.
Disini berarti negara penanggung jawab perlindungan anak harus mampu

7Murni Tukiman, Perlindungan Anak terhadap segala bentuk ketelantaran kekerasan dan eksploitasi.
Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Anak dilihat dari segi Pembinaan Generasi
Muda, PT Binacipta. Jakarta : 1984, h. 53.
8 Baca Pasal 1 Angka (2) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak
9 https://rumahkita2010.wordpress.com/2010/03/08/pekerja-anak/
mengambil kebijakan yuridis, sosial, serta melakukan kerjasama internasional
dalam rangka melindungi hak anak dari eksploitasi ekonomi. Hal ini tentunya
termasuk harminonisasi hukum nasional terhadap instrumen hukum internasional
yang mengatur perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi.

3. Asas dan tujuan Perlindungan Anak

Berdasarkan UndangUndang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan


Anak pada pasal 2 dan pasal 3 mencantumkan dengan jelas mengenai asas dan
tujuan perlindungan anak. Dua buah pasal menjadi jiwa dari pasalpasal lain,
karena kedua pasal ini sangat membantu untuk memahami keseluruhan
pasalpasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak.

4. Perlindungan Hukum Pekerja Anak

a) Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28B ayat (2)

b) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal


64.

c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.


UndangUndang ini mendefenisikan anak sebagai seseorang yang berusia
18 (delapan belas) tahun termasuk yang masih dalam kandungan

B. Tinjauan Umum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang


Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak


merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak (KHA) yang disetujui oleh
Majelis Umum PBB pada tanggal 30 November 1989. Secara garis besar konvensi
hak anak dapat dikategorikan sebagai berikut : yang pertama penegasan hak-hak
anak, kedua perlindungan anak oleh negara, ketiga peran serta berbagai pihak
(pemerintah, masyarakat, dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap
hak-hak anak10. Hak anak adalah sesuatu kehendak yang dimiliki oleh anak yang

10Mugiyati dan Sutriya, Aspek hukum Perlindungan Terhadap Anak, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta : 2010, h. 17.
dilengkapi dengan kekuatan dan yang diberikan oleh sistem hukum/tertib hukum
kepada anak yang bersangkutan11.

C. Tinjauan Umum Tentang Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999


Tentang Hak Asasi Manusia

Pengertian Hak Asasi Manusia disingkat dengan HAM yang dikemukakan


oleh Materson dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB adalah hak-hak yang melekat
pada manusia12. Dan pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) menurut Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM adalah 13: “Seperangkat
hak yang melihat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.” HAM itu sendiri
juga dipertegas lewat Declaration Of Independence 1788, yang asasnya
pengakuan persamaan manusia dimana Tuhan telah menciptakan manusia
dengan hak-hak tertentu yang tidak dirampas, anatara lain : hak untuk hidup, hak
kebebasan, dan hak untuk mengejar kebahagiaan.

D. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pekerja Anak Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang tentang perlindungan anak ini di tetapkan pada tahun 2002,


empat belas tahun setelah Indonesia menyatakan meratifikasi konvensi hak anak.
Lamanya rentang waktu ini terlihat kurang seriusnya pemerintah untuk benar-
benar melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak. Pasal 3 menyebutkan
bahwa Perlindungan anak bertujuan anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak anak agar dapat hidup tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

11 Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Jakarta
: 2000, h. 28.
12 Moh. Zaid, Agama dan HAM dalam kasus di Indonesia, Balai Penelitian dan Pengembangan

Agama, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 2007, h. 9.


13 Baca Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkulitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera.

Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan
komprehensif, undang-undang perlindungan anak ini meletakkan kewajiban
memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas yaitu :

1) Asas dan prinsip Non diskriminasi;

Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak Anak
harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini ada
dalam pasal 2 ayat (1) : “Negara-negara pihak menghormati dan menjamin hak-
hak yang ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada di wilayah
hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik, atau pandangan-
pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat
atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari anak itu sendiri atau dari orang
tua walinya yang sah.” Ayat (2) : ”Negara-negara pihak akan mengambil semua
langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua langkah yang
perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman
yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau
keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau keluarganya.

2) Asas dan prinsip Kepentingan yang terbaik bagi anak (Best Interst Of
The Child);

Prinsip ini tercantum dalam pasal 3 ayat (1) berbunyi : “dalam semua
tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan lembaga-lembaga kesejahteraan
sosial pemerintah maupun swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau
badan legislative, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi
pertimbangan utama. Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggaraan
perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan
keputusan apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang
menurut orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan
anak. Boleh jadi maksud dan tujuan orang dewasa memberikan bantuan dan
menolong, akan tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah penghancuran masa
depan si anak
3) Asas dan prinsip Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan (The Right To Life, Survival, And Develpment);

Prinsip ini tercantum dalam pasal 6 KHA ayat (1) : “Negara-negara pihak
mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan.” Ayat (2)
: “Negara-negara pihak akan menjamin sampaibatas maksimal kelangsungan
hidup dan perkembangan anak.” Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa Negara
harus memastikan setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak
hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari negara
atau orang peroangan. Untuk menjamin hak hidup tersebut berarti negara harus
menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana, dan prasarana hidup yang
memadai, serta akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhankebutuhan dasar

4) Asas dan pinsip Penghargaan terhadap pendapat anak (Respect For


The Views Of The Child);

Prinsp ini ada dalam pasal 12 ayat (1) KHA, bebunyi : “Negara-negara pihak
akan menjamin anakanak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak
menyatakan pandanganpandangan secara bebas dalam semua hal yang Prinsp
ini ada dalam pasal 12 ayat (1) KHA, bebunyi : “Negara-negara pihak akan
menjamin anakanak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak
menyatakan pandanganpandangan secara bebas dalam semua hal yang
mempengaruhi anak, dan pndangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat
usia dan kematangan.” Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi
kepribadian. Oleh karena itu, dia tidak biasa hanya dipandang dalam posisi yang
lemah, menerima, dan pasif tetapi sesungguhnya dia pribadi otonom yang memiliki
pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi, dan aspirasi yang belum tentu sama
dengan orang dewasa.

E. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Pekerja Anak

Harus diakui selama ini masih ada budaya dalam masyarakat yang kurang
menguntungkan terhadap anak meski belum ada rincian mengenai budaya mana
saja yang merugikan anak. Tetapi sejumlah studi membuktikan bahwa masih
banyak dijumpai praktek-praktek budaya yang merugikan anak baik merugikan
fisik maupun emosional, misalnya dalam pembiasaan bekerja sejak kecil dan juga
praktek-praktek lain yang merugikan anak yang berlindung atas nama adat
budaya14.

Keterlibatan anak dalam sektor produktif sesungguhnya bukan sekedar


karena motifmotif ekonomi saja. Melainkan juga karena kebiasaan dan faktor
kultural. Pada daerah pedesaan pada umumnya , terlebih lagi dalam lingkungan
keluarga miskin, kebiasaan untuk melibatkan anak dalam kegiatan kerja, baik
dirumah atau diluar rumah sebagai ritus dalam life circle seorang anak. Sebagai
suatu keharusan dan proses yang mesti dilalui sebelum beranjak dewasa
memasuki kehidupan rumah tangganya kelak.

Pekerja anak menghambat anak-anak memperoleh pendidikan dan


ketrampilan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa
depan. Jenis pekerjaan yang sulit terdeteksi, tetapi dikategorikan Unicef sebagai
eksploitasi pekerja anak adalah pembantu rumah tangga. Bahwa anak-anak yang
bekerja sebagai pembantu rumah tangga kemungkinan merupakan yang paling
rentan dan tereksploitasi. Sebab mereka merupakan pekerja anak yang paling
rentan dan sukar dilindungi15. Dalam banyak sektor, anak-anak terlibat bekerja
dikarenakan beberapa faktor yang melatarbelakangi, yaitu :

a) Faktor Ekonomi

Rendahnya ekonomi keluarga merupakan faktor dominan yang


menyebabkan anak-anak terlibat mencari nafkah. Anak sering menjadi sumber
pengahasilan yang sangat penting. Bahkan dalam banyak hal pekerja anak
dipandang sebagai mekanisme survival untuk mengeliminasi tekanan kemiskinan
yang tidak terpenuhi dari hasil kerja orang tua16. Faktor ekonomi merupakan faktor
dominan sebagian besar anak-anak yang bekerja orang tuanya berpenghasilan
kecil dan tidak menentu, dan kondisi demikianlah yang memaksa anak bekerja
tanpa memilih dan memilah jenis dan resiko pekerjaan, dengan harapan yang
penting dapat memperoleh tambahan penghasilan untuk membantu orang tua,
atau setidak-tidaknya untuk membantu mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, dan
kalau memungkinkan juga untuk membantu keluarganya.

14 Bagong Suyanto, Pelanggaran Hak dan Perlindungan Sosial bagi Anak Rawan, cet. 1 (Surabaya:
Airlangga Press, 2003), h, 18.
15 Andri Yoga Utami, “Fenomena Pekerja Anak yang Terselubung dan Termarginalkan”, Jurnal

Perempuan, edisi 39, (Januari 2005), 45.


16 Bagong Suyanto, Pekerja Anak Dan Kelangsungan Pendidikannya, (Airlangga University Press,

Surabaya : 2003), h. 87.


Pekerja anak merupakan sebab dan akibat dari kemiskian. Keluarga yang
miskin mendorong anak-anak mereka bekerja mencari penghasilan tambahan
keluarga, atau bahkan sebagai cara untuk bertahan hidup17. Adanya pekerja anak
justru mengabadikan keluarga miskin turun temurun, pertumbuhan ekonomi dan
perkembangan sosial yang lambat.

Putranto, dalam penelitiannya, menyebutkan kemiskinan bukan faktor satu-


satunya masalah pekerja anak. Bahwa kekuatan ekonomi yang mendorong anak
masuk ke dalam pekerjaan di lingkungan yang membahayakan merupakan
kekuatan yang paling besar dari semuanya, tetapi adat dan pola sosial yang telah
berakar juga memainkan peranan18. Pandangan yang lain bahwa anak adalah
harta kekayaan orang tua. Pandangan semacam ini, ketika suatu keluarga
mengalami kesulitan ekonomi, anak kemudian dianggap pantas untuk disuruh
membantu mencari tambahan penghasilan. Ditambahkan juga, bahwa “anak
harus patuh pada orang tua”. Berdasarkan pandangan ini bila anak lupa
menjalankan tugas membantu meringankan beban orang tua, dia akan
memperoleh berbagai sanksi atau hukuman yang kemudian dapat berubah
menjadi tindakan kekerasan19.

b) Faktor Orang Tua

Faktor kemiskinan dianggap sebagai pendorong utama anak untuk bekerja.


Kemiskinan secara ekonomi telah banyak menciptakan terjadinya pekerja anak.
Orang tua “terpaksa” memobilisasi anak-anaknya sebagai pekerja untuk
membantu ekonomi keluarga. Pada titik inilah muculnya kerawanan, sebab anak-
anak bisa berubah peran dari “sekedar membantu” menjadi pencari nafkah utama.
Pekerja anak tidak hanya disebabkan oleh kemiskinan, tetapi juga menyebabkan
“pemiskinan”, artinya anak-anak yang bekerja dan tidak mencgecap pendidikan
akan tetap hidup di dalam kondisi kemiskinan di kemudian hari. Akibat lebih jauh,
generasi berikutnya akan tetap miskin dan tidak berpendidikan.

Menurut Suyanto, kenyataan di masyarakat tidak semua orangtua dapat


melakukan kewajibannya, seperti hubungan yang ada tidak serasi dalam keluarga,
disharmoni, ketegangan, kekerasan20. Surya Mulandar juga menemukan bahwa

17 Mif Baihaqi (ed.,) Anak Indonesia Teraniaya (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), xii.
18 Hardius Usman Nachrowi Djalal Nachrowi, Pekerja Anak di Indonesia, h, 101.
19 M Sumijati dkk,(ed), Manusia dan Dinamika Budaya dari Kekerasan sampai Baratayuda

(Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM, 2001), h,36-37.


20 Suyanto,. Pekerja Anak dan Kelangsungan Pendidikannya. (Surabaya: Litfansah, 2003).
kekurang-harmonisan dalam hubungan keluarga, kondisi orangtua seperti di atas
yang menyebabkan anak harus terjun ke dunia kerja21.

Selain kondisi orangtua tersebut yang dapat menyebabkan anak bekerja


adalah kondisi anak sendiri antara lain keterbatasan ekonomi keluarga
menyebabkan anak harus putus sekolah. Kurangnya pemahaman keluarga akan
pentingnya pendidikan bagi masa depan anak dan ada suatu anggapan bahwa
anak merupakan aset ekonomi keluarga serta peluang untuk bekerja atau tenaga
anak guna membantu mencari nafkah untuk keluarganya. Effendi Tadjuddin Noer,
bahwa anak-anak yang bekerja dikarenakan kemiskinan orangtuanya, kondisi ini
bila berlarut-larut maka banyak anak yang menjadi korban trafficking. Hasil
tersebut juga diperkuat dengan hasil temuan Mariana Amiruddin22 bahwa
feminisasi kemiskinan, pengangguran kronis dan kurangnya kesempatan ekonomi
adalah beberapa faktor yang mempengaruhi perdagangan anak dan perempuan

c) Faktor Lingkungan

Kemiskinan bukan hanya satu-satunya penyebab seorang anak bekerja di


bawah umur, faktor lingkungan juga berperan sangat penting. Anak-anak yang
hidup di lingkungan teman-teman yang cenderung menyukai bekerja daripada
sekolah meskipun orang tua mereka cukup mampu untuk membiayai sekolah
mereka. Sebab lingkungan teman-teman sebaya mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam menanamkan nilai-nilai tertentu yang mereka anggapan sesuai
dengan dunia mereka.

1) Bentuk-bentuk yang dapat dilihat sebagai indikator dari ekploitasi misalnya:


Bekerja terlalu muda (misalnya mulai usia 5 tahun) yang menghambat
kesempatan mendapat pendidikan dan menghambat perkembangan sosial
dan psikologi mereka.

2) Bekerja dengan waktu yang panjang.

3) Bekerja terlalu lama di satu tempat tertentu tanpa waktu untuk bermain dan
rekreasi.

21Surya Mulandar, Dehumanisasi Anak Marjinal. (Bandung: Yayasan Akatiga 4 Gugus Analisis.)
22Mariana Amirudin, Wilayah Tertinggal Migrasi dan Perdagangan Manusia. Jurnal Perempuan
nomor 59. (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008).
4) Bekerja dalam situasi yang menghambat kepercayaan diri mereka, sebagai
contoh adalah bounded labour atau buruh terpasung.

5) Bekerja sebagai pengganti buruh dewasa23.

23
SAMIN, Pekerja Anak dan Penanggulangannya, h, 8.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan analisis terhadap


permasalahan yang diteliti, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai perlindungan
hukum terhadap hak pekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak, sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo Undang Nomor 35 Tahun 2014


tentang Perlindungan Anak belum mencerminkan memberikan
perlindungan hak pekerja anak dikarenakan belum mengatur ketentuan-
ketentuan terkait pekerja anak.

2. Adapun faktor-faktor penyebab timbulnya pekerja anak yaitu faktor


ekonomi, faktor orang tua/keluarga maupun faktor lingkungan.

3. Adapun upaya-upaya yang harus dilakukan terhadap terjadinya pekerja


anak yaitu terkait ekonomi dengan program kegiatan pemberdayaan
keluarga dan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarga kurang mampu seperti Pelatihan ketrampilan yang disesuaikan
dengan potensi, minat, dan kemampuan masyarakat tersebut, kemudian
pelatihan kewirausahaan dalam pemberian bantuan modal usaha serta
pendampingan usaha. Selanjutnya, upaya yang harus dilakukan terkait
faktor orang tua yaitu keluarga/orang tua harus bertanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena bagaimanapun orang tua
yang membentuk mental, watak dan kepribadian anak. Orang tua harus
mampu mencari sumber rezeki dengan bekerja, orang tua harus bisa
mengelola keuangan agar kehidupan bisa tercukupi. Selanjutnya upaya
yang harus dilakukan terkait faktor lingkungan yaitu orang tua maupun
masyarakat juga memberikan pengawasan terhadap segala aktivitas anak,
agar anak tidak berada dalam lingkungan yang mengganggu kesehatan,
merusak moral dan berada di lingkungan yang berisiko rawan kejahatan,
orang tua juga harus mencari lingkungan yang sehat, aman dari
kemungkinan ancaman yang merugikan anak
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, Mariana, Wilayah Tertinggal Migrasi dan Perdagangan Manusia. Jurnal


Perempuan nomor 59. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008
Badan Pusat Statistik. 2007.Statistik Sosiasl Sulawesi Selatan Tahun
2007.Bappeda Sulsel dan BPS Sulsel, Makassar.

Badan Pusat Statistik. 2007.Analisis Sensus Ekonomi 2006 Mengenai


Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan, Hasil Sensus Sampel
2007.BPS Sulsel, Makassar.

Bagong Suyanto, Pelanggaran Hak dan Perlindungan Sosial bagi Anak Rawan,
cet. 1 Surabaya: Airlangga Press, 2003

Mariana Amirudin, Wilayah Tertinggal Migrasi dan Perdagangan Manusia. Jurnal


Perempuan nomor 59. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2008.

Muhammad Joni & Zulechhaina Z, AspekHukum Perlindungan Anak dan


Perspektif Konvensi Hak-Hak Anak, Citra Aditya Bakti.Bandung : 1999

Mugiyati dan Sutriya, Aspek hukum Perlindungan Terhadap Anak, Badan


Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta : 2010

Syamsuddin, Petunjuk Pelaksaan Penanganan Anak yang Bekerja, Departemen


Tenaga Kerja Republik Indonesia, Jakarta : 1997

Samin, Pekerja Anak dan Penanggulangannya, Yogyakarta: Sekretariat Anak


Merdeka Indonesia, 1998.

Suyanto, Bagong, Pekerja Anak Dan Kelangsungan Pendidikannya, Airlangga


University Press, Surabaya : 2003

Usman Nachrowi Djalal Nachrowi, Hardius, Pekerja Anak di Indonesia: Kondisi


Determinan dan Eksploitasi: Kajian Kuantitatif, Jakarta: PT Grasindo
Widiasarana Indonesia, 2004.

UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Utami, Andri Yoga, “Fenomena Pekerja Anak yang Terselubung dan


Termarginalkan”, Jurnal Perempuan, edisi 39, Januari 2005

Wadong, Maulana Hasan, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak,


Grasindo, Jakarta : 2000

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas Penyidikan
    Tugas Penyidikan
    Dokumen12 halaman
    Tugas Penyidikan
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Aku Inget Dulu
    Aku Inget Dulu
    Dokumen1 halaman
    Aku Inget Dulu
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Pidato Pariwisata
    Pidato Pariwisata
    Dokumen1 halaman
    Pidato Pariwisata
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Laporan BM
    Laporan BM
    Dokumen7 halaman
    Laporan BM
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Willy
    Willy
    Dokumen7 halaman
    Willy
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat
  • Laporan Willy
    Laporan Willy
    Dokumen8 halaman
    Laporan Willy
    Willy Mulyana
    Belum ada peringkat